BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan tulisan yang berasal dari Mesir Kuno, Yunani Kuno, Tiongkok Kuno dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Upaya meningkatkan pelayanan KB diusahakan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagian dari pemeliharaan kesehatan komperhensif bukan lagi hal yang baru.

PENDAHULUAN INFORMASI ALAT KONTRASEPSI BUKU UNTUK KADER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrasepsi (Sulistyawati, 2012). 1) Metode kontrasepsi sederhana. 2) Metode kontrasepsi hormonal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PELAYANAN KB DALAM RUANG LINGKUP KEBIDANAN KOMUNITAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERCAKAPAN KONSELING ANTARA BIDAN DENGAN PASIEN TENTANG KB

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

PELAYANAN KONTRASEPSI dan RUJUKAN

PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TANGGUNG JAWAB SUAMI PADA KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB DI KELUARGA. Suami yang ideal bagi keluarga muslim adalah suami yang bertaqwa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga berencana telah menjadi salah satu sejarah keberhasilan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan,

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang tinggi. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sangat diinginkan, mengatur interval antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB)

METODE KONTRASEPSI. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio:

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (Murdiyanti, 2007). mempunyai visi Keluarga Berkualitas tahun Keluarga berkualitas

GAMBARAN MENSTRUASI IBU PADA AKSEPTOR ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK KOMBINASI DI RB MEDIKA JUWANGI KABUPATEN BOYOLALI

KUESIONER PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi adalah suatu upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Sarwono,2002).

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah

Akseptor Keluarga Barencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi (BKKBN, 2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan program KB nasional. (BKKBN, 2011) dihitung berbagi perbandingan atau rasio (ratio) antara lain : rasio jenis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN VASEKTOMI

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2013 tercatat sebesar jiwa, yang terdiri atas jumlah

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana (2011) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kependudukan dan pembangunan keluarga, Keluarga Berencana adalah upaya

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009).

PERANAN SUAMI DALAM MEMBANGUN BAHTERA KELUARGA SAKINAH BERKUALITAS

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara

KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

I. PENDAHULUAN. seperti Indonesia, adalah ledakan penduduk. Pertumbuhan penduduk di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dari jumlah penduduk tahun 2000 sebanyak 205,8 juta jiwa.pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Determinan dalam pelaksanaan Program KB. Menurut Saroha Pinem (2009) ada beberapa faktor yang meyebabkan PUS

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

SATUAN ACARA PENYULUHAN KB IMPLAN PADA PASANGAN USIA SUBUR. : Mahasiswa Jurusan Kebidanan Klaten

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Reproduksi dilaksanakan untuk memenuhi hak-hak reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,

RENCANA PELAKSANAAN PENDIDIKAN TENTANG CARA PERAWATAN PAYUDARA. PADA Ny. S POST PARTUM SPONTAN DISERTAI PRE EKLAMSIA

konsekuensinya : sperma sudah harus ada sebelum sel telur dilepaskan

PROFIL PENGGUNAAN KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR ( PUS ) DI WILAYAH KECAMATAN NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Biro Pelayanan Statistik (BPS) kependudukan, Ju mlah penduduk

MODUL PENGAJARAN MENJAGA JARAK KEHAMILAN DAN MEMILIH ALAT KONTRASEPSI YANG TEPAT

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar. berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT AKSEPTOR KB DALAM MENENTUKAN PILIHAN TERHADAP PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

GAMBARAN WANITA USIA SUBUR (WUS) PENGGUNA IUD DAN IMPLANT DI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2016

LAMPIRAN I. A. Identitas Responden Mohon di isi sesuai jawaban anda: No. Responden 1. Nama Responden : 2. Alamat Responden : 3. Pendidikan Responden :

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) (1970, dalam Suratun, 2008)

Perdarahan dari Vagina yang tidak normal. Beberapa masalah terkait dengan menstruasi. Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan

tanda ceklis ( ) pada jawaban yang benar, kuesioner yang telah disediakan.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan "Keluarga Berkualitas 2015" adalah keluarga yang bertaqwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada Zaman sekarang ini perempuan sering mengalami banyak

Bab XIII. Keluarga Berencana. Manfaat KB /Keluarga Berencana. Keputusan mengikuti Keluarga Berencana. Pemilihan metode KB

MATERI PENYULUHAN KB 1. Pengertian KB 2. Manfaat KB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penjarangan kelahiran (Depkes RI, 1999; 1). dan jarak anak serta waktu kelahiran (Stright, 2004; 78).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) Keluarga Berencana adalah

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) 2.1.1. Sejarah KB Keluarga Berencana (KB) bukanlah hal yang baru, karena menurut catatancatatan dan tulisan yang berasal dari Mesir Kuno, Yunani Kuno, Tiongkok Kuno dan India hal ini telah mulai dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi pada waktu itu cara-cara yang dikaji masih primitif dan kuno. Pada zaman Nabi-Nabi dan pengikutnya, keluarga berencana telah dilaksanakan dalam mengatur kelahiran namun dengan cara-cara sederhana (Mochtar, 2008). Dalam sejarah manusia berabad-abad lamanya tidak seorangpun yang tahu bagaimana terjadinya kehamilan. Waktu itu hubungan persetubuhan antara suami dan istri dengan kehamilan tidak diketahui sama sekali. Kehamilan disangka disebabkan oleh sesuatu yang mistik atau termakan oleh wanita atau disebabkan oleh pengaruh matahari dan bulan atau hal-hal lainnya. Maka dengan sendirinya cara keluarga berencana yang pertama dilakukan adalah dengan jalan berdoa dan memakai jimat anti hamil, sambil meminta dan berharap supaya wanita tersebut tidak hamil dan anaknya tidak susun paku (Mochtar, 2008). Pada zaman Yunani kuno, Soranus dan Ephenus telah membuat tulisan ilmiah tentang cara menjarangkan kelahiran. Cara waktu itu adalah mengeluarkan semen (cairan mani) dengan membersihkan vagina dengan kain dan minyak. Ada yang

memakai alat-alat yang dapat menghalangi masuknya sperma ke dalam rahim, umpamanya dengan memasukkan rumput, daun-daunan atau sepotong kain perca ke dalam vagina (Prawiroharjo, 2006). Menurut beberapa ahli, pada zaman Mesir Kuno dari relief dan manuskrip berhuruf hirogrif dijumpai keterangan mengenai cara orang Mesir Kuno menjarangkan kelahiran. Menurut ahli sejarah Avicena (Ibnu Sina), seorang tabib dan filsuf Arab zaman Persia telah menganjurkan cara-cara menjarangkan kelahiran (Prawirohardjo, 2006). Sejak zaman dulu, di Indonesia telah dipakai obat dan jamu yang dimaksudnya untuk mencegah kehamilan. Di Irian Jaya telah lama dikenal ramuan dan daun-daunan yang khasiatnya dapat mencegah kehamilan. Dalam masyarakat Hindu Bali sejak dulu hanya ada nama untuk empat orang anak, mungkin suatu cara untuk menganjurkan supaya pasangan suami istri mengatur kelahiran anaknya hanya sampai empat (Mochtar, 2008). Di Indonesia keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan dan tokoh masyarakat telah mulai membantu masyarakat, namun dengan sedikit mungkin publikasi, dengan obat yang ada tentang keluarga berencana. Pada tanggal 23 Desember 1957, mereka mendirikan wadah dengan nama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) adalah pelopor pergerakan keluarga berencana dan sampai sekarang masih aktif membantu program keluarga berencana nasional yang dikoordinir oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2004).

Pada tahun 1970 berdiri BKKBN merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab mengenai pelaksanaan program KB di Indonesia. Fungsi BKKBN antara lain adalah sebagai pengkoordinasi, perencana, perumus kebijakan, pengawas, pelaksana dan evaluasi. Program Keluarga Berencana adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktik KB, dan meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk menjarangkan kehamilan (BKKBN, 2007). 2.1.2. Pengertian KB Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk (BKKBN, 2001): a. Mendapatkan objektif - objektif tertentu. b. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan. c. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan. d. Mengatur interval di antara kelahiran. e. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri. f. Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Pelayanan KB diberikan di berbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun swasta dari tingkat desa hingga tingkat kota dengan kompetensi yang sangat bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah Rumah Sakit, Puskesmas, dokter praktek swasta, bidan praktek swasta dan bidan desa. Jenis alat/obat kontrasepsi antara lain kondom, pil KB, suntik KB, IUD, implant, vasektomi, dan tubektomi. Untuk jenis pelayanan KB jenis kondom dapat diperoleh langsung dari apotek atau toko obat, pos layanan KB dan kader desa. Kontrasepsi suntik KB sering dilakukan oleh bidan dan dokter sedangkan kontrasepsi jenis, IUD, implant dan vasektomi/tubektomi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan berkompeten (BKKBN, 2001). 2.1.3. Tujuan KB Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui usaha penurunan tingkat kelahiran. Kebijakan KB ini bersama-sama dengan usaha-usaha pembangunan yang lain selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Upaya menurunkan tingkat kelahiran dilakukan dengan mengajak pasangan usia subur (PUS) untuk berkeluarga berencana. Sementara itu penduduk yang belum memasuki usia subur (Pra-PUS) diberikan pemahaman dan pengertian mengenai keluarga berencana. Untuk menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan KB telah ditetapkan beberapa kebijakan, yaitu perluasan jangkauan, pembinaan terhadap peserta KB agar secara terus menerus memakai alat kontrasepsi, pelembagaan dan

pembudayaan NKKBS serta peningkatan keterpaduan pelaksanaan keluarga berencana. Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut terus dimantapkan usaha-usaha operasional dalam bentuk upaya pemerataan pelayanan KB, peningkatan kualitas baik tenaga, maupun sarana pelayanan KB, penggalangan kemandirian, peningkatan peran serta generasi muda, dan pemantapan pelaksanaan program di lapangan (BKKBN, 2001). 2.1.4. Visi dan Misi KB Visi KB berdasarkan paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional adalah untuk mewujudkan Keluarga berkualitas tahun 2015. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Visi Keluarga berkualitas 2015 dijabarkan dalam salah satu misinya ke dalam peningkatan kualitas pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (BKKBN, 2001). 2.2. Kontrasepsi 2.2.1. Pengertian Kontrasepsi Kontrasepsi adalah penggunaan alat-alat atau cara-cara untuk mencegah terjadinya kehamilan atau memperkecil kemungkinan terjadinya pembuahan (konsepsi) setelah coitus. Ciri-ciri kontrasepsi ideal harus memiliki syarat berdaya guna, murah, aman, mudah didapat, ideal, dan lama kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan, efek samping dan cara penggunaan sederhana, dapat diterima pasangan

suami istri, tidak mengganggu hubungan dan pemakaiannya dapat dipercaya (Prawiroharjo, 2006). Dahulu kala pada abad sebelum Masehi, Hipocrates pernah menganjurkan wanita-wanita yang terlambat haid dan kebanyakan anak untuk bekerja lebih keras atau olah raga lebih berat lagi agar mereka mendapat haid lagi. Ada yang mengatakan bahwa abortus atau pengguguran kandungan mungkin merupakan alat kontrasepsi tertua di dunia ini, tetapi abortus ini oleh pandangan agama apa pun tidak dibenarkan dan di anggap berdosa bagi mereka yang melakukan tindakan pengguguran ini, bahkan undang-undang di beberapa negara pun menganggap bahwa perbuatan ini adalah ilegal dan bagi pelakunya dikenakan sanksi hukum (Hellboy, 2008). 2.2.2. Jenis-Jenis Kontrasepsi Memilih alat kontrasepsi berdasarkan pertimbangan sebagai berikut (Yuwielueninet, 2008): a. Efektifitasnya tinggi b. Tidak menimbulkan efek samping c. Daya kerjanya dapat diatur sesuai kebutuhan d. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan hubungan seksual e. Mudah digunakan f. Harganya terjangkau Hampir semua pasangan suami-istri memerlukan perencanaan kehamilan dan sekaligus membatasi jumlah anak. Karena itu, kontrasepsi dibutuhkan. Alasan penggunaan kontrasepsi bisa macam-macam, dari menunda kehamilan, menjarangkan

jarak kehamilan, sampai menyetop kehamilan, masing-masing pasangan punya alasan. Mungkin karena urusan sekolah, pekerjaan, usia, kesehatan dan segala macam. Bisa juga karena sudah memiliki anak dan hendak menunda kehamilan berikutnya. Atau, ingin berhenti karena anak sudah banyak. Seperti kita tahu, ada begitu banyak alat kontrasepsi. Secara garis besar, kontrasepsi itu dibagi dalam tiga bagian besar yaitu kontrasepsi mekanik, hormonal, dan kontrasepsi mantap (Yuwielueninet, 2008). a. Kontrasepsi mekanik Dinamakan mekanik karena sifatnya sebagai pelindung. Maksudnya, kontrasepsi ini mencegah bertemunya sperma dan sel telur dalam rahim. Ada beberapa kontrasepsi yang termasuk dalam golongan mekanik ini, yaitu kondom dan diafragma. 1) Kondom Dulu kondom terbuat dari kulit atau usus binatang. Setiap akan digunakan direndam dulu. Kemudian terbuat dari linen. Kini kondom terbuat dari bahan karet yang tipis dan elastis. Bentuknya seperti kantong. Fungsi kondom sebenarnya untuk menampung sperma sehingga tidak masuk ke dalam vagina. Perlindungan tersebut efektif 90 persen. Terlebih jika dipakai bersama dengan spermisida (pembunuh sperma). Rata-rata, dari 100 pasangan dalam setahun, sekitar 4 wanita yang hamil. Kondom harganya murah, mudah didapat, tidak perlu resep dokter, tidak perlu pengawasan dan juga bisa mencegah penularan penyakit kelamin. Tapi tidak selalu cocok terutama jika

pemakai alergi terhadap bahan karet. Dan mungkin saja terjadi kebocoran, karena bahannya yang sangat tipis. 2) Diafragma Kontrasepsi wanita yang mirip kondom. Bentuknya seperti topi yang menutupi mulut rahim. Terbuat dari bahan karet dan agak tebal. Kontrasepsi ini dimasukkan ke dalam vagina, semacam sekat yang dapat mencegah masuknya sperma ke dalam rahim. Diafragma digunakan jika akan berhubungan seksual. Setelah itu bisa dilepas lagi atau tetap pada tempatnya. Karena bahannya lebih tebal dari kondom, kontrasepsi ini tidak mungkin bocor. 3) Alat kontrasepsi dalam rahim Alat kontrasepsi dalam rahim/akdr/iud lebih dikenal dengan nama spiral. Berbentuk alat kecil dan banyak macamnya. Ada yang terbuat dari plastik seperti bentuk huruf S (Lippes Loop). Ada pula yang terbuat dari logam tembaga berbentuk seperti angka tujuh (Copper Seven) dan mirip huruf T (Copper T). Selain itu, ada berbentuk sepatu kuda (Multiload). Yang paling terkenal Copper T dan Multiload. Kontrasepsi tersebut jadi pilihan karena kenyamanannya. Modifikasi terbaru Copper T, yaitu Nova T memiliki keunggulan lebih lembut. Alat kontrasepsi ini dimasukkan ke dalam rahim oleh dokter dengan bantuan alat. Benda asing dalam rahim ini akan menimbulkan reaksi yang dapat mencegah bersarangnya sel telur yang telah

dibuahi di dalam rahim. Alat ini bisa bertahan dalam rahim selama 2-5 tahun, tergantung jenisnya dan dapat dibuka sebelum waktunya jika ingin hamil lagi. Sebagai pemakai, bisa dilakukan pemeriksaan sendiri keberadaan alat tersebut. Caranya dengan meraba benang alat kontrasepsi tersebut di mulut rahim. Seandainya Anda sudah melakukan pemasangan kontrasepsi ini, jangan lupa melakukan pemeriksaan ulang. Apakah itu 2 minggu sekali, 1-2 bulan sekali, atau setiap enam bulan sampai satu tahun setelah pemasangan. Pemakaian kontrasepsi tanpa bahan aktif tembaga (copper) dapat terus berlangsung sampai menjelang menopause. Sedangkan kontrasepsi dengan bahan aktif tembaga, 3-4 tahun harus diganti. Yang perlu diingat kontrasepsi ini bukanlah alat yang sempurna. Masih ada kekurangannya. Misalnya, kehamilan bisa tetap terjadi, perdarahan, atau infeksi. Mungkin akibat benang dari alat tersebut dapat merangsang mulut rahim sehingga menimbulkan perlukaan dan mengganggu dalam hubungan seksual. Pemakaian AKDR juga membuat kita lebih mudah keputihan. Karena itu sebaiknya kontrasepsi ini tidak digunakan jika terdapat infeksi genetalia atau perdarahan yang tidak jelas. Keuntungannya, alat ini bisa dipakai untuk jangka panjang. Bahkan sama sekali tidak mengganggu produksi ASI, jika ibu sedang menyusui. Efektifitas pemakaian kontrasepsi dalam rahim ini, dari seribu pasangan, sekitar 5 wanita dalam setahun akan hamil.

4) Spermisida Kontrasepsi ini merupakan senyawa kimia yang dapat melumpuhkan sampai membunuh sperma. Bentuknya bisa busa, jeli, krim, tablet vagina, tablet, atau aerosol. Sebelum melakukan hubungan seksual, alat ini dimasukkan ke dalam vagina. Setelah kira-kira 5-10 menit hubungan seksual dapat dilakukan. Penggunaan spermisida ini kurang efektif bila tidak dikombinasi dengan alat lain, seperti kondom atau diafragma. Dari 100 pasangan dalam setahun, ada 3 wanita yang hamil. Tapi karena sering salah dalam pemakaiannya, bisa terjadi sampai 30 kehamilan. Banyak wanita merasa tak nyaman menggunakan spermasida. Keluhannya, tidak enak dan timbul alergi. Selain itu, pemakaiannya agak merepotkan menjelang hubungan senggama. Pasangan pun sulit mencapai kepuasan (Prawirohardjo, 2006). b. Kontrasepsi hormonal Kontrasepsi ini menggunakan hormon, dari progesteron sampai kombinasi estrogen dan progesteron. Penggunaan kontrasepsi ini dilakukan dalam bentuk pil, suntikan, atau susuk (Prawirohardjo, 2006). Pada prinsipnya, mekanisme kerja hormon progesteron adalah mencegah pengeluaran sel telur dari indung telur, mengentalkan cairan di leher rahim sehingga sulit ditembus sperma, membuat lapisan dalam rahim menjadi tipis dan tidak layak untuk tumbuhnya hasil konsepsi, saluran telur jalannya jadi lambat sehingga mengganggu saat bertemunya sperma dan sel telur.

1) Pil atau tablet Pil bertujuan meningkatkan efektifitas, mengurangi efek samping, dan meminimalkan keluhan. Sebagian besar wanita dapat menerima kontrasepsi ini tanpa kesulitan. Di Indonesia, jenis ini menduduki jumlah kedua terbanyak dipakai setelah suntikan. Pil ini tersedia dalam berbagai variasi. Ada yang hanya mengandung hormon progesteron saja, ada pula kombinasi antara hormon progesteron dan estrogen. Cara menggunakannya, diminum setiap hari secara teratur. Ada dua cara meminumnya yaitu sistem 28 dan sistem 22/21. Untuk sistem 28, pil diminum terus tanpa pernah berhenti (21 tablet pil kombinasi dan 7 tablet plasebo). Sedangkan sistem 22/21, minum pil terusmenerus, kemudian dihentikan selama 7-8 hari untuk mendapat kesempatan menstruasi. Jadi, dibuat dengan pola pengaturan haid (sekuensial). Pada setiap pil terdapat perbandingan kekuatan estrogenik atau progesterogenik, melalui penilaian pola menstruasi. Wanita yang menstruasi kurang dari 4 hari memerlukan pil KB dengan efek estrogen tinggi. Sedangkan wanita dengan haid lebih dari 6 hari memerlukan pil dengan efek estrogen rendah. Sifat khas kontrasepsi hormonal yang berkomponen estrogen menyebabkan mudah tersinggung, tegang, berat badan bertambah, menimbulkan nyeri kepala, perdarahan banyak saat menstruasi, Sedangkan yang berkomponen progesteron menyebabkan payudara tegang, menstruasi berkurang, kaki dan tangan sering kram, liang senggama kering. Penggunaan pil secara teratur dan dalam waktu panjang dapat menekan fungsi ovarium.

Kerugian lainnya, mungkin berat badan bertambah, juga rasa mual sampai muntah, pusing, mudah lupa, dan ada bercak di kulit wajah seperti flek hitam. Juga dapat memengaruhi fungsi hati dan ginjal. Kecuali itu, kandungan hormon estrogen dapat mengganggu produksi ASI. Keuntungannya, pil ini dapat meningkatkan libido, sekaligus untuk pengobatan penyakit endometriosis. Haid menjadi teratur, mengurangi nyeri haid, dan mengatur keluarnya darah haid. Efektifitas penggunaan pil ini 95-98 persen. Jadi, ada sekitar 7 wanita yang hamil dari 1.000 pasangan dalam setahun. 2) Suntikan Kontrasepsi suntikan mengandung hormon sintetik. Penyuntikan ini dilakukan 2-3 kali dalam sebulan. Suntikan setiap 3 bulan (Depoprovera), setiap 10 minggu (Norigest), dan setiap bulan (Cyclofem). Salah satu keuntungan suntikan adalah tidak mengganggu produksi ASI. Pemakaian hormon ini juga bisa mengurangi rasa nyeri dan darah haid yang keluar. Sayangnya, bisa membuat badan jadi gemuk karena nafsu makan meningkat. Kemudian lapisan dari lendir rahim menjadi tipis sehingga haid sedikit, bercak atau tidak haid sama sekali. Perdarahan tidak menentu. Tingkat kegagalannya hanya 3-5 wanita hamil dari setiap 1.000 pasangan dalam setahun. 3) Susuk Disebut alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah kulit pada lengan kiri atas. Bentuknya semacam tabung-tabung kecil atau pembungkus silastik (plastik berongga) dan ukurannya sebesar batang korek

api. Susuk dipasang seperti kipas dengan enam buah kapsul. Kini sedang diuji coba susuk satu kapsul implanon. Di dalamnya berisi zat aktif berupa hormon atau levonorgestrel. Susuk tersebut akan mengeluarkan hormon tersebut sedikit demi sedikit. Jadi, konsep kerjanya menghalangi terjadinya ovulasi dan menghalangi migrasi sperma (Prawirohardjo, 2006). Pemakaian susuk dapat diganti setiap 5 tahun (Norplant) dan 3 tahun (Implanon). Sekarang ada pula yang diganti setiap tahun. Penggunaan kontrasepsi ini biayanya ringan. Pencabutan bisa dilakukan sebelum waktunya jika memang ingin hamil lagi. Efektifitasnya, dari 10.000 pasangan, ada 4 wanita yang hamil dalam setahun. Efek sampingnya berupa gangguan menstruasi, haid tidak teratur, bercak atau tidak haid sama sekali. Kecuali itu bisa menyebabkan kegemukan, ketegangan payudara, dan liang senggama terasa kering. Kendala lainnya dalam pencabutan susuk yaitu sulit dikeluarkan karena mungkin waktu pemasangannya terlalu dalam. Hal tersebut dapat menimbulkan infeksi. c. Kontrasepsi mantap Dipilih dengan alasan sudah merasa cukup dengan jumlah anak yang dimiliki. Caranya, suami-istri dioperasi (vasektomi untuk pria dan tubektomi untuk wanita). Tindakan dilakukan pada saluran bibit pada pria dan saluran telur pada wanita, sehingga pasangan tersebut tidak akan mendapat keturunan lagi (Manuaba, 2006).

d. Aman bagi pasangan baru menikah Pasangan yang baru menikah dan belum berencana mempunyai anak, sebaiknya menggunakan metode sederhana untuk menunda kehamilan (Yuwielueninet, 2008). 1) Kondom Sperma yang keluar akan ditampung oleh kondom, sehingga tidak masuk ke dalam rahim. Kegagalan mungkin saja terjadi. Biasanya karena kondom robek dan bocor. 2) Pantang Berkala Untuk menghindari kehamilan, lakukan hubungan intim hanya saat istri dalam masa tidak subur. Ini bisa dilakukan pada pasangan yang istrinya mempunyai siklus haid teratur. Kerjasama dan pengertian suami sangat dibutuhkan dalam hal ini. 3) Senggama Terputus Cara ini mungkin bisa menghindari kehamilan. Konsepnya, mengeluarkan alat kelamin menjelang terjadinya ejakulasi. Cuma, cara ini memang agak mengganggu kepuasan kedua belah pihak. Tingkat kegagalannya cukup tinggi, 30-35 persen. Ini lebih disebabkan suami tidak bisa mengontrol, sehingga sperma tetap saja tertumpah di mulut rahim dan tetap bisa masuk vagina mengakibatkan kehamilan.

2.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penerimaan Pemakaian Kontrasepsi Faktor yang berhubungan dengan pemilihan pemakaian alat kontrasepsi, terlebih dahulu akan diuraikan tentang faktor-faktor yang berkontribusi atas perilaku kesehatan menurut beberapa ahli, diantaranya seperti menurut di bawah ini: Menurut teori Green, dalam Notoatmodjo (2005) perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: predisposing factor, enabling factor dan reinforcing factor. predisposing factor atau faktor yang memudahkan seperti: karakteristik, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi. Enabling factor atau faktor yang memungkinkan seperti ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : fasilitas dan petugas kesehatan. Untuk berprilaku sehat, Masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Reinforcing Factor atau faktor pendorong seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga, suami, teman. Menurut Berthrand (1980) perilaku kesehatan berperan dalam menentukan keikutsertaan akseptor dalam keluarga berencana. Berthrand menyatakan bahwa ada tiga faktor yang berhubungan dengan sikap dan penggunaan alat kontrasepsi atau KB yaitu : faktor sosio demografi, faktor sosio psikologis, dan faktor pemberi pelayanan

1. Faktor sosio demografi Penerimaan KB lebih banyak pada mereka yang memiliki standard hidup yang lebih tinggi. Indikator status sosio-ekonomi termasuk pendidikan yang dicapai, pendapatan keluarga dan status pekerjaan, jenis rumah, gizi. Beberapa faktor demografi tertentu juga memengaruhi penerimaan KB di beberapa negara, misalnya di banyak negara-negara sedang berkembang, penggunaan kontrasepsi lebih banyak pada wanita yang berumur akhir 20-30 tahun yang sudah memiliki anak tiga atau lebih. Faktor sosial lain yang juga memengaruhi adalah suku dan agama. 2. Faktor sosial-psikologi Sikap dan keyakinan merupakan kunci penerimaan KB, banyak sikap yang dapat menghalangi KB. Beberapa faktor sosio-psikologis yang penting antara lain adalah ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki-laki, sikap terhadap KB, komunikasi suami isteri terhadap kematian anak. Sikap dan kepercayaan tersebut perlu untuk mencegah isu yang berhubungan termasuk segi pelayanan dan efek samping alat kontrasepsi. 3. Faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan Program komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) merupakan salah satu faktor praktis yang dapat diukur bila pelayanan KB tidak tersedia. Beberapa faktor yang berhubungan dengan pelayanan KB antara lain keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan KB, pengetahuan tentang sumber kontrasepsi, jarak ke pusat pelayanan dan keterlibatan dengan media massa.

Faktor sosio-demografi a. Pendidikan b. Pendapatan c. Status pekerjaan d. Perumahan e. Status gizi f. Umur g. Suku h. Agama Faktor sosio-psikologi Pemakaian Kontrasepsi a. Ukuran keluarga ideal Pentingnya nilai anak laki-laki b. Sikap terhadap KB c. Komunikasi suami-istri d. Persepsi terhadap kematian anak Faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan a. Keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan KB b. Pengetahuan tentang kontrasepsi Gambar c. 2.1. Jarak Skema ke pusat Faktor pelayanan yang Memengaruhi Pemakaian Kontrasepsi d. Paparan Menurut dengan Berthrand media massa Sumber : Berthrand (1980)

2.4. Determinan Perilaku Terkait Penelitian 2.4.1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) a. Umur Masa kehamilan reproduksi wanita pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga periode, yakni kurun reproduksi muda (15-19 tahun), kurun reproduksi sehat (20-35 tahun), dan kurun waktu reproduksi tua (36-45 tahun). Pembagian ini didasarkan atas data epidemiologi bahwa risiko kehamilan dan persalinan baik bagi ibu maupun bagi anak lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun, paling rendah pada usia 20-35 tahun dan meningkat lagi secara tajam lebih dari 35 tahun. Jenis kontrasepsi yang sebaiknya dipakai disesuaikan dengan tahap masa reproduksi tersebut (Siswosudarmo, 2001). Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam pemakaian alat kontrasepsi. Mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda. Di Cina sekitar 69% PUS kelompok usia 15-49 tahun menggunakan kontrasepsi, dan sekitar 50% dari jumlah tersebut menggunakan AKDR. Pada kalangan wanita lebih muda AKDR lebih populer, selebihnya menggunakan alat kontrasepsi yang lain (Dudlay, 1986). Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Dang di Vietnam dalam Mutiara (1998) bahwa ada hubungan yang kuat antara umur dengan penggunaan kontrasepsi. Wanita yang berumur < 20 tahun kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 0,73 kali dibandingkan dengan yang berumur 40 tahun. Sementara wanita

yang berumur 30-34 tahun dan 35-39 tahun kemungkinannya untuk menggunakan kontrasepsi hanya sekitar 0,15% dan 0,38%. Ini menunjukkan bahwa ada penurunan penggunaan kontrasepsi pada kelompok wanita yang lebih tua. b. Pendidikan Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2005). Pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian kontrasepsi. Berkaitan dengan informasi yang mereka terima dan kebutuhan untuk menunda atau membatasi jumlah anak. Wanita yang berpendidikan kecendrungan lebih sadar untuk menerima program KB. c. Jumlah Anak Mantra (2006) mengatakan bahwa kemungkinan seorang isteri untuk menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seseorang isteri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang telah dilahirkannya. Seorang isteri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak melahirkan anak, maka akan semakin memiliki risiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah

anak akan sangat memengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan tarif hidup keluarga secara maksimal. Penelitian oleh Jennings (1970) yang menyatakan bahwa pengaruh budaya yang menempatkan anak sebagai simbol prestige dan jaminan keamanan pada usia tua mereka, mengakibatkan tingginya angka kelahiran di Afrika. d. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2005). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan itu berasal dari kata tahu yang berarti: mengerti sesudah (melihat, mengalami). Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung, maupun dari pengalaman orang lain yang sampai kepadanya. Selain itu, dapat juga melalui media komunikasi, seperti: radio, televisi, majalah, atau surat kabar (Poerwadarminta, 1976). 2.4.1. Faktor Pemungkin (Enabling Factor) a. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan dan Ketersediaan Alat Kontrasepsi Menurut Manuaba (2006) faktor-faktor yang memengaruhi alasan pemilihan metode kontrasepsi diantaranya adalah tingkat ekonomi, pekerjaan dan tersedianya layanan kesehatan yang terjangkau. Adanya keterkaitan antara pendapatan dengan

kemampuan membayar bisa tergantung variabel non ekonomi dalam hal selera atau persepsi individu terhadap suatu barang dan jasa. Ketersediaan alat terwujud dalam bentuk fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan (tempat pelayanan kontrasepsi). Untuk dapat digunakan, pertama kali suatu metode kontrasepsi harus tersedia dan mudah didapat. Promosi metode tersebut melalui media, melalui kontak langsung oleh petugas program KB, oleh dokter dan sebagainya dapat meningkatkan secara nyata pemilihan metode kontrasepsi. Memberikan konsultasi medis mungkin secara nyata pemilihan kontrasepsi. Memberikan konsultasi medis mungkin dapat dipertimbangkan sebagai salah satu upaya promosi. Disamping itu daya beli individu juga dipengaruhi oleh ada tidaknya subsidi dari pemerintah. 2.6.3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factors) a. Dukungan Petugas Kesehatan Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan pengaruh dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat (community leaders), misalnya dalam masyarakat tertentu kata-kata tokoh masyarakat yang melibatkan ulama, seniman, ilmuwan, petugas kesehatan. Tergantung pada jenis masalah atau perubahan yang bersangkutan (Sarwono, 2001). b. Dukungan Suami Kaplan dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga, termasuk suami memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:

a. Dukungan emosional Suami sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan. b. Dukungan informasional Suami berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. c. Dukungan penilaian Suami bertindak sebagai bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian d. Dukungan instrumental Suami merupakan seorang memberikan pertolongan atau bantuan secara langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, peralatan, meminjamkan uang, sarana pendukung lain dan termasuk di dalamnya memberikan peluang waktu.

2.5. Landasan Teori Usia reproduksi perempuan pada umumnya adalah usia 15-49 tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita atau pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat atau cara KB. Upaya untuk mencapai keberhasilan dalam menurunkan tingkat kelahiran ini diperlukan dukungan segenap warga masyarakat, faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan Keluarga Berencana adalah umur, pendidikan, pengetahuan, kesadaran dan sikap dari setia pasangan usia subur untuk membatasi jumlah kelahiran, disamping hal tersebut masih ada masyarakat yang sulit menentukan pilihan kontrasepsi yang tersedia. Pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan. Konsep umum yang dijadikan sebagai landasan teori adalah teori Green (2005) yang digunakan untuk menilai perilaku individu atau kelompok. Ada 3 (tiga) faktor yang memengaruhi individu untuk bertindak yaitu faktor predisposing (pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan yang dirasakan, kemampuan dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat), faktor pendukung (tersedia sarana dan prasarana) dan faktor pendorong (petugas kesehatan). Konsep tersebut dikombinasi dengan teori Berthrand (1980) faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian kontrasepsi yaitu : faktor sosiodemografi (pendidikan, pendapatan, status pekerjaan, perumahan, status gizi, umur, suku, agama), faktor sosiopsikologis (ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki-laki, sikap terhadap KB, persepsi terhadap kematian anak), faktor yang berhubungan dengan pelayanan

(keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan KB, pengetahuan tentang kontrasepsi, jarak ke pusat pelayanan). Konsep dukungan sosial suami dengan teori Caplan dalam Friedmen (1998) yaitu : Dukungan emosional, dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental. Faktor Predisposisi: 1. Pengetahuan 1. Sikap 2. Kepercayaan 3. Nilai-nilai 4. Persepsi Faktor Pemungkin: 1. Ketersediaan sumber 2. Kemudahan untuk mencapai sumber daya 3. Peraturan/Hukum 4. Ketrampilan 5. Ketersediaan waktu Perilaku dari Individu, Kelompok dan Komunitas Faktor Pendorong: 1. Sikap dan perilaku petugas kesehatan 2. Panutan 3. Pekerja 4. Teman 5. Pembuat keputusan Gambar 2.2. Kerangka Teori Determinan Perilaku, Kelompok dan Komunitas Sumber: Lawrence Green (2005)

2.6. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Variabel independen Variabel dependen Faktor Predisposisi : 1. Umur 2. Pendidikan 3. Jumlah Anak 4. Pengetahuan Faktor Pemungkin : 1. Ketersediaan alat kontrasepsi 2. Keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS Faktor Pendorong : 1. Dukungan petugas 2. Dukungan suami Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan), faktor pemungkin (ketersediaan alat kontrasepsi dan keterjangkauan pelayanan kesehatan), faktor pendorong (dukungan petugas kesehatan dan dukungan suami), Variabel dependen pemakaian alat kontrasepsi.