Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

dokumen-dokumen yang mirip
Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

Psl. 119 BW jo. Psl. 124 BW

A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM WARIS BW STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : HKT 4013 JUMLAH SKS

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB IV ANALISIS AH TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM PERDATA. A. Ahli waris pengganti menurut hukum perdata

1. Pewarisan Langsung (uit eigen hoofde) 2. Pewarisan melalui Penggantian tempat (bij plaats vervulling)

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB III KARAKTERISTIK DAN BENTUK HUBUNGAN PERJANJIAN KONSINYASI. A. Karakteristik Hukum Kontrak Kerjasama Konsinyasi Distro Dan

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017. TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2

KULIAH WARDAT 10 April 2012 Pertemuan ke 9

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

PEWARISAN DAN AHLI WARIS PENGGANTI BIJ PLAATSVERVULLING

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

Soal Latihan UAS 2014/2015 Asas-Asas Hukum Perdata

PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA. Unsur-unsur Perikatan 3/15/2014. Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II. A. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. kewajiban-kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia itu.

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

PASAL-PASAL DALAM UNDANG-UNDANG YANG AKTA-AKTANYA HARUS DIBUAT DALAM AKTA NOTARIIL. A. Yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN 2011

PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA. Oleh : Deasy Soeikromo 1

BAB IV PENDAFTARAN BOEDEL. seseorang, dalam arti keseluruhan aktiva dan pasiva. mengkonstatir harta boedel (mencari tahu isi dari boedel).

HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ANAK (ALIMENTASI) MENURUT K.U.H. PERDATA DAN U.U. NO.1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO,SH.

BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

BAB III AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN HARTA WARISAN YANG MELANGGAR BAGIAN MUTLAK ATAU LEGITIME PORTIE AHLI WARIS OLEH PEWARIS MENURUT KUHPERDATA

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB II PENGATURAN HIBAH DAN HIBAH WASIAT DALAM PEWARISAN MENURUT KUHPERDATA. A. Ketentuan Umum Pewarisan Menurut KUHPerdata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. kepada Pengadilan Agama Malang yang Penggugat dan Tergugat sama-sama

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

Transkripsi:

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Pembicara : 1. Betric Banjarnahor (2012) : 2. Dian Prawiro Napitupulu (2013) Pemateri : 1. Tioneni Sigiro (2014). 2. Waristo Ritonga (2014) Moderator : Delvina Nova (2014) A. Jenis-jenis Perjanjian 1. Jual Beli Jual beli adalah suatu perjanjian timbal balik yang mana, pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Unsur-unsur pokok dalam perjanian jual beli adalah barang dan harga, sesuai asas konsesualisme (kesepakatan) yang menjiwai hukum perjanjian maka perjanjian jual beli akan ada saat terjadinya atau tercapainya sepakat mengenai barang dan harga. Sifat konsesual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 BW yang berbunyi jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar 1.Sebagaimana diketahui hukum perjanjian dari BW menganut asas konsensualisme, artinya ialah bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsesus sebagaimana dimaksud diatas. 2. Tukar Menukar Tukar-menukar adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal-balik sebagai gantinya suatu barang lain. 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata 1

Perjanjian ini juga dikenal dengan nama barter. Segala apa yang dapat dijual, dapat juga menjadi objek perjanjian tukar-menukar. Segala peraturan-peraturan tentang perjanjian jual-beli juga berlaku terhadap perjanjian tukar-menukar (pasal 1546 BW) Resiko dalam perjanjian tukar-menukar diatur dalam pasal 1545 yang berbunyi : jika suatu barangtertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah diluar kesalahan pemiliknya, maka persetujuan dianggap sebagai gugur dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang ia telah berikan dalam tukar menukar. 3. Sewa Menyewa Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu hargayangoleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya (pasal 1548 B.W) Sewa menyewa adalah suatu perjanjian konsensual.artinya ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsure-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga. Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga sewa. Pasal 1579 berbunyi: pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewanya dngan menyatakan hendak memaai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebelumnya. Tentang harga sewa: kalau dalam jual beli harga harus berupa uang, karena kalau berupa barang perjanjianyabukan jual-beli lagi tetapi menjadi tukar-menukar, tetapi dalam sewamenyewa tiadaklah menjadi keberatan bahwa harga sewa itu berupa barang atau jasa. 4. Sewa Beli Sewa beli sebenarnya adalah suat macam jual beli, setidak-tidaknya ia lebih mendekati jual beli daripada sewa menyewa, meskipun ia merupakan suatu campuran dari keduanya dan diberikan judul sewa menyewa. Hakekat dari sewa beli adalah suatu macam perjanjian jual beli dimana selama harga belum dibayar lunas maka si pembeli menjadi penyewa dahulu dari barang yang ingin dibelinya. 5. Penitipan Barang 2

Penitipan pada umumnya dan berbagai macamnya Penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang darinorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Mengenai hal ini diatur dalam pasal 1694 B.W. menurut undang-undang ada dua macam penitipan barang yaitu penitipan yang sejati dan sekestrasi. Penitipan barang yang sejati Penitipan barang yang sejati dianggap dibuat dengan Cuma-Cuma, jika tidak diperjanjikan sebaliknya, sedangkan ia hanyandapat mengenai barang barang yang bergerak (psal 1696). Sipenerima titipan barang tiadak diperbolehkan memakai barnang yang dititipkan untuk keperluan sendiri tanpa izinnya orang yang menitipkan barang, yang dinyatakan dengan tegs atau dipersangkakan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga jika ada alas an untuk itu (pasal 1712) Sekestrasi Adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, di tangannya seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk, setelah perselisihan itu diputus, mengembalikan barang itu kepada siapa yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah hakim atau pengadilan. Mengenai hal ini diatur dalam pasal 1730 1734 6. Pinjam Pakai Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak yagn lainnya untukdipakai dengan cuma-cuma, dengan syarat bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, akan mengembalikannya (pasal 1740). Dalam pinjam pakai, pihak yang meminjamkan tetap menjadi pemilik dari barang yang dipinjamkan (pasal 1741). Segala apa yang dapat dipakai orang dan 3

tidak musnah karena pemakaian, dapat menjadi bahan perjanjian pinjam-pakai (pasal 1742). Kewajiban peminjam Peminjam diwajibkan menyimpan dan memelihara barang pinjaman itu sebagai seorang bapak rumah yang baik dan tidak boleh memakainya guna suatu keperluan yang lain. Jika ia memakai barangnya pinjaman guna suatu keperluan lain atau lebih lama dari yang diperbolehkan, maka selain dari pada itu ia adalah bertanggung jawab atas musnahnya barangnyasekalipun musnahnya barang itu disebabkan karena suatu kejadian yang sama sekali tidak di sengaja (pasal 1744). Jiak barangnya pada waktu dipinjamkan, telah ditaksir harganya, maka musnahnya barang itu, biarpun ini terjadi karena suatu kejadian yang tidak disengaja, adalah atas tanggungan si peminjam, kecuali apabila telah diperjanjikan sebalknya(pasal 1746) Kewajiban orang yang meminjamkan Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan selainnya setelah lewatnya waktu yang ditentukan, atau jika tidak ada ketentuan yang demikian, setelah barangnya dipakai atau dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (pasal 1750). 7. Pinjam Meminjam Pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barangbarang yangmenghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula (pasal 1754). Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam, pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik dari barang yang dipinjam, dan jika barang itu musnah, dengan cara bagaimanapun, maka kemusnahan itu adalah atas tanggungannya (pasal 1755) Kewajban orang yang meminjamkan Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya sebelum lewatnya waktu yang telah di tentukan dalam perjanjian (pasal 1759) Kewajiban peminjam 4

Orang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang ditentukan (pasal 1763). Jka sipeminjam tidak mampu mengembalikan barang yang dipinjamnya dalam jumalah dan keadaanyang sama maka ia diwajibkan membayar harganya, dalam hal mana harus diperhatikan waktu dan tempat dimana barangnya, menurut perjanjian, harus dikembalikan. Meminjamkan dengan bunga Dalam pasal 1765 menyatakan bahwa adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian. 8. Perjanjian Untung-Untungan Adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Mengenai perjanjian pertanggungan diatur dalam pasal 1774. Perjanjian untung-untungan,misalnya, Perjanjian asuransi, pasal 1774 KUHPerdata 2 Bunga cagak-hidup Bunga cagak hidup dapat dilahirkan dengan suatu prjanjian atas beban, atau dengan suatu akte hibah. Ada juga bunga cagak hidup itu diperoleh dengan wasiat. Suatu perjanjian atas beban adalah perjanjian timbale balik dimana prestasi dari pihak yang satu adalah imbalan dari prestasi pihak yang lain. HUKUM WARIS (ERFRECHT) 1. Pengertian Hukum Waris Hukum waris diatur dalam Buku II KUHPerdata yang berkaitan dengan kebendaan, yaitu pasal 830-1130. Di Dalam KUHPerdata, hukum waris diatur bersama-sama dengan hukum benda, hal ini dikarenakan hukum waris dianggap sebagai suatu hak kebendaan, ahli ilmu hukum berpendapat, penempatan hukum waris dalam buku II tidak tepat hal ini dikarenakan dalam hukum waris yang beralih kepada ahli waris bukan hanya benda atau hak-hak kebendaan saja, melainkan juga hutang piutang si pewaris, yaitu berupa hak-hak perseorangan yang lahir karena perjanjian dengan demikian hukum waris erat kaitannya dengan buku I dan buku III oleh karena itu harus ditempatkan dalam buku tersendiri. 2 Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Penerbit Alumni, 1994, hal 21 5

Selain dalam Buku II KUHPerdata, hukum waris juga diatur dalam Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Adapun dalam masyarakat Indonesia juga berlaku ketentuan waris adat yang sifatnya merupakan hukum tidak tertulis. Pengertian Hukum waris dalam KUHPerdata tidak ditemukan, tetapi yang ada hanya berbagai konsepsi tentang pewarisan, orang yang berhak dan tidak berhak menerima warisan, dan lainnya. Dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat pengertian hukum waris. Menurut Pasal 171 huruf a Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan beberapa bagian masing-masing. Pengertian hukum waris dalam Kompilasi Hukum Islam difokuskan pada ruang lingkup hukum kewarisan Islam saja. Adapun tujuan hukumwaris islam adalah mengatur cara-cara membagi harta peninggalan agar dapat bermanfaat kepada ahli waris secara adil dan baik. Untuk itu Islam tidak hanya memberikam warisan kepada pihak suami atau istri saja tetapi juga dari kedua belah pihak baik garis ke atas, garis ke bawah, atau garis ke sisi. Sehingga hukum waris Islam bersifat bilateral individual. Dalam konteks hukum adat menurut Soepono, pengertian hukum waris adalah sekumpulan hukum yang mengatur proses pengoperan dari satu generasi ke generasi selanjutnya 1. Pluralisme Hukum Waris di Indonesia Perbedaan pokok antara hukum waris adat, islam dan barat No. Hukum Waris Adat Hukum Waris Islam Hukum Waris Perdata 1. Bagian seorang pria dan seorang wanita adalah sama Bagian seorang pria adalah dua kali bagian seorang wanita Bagian seorang pria dan seorang wanita adalah sama 6

2. Seorang anak angkat mempunyai kedudukan yang sama dengan anak sah dan di dalam soal warisan juga diperlakukan sama 3. Seorang janda bukan waris, tetapi berhak sebagai istri untuk mendapat nafkah seumur hidup Tidak dikenal pengangkatan anak dengan segala akibatnya itu Seorang janda harus diberi warisan harta peninggalan suaminya Seorang anak luar kawin yang diakui oleh Bapak atau Ibunya mempunyai hak waris tetapi berbeda dengan anak sah Seorang janda harus diberi warisan harta peninggalan suaminya Hukum Waris Perdata A. Cara Mendapatkan Waris Perdata 1. Melalui Testamen atau Surat Wasiat (pasal 899 BW) Testamen ini merupakan yang paling utama atau yang harus didahulukan terlebih dahulu. Artinya jika ada seorang yang meninggal (Pewaris), harus dilihat terlebih dahulu apakah Pewaris tersebut meninggalkan Testamen/Surat Wasiat. Jika meninggalkan Testamen, maka harus dijalankan terlebih dahulu Isi Testamen tersebut, selama isi Testamen tersebut tidak menyalahi aturan-aturan di BW. Pada BW, terdapat bagian-bagian Ahli Waris tertentu yang dilindungi bagiannya atau yang disebut dengan Legitimie Portie (Bagian Mutlak) yaitu bagian-bagian yang dimiliki oleh garis lurus ke atas, yaitu oranga tua dan garis lurus kebawah, yaitu Anak beserta keturunannya, dimana semuanya itu disebut dengan Legitimaris. 2. Sistem Kewarisan menurut UU atau ab intestato (pasal 832 BW) Jika pewaris tidak meninggalkan Testamen, maka dengan sendirinya Sistem Kewarisan menurut BW akan berlaku. 7

B. Sifat Hukum Waris Perdata 1. Sistem pribadi 2. Sistem bilateral 3. Sistem perderajatan C. Status Ahli Waris 1) Uit Eigen Hoofde Ahli waris yang memperoleh warisan berdasarkan kedudukannya sendiri terhadap pewaris, misalnya anak pewaris, istri/suami pewaris 2) Bij plaasvervulling Ahli waris pengganti berhubung orang yang berhak mewaris telah meninggal dunia lebih dahulu daripada pewaris. Contoh: seorang ayah meninggal lebih dahulu daripada kakek, maka anakanak ayah yang meninggal itu menggantikan kedudukan ayahnya sebagai ahli waris dari kakek. D. Macam Golongan 1) Golongan I Golongan ini terdiri suami/istri yang hidup terlama (Duda/Janda) beserta Anak dan keturunannya kebawah tanpa batas. 2) Golongan II Golongan ini terdiri dari Orang tua (Ayah dan/atau Ibu) dari pewaris beserta saudara dan keturunannya sampai derajat ke 6. 3) Golongan III Golongan ini terdiri dari keluarga sedarah menurut garis lurus ke atas, yaitu Kakek dan Neneknya, baik dari garis ayah maupun dari garis ibu 4) Golongan IV Golongan ini terdiri dari keluarga sedarah dalam garis kesamping yang lebih jauh, yaitu Paman dan Bibinya baik dari garis Ayah dan garis Ibu, beserta keturunannya yang dibatasi sampai derajat ke 6 (enam) 8

E. Penghitungan Hak Mewarisi Berdasarkan Undang-Undang Penghitungan Golongan I 1) Pembagian Waris Pasal 852 BW a. Kepala Demi Kepala Bagian Kepala Demi Kepala ini hanya dibagikan kepada Ahli waris yang bersifat Uit Eigen Hoofde, dimana pembagiannya langsung dibagi secara rata untuk seluruh ahli warisnya. Contoh: Jika pewaris meninggalkan satu orang istri dan 2 orang anak, maka masing-masing ahli waris tersebut akan mendapat harta waris yang dibagi rata, yaitu masing-masing mendapatkan 1/3 bagian, karena terdapat total 3 ahli waris b. Pancang Demi Pancang Bagian Kepala Demi Kepala ini hanya dibagikan kepada Ahli waris yang bersifat Bij plaasvervulling, yaitu kepada para keturunan yang menggantikan posisi ahli waris yang seharusnya mendapatkan bagian tersebut dan pembagiannya dibagi per pancang. 2) Pasal 852a BW Golongan I dengan 2 Perkawinan Ada 2 perkawinan, dimana Pewaris sebelum menikah dengan pasangannya, sudah mempunyai anak dari perkawinan terdahulu. Bagian dari Pasangannya si Pewaris TIDAK BOLEH MELEBIHI bagian-bagian yang harus diterima oleh anak-anaknya Pewaris. Oleh karena itu, pasangan baru dari pewaris atau pasangannya yang dari perkawinan paling baru hanya dapat memperoleh bagian waris maksimal ¼ bagian. KESIMPULAN UNTUK WARIS GOLONGAN I DENGAN 2 PERKAWINAN 852A: Seorang Pasangan dari Pewaris akan mendapatkan bagiannya SEBESAR ¼ bagian, yang akan dibagi terlebih dahulu, dengan kondisi mempunyai keturunan maksimal sebanyak 3 orang anak. 9

Jika ternyata, Pewaris meninggalkan keturunannya lebih dari 3 orang, maka bagian dari Pasangannya akan mendapatkan BAGIAN SAMA BESAR dengan para keturunannya, yang mana penghitungan dilakukan dengan cara dibagi sama rata. PENGHITUNGAN GOLONGAN II 1) Orang Tua Lengkap Pasal 854 Bw Pasal ini mengatur pembagian harta waris jika Pewaris tidak meninggalkan Pasangan dan keturunannya, melainkan hanya meninggalkan orang tuanya yang keduanya masih hidup ((Ayah & Ibu) dan saudara-saudaranya. Pasal ini terdiri dari 2 ayat yang mana mengatur pembagian HW yang didasarkan dari jumlah saudara-saudaranya, yaitu: Jika Pewaris meninggalkan 1 orang saudara dan kedua orang tuanya (Ayah & Ibu), maka masing-masing ahli waris tersebut, yaitu ayah, ibu dan seorang saudara akan mendapat 1/3 bagian. 1.Pasal 854(b) BW: Kedua Orang Tua + 2 Saudara atau Lebih. Jika Pewaris meninggalkan 2 orang saudara atau lebih dan kedua orang tuanya (Ayah & Ibu), maka ayah dan ibunya masingmasing akan mendapat ¼ bagian. Dan saudara-saudaranya akan mendapatkan bagian SISA dari harta yang telah diambil untuk ayah dan ibu Pewaris. 2) Orang Tua Satu (Ayah Atau Ibu) Pasal 855 Bw Pasal ini mengatur pembagian harta waris jika Pewaris tidak meninggalkan Pasangan dan keturunannya, melainkan hanya meninggalkan salah satu dari orang tuanya, yaitu Ayah atau Ibunya dan saudara-saudaranya. 1. Pasal 855BW: 1 Orang Tua + 1 saudara Jika Pewaris meninggalkan 1 orang saudara dan salah satu orang tuanya (Ayah atau Ibu), maka Ayah atau Ibunya dan saudaranya masing-masing akan mendapat ½ bagian. 2. Pasal 855BW: 1 Orang Tua + 2 saudara Jika Pewaris meninggalkan 2 orang saudara dan salah satu orang tuanya (Ayah atau Ibu), maka ayah atau ibunya dan kedua saudaranya masing-masing akan mendapat 1/3 bagian. 10

3. Pasal 855BW: 1 Orang Tua + 3 saudara atau lebih Hukum Perdata Lanjutan Jika Pewaris meninggalkan 3 orang saudara atau lebih dan salah satu orang tuanya (Ayah atau Ibu), maka ayah atau ibunya akan mendapatkan dulu ¼ bagian. Dan saudara-saudaranya akan mendapatkan bagian SISA dari harta yang telah diambil untuk ayah atau ibu Pewaris tersebut. 3) Orang Tua Tidak Ada, Hanya Saudara Pasal 856 Bw Pasal 856 BW ini mengatur pembagian harta waris jika Pewaris tidak meninggalkan Pasangan dan keturunannya, serta kedua orang tuanya sudah meninggal. Maka, harta waris akan diberikan seluruhnya kepada saudara-saudara pewaris dengan bagian sama besar. 4) Terdapat Ada 2 Perkawinan (Ada Saudara Tiri & Kandung) Pasal 857 Bw Pasal ini mengatur pembagian harta waris untuk Pewaris yang tidak meninggalkan Pasangan dan keturunannya, dan juga terjadi perkawinan yang lebih dari satu perkawinan, yang berarti Pewaris mempunyai saudara kandug maupun saudara tiri. Poin-poin dari Pasal 857 BW ini adalah: Ada perkawinan 1 dan perkawinan 2 Ada saudara kandung dan saudara tiri Pembagian Harta Waris harus DICLOVING dulu, yang artinya dibagi 2 (rata) antara bagian dari garis Ayah dan Bagian dari Garis Ibu Saudara kandung mendapatkan bagian dari 2 sisi, yaitu garis ayah dan garis ibu Saudara Tiri hanya mendapat 1 bagian dari sisi saudara tiri tersebut berada 1. 2 Perkawinan Dan Orang Tua Tidak Ada PASAL 856 jo 857 BW Ketika Pewaris tidak mempunyai pasangan dan keturunan, serta tidak mempunyai kedua orang tua yang sudah meninggal terlebih dahulu, hanya mempunyai beberapa saudara. 2. 2 Perkawinan + kedua Orang Tua PASAL 854 jo 857 BW Ketika Pewaris tidak mempunyai Pasangan dan Keturunan, tetapi masih mempunyai kedua orang tuanya (Ayah dan Ibu) beserta saudara-saudaranya yang berjumlah lebih dari 2 PENGHITUNGAN GOLONGAN III PASAL 853 BW 11

Pasal ini mengatur mengenai pembagian HW ketika Pewaris tidak mempunyai Pasangan dan keturunan, juga tidak mempunyai kedua orang tuanya dan saudara. Maka, HW akan diberikan kepada Golongan III, yaitu para kakek dan neneknya baik dari Garis Ayah dan Garis Ibu, yang pembagian untuk masing-masing Garis Ayah dan Garis Ibu tersebut adalah sama rata (DICLOVING). Dan jika Kakek Nenek dari salah satu Garis sudah tidak ada,maka bagian dari garis tersebut akan diberikan seluruhnya ke Garis yang Kakek dan Neneknya (atau salah satunya) masih ada. PUTUSNYA HUBUNGAN WARIS PASAL 831 BW Pasal 831 BW menjelaskan bahwa jika terdapat kondisi Pewaris dan Ahli Warisnya atau yang keduanya saling mewaris, meninggal secara bersamaan yang berarti tidak diketahui siapa yang lebih dahulu meninggal diantara keduanya, maka hubungan waris diantara keduanya tersebut akan menjadi putus dan menjadi tidak saling mewaris. AHLI WARIS TIDAK PATUT PASAL 838 BW. Pasal 838 BW menjelaskan bahwa seseorang dapat menjadi tidak patut untuk menjadi ahli waris jika: Membunuh atau mencoba membunuh seseorang yang diharapkan menjadi pewaris 1. Telah dihukum oleh Hakim karena memfitnah seseorang yang meninggal telah melakukan tindak kejahatan yang ancamannya lebih dari 5 tahun 2. Berusaha mencegah seseorang yang diharapkan menjadi pewaris untuk membuat atau mencabut wasiatnya dengan suatu tindakan atau kekerasan 3. Menggelapkan, merusak dan memalsukan Surat Wasiat seseorang yang meninggal 12

Daftar Pustaka Darus, mariam. Aneka Hukum Bisnis. 1994. Bandung: Penerbit Alumni http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-risiko-definisi-dalam.html https://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/aneka-perjanjian/ 13