SIH Standar Industri Hijau

dokumen-dokumen yang mirip
SIH Standar Industri Hijau

SIH Standar Industri Hijau

SIH Standar Industri Hijau

STANDAR INDUSTRI HIJAU

STANDAR INDUSTRI HIJAU

LEMBAR PERTAMA UNTUK PERUSAHAAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU DI INDONESIA

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

Disusun oleh : Rahmawati Sagita.W Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Niniek Fajar Puspita, M.Eng NIP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PABRIK PUPUK UREA DARI NH 3 DAN CO 2 DENGAN PROSES ACES

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Audit Energi. Institut Teknologi Indonesia. Teddy Dharmawan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.20,2009 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. Pupuk. Pemberlakuan. SNI. Pencabutan.

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 02 TAHUN 2008 TENTANG PEMANFAATAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Demikian juga halnya dengan PT. Semen Padang. PT. Semen Padang memerlukan

BAB II PROSES BISNIS PT. INDONESIA POWER UBP KAMOJANG

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

ISO untuk meminimalkan limbah, by Sentral Sistem Consulting

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 02 TAHUN 2008 TENTANG PEMANFAATAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor penentu produksi. Selama ini untuk mendukung

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta

PABRIK PUPUK ZA (AMONIUM SULFAT) DARI AMONIAK DAN ASAM SULFAT DENGAN PROSES NETRALISASI

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR

PABRIK AMMONIUM SULFAT DENGAN PROSES NETRALISASI PRA RENCANA PABRIK

PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU NASIONAL

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

PEDOMAN PENILAIAN PENGHARGAAN INDUSTRI HIJAU

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

PABRIK AMMONIUM SULFAT DENGAN PROSES NETRALISASI PRA RENCANA PABRIK

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Konferensi pers persiapan penyelenggaraan Tropical Landscape Summit Jakarta, 31 Maret 2015

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh aspek kehidupan membutuhkan energi. Kebutuhan energi saat ini

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

INDIKATOR KINERJA BPLH KOTA BANDUNG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN. PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR Nomor 1 Tahun 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

SPM Standar Pelayanan Masyarakat. Standar Pelayanan Masyarakat pada Pasar Rakyat

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

Sekretariat PROPER. LIMBAH B3 dan LIMBAH NON B3

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

METODOLOGI PENELITIAN

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

Penerapan Skema Sertifikasi Produk

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN KEGIATAN PENGKAJIAN BAKU MUTU KUALITAS UDARA AMBIEN LAMPIRAN. PP No.41 TAHUN 1999

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pupuk amonium klorida

Transkripsi:

SIH Standar Industri Hijau INDUSTRI PUPUK BUATAN TUNGGAL HARA MAKRO PRIMER

Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan singkatan istilah... 5 5 Persyaratan Teknis... 6 6 Persyaratan Manajemen... 10 7 Bibliografi... 12 8 Diagram Alir... 12 1 S I H P u p u k B u a t a n T u n g g a l

Prakata Standar Industri Hijau (SIH) Industri Pupuk Buatan Tunggal Hara Makro Primer disusun dengan maksud untuk menunjang pengembangan industri pupuk di Indonesia yang berdaya saing handal dan berkelanjutan. Standar ini disusun dan dirumuskan oleh Tim Teknis Pupuk Buatan Tunggal Hara Makro Primer melalui proses telaahan yang melibatkan stake holder, diantaranya wakil-wakil dari pihak produsen, asosiasi, dan instansi pemerintah, serta merupakan hasil konsensus bersama. 2 S I H P u p u k B u a t a n T u n g g a l

Industri Pupuk Buatan Tunggal Hara Makro Primer 1 Ruang Lingkup Standar ini menguraikan definisi, persyaratan kriteria, batasan, metode verifikasi, serta persyaratan manajemen bagi industri pupuk, khususnya pupuk buatan tunggal hara makro primer. Ruang lingkup Standar Industri Hijau untuk industri pupuk buatan tunggal hara makro primer mencakup aspek-aspek: A. Persyaratan Teknis 1. Bahan baku 2. Bahan penolong 3. Energi 4. Air 5. Proses produksi 6. Produk 7. Kemasan 8. Limbah 9. Emisi CO 2 B. Persyaratan Manajemen 1. Kebijakan dan organisasi 2. Perencanaan strategis 3. Pelaksanaan dan pemantauan 4. Tinjauan Manajemen 2 Acuan SNI 2801-2010 Pupuk Urea atau revisinya SNI 02-3769-2005 Pupuk Super Fosfat (SP-36) atau revisinya SNI 02-1760-2005 Pupuk Amonium Sulfat (ZA) atau revisinya SNI ISO 9001:2008 Sistem Manajemen Mutu Persyaratan atau revisinya SNI 1SO 14001:2004 Sistem Manajemen Lingkungan Persyaratan dan panduan penggunaan atau revisinya SNI ISO 50001:2012 Sistem Manajemen Energi atau revisinya 3 Definisi 3.1 Industri Hijau adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat. 3 S I H P u p u k B u a t a n T u n g g a l

3.2 Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsesus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. 3.3 Standar Industri Hijau adalah standar untuk mewujudkan Industri Hijau yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. 3.4 Perusahaan industri adalah setiap orang yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri yang berkedudukan di Indonesia. 3.5 Pupuk adalah suatu bahan organik atau anorganik, mengandung satu atau lebih jenis unsur hara, yang ditambahkan ke dalam tanah atau disemprotkan pada tanaman dengan maksud untuk menambah unsur hara yang diperlukannya dan meningkatkan produksi. 3.6 Pupuk Hara Makro Tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu jenis unsur hara dari empat unsur hara N (nitrogen), P (phosfat), K (kalium) dan Mg (magnesium). 3.7 Bahan baku adalah bahan mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi yang dapat diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi. 3.8 Bahan penolong (auxiliaries) adalah bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi yang sifatnya hanya membantu atau mendukung kelancaran proses produksi. 3.9 Bahan bakar fosil adalah bahan bakar tradisional berbasis karbon yang tak terbarukan yang digunakan di industri, misalnya gas bumi, batubara, dan minyak bumi. 3.10 Bahan bakar alternatif adalah substitusi bahan bakar fosil dengan bahan lain termasuk limbah. 3.11 COA (Certificate of Analysis) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pihak berwenang atau lembaga terakreditasi yang menjelaskan keaslian dan kualitas dari suatu barang atau produk. 3.12 SDS (Safety Data Sheet) adalah lembar data keselamatan (LDK) yang berisi informasi mengenai sifat-sifat zat kimia, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan zat kimia, pertolongan apabila terjadi kecelakaan, penanganan zat yang berbahaya dan merupakan protokol keselamatan dan keamanan kerja, digunakan secara luas di dalam laboratorium, industri, serta pihak-pihak yang bekerja dengan bahan kimia. 3.13 Air demin (air demineralisasi) adalah air bebas mineral yang dihasilkan dari proses demineralisasi air baku, yang dipergunakan sebagai umpan ke boiler untuk menghasilkan steam. 3.14 OEE (Overall Equipment Effectiveness) adalah metode pengukuran terhadap performance yang berhubungan dengan ketersediaan (availability) proses, produktivitas dan kualitas yang berfungsi untuk mengetahui efektivitas penggunaan mesin, peralatan, waktu serta material dalam sebuah sistem operasi di industri. 3.15 Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi timbulan limbah pada sumbernya. 3.16 Reuse (penggunaan kembali) adalah upaya yang memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia atau biologi. 3.17 Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk memanfaatkan limbah dengan memprosesnya kembali ke proses semula melalui perlakuan fisika, kimia, dan biologi. 4 S I H P u p u k B u a t a n T u n g g a l

3.18 Recovery (ambil ulang) adalah upaya mengambil bahan-bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika, kimia dan biologi. 3.19 Bahan Kimia Berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. 3.20 Verifikasi adalah proses atau prosedur konfirmasi melalui penyediaan bukti obyektif, bahwa persyaratan yang ditentukan telah dipenuhi. 3.21 Package Boiler adalah pembangkit steam yang bekerja dengan menggunakan panas pembakaran sendiri 3.22 Waste Heat Boiler adalah pembangkit steam yang bekerja dengan memanfaatkan panas buang 4 Simbol dan singkatan istilah BDP BML CoA CO 2 GRK GTG H 2 SO 4 IPAL IPLC kwh KPI Limbah B3 MJ mmbtu NaOH NH 3 OEE SDS WHB : Best Demonstrated Production : Baku Mutu Lingkungan : Certificate of Analysis : Karbon Dioksida : Gas Rumah Kaca : Gas Turbin Generator : Asam Sulfat : Instalasi Pengolahan Air Limbah : Izin Pembuangan Limbah Cair : kilowatt hour : Key Performance Indicator : Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun : Mega Joule : millions metric British Thermal Unit : Natrium Hidroksida : Amoniak : Overall Equipment Effectiveness : Safety Data Sheet : Waste Heat Boiler 5 S I H P u p u k B u a t a n T u n g g a l

5 Persyaratan Teknis No Aspek Kriteria Batasan Metode Verifikasi 1. Bahan Baku 1.1. Sumber bahan baku 1.1.1. Internal (produksi sendiri) 1.1.2. Eksternal 1.2. Spesifikasi bahan baku 1.3. Penanganan bahan baku Bahan baku diproduksi sendiri dengan menjalankan praktek terbaik (best available technique) dalam proses produksi. Pihak eksternal (pemasok) menyediaan bahan baku sesuai dengan persyaratan proses dan kualitas pabrik. Spesifikasi bahan baku diketahui. Prosedur penanganan bahan baku. Periksa laporan hasil produksi bahan baku, proses produksi, tata letak pabrik, serta diagram alir proses produksi bahan baku. Periksa laporan penerimaan bahan baku dari pemasok, sertifikat bahan baku (seperti CoA, SDS, dll), serta izin terkait seperti izin impor jika bahan baku berasal dari luar negeri. Periksa spesifikasi bahan baku berdasarkan dokumen atau sertifikat bahan baku (CoA dan SDS). Periksa dokumen prosedur penanganan bahan baku (prosedur penerimaan, penyimpanan, pengangkutan dan pemakaian). 1.4. Penggunaan bahan baku (utama) untuk produksi pupuk a. Urea Maksimum 0,62 ton amoniak/ ton urea, maksimum 0,8 ton CO 2 / ton urea. b. SP 36 Maksimum 0,8 ton fosfat alam/ ton SP36 c. ZA - Proses Cair: Maksimum 0,32 ton amoniak/ton ZA Periksa kebenaran perhitungan penggunaan bahan baku terhadap produk pupuk periode satu tahun terakhir. Periksa perhitungannya sesuai dengan lampiran dokumen ini. 6 S I H P u p u k B u a t a n T u n g g a l

No Aspek Kriteria Batasan Metode Verifikasi Maksimum 0,83 ton asam sulfat/ton ZA - Proses Padat Maksimum 1,5 ton gypsum/ton ZA 2. Bahan Penolong Bahan tambahan yang dibutuhkan dalam proses produksi (Katalis, Asam Sulfat, dan Natrium Hidroksida) 3. Energi 3.1. Konsumsi Energi Penggunaan bahan penolong sesuai dengan ketentuan (persyaratan atau formula) yang ditetapkan perusahaan. a. Penggunaan berdasarkan umur teknis katalis. b. Kebutuhan maksimum 0,75 kg H 2 SO 4 /m 3 air demin. c. Kebutuhan maksimum 1,3 kg NaOH/m 3 air demin. a. Urea Maksimum 37 mmbtu/ ton urea (mulai berproduksi sebelum tahun 1995) b. Urea Maksimum 33 mmbtu/ ton urea (mulai berproduksi setelah tahun 1995) c. SP 36 Maksimum 1,2 mmbtu/ ton SP 36. d. ZA - Proses Cair: Maksimum 16 mmbtu/ ton ZA. - Proses Padat: Maksimum 4,5 mmbtu /ton ZA. Periksa dokumen (realisasi) penggunaan bahan penolong (katalis, asam sulfat, natrium hidroksida) dan ketentuan yang dipersyaratkan. Periksa laporan perhitungan pemakaian gas untuk produksi masing-masing pupuk periode satu tahun terakhir sesuai dengan Lampiran pada dokumen ini. 7 S I H P u p u k B u a t a n T u n g g a l

No Aspek Kriteria Batasan Metode Verifikasi 3.2. Pemanfaatan Panas di Utilitas 3.2.1. Konsumsi gas/steam a. Package boiler: Maksimum 3,3 mmbtu/ ton steam. b. WHB: Maksimum 2,3 mmbtu/ ton steam. Periksa dokumen pemanfaatan gas buang dari GTG yang dimanfaatkan untuk WHB 3.2.2. Pemanfaatan WHB 4. Air Total konsumsi air per total berat produk pupuk Pemanfaatan WHB disetarakan dengan penggunaan gas bumi minimum sebesar 1 mmbtu/ton steam a. Urea Maksimum 5,5 m 3 / ton urea. b. SP 36 Maksimum 4,5 m 3 / ton SP 36. c. ZA - Proses Cair: Maksimum 3,8 m 3 / ton ZA - Proses Padat: Maksimum 2,6 m 3 /ton ZA Periksa dokumen pemanfaatan WHB dari GTG Periksa laporan perhitungan pemakaian air (air demin) untuk proses produksi pupuk periode satu tahun terakhir sesuai dengan lampiran dokumen ini. 5. Proses produksi Kinerja Peralatan yang dinyatakan dalam OEE Minimum 70% Periksa kinerja peralatan / operasional yang disediakan oleh perusahaan industri periode satu tahun terakhir sesuai dengan lampiran dokumen ini. 6. Produk Pupuk Spesifikasi produk pupuk Sesuai spesifikasi SNI: Mutu produk memenuhi standar produk kimia untuk Pupuk SNI 2801-2010 Pupuk Urea atau revisinya SNI 02-3769- 2005 Pupuk Super Fosfat (SP- 36) atau revisinya Periksa mutu produk berdasarkan laporan hasil uji laboratorium yang terakreditasi, berdasarkan standar SNI atau revisinya serta standar lainnya dan bandingkan dengan standar yang diacu. 8 S I H P u p u k B u a t a n T u n g g a l

No Aspek Kriteria Batasan Metode Verifikasi SNI 02-1760- 2005 Pupuk Amonium Sulfat (ZA) atau revisinya 7. Kemasan Spesifikasi mutu kemasan produk 8. Limbah Pengelolaan limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri pupuk meliputi: 8.1. Pengelolaan limbah cair 8.2. Pengelolaan limbah padat (Limbah B3 dan Limbah non B3) 8.3. Pengelolaan limbah gas Mutu kemasan produk yang digunakan memenuhi standar SNI, atau revisinya serta standar lainnya. Memenuhi baku mutu lingkungan dan perijinan sesuai ketentuan perundangundangan. Memiliki IPAL dan izin pembuangan limbah cair. Mengacu pada rencana pengelolaan limbah padat yang tertuang dalam dokumen lingkungan yang telah disetujui Mengacu pada rencana pengelolaan kualitas udara (udara ambient dan emisi gas buang) sebagaimana tertuang dalam dokumen lingkungan hidup, dan memastikan parameter kualitas udara sesuai BML. Periksa mutu kemasan produk berdasarkan laporan hasil uji laboratorium yang terakreditasi, berdasarkan standar SNI atau revisinya serta standar lainnya dan bandingkan dengan standar yang diacu Periksa baku mutu lingkungan berdasarkan hasil uji laboratorium yang terakreditasi, serta dokumen Pengelolaan dan/atau Pemantauan limbah periode satu tahun terakhir dan bandingkan dengan standar yang diacu. Periksa keberadaan IPAL, kondisi operasional IPAL (berfungsi atau tidak), serta bukti kepemilikan izin pembuangan limbah cair periode satu tahun terakhir. Periksa cara pengelolaan limbah padat dan ketentuan yang tertuang dalam dokumen pengelolaan lingkungan periode satu tahun terakhir. Periksa implementasi program dan data hasil pemantauan kualitas udara (ambient dan emisi), bandingkan dengan peraturan yang berlaku. 9 S I H P u p u k B u a t a n T u n g g a l

No Aspek Kriteria Batasan Metode Verifikasi 9. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Tingkat emisi CO 2 equivalent (CO 2 eq) pada proses pembuatan pupuk Tingkat emisi CO 2 maksimum 1,6 ton CO 2 eq /ton urea. Periksa hasil perhitungan emisi CO 2, dan/atau laporan pengukuran atau pemantauan emisi GRK sesuai dengan lampiran dokumen ini. 6 Persyaratan Manajemen No Aspek Kriteria Batasan Metode Verifikasi 1. Kebijakan dan Organisasi 1.1. Kebijakan Industri Hijau Perusahaan wajib memiliki kebijakan tertulis Penerapan Industri Hijau Periksa dokumen kebijakan penerapan industri hijau yang ditandatangani oleh pimpinan puncak 1.2. Organisasi Industri Hijau a. Keberadaan organisasi dan tim pelaksana penerapan industri hijau di perusahaan Periksa dokumen penetapan organisasi dan tim pelaksana penerapan industri hijau yang ditandatangani oleh pimpinan puncak b. Program pelatihan/ peningkatan kapasitas SDM tentang industri hijau Periksa sertifikat/bukti pelatihan/peningkatan kapasitas SDM tentang industri hijau 1.3. Sosialisasi Kebijakan dan Organisasi Industri Hijau Terdapat kegiatan sosialisasi kebijakan dan organisasi industri hijau di perusahaan Periksa bukti kehadiran atau dokumentasi atau fotokopi media sosialisasi tentang kebijakan dan organisasi industri hijau di perusahaan 2. Perencanaan Strategis 2.1. Tujuan dan Sarasan Industri Hijau Perusahaan memiliki Rencana strategis (Renstra) dan program untuk mencapai tujuan dan sasaran dari kebijakan penerapan Industri Hijau Periksa dokumen tujuan dan sasaran penerapan Industri Hijau di perusahaan 2.2. Perencanaan Strategis dan Program Perusahaan memiliki Rencana strategis (Renstra) dan program untuk mencapai tujuan dan sasaran dari kebijakan penerapan Industri Hijau Periksa dokumen Renstra dan Program yang mencakup : - Efisiensi penggunaan bahan baku - Efisiensi penggunaan energi 10 S I H P u p u k B u a t a n T u n g g a l

No Aspek Kriteria Batasan Metode Verifikasi - Efisiensi penggunaan air; - Konservasi energi - Konservasi air - Pengurangan emisi GRK - Pengurangan limbah (B3 dan Non B3) - Jadwal pelaksanaan, penanggung jawab, dan alokasi dana Dokumen Renstra dan Program ditandatangani oleh pimpinan puncak 3. Pelaksanaan dan pemantauan 3.1. Pelaksanaan Program Program dilaksanakan sesuai dengan jadwal dan dilaporkan secara berkala kepada manajemen serta mendapatkan persetujuan dari manajemen puncak Periksa bukti pelaksanaan program: - Dokumentasi pelaksanaan program Efisiensi penggunaan bahan baku, Efisiensi penggunaan energi Efisiensi penggunaan air Konservasi energi Konservasi air Pengurangan emisi GRK Pengurangan limbah (B3 dan Non B3) - Dokumentasi realisasi alokasi anggaran untuk pelaksanaan program yang telah direncanakan - Bukti persetujuan pelaksanaan program dari manajemen puncak 3.2. Pemantauan Program Pemantauan program dilaksanakan secara berkala dan hasilnya dilaporkan sebagai bahan tinjauan manajemen puncak dan masukan dalam melakukan perbaikan berkelanjutan Periksa laporan hasil pemantauan program dan bukti pendukung baik yang dilakukan secara internal maupun eksternal. Laporan yang dilakukan secara internal, divalidasi oleh manajemen puncak. 11 S I H P u p u k B u a t a n T u n g g a l

7 Bibliografi Undang - Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian. Undang - Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Undang - Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2009 tentang Konservasi Energi. EU IPPC Reference Document on Best Available Techniques for the Manufacture of Large Volume Inorganic Chemicals - Ammonia, Acids and Fertilisers (2006) European Fertilizer Manufacturers Association (EFMA) (2000) International Energy Agency (IEA): Tracking Industrial Energy Efficiency and CO 2 Emissions in Support of the G8 Plan of Actions (2007) Kementerian Lingkungan Hidup, Metodologi Penghitungan Tingkat Emisi GRK Proses Industri, dan Pengunaan Produk Kementerian Perindustrian, Petunjuk Teknis Perhitungan Emisi GRK Sektor Industri, 2012. 8 Diagram Alir 8.1. Diagram alir proses produksi ammoniak (sumber: PT. Petrokimia Gresik) 12 S I H P u p u k B u a t a n T u n g g a l

8.2. Diagram alir proses produksi urea (sumber: PT. Petrokimia Gresik) 8.3. Diagram alir proses produksi ZA (sumber: PT. Petrokimia Gresik) (a). Produksi ZA I/III 13 S I H P u p u k B u a t a n T u n g g a l

(b). Produksi ZA II 14 S I H P u p u k B u a t a n T u n g g a l