UPAYA PENANGANAN LAHAN KRITIS DI PROPINSI JAWA BARAT. Oleh : Epi Syahadat. Ringkasan

dokumen-dokumen yang mirip
Draft 18/02/2014 GUBERNUR JAWA BARAT,

Tabel 4.1. Perkembangan Luas Lahan Kritis di Luar Kawasan Hutan Per Kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 s/d 2005

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DALAM RANGKA SINERGITAS PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 84 Tahun 2009 TENTANG PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2009

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012)

EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

Perkembangan Ekonomi Makro

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III).

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEBUN BIBIT RAKYAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 Tahun 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah)

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2013 (dalam rupiah)

Tabel IV.C.3.1 Program, Alokasi dan Realisasi Anggaran Urusan Kehutanan Tahun No. Program Alokasi (Rp) Realisasi (Rp)

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dilandasi oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

LAPORAN PEMENUHAN KEWAJIBAN Satlak dan Tim Monev PPK IPM Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KATA PENGANTAR Drs. Helmizar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

Tabel 16. Data Produksi Benih Yang Dihasilkan Oleh UPTD/Balai Lingkup Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Tahun 2014

Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) dan Satu Data Pembangunan Jawa Barat

PENDAHULUAN. ( Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga

BERITA RESMI STATISTIK

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

Lampiran 1. Lampiran 3 Peraturan Menteri Pertanian No. 5/ Permentan/OT. 140/1/2007

Perkembangan Luas Kawasan Hutan di Jawa Barat Berdasarkan Fungsinya Tahun 2003 s/d Tahun 2003 (Ha)

Seuntai Kata. Bandung, Mei 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Gema Purwana

Tabel 24.1 Status Kualitas Air Sungai di Provinsi Jawa barat Tahun Frekuensi Sampling. 1 Sungai Ciliwung 6 5 memenuhi-cemar ringan

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB IV GAMBARAN UMUM

Tabel I.1 Luas Panen dan Jumlah Produksi Singkong Provinsi Jawa Barat Tahun

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Nomor : 638/SM.510/J.3.7/08/ Agustus 2014 Lampiran : Satu Berkas Perihal : Permintaan Calon Peserta Diklat

Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1979 TENTANG BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI TAHUN 1979/1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NO SERI. D PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. D

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang :

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

Katalog BPS

Inventarisasi dan Pemetaan Lokasi Budidaya dan Lumbung Pakan Ternak Sapi Potong (Inventory and Mapping of Cattle and Feed Resources)

IV.C.3 Urusan Pilihan Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat

PENCAPAIAN KONTRAK KINERJA PROVINSI (KKP) PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2013

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2014

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1979 TANGGAL 4 Juni PEDOMAN PELAKSANAAN 1/5

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang terdiri atas Laporan Perhitungan

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN DISTRIBUSI PANGAN RONI KASTAMAN DISAMPAIKAN PADA ACARA DISEMINASI LITBANG BAPEDA KOTA BANDUNG 29 NOPEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. terus dilakukan, antara lain, melalui pengajaran secara formal di sekolahsekolah.

MODAL DASAR PD.BPR/PD.PK HASIL KONSOLIDISASI ATAU MERGER

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Transkripsi:

UPAYA PENANGANAN LAHAN KRITIS DI PROPINSI JAWA BARAT Oleh : Epi Syahadat Ringkasan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (GERHAN) merupakan gerakan moral secara nasional untuk menanam pohon di setiap kawasan hutan dan lahan kosong. Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) merupakan penjabaran dari GERHAN yang lebih dikhususkan pada gerakan rehabilitasi lahan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dan diprioritaskan untuk lahan kritis milik negara maupun milik masyarakat. Sasaran dari kegiatan tersebut adalah : a) terehabilitasinya lahan-lahan kritis baik milik negara maupun milik masyarakat, b) terlaksananya alih profesi eks para perambah hutan di hutan negara maupun dizona inti hutan negara, c) lancarnya operasional pembinaan dan pengendalian dalam rangka menunjang keberhasilan gerakan rehabilitasi lahan kritis (GRLK), d) pulihnya daya dukung dan daya tampung linkungan di seluruh wilayah Jawa Barat. Kegiatan tersebut dicapai melalui berbagai upaya diantaranya; penyediaan bantuan bibit tanaman buah-buahan untuk per Kabupaten / Kota; penyediaan bantuan bibit tanaman perkebunan untuk per Kabupaten / Kota; penyediaan bantuan bibit tanaman siap tanam khusus untuk Kota Bandung dan penyediaan bantuan ternak domba untuk alih profesi eks perambah hutan negara maupun perambah hutan di zona inti hutan negara. Biaya yang diperlukan untuk kegiatan GRLK ini sebesar Rp 11 Milyar. Kata kunci : lahan kritis, rehabilitasi lahan, pengendalian dan pembinaan masyarakat. I. PENDAHULUAN Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) adalah gerakan moral secara nasional untuk menanam pohon di setiap kawasan hutan dan lahan kosong sebagai wujud komitmen bangsa untuk meningkatkan kualitas lingkungan, kelestarian hutan dan kesejahteraan rakyat. Target yang akan dicapai dalam GERHAN adalah merehabilitasi hutan dan lahan baik didalam kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan. Gerakan ini dicanangkan mengingat tingkat kerusakan hutan dan lahan kritis telah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan, ini ditunjukan oleh semakin meningkatnya frekuensi tanah longsor dan banjir setiap tahun di hampir seluruh wilayah Indonesia dalam skala yang besar. Menyadari akan dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat yang begitu besar, pemerintah berusaha dengan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Program GERHAN memiliki tujuan ganda, selain bertujuan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat luas untuk menanam pohon, juga menimbulkan efek berantai (multiplier effect) dalam perekonomian, terutama perekonomian pedesaan. Dalam keadaan perekonomian Indonesia yang belum pulih diharapkan GERHAN dapat mendorong bangkitnya perekonomian terutama di sektor terkait. Sejalan dengan GERHAN yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia, Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat menindak lanjuti dengan mencanangkan program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Kehutanan No 419/Kpts-II/1999, tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan, luas daratan, kawasan hutan dan perairan di Propinsi Jawa Barat seluas 5.362.771 Ha, sedangkan lahan kritis di Propinsi Jawa Barat seluas 608.813 Ha terdiri dari lahan kritis hutan negara seluas 158.274 Ha dan lahan kritis milik masyarakat seluas 450.539 Ha (Anonim, 2004). GRLK ini merupakan gerakan rehabilitasi lahan yang diprioritaskan di lahan kritis milik negara maupun lahan kritis milik rakyat dengan sasaran : 1. Terehabilitasinya lahan-lahan kritis di Propinsi Jawa Barat, baik lahan kritis pada hutan negara maupun lahan milik masyarakat 2. Terlaksananya alih profesi eks perambah hutan negara Gn. Geulis Kabupaten Sumedang dan sebagian eks perambah hutan negara Gn. Wayang Windu Kabupaten Bandung 3. Lancarnya operasional pembinaan dan pengendalian dalam rangka menunjang keberhasilan GRLK 4. Pulihnya daya dukung lingkungan dan daya tampung lingkungan di Propinsi Jawa Barat Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat dalam menangani lahan kritis. 2. Mengindentifikasi jenis bantuan / insentif yang diberikan kepada masyarakat oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat dalam menangani permasalahan lahan kritis di daerahnya. II. METODOLOGI PENELITIAN A. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data Primer dan Sekunder. Data primer diperoleh melalui pencatatan hasil wawancara dengan pejabat atau pegawai di Dinas Kehutanan Tingkat Propinsi dan Instansi terkait. Sedangkan data sekunder meliputi Laporan Tahunan Dinas Kehutanan dan Rencana Kegiatan Pembangunan Daerah Tingkat Propinsi, Kota dan Kabupaten. B. Analisis Data Data yang diperoleh kemudian di analisa secara kuantitatif dan ditabulasikan kedalam bentuk tabel, kemudian metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sektor Kehutanan di Propinsi Jawa Barat Luas kawasan hutan dan perairan berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan No 419/Kpts-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Propinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini : Tabel 1 Luas Daratan, Kawasan Hutan Dan Perairan Di Propinsi Jawa Barat No Uraian Jumlah Luas Daratan, Kawasan Hutan dan Perairan (Ha) % Luas Daratan, Kawasan Hutan dan Perairan 1 Luas Daratan 4.317.700,00 80,51 2 Hutan Lindung (HL) 240.402,00 4,48 3 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 213.412,00 3,98

4 Hutan Produksi Tetap (HP) 338.653,00 6,31 5 Hutan Produksi yang di konversi (HPK) 0 0 6 KSA dan KPA : Perairan 46.187,35 0,86 Daratan 206.416,65 3,85 Jumlah 5.362.771,00 100 Sumber : Statistik Kehutanan Indonesia, Badan Planologi Kehutanan. 2002 (data diolah) Pada Tabel 1 di atas dapat dilihat luas daratan di Propinsi Jawa Barat seluas 4.371.700 Ha atau 80,51 %, Hutan Lindung seluas 240.402 Ha atau 4,48 %, Hutan Produksi Terbatas seluas 213.412 Ha atau 3,98 %, Hutan Produksi Tetap seluas 338.653 Ha atau 6,31 % dan untuk Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) di perairan seluas 46.187,35 Ha atau 0,86 % dan daratan seluas 206.416,65 Ha atau 3,85 % dari luas daratan, kawasan hutan dan perairan yang ada. Luas lahan kritis di Propinsi Jawa Barat seluas 608.813 Ha, yang terdiri dari lahan milik hutan negara maupun lahan milik masyarakat (Anonim, 2004), seperti terlihat pada Tabel 2 di bawah ini : Tabel 2 Luas Lahan Kritis di Hutan Negara dan di Lahan Masyarakat Per Kota / Kabupaten di Propinsi Jawa Barat Tahun 2002 No Kabupaten / Kota (Ha) Lahan Di Hutan Negara (Ha) (%) Lahan Terhadap Luas Lahan Kritis di Jawa Barat Lahan Kritis Milik Masyarakat (Ha) (% ) Lahan Terhadap Luas Lahan Kritis di Jawa Barat Jumlah Lahan Kritis di Jawa Barat (Ha) (%) Lahan Kritis per Kab/Kota 1 Kab Bogor 22408 3,68 21359 3,51 43797 7,19 2 Kab Sukabumi 15402 2,53 36794 6,04 52286 8,57 3 Kab Cianjur 17130 2,81 27911 4,58 45041 7,39 4 Kab Kuningan 4740 0,78 22766 3,74 27506 4,52 5 Kab Indramayu 8057 1,32 13304 2,19 20261 3,51 6 Kab Majalengka 7533 1,24 42140 6,92 49673 8,16 7 Kab Karawang 10250 1,68 22757 3,74 33015 5,42 8 Kab Purwakarta 200 0,03 10987 1,80 11253 1,83 9 Kab Subang 14200 2,33 16630 2,73 30910 5,06 10 Kab Bandung 20540 3,37 33880 5,56 54420 8,93 11 Kab Sumedang 5327 0,87 18960 3,11 24287 3,98 12 Kab Garut 15805 2,60 88580 14,55 104445 17,15 13 Kab 14523 2,39 30030 4,93 44553 7,32 Tasikmalaya 14 Kab Ciamis 2300 0,38 26893 4,42 29788 4,80 15 Kab Cirebon 0 0 8036 1,32 8056 1,32 16 Kab Bekasi 0 0 15142 2,49 15142 2,49 17 Kota Bogor 0 0 100 0,02 105 0,02 18 Kota Depok 0 0 1838 0,30 1838 0,30 19 Kota Sukabumi 0 0 1137 0,19 1137 0,19 20 Kota Cirebon 0 0 262 0,04 262 0,04 21 Kota Bekasi 0 0 2975 0,49 2975 0,49 22 Kota Bandung 0 0 350 0,06 350 0,06 23 Kota Cimahi 0 0 280 0,05 280 0,05 24 Kota Tasikmalaya 0 0 4928 0,81 4928 0,81 25 Kota Banjar 0 0 2500 0,41 2500 0,41 Jumlah 158274 26,00 450539 74,00 608813 100 Rata-rata 6330,96 1,04 18021,56 2,96 24352,52 4,00

Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata kerusakan lahan kritis per Kabupaten di hutan negara adalah 6.330,96 Ha atau 1,04 %, sedangkan luas lahan kritis yang paling besar adalah Kabupaten Bandung seluas 20.540 Ha atau sebesar 3,37 %. Rata-rata lahan kritis milik masyarakat per Kabupaten seluas 18.021,56 Ha atau 2,96 % dan lahan kritis milik masyarakat yang paling parah adalah Kabupaten Garut seluas 88.580 Ha atau 14,55 %. Jadi secara umum kerusakan atau lahan kritis yang terparah di Propinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Garut seluas 104.445 Ha atau 17,15 %. Apabila kita bandingkan luas daratan, kawasan hutan dan perairan (Tabel 1) dengan kerusakan lahan / lahan kritis di Propinsi Jawa Barat (Tabel 2), maka persentase kerusakan lahan / lahan kritis di Propinsi Jawa Barat sebesar 11,35 %, ini merupakan angka persentase yang cukup tinggi dan ini perlu dicermati dan diwaspadai, karena ada kecenderungan tingkat kerusakan lahan semakin lama semakin miningkat sejalan dengan perkembangan penduduk yang semakin lama semakin bertambah, keadaan demikian akan berdampak atau mengakibatkan tingkat kebutuhan masyarakat akan sandang, pangan dan papan atau tingkat kebutuhan sosial ekonomi masyarakat semangkin meningkat juga, sementara lahan yang tersedia tidak bertambah. B. Upaya Penanganan Lahan Kritis Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat untuk mensukseskan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) yaitu : 1. Penyediaan Bantuan bibit tanaman buah-buahan (tanaman holtikultura) 2. Penyediaan bibit tanaman perkebunan 3. Penyediaan bibit tanaman tahunan siap tanam khusus untuk Kota Bandung 4. Penyediaan bantuan ternak domba untuk alih profesi eks perambah hutan negara Gn. Geulis di Kabupaten Sumedang 5. Penyediaan bantuan ternak domba untuk alih profesi perambah zona inti hutan negara Gn. Wayang Windu di Kabupaten Bandung 6. Biaya Operasional Pembinaan dan Pengendalian Dana yang disediakan untuk program tersebut bersumber dari APBD Murni tahun 2004, Mata Anggaran Belanja Tak Terduga, Kode Rekening 2.4 (Anonim, 2004) sebesar Rp 11 milyar. Dengan rincian alokasi dana yang disediakan untuk GRLK dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Adapun Dana APBD Murni untuk Ptopinsi Jawa Barat sebesar Rp 1.427.828 juta (Anonim, 2004) jadi persentase untuk kegiatan GRLK tersebut sebesar 0,77 %. Tabel 3 Rincian Alokasi Dana Untuk Menunjang Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis Tahun 2004 No Uraian Besarnya Dana (RP) (%) Besarnya Dana 1 Penyediaan bibit tanaman buah-buahan 2.462.800.000 22,39 (holtikultura) 2 Penyediaan bibit tanaman per-kebunan 1.901.500.000 17,29 3 Penyediaan bibit tanaman tahun-an siap 571.375.000 5,19 tanam 4 Penyediaan bantuan ternak domba eks 4.251.700.000 38,65 perambah hutan negara Gn. Geulis Kabupaten Sumedang

5 Penyediaan bantuan ternak domba eks perambah hutan negara Gn. Wayang Windu Kabupaten Bandung 69.600.000 0,63 6 Biaya operasional Pembinaan dan 1.743.025.000 15,85 Pengendalian Jumlah 11.000.000.000 100 Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa pengalokasian dana yang terbesar yaitu penyediaan bantuan ternak domba untuk alih profesi eks perambah hutan Gn Geulis Kabupaten Sumedang yang paling besar mendapat bantuan sebesar Rp 4.251.700.000,- atau 38,65 %, sedangkan untuk penyediaan bantuan bibit tanaman perkebunan per Kota / Kabupaten seluruh wilayah Propinsi Jawa Barat sebesar Rp 1.901.500.000,- atau 17,29 %. Untuk memperjelas peruntukan pengalokasian dana bantuan dalam GRLK, adalah sebagai berikut : 1. Penyediaan bantuan bibit tanaman buah-buahan (holtikultura) pesifikasi kualitas bibit tanaman buah-buahan (holtikultura) yaitu: a. Bibit tanaman harus merupakan hasil okulasi, kecuali pohon nangka berasal dari biji b. Tinggi bibit minimal 1 (satu) sampai dengan 1,5 (satu setengah) meter c. Berkualitas baik d. Bebas hama penyakit Adapun jenis komoditas bibit dan dana yang dialokasikan dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah : Tabel 4 Jenis Dan Harga Bibit Tanaman Buah-buahan (Holtikultura) No Jenis Komoditas Jumlah Bibit (Pohon) Harga (Rp) Jumlah (Rp) (%) 1 Alpukat 30.000 10.800 324.000.000 13,16 2 Durian 40.000 12.600 504.000.000 20,46 3 Mangga 55.000 13.000 715.000.000 29,03 4 Nangka 20.000 6.300 126.000.000 5,12 5 Rambutan 54.000 11.500 621.000.000 25,22 6 Sukun 24.000 7.200 172.800.000 7,02 Jumlah 223.000 2.462.800.000 100 Pada Tabel 4 di atas dapat diilihat bahwa jenis komoditas yang diprioritaskan adalah pohon Mangga sebanyak 55.000 pohon dan dana yang dicadangkan sebesar Rp 715.000.000,- atau 29,03 % dari alokasi dana yang disediakan untuk pembelian bibit tanaman buah-buahan (holtikultura). 2. Penyediaan bantuan bibit tanaman perkebunan Spesifikasi kualitas bibit tanaman perkebunan adalah sebagai berikut : a. Bibit tanaman dapat berasal dari biji, kecuali komoditas karet dari hasil okulasi, adapun tinggi bibit adalah : 1) Melinjo antara 1 (satu) meter 2) Kemiri antara 1 (satu) meter

3) Karet minimal 40 Cm 4) Karet dalam minimal 70 Cm 5) Kelapa Salak minimal 70 Cm 6) Kopi minimal 60 Cm 7) Nimba minimal 40 Cm 8) Pala minimal 30 Cm 9) Aren minimal 30 Cm b. Berkualitas baik c. Bebas hama / penyakit Untuk mengetahui Jenis komoditas pohon dan jumlah dana yang dialokasikan dapat di lihat pada Tabel 5 di bawah : Tabel 5 Jenis Dan Harga Bibit Tanaman Perkebunan No Jenis Komoditas Jumlah Bibit (Pohon) Harga (Rp) Jumlah (Rp) (%) 1 Aren 33.500 5.000 167.500.000 8,81 2 Kelapa 68.500 4.000 274.000.000 14,41 3 Kemiri 31.000 7.000 217.000.000 11,41 4 Melinjo 80.000 7.200 576.000.000 30,29 5 Pala 27.000 5.000 135.000.000 7,10 6 Karet 30.000 5.000 150.000.000 7,89 7 Kelapa Salak 5.000 20.000 100.000.000 5,26 8 Kopi 56.500 3.000 169.500.000 8,91 9 Nimba 45.000 2.500 112.500.000 5,92 Jumlah 376.500 1.901.500.000 100 Alokasi dana untuk jenis bibit tanaman perkebunan yang paling besar adalah bibit tanaman melinjo sebesar Rp 576.000.000,-atau 30,29 %, atau sebanyak 80.000 pohon ini dapat dilihat pada Tabel 5 di atas, sedangkan untuk bibit tanaman karet hanya Rp 150.000.000,- atau 7,89 % dari jumlah alokasi dana yang disediakan untuk pembelian bibit tanaman perkebunan. 3. Penyediaan bantuan bibit tanaman tahunan siap tanam khusus untuk Kota Bandung. Khusus untuk wilayah Kota bandung dan sekitarnya jenis komoditas bibit tanaman yang disediakan oleh Pemerintah Daerah setempat adalah jenis tanaman kehutanan, adapun spesifikasi tanaman tahunan siap tanam tersebut ialah : a. Tinggi tanaman, yaitu : 1) Damar minimal 2 (dua) meter 2) Bungur minimal 3 (tiga) meter 3) Tanjung minimal 2,5 (dua setengah) meter 4) Glodogan Tiang minimal 3 (tiga) meter 5) Angsana minimal 3(tiga) meter 6) Mahoni minimal 3 (tiga) meter b. Berkualitas baik c. Bebas hama / penyakit

Alokasi dana yang disediakan untuk setiap jenis komoditas dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini Tabel 6 Alokasi Penyediaan Bibit Tanaman Tahunan Siap Tanam (Khusus Kota Bandung ) No Jenis Komoditas Jumlah Bibit (Pohon) Kebutuhan Biaya (Rp) % 1 Mahoni 1.000 134.000.000 23,45 2 Tanjung 500 72.500.000 12,69 3 Damar 500 73.875.000 12,93 4 Bungur 500 61.500.000 10,76 5 Angsana 1.500 151.500.000 26,51 6 Glodogan Tiang 500 78.000.000 13,65 Jumlah 4.500 571.375.000 100 Alokasi dana untuk penyediaan bibit tanaman tahunan siap tanam, pada Tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa bibit tanaman Angsana yang paling besar yaitu sebesar Rp 151500000,- atau sebanyak 1.500 pohon atau 26,51 % dari jumlah dana yang tersedia. 4. Penyediaan bantuan ternak domba untuk alih profesi eks perambah hutan negara Gn Geulis Kabupaten Sumedang Pada Tabel 7 di bawah alokasi dana yang disiapkan untuk pembelian bibit ternak domba alih profesi eks perambah hutan negara Gn. Geulis adalah sebagai berikut : Tabel 7 Alokasi Penyediaan Dana Untuk Pembelian Bibit Ternak Domba Dalam Rangka Alih Profesi Eks Perambah Hutan Negara Gn, Geulis Kabupaten Sumedang No Jenis Kebutuhan Rincian Satuan Harga Satuan (Rp) Jumlah Dana Yang Dialokasikan (Rp) 1 Domba Betina 5.698 Ekor 500.000 2.849.000.000 67,01 2 Domba Jantan 570 Ekor 600.000 342.000.000 8,04 3 Stimulasi pembuatan kandang 3.419 Unit 300.000 1.025.700.000 24,12 4 Stimulan 6.268 Ekor - 35.000.000 0,82 konsentrat Jumlah 4.251.700.000 100 Pada Tabel 7 di atas Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat mengalokasikan dana untuk membantu para petani eks perambah hutan negara Gn. Geulis Kabupaten Sumedang sebesar Rp 4.251.700.000,- dan pengalokasian dana adalah untuk pembelian %

bibit ternak domba betina sebesar Rp 2.849.000.000,- atau sebanyak 5.698 ekor, atau 67,01 % dari jumlah dana yang dialokasikan. Adapun spesifikasi kualitas bibit ternak tersebuat adlah sebagai berikut : a. Domba betina 1) Bobot badan minimal 25 Kg 2) Umur sekitar 1,5 tahun 3) Alat reproduksi normal 4) Sehat dan tidak cacat b. Domba Jantan 1) Bobot minimal 30 Kg 2) Umur sekitar 2 tahun 3) Testis normal 4) Sehat dan tidak cacat 5. Penyediaan bantuan ternak domba untuk alih profesi eks perambah zona inti hutan negara Gn Wayang Windu Kabupaten Bandung. Pengalokasian dana untuk pembelian bantuan bibit ternak domba dalam rangka alih profesi petani perambah zona inti hutan negara Gn. Wayang Windu di Kabupaten Bandung sebesar Rp 69.600.000,- dimana alokasi dana yang terbanyak untuk pembelian bibit ternaka domba betina sebanyak 90 ekor atau sebesar Rp 45.000.000,-atau 64,66 % dari dana yang tersedia (lihat Tabel 8 ). Tabel 8 Alokasi Penyediaan Dana Untuk Pembelian Bibit Ternak Domba Dalam Rangka Alih Profesi Eks Perambah Hutan Negara Zona Inti Gn, Wayang Windu Kabupaten Bandung No Jenis Kebutuhan Rincian Satuan Harga Satuan (Rp) Jumlah Dana Yang Dialokasikan (Rp) 1 Domba Betina 90 ekor 500.000 45.000.000 64,66 2 Domba Jantan 9 Ekor 600.000 5.400.000 7,76 3 Stimulasi pembuatan 54 Unit 300.000 16.200.000 23,28 kandang 4 Stimulan konsentrat 99 Ekor 3.000.000 4,31 Jumlah 69.600.000 100 Adapun spesifikasi kualitas bibit ternak tersebuat adlah sebagai berikut : a. Domba betina 1) Bobot badan minimal 25 Kg 2) Umur sekitar 1,5 tahun 3) Alat reproduksi normal %

4) Sehat dan tidak cacat b. Domba Jantan 1) Bobot minimal 30 Kg 2) Umur sekitar 2 tahun 3) Testis normal 4) Sehat dan tidak cacat 6. Biaya Operasional Pembinaan dan Pengendalian Untuk kegiatan biaya operasional pembinaan dan pengendalian Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat mengalokasikan dana sebesar Rp 1.743.025.000,- yang terdiri dari 14 kegiatan, alokasi dana yang terbesar untuk kegiatan ini adalah Biaya koordinasi kepada Tim Pembina GRLK Kabupaten / Kota dengan Mitra Kerja terkait tingkat Propinsi sebesar Rp 350.000.000,- atau 20,08 % dari dana yang disediakan /dialokasikan (lihat Tabel 9). Tabel 9 Alokasi Biaya Operasional Pembinaan Dan Pengendalian No Jenis Kegiatan Jumlah (RP) % 1 Biaya publikasi / dokumentasi 35.000.000 2,01 2 Biaya konsumsi dan penanaman ber-sama 45.000.000 2,58 masyarakat dan anggota KORPRI di Gn Geulis 3 Stimulan biaya aparat pemerintah Kabupaten 75.000.000 4,30 Sumedang, Camat, Kades 4 Biaya administrasi perjanjian pengelola-an ternak 47.500.000 2,73 domba 5 Stimulan biaya kepada Ketua Kelompok Tani 24.000.000 1,38 dalam rangka pengembangan dan pelatihan teknis usaha tani domba Gn Geulis 6 Stimulan biaya kepada UNPAD, UNWIM dan 40.000.000 2,29 SPP / SPMA Tanjung sari dalam rangka penanaman bersama di Gn Geulis 7 Stimulan biaya untuk Organisasi Masyarakat Peduli Lingkungan 130.000.000 7,46 8 Stimulan biaya pengembangan pembibitan 196.825.000 11,29 tanaman tahunan produktif kepada SPP / SPMA Tanjungsari 9 Biaya koordinasi kepada Tim Pembina GRLK 350.000.000 20,08 Kabupaten / Kota dengan Mitra Kerja terkait tingkat Propinsi 10 Biaya seleksi tanaman tahunan dan ternak domba 75.000.000 4,30 11 Biaya pembinaan teknis pengembangan tanaman 150.000.000 8,61 tahunan dan berternak domba 12 Biaya operasional pembinaan dan pengendalian 225.000.000 12,91 oleh Satgas Tim Pembina GRLK Propinsi Jawa Barat 13 Pembuatan peta lokasi lahan kritis di Jawa Barat 200.000.000 11,47 14 Biaya keskretariatan 149.700.000 8,59 Jumlah 1.743.025.000 100 C. Tata Cara Pencairan Dana GRLK Ada beberapa persyaratan yang harus ditempuh dalam mencairkan dana Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) tersebut, ialah :

1. Permohonan pencairan dana GRLK diajukan oleh Ketua Harian Tim Pembina Propinsi kepa Gubernur. 2. Atas dasar surat permohonan Ketua Harian Tim Pembina Propinsi, dana tersebut disalurkan kepada Dinas dan Pemerintahan Kota Bandung yang dilaksanakan oleh Biro Keuangan Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Barat melalui transfer Rekening Khusus Dinas yang bersangkutan dan Pemerintahan Kota Bandung.. 3. Atas dasar usulan Kepala Dinas / Unit Kerja yang bersangkutan, Tim Pembina Propinsi mengadakan pengkajian dan memberikan persetujuannya. 4. Sesuai dengan persetujuan Ketua Harian Tim Pembina Propinsi, selanjutnya Kepala Dinas / Unit Kerja yang bersangkutan menyelesaikan pekerjaannya masing-masing, sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. 5. Dana untuk biaya operasional pembinaan dan pengendalian, atas permintaan dari Ketua Harian Tim Pembina Propinsi dan di transfer oleh Biro Keuangan Sekretariad Daerah Propinsi Jawa Barat ke rekening Bendahara Tim Pembina Propinsi. D. Tata Cara Penyelesaian Pekerjaan Penyelesaian pekerjaan yang dibiayai oleh dana GRLK dikoordinasikan dengan Tim Pembina Propinsi dan berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku. Jenis pekerjaan yang secara teknis harus ditangani oleh Dinas / Unit Kerja terkait di Tingkat Propinsi dan Pemerintah Kota Bandung, dana tersebut diajukan oleh Kepala Dinas / Unit Kerja yang bersangkutan atau oleh Walikota Bandung kepada Gubernur melalui Ketua Harian Tim Pembina Propinsi dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Pengadaan bibit tanaman buah-buahan dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat 2. Pengadaan bibit tanaman perkebunan dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Barat 3. Pengadaan bibit tanaman tahunan produktif untuk Kota Bandung dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandung 4. Pengadaan ternak domba dilaksanakan oleh Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat 5. Biaya operasional pembinaan dan pengendalian dikelola oleh Tim Pembina Propinsi IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Gerakan Reboisasi Lahan Kritis (GRLK) di Propinsi Jawa Barat merupakan gerakan rehabilitasi lahan yang diprioritaskan untuk lahan kritis milik negara maupun lahan kritis milik rakyat. Dana GRLK bersumber pada pada dana APBD Murni tahun 2004 Mata Anggaran Belanja Tak Tersangka (Kode Rekening 2,4) sebesar RP 11 Milyar. 2. Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat memfokuskan dana tersebut ke dalam 6 (enam) kegiatan, secara beurutan yaitu : Penyediaan bibit tanaman buah-buahan, Penyediaan bibit tanaman perkebunan, Penyediaan bibit tanaman tahunan siap tanam khusus untuk Kota Bandung, Penyediaan bibit ternak domba untuk eks perambah hutan di hutan negara maupun di zona inti yang terletak di Gn. Geulis Kabupaten Sumedang dan Gn. Wayang windu Kabupaten Bandung dan biaya operasional, Besarnya dana yang dialokasikan untuk kegiatan tersebut secara berturut-turut adalah

sebagai berikut : Rp 2.462.800.000,- Rp 1.901.500.000,- Rp 571.375.000,- Rp 4.251.700.000,- Rp 69.600.000,- dan Rp 1.743.025.000,- B. SARAN 1. Dalam realisasi pelaksanaan kegitan GRLK diharapkan adanya kontrol dan pembinaan yang ketat, karena kegiatan tersebut memungkinkan adanya penyimpangan-penyimpangan baik berupa dana maupun teknis pekerjaannya 2. Adanya koordinasi yang kondusif antara Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Daerah di Kabupaten / Kota setempat baik secara tertib administrasi maupun teknis, agar kegiatan GRLK tersebut berjalan sesuai dengan yang direncanakan. 3. Dalam pengerjaan pelaksanaan kegiatan GRLK ini harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan harus tepat waktu, untuk menghindari kebocoran dana pelaksanaan. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan, 2003. Statistik Kehutanan Indonesia 2002. Pusat Inventarisasi Dan Statistik Kehutanan. Badan Planologi Kehutanan. Jakarta. Anonim, 2004. Majalah Berita Fokus Edisi 13, Mei 2004. Bandung Dinas Kehutanan, 2002. Laporan Tahunan Propinsi Jawa Barat Tahun 2002. Bandung Badan Perencanaan Daerah, 2003. Rencana Pembangunan Daerah Tingkat Propinsi, Kota dan Kabupaten Tahun 2003. Bandung. Astana. S. 2004. Dampak Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Terhadap Perekonomian Pedesaan. Rencana Penelitian Kebijakan tahun 2004. Bogor..