BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia di masa depan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. antara gram), dan berat badan lebih (berat lahir 4000 gram). Sejak

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN. bayi berat lahir rendah (BBLR), dan infeksi (Depkes RI, 2011). mampu menurunkan angka kematian anak (Depkes RI, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Wong, 2009). Usia pra sekolah disebut juga masa emas (golden age) karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber daya manusia (SDM) memiliki peranan penting. bangsa, membutuhkan SDM berkualitas tinggi (Sibuea, 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan syarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. medis maupun pelayanan kesehatan saja (Supariasa dkk, 2012). Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Berat Lahir Menurut Saifuddin yang dikutip oleh Kurniasih (2015), berat lahir atau

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM). Ketersediaan pangan yang cukup belum dapat digunakan sebagai

BAB I LATAR BELAKANG. Kekurangan Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. hampir sama dengan anak kebanyakan. Namun takdir berkata lain anak yang

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi - tingginya, karena

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) generasi. penerus bangsa yang potensinya perlu terus dibina dan dikembangkan.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena konsumsi makanan yang tidak seimbang, mengkonsumsi

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. ancaman global untuk kesehatan dan perkembangan di seluruh dunia, karena

BAB 1 : PENDAHULUAN. kembang. Gizi buruk menyebabkan 10,9 Juta kematian anak balita didunia setiap tahun. Secara

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. satu atau beberapa zat gizi tidak terpenuhi, atau zat-zat gizi tersebut hilang dalam jumlah besar

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. 5 tahun di dunia mengalami kegemukan World Health Organization (WHO, menjadi dua kali lipat pada anak usia 2-5 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. usia matang dan secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga Negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut data World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sosial yang ada di masyarakat umum di luar rumah. Seorang anak TK

BAB 1 : PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas bayi karena rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya dan keterampilan serta mulai mempunyai kegiatan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. merupakan salah satu tempat potensial untuk

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang mengalami masalah gizi ganda. Sementara gizi buruk

BAB 1 PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tingkat nasional cukup kuat. Hal ini dirumuskan dalam Undang-Undang No.17

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi berlebihnya lemak dalam tubuh yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memfokuskan percepatan pencapaian target MDGs (Millenium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi.

PENDAHULUAN Latar Belakang

! 1! BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. nasional, karena masalah kesehatan menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan manusia. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya untuk memperbaiki kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak telah

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan keluarga. Setelah era Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. konsepsi, fertilisasi, nidasi, dan implantasi. Selama masa kehamilan, gizi ibu dan

BAB I PENDAHULUAN. gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui -2 SD di bawah median panjang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

I. PENDAHULUAN. cerdas, dan produktif (Adisasmito, 2010). Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat salah satunya melalui prestasi

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi vitamin A, dan defisiensi yodium (Depkes RI, 2003).

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang bermutu. Menurut data United Nations Development Program

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia di masa depan yang perlu mendapat perhatian khusus. Adanya peningkatan dan perbaikan kualitas hidup anak merupakan salah satu upaya yang penting bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Kualitas hidup anak dapat dilihat kesehatannya melalui keadaan status gizi yang baik dan merupakan salah satu indikator pembangunan. Status gizi anak merupakan satu dari delapan tujuan yang akan dicapai dalam Millenium Development Goals (MDGs). Laporan United Nations Development Programme (UNDP) menunjukkan bahwa pada tahun 2013, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menduduki peringkat 121 dari 187 Negara, lebih rendah dibandingkan dengan peringkat IPM negara-negara di Asia Tenggara. Rendahnya IPM di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk (Maleke, dkk, 2015). Bila penurunan kualitas sumber daya manusia ini terus berlanjut, akan membahayakan nasib bangsa Indonesia. Maka diperlukan usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia bangsa. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pendidikan. Pendidikan tidak lepas dari kata belajar dan belajar berkaitan erat dengan kecerdasan. Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intelligence Quotient) yang memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. IQ merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam belajar. Makin lama rata-rata tahun 1

2 pendidikan sebuah negara, makin tinggi kualitas sumber daya manusia (Sasaki, 2011) Menurut Puspita (2012) gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), di antaranya kualitas kecerdasan anak. Kecerdasan berkaitan dengan kualitas otak. Untuk mendapatkan kualitas otak yang maksimal dibutuhkan keadaan gizi yang baik. Perlu diketahui bahwa keadaan gizi seseorang dalam suatu masa bukan saja ditentukan pada keadaan gizi masa sekarang, bahkan pada masa lampau. Ini berarti gizi masa ia di dalam kandungan, saat ia dilahirkan, masa kanak-kanak, memberikan pengaruh besar terhadap status gizi masa sekarang hingga masa dewasa. Gizi yang cukup dan memenuhi kebutuhan merupakan determinan utama dalam pertumbuhan dan perkembangan otak dari sejak dalam kandungan sampai fase tersebut selesai. Di mana pertumbuhan otak berlangsung sejak dalam kandungan hingga usia 0-5 tahun dan perkembangan otak berlangsung mulai usia 6 tahun hingga usia dewasa, proses pertumbuhan otak hanya berlangsung hingga usia 5 tahun. Setelah ini proses pertumbuhan otak akan melambat. Salah satu perkembangan otak di mulai dari masa perinatal (kehamilan). Salah satu perinatal yang menjadi resiko terjadinya gangguan perkembangan adalah Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) (Sutiari dan Wulandari, 2012). Bayi berat lahir rendah biasanya memiliki fungsi sistem organ yang belum matur seperti pada pembentukan sel-sel otak yang disebut dengan neuron. Saat bayi lahir telah terbentuk hampir seluruh neuron penyusun otak. Lebih dari 100 milyar neuron telah dimiliki oleh seorang bayi ketika lahir ke dunia. Setiap neuron

3 akan dihubungkan satu dengan yang lainnya yang disebut dengan sinapsis. Setelah bayi lahir pembentukan sinapsis meningkat secara dramatis. Akan tetapi jika bayi dengan BBLR pembentukan sinapsis akan mengalami gangguan pertumbuhan. Hal ini disebabakan bayi sudah mengalami defisiensi zat gizi makro di dalam kandungan untuk proses perkembangan otak. Salah satunya adalah protein. Protein merupakan salah satu sumber zat gizi makro yang berkontribusi besar pada fungsi otak (Kurniasih, 2015). Menurut Ardi (2016) yang mengutip pendapat Georgieff bahwa, defisiensi zat gizi makro berpengaruh terhadap neuroanatomi, neurokimia dan neurofisiologi dari perkembangan otak. Defisiensi zat gizi makro dapat mengakibatkan hipomielinisasi dan lebih jauh lagi mengurangi hantaran zat gizi dan migrasi neuron yang abnormal selama periode awal perkembangan otak. Hal ini dibuktikan pada penelitian Luize yang dikutip oleh Ernawati, dkk (2014), menunjukkan bayi yang mengalami kekurangan energi dan protein berat memiliki bobot otak 15-20% lebih ringan dibandingkan bayi normal. Defisiensi bisa mencapai 40% bila berlangsung sejak janin. Menurut perkiraan World Health Organisation (WHO) (2013), hampir semua (98%) dari 5 juta kematian neonatal di negara berkembang atau berpenghasilan rendah. Lebih dari 2/3 kematian adalah BBLR yaitu berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%- 3,8% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosial ekonomi rendah. Data statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara-negara

4 berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9-30%. Secara nasional, angka BBLR mencapai rentang 8%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2015 yakni 7% (Kurniasih, 2015). Berdasarkan Hasil Riskesdas (2013), bahwa persentase BBLR di Indonesia sebesar 10,2%, sedangkan presentase di Provinsi Sumatera Utara sebesar 7,2%. Menurut Asiyah (2014), kondisi BBLR akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kesehatan anak selanjutnya. Masalah jangka panjang, selain kekurangan gizi, bayi yang baru lahir tersebut juga akan mengalami kemunduran perkembangan otak. Hal ini akan berakibat terjadinya penurunan kemampuan belajar dan kemampuan akademik pada usia yang lebih lanjut. Studi mencatat bahwa BBLR menurunkan skor IQ sampai 5 poin (Syafiq, 2007). Kondisi BBLR yang berpengaruh terhadap kemampuan belajar menjadi beban untuk menentukan kualitas Sumber Daya Manusia, salah satunya saat memasuki usia sekolah. Hal ini berkaitan dengan inteligensi anak. Anak sekolah adalah anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat dibandingkan balita atau anak usia prasekolah, mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orangtua. Anak sekolah dasar merupakan sasaran strategis dalam perbaikan gizi masyarakat (Devi, 2012). Hal ini menjadi penting karena anak sekolah merupakan generasi penerus tumpuan bangsa sehingga perlu

5 dipersiapkan dengan baik kualitasnya, anak sekolah sedang mengalami pertumbuhan secara fisik, mental dan intelektual yang sangat diperlukan guna menunjang kehidupannya di masa mendatang, guna mendukung keadaan tersebut anak sekolah memerlukan kondisi tubuh yang optimal dan bugar, sehingga memerlukan status gizi yang baik. Gizi yang baik adalah gizi yang seimbang, artinya asupan zat gizi harus sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kebutuhan nutrisi pada setiap orang berbedabeda berdasarkan unsur metabolik dan genetikanya masing-masing (Supariasa, 2002). Asupan zat gizi yang dibutuhkan pada anak sekolah harus tercukupi, sebab pada masa ini anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Bila kebutuhan selama masa tersebut tidak terpenuhi maka pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan anak akan terjadi gangguan dan berpengaruh terhadap status gizi anak. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Baik pada status gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi (Almatsier.S, 2010). Menurut hasil Riskesdas (2013), bahwa secara nasional prevalensi kurus (menurut IMT/U) pada anak umur 5-12 tahun adalah 11,2 persen, terdiri dari 4,0 persen sangat kurus dan 7,2 persen kurus. Masalah gemuk pada anak umur 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,8 persen, terdiri dari gemuk 10,8 persen dan sangat gemuk (obesitas) 8,8 persen. Prevalensi sangat kurus paling rendah di Bali (2,3%) dan paling tinggi di Nusa Tenggara Timur (7,8%). Sebanyak 16 provinsi dengan pendek, kurus dan gemuk di atas nasional, salah satunya yaitu Sumatera Utara, prevalensi pendek pada anak umur 5-12 tahun adalah 30,7 persen (12,3% sangat

6 pendek dan 18,4% pendek), prevalensi kurus yaitu 12,3 persen (4% sangat kurus dan 8,3% kurus) dan prevalensi gemuk adalah 20,3 persen (13,3% gemuk dan 7% obesitas). Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara (2013), menunjukkan bahwa ada 25 Kabupaten/Kota yang memiliki prevalensi pendek usia 5-12 tahun diatas angka prevalensi nasional (37,2%). Urutan 5 (lima) tertinggi yaitu, Langkat (55,0%), Padang Lawas (54,9%), Nias Utara (54,8%), Batu bara (54,7%) dan Pakpak Barat (52,3%). Menurut WHO 2010, prevalensi tinggi bila prevalensi status gizi menurut indikator TB/U pendek 30% 39% dan prevalensi sangat tinggi bila prevalensi > 40%. Sedangkan prevalensi kurus diatas angka prevalensi nasional (11,2%). Urutan 3 (tiga) tertinggi prevalensi kurus berdasarkan kabupaten/kota yaitu, Langkat (12,5%), (12,0%), Nias Utara (11,8%) dan Batu bara (11,5%). Kesehatan dan pertumbuhan anak merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian terus-menerus oleh berbagai pihak, seperti pemerintah maupun keluarga. Anak-anak merupakan penerus bangsa, ditangan merekalah kelak nasib bangsa ini akan ditentukan. Jika suatu bangsa memiliki anak-anak yang sehat jasmani dan rohani, akan tercipta sumber daya manusia yang berkualitas, cerdas dan produktif. Turunnya kualitas suatu generasi dapat dicegah dengan cara menyelamatkan mereka dari gangguan kesehatan fisik, mental maupun intelektual. Jika cara tersebut tidak segera dilakukan, seperti yang dinyatakan Woodhouse yang dikutip oleh Ardi (2016), akan berdampak pada

7 keadaan lost generation, yaitu generasi dengan jutaan anak kekurangan gizi berdampak pada tingkat kecerdasan (IQ) anak lebih rendah. Banyak penelitian menunjukan bahwa status gizi anak sekolah yang baik akan menghasilkan derajat kesehatan yang baik dan tingkat kecerdasannya yang baik pula. Sebaliknya, status gizi yang buruk menghasilkan derajat kesehatan yang buruk, mudah terserang penyakit, dan tingkat kecerdasan yang kurang (Devi, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Karsin yang dikutip oleh Indrawati dkk (2013), bahwa anak yang mengalami kurang energi protein (KEP) mempunyai IQ lebih rendah 10-13 skor dibandingkan anak yang tidak KEP; anak yang mengalami anemia mempunyai IQ lebih rendah 5-10 skor dibandingkan yang tidak anemia; anak yang mengalami Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) mempunyai IQ lebih rendah 50 skor dibandingkan anak yang mengalami GAKI. Hal yang sama juga dilakukan oleh Fithia dkk, (2011) juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi anak dengan kemampuan kognitif anak Sekolah Dasar di daerah endemik GAKI dalam penelitiannya tentang hubungan antara status gizi dan faktor sosiodemografi dengan kemampuan kognitif anak Sekolah Dasar di daerah endemis GAKI. Kemudian, penelitian Ardi (2016) bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan tingkat inteligensi anak. Tingkat kecerdasan anak juga dipengaruhi oleh keadaan status gizi lebih, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sartika (2011), bahwa gizi lebih pada anak usia 6-7 tahun dapat menurunkan tingkat kecerdasan karena aktivitas dan

8 kreativitas anak menjadi menurun dan cenderung malas akibat kelebihan berat badan. SD Negeri 054901 Sidomulyo merupakan salah satu sekolah dasar yang terletak di Kelurahan Sidomulyo Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Hasil survei awal di sekolah dasar tersebut pada siswa kelas 2A memiliki status gizi yang heterogen, yaitu dari 24 siswa terdiri 12 (50%) anak memiliki status gizi kurus, 10 (41,7%) normal dan 2 (8,3%) gemuk. Untuk melihat status gizi anak di masa lampau dengan mengetahui riwayat berat lahir siswa. Pada siswa kelas 2 A, yaitu dari 24 siswa terdiri dari 9 (37,5%) dengan berat lahir rendah dan 15 (62,5%) berat lahir normal. Keadaan status gizi dapat mempengaruhi kecerdasan dan hasil prestasi siswa. Pada data awal bahwa hasil belajar para siswa kurang, hal ini terlihat dari nilai ulangan yang dilakukan setiap bulannya, sekitar 20% mendapat nilai baik yaitu 80-90, 30% mendapat nilai cukup yaitu 70 75 dan 50% mendapatkan nilai kurang yaitu 50 65 (SD Negeri 054901 Sidomulyo, 2015). Langkat adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera dengan luas wilayah 6.263,29 km 2 dan jumlah penduduk 104.299 jiwa dan kepadatan 5,71 jiwa/km 2. Salah satu kabupaten yang mulai berkembang pesat dengan pertumbuhan penduduknya hal ini tentunya sangat berhubungan dengan keadaan sumber daya manusianya, dapat kita yakinkan bahwa tumbuh kembang penduduknya haruslah diperhatikan terutama bayi-bayi yang baru dilahirkan dan keadaan gizi anak usia sekolah, karena merupakan bibit-bibit pendiri Kabupaten Langkat selanjutnya.

9 Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa faktor gizi sangat esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan otak. Keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi sangat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, kecerdasan, kesehatan, aktivitas anak, dan hal-hal lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan berat badan lahir, status gizi dengan tingkat kecerdasan intelektual (IQ) pada anak sekolah dasar di SD Negeri 054901 Sidomulyo Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat tahun 2016. 1.2 Permasalahan Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian sebagaimana tersebut di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ada hubungan antara berat lahir dengan tingkat kecerdasan intelektual (IQ) pada anak SD Negeri 054901 Sidomulyo kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. 2. Apakah ada hubungan antara status gizi dengan tingkat kecerdasan intelektual (IQ) pada anak SD Negeri 054901 Sidomulyo kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara berat lahir, status gizi dengan tingkat kecerdasan intelektual (IQ) pada anak usia sekolah dasar.

10 1.4 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara berat lahir, status gizi dengan IQ pada siswa SD Negeri 054901 Sidomulyo Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. 1.5 Manfaat penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan berat lahir, status gizi terhadap tingkat kecerdasan intelektual (IQ) pada anak usia sekolah dasar serta memberikan gambaran riil tentang faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat kecerdasan intelektual anak. 2. Bagi pihak sekolah sebagai fasilitator pendidikan, dapat melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status gizi siswa dan menyedikan fasilitas yang memadai untuk menumbuhkembangkan taraf kecerdasan anak. Sehingga dapat membantu peningkatan skor IQ siswa serta menunjang hasil belajarnya. 3. Bagi praktisi kesehatan, penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dalam usaha perbaikan pelayanan gizi demi menunjang perkembangan kecerdasan anak.