BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu.

[

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

2016, No c. bahwa Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang

2016, No c. bahwa Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang cukup menyita waktu, khususnya persoalan pribadi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. perjuangan bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia (SDM) secara terus-menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK. A. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat yang tidak terlepas dari norma-norma yang berlaku di dalam

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. melanda Indonesia berdampak pada penyebab terjadinya tindak pidana. Salah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS.

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK. Sulasmin Hudji. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang besar. Perubahan tersebut membawa dampak, yaitu munculnya problema-problema terutama dalam lingkungan pada

BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dibidang hukum. Hal ini seiring degan amanat Undang-undang

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

BAB II PENGATURAN INCEST DALAM BERBAGAI PERATURAN HUKUM. A. Hubungan Seksual Sedarah (Incest) ditinjau dari Kitab Undang- UndangHukum Pidana(KUHP)

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. satu tindak kriminal yang semakin marak terjadi adalah persetubuhan, ironisnya

I. PENDAHULUAN. kerap kali menjadi korban tindak pidana pencabulan atau perkosaan dan tak jarang

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sangat merugikan dan meresahkan masyarakat, ialah tindak pidana asusila yang. keluarga terutama seorang ayah terhadap anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik,

BAB I PENDAHULUAN. 36 Tahun Pemerintah juga telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 3

BAB I PENDAHULUAN. hukum tidak berdasar kekuasaan belaka. 1 Permasalahan besar dalam. perkembangan psikologi dan masa depan pada anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa batasan umur sebagai pengertian mengenai anak menurut peraturan

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran hak asasi manusia yang berat, korban diperlakukan seolah. barang dagangan yang dapat dibeli dan dijual kembali.

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB I PENDAHULUAN. dipertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3 Pasal 1

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. nasional bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat tidak hanya menimbulkan penderitaan fisik, tetapi juga mental dan psikis, harus dijadikan perhatian lebih bagi aparat penegak hukum. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan yang berat terhadap korban, seperti kejahatan pemerkosaan harus mendapatkan sanksi hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi pelaku. Korban tindak kejahatan pemerkosaan harus mendapatkan keadilan, baik dari segi hukum maupun dari segi pemulihan mental dan psikis. Terlebih yang menjadi korban tindak kejahatan pemerkosaan adalah anak yang masih di bawah umur. Perlu adanya penegakan hukum yang maksimal yang diimbangi sanksi hukum yang berat, demi menegakkan nilai keadilan. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 1 Keberadaan anak yang mempunyai peran sebagai penerus generasi bangsa harus dijaga keberadaanya. Perlu adanya perhatian dan perlindungan khusus terhadap kehidupan anak agar terhindar dari tindak kejahatan yang akan mengancam keselamatan dirinya. Perlu adanya peran dari lingkungan terdekat seperti keluarga untuk 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002. 1

2 menjamin keamanan dan kenyamanan anak. Keberadaan keluarga harus mampu melindungi, menyayangi, dan mengasihi sebagai satu kesatuan keluarga yang aman dan nyaman bagi perkembangan anak. Perlindungan terhadap anak telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002. Tindak pidana pemerkosaan merupakan salah satu tindak kejahatan yang sangat keji dan tidak berperikemanusiaan. Pengertian perkosaan sendiri adalah seseorang pria yang memaksa pada seorang wanita bukan isterinya untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dalam lubang kemaluan seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air mani. 2 Tindak kejahatan pemerkosaan tidak hanya melanggar norma kesusilaan dan norma agama saja, tetapi juga telah melanggar hak asasi manusia yang melekat pada diri korban, apalagi yang menjadi korban pemerkosaan adalah anak yang masih di bawah umur. Tindak kejahatan pemerkosaan telah menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap diri korban, baik secara mental dan psikis yang mengakibatkan trauma yang berkepanjangan dalam hidupnya, sedangkan untuk pemulihanya sangat sulit, karena memerlukan waktu yang lama. Pelaku pemerkosaan harus mendapatkan hukuman yang berat, agar mampu memberikan efek jera bagi pelaku. Perlu adanya peraturan hukum yang mengatur mengenai sanksi hukuman yang berat terhadap pelaku 2 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Seksual, Bandung: Refika Aditama, 2011, hal. 41.

3 kejahatan pemerkosaan, selain itu juga diperlukan ketegasan dari aparat penegak hukum dalam memberikan sanksi hukuman tersebut. Tindak kejahatan pemerkosaan secara umum telah diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 286, yang berbunyi Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar pernikahan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Tindak kejahatan Pemerkosaan dengan korban anak yang masih di bawah umur dengan korban orang dewasa tentunya akan berbeda, baik dari penanganan korbanya maupun penegakan hukumnya. Korban pemerkosaan terhadap anak di bawah umur tentunya masih memiliki masa depan yang panjang yang seharusnya mampu dijaga dan dilindungi, karena merupakan generasi penerus kehidupan bangsa. Sanksi hukuman terhadap pelaku pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur telah diatur sendiri di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 81 Butir (1),(2),(3) yang berbunyi: (1) Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. (3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, Pengasuh Anak, Pendidik, atau Tenaga Kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

4 Pemberian sanksi hukuman tambahan terhadap pelaku kejahatan pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur harus dilakukan, agar mampu memberikan efek jera bagi pelaku. Meningkatnya jumlah kasus tindak kejahatan pemerkosaan yang melibatkan anak sebagai korbanya harus mampu ditanggapi dengan serius. Pemerintah dalam menanggapi meningkatnya jumlah kejahatan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur adalah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perpu tersebut salah satunya mengatur mengenai hukuman kebiri kimia bagi kejahatan seksual. Adanya Perpu diharapkan dapat mengatasi keresahan masyarakat, serta dapat menghilangkan tindak kejahatan pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. Penerapan sanksi pidana harus mampu memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan pemerkosaan, terutama terhadap pelaku pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. Sanksi pidana bertujuan untuk memperbaiki pribadi terpidana berdasarkan perlakuan dan pendidikan yang diberikan selama menjalani hukuman, terpidana merasa menyesal sehingga ia tidak akan mengulangi perbuatannya dan kembali kepada masyarakat sebagai orang yang baik dan berguna. 3 Penerapan sanksi pidana harus mampu menciptakan nilai keadilan yang mencangkup secara umum, baik nilai keadilan dari pihak korban, pelaku, maupun masyarakat. 3 Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana,Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 4.

5 Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK YANG MASIH DI BAWAH UMUR (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta). B. Rumusan Masalah Untuk mempermudah pemahaman dalam pembahasan permasalahan yang akan diteliti, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah profil peraturan hukum tentang tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur? 2. Bagaimanakah penerapan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur? 3. Apa yang menjadi dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui profil peraturan hukum tentang tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

6 b. Untuk mengetahui penerapan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. c. Untuk mengetahui dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk menambah wawasan pengetahuan serta pemahaman penulis dalam karya ilmiah dalam rangka memenuhi syarat mencapai gelar sarjana di bidang ilmu hukum pada fakultas hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. b. Untuk memperluas dan mengembangkan daya penalaran dan daya fikir penulis agar dapat berkembang sesuai dengan bidang penulis, yakni bidang ilmu hukum. c. Untuk mampu mendorong dan mengembangkan cara berfikir yang kritis dan kreatif terhadap perkembangan penegakan hukum di Indonesia. D. Manfaat Hasil Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan di atas, manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:

7 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum di Indonesia dan khususnya hukum pidana, terutama mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. 2. Manfaat Praktis a. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul serta berusaha untuk memberikan masukan dalam bentuk pemikiran mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. E. Kerangka Pemikiran Perlindungan anak merupakan salah satu cara untuk menjaga generasi penerus bangsa. Keberadaan anak dianggap sangat penting karena salah satu indikator keberlangsungan dan kemajuan suatu bangsa terletak pada generasi penerusnya. Perlu adanya perlindungan dan perhatian khusus terhadap anak, agar keberadaannya bisa terlindungi dan terjaga. Kenyamanan dan perhatian yang diberikan orang tua dan lingkungan terdekat adalah salah satu proteksi terhadap perlindungan anak. Secara umum peraturan perundang-undangan

8 telah mengatur mengenai perlindungan anak, seperti dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, khususnya Pasal 1 Butir (2) yang berbunyi: Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak nya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Tindak pidana pemerkosaan merupakan suatu kejahatan yang sangat keji, yang harus mendapatkan sanksi hukuman yang setimpal. Penerapan sanksi hukuman harus mampu memberikan efek jera bagi pelakunya. Aturan sanksi hukuman yang berat dalam undang-undang serta ketegasan aparat penegak hukum dalam menerapkan hukuman menjadi salah satu faktor yang krusial dalam menegakan nilai keadilan dalam tindak pidana pemerkosaan. Ketegasan dalam penerapan hukumnya akan menjadi cermin pembelajaran dalam kehidupan masyarakat secara umum. Selain Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, mengenai sanksi hukuman terhadap kejahatan pemerkosaan di bawah umur, telah diatur terlebih dahulu di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada Pasal 287 Butir (1) dan (2) yang berbunyi: (1) Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya, sedang diketahuinya atau harus patut disangkanya, bahwa umur perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk kawin, dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun. (2) Penuntutan hanya dilakukan kalau ada pengaduan, kecuali kalau umurnya perempuan itu belum sampai 12 tahun atau jika ada salah satu hal yang tersebut pada pasal 291 dan 294.

9 Ketentuan yang masih sama tentang tindak pidana pemerkosaan juga telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 294 Butir (1) dan (2) yang berbunyi: (1) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan padanya untuk ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau orang sebawahnya yang belum dewasa, dihukum penjara selamalamannya tujuh tahun. (2) Diancam dengan pidana yang sama: (a) Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga. (b) Pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang yang ditempatkan di situ. Hukuman tambahan terhadap tindak pidana pemerkosaan diberikan sebagai upaya untuk memberikan efek jera terhadap pelaku kejahtan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, dengan harapan kasus tindak pidana pemerkosaan tersebut tidak terulang kembali. Penerapan sanksi hukuman pidana salah satunya diberikan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perppu tersebut salah satunya mengatur mengenai hukuman kebiri kimia bagi kejahatan seksual.

10 F. Metode Penelitian Adapun dalam membahas permasalahan dalam penelitian seperti yang telah dikemukakan penulis di atas, maka penelitian menggunakan beberapa metode sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang penulis pakai adalah pendekatan yuridis normatif, mengingat permasalahan yang akan diteliti adalah penerapan hukumnya oleh hakim dalam memberikan putusan dalam kasus tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. Penulis akan mengkaji secara lengkap mengenai kebijakan hukum pidana dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan penerapan hukumnya oleh hakim dalam memberikan putusan dalam kasus tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini akan berupaya menggambarkan dan menganalisis kasus tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. Adapun yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah mengenai kebijakan hukum pidana dan penerapan hukumnya, serta pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tersebut.

11 3. Sumber Data Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan data sebagai berikut: a. Data Primer Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari. 4 Data yang berupa sejumlah keterangan atau fakta yang secara langsung dari lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta khususnya mengenai aturan hukum dan penerapan hukumnya, serta pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. b. Data Sekunder 1) Bahan hukum primer Bahan hukum primer, yaitu: norma atau kaidah dasar, peraturan perundang-undangan, dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah: - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). - Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. - Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002. 4 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet.1, 1998, hal. 91.

12 2) Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder, meliputi literatur-literatur yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap kasus tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. 3) Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang mendukung hukum primer dan bahan hukum sekunder, diantaranya berupa bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya. 4. Metode Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data yang dimaksud di atas, digunakan teknik sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Dilakukan dengan mencari, mengutip, mencatat, menginventarisasi, menganalisis, dan mempelajari data yang berupa bahan-bahan pustaka yang dibutuhkan dan berhubungan dengan skripsi yang penulis kaji, yakni dalam hal ini mengenai aturan hukum dan penerapan hukumnya, serta pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. b. Studi Lapangan Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung terhadap obyek yang diteliti guna mendapatkan data primer, yang dilakukan dengan cara:

13 1) Wawancara Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai. 5 Penulis akan mengadakan tanya jawab secara langsung terhadap objek penelitian mengenai tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur kepada salah satu hakim yang pernah memutuskan kasus perkara tersebut atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri Surakarta. 2) Observasi Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap hasil wawancara maupun dalam catatan mengenai aturan hukum dan penerapan hukumnya, serta pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. 5. Teknik Analisis Data Teknis analisa dalam penelitian merupakan hal yang penting agar data yang sudah terkumpul dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan. Analisa data dilakukan secara kualitatif, yaitu data-data yang ada dibuat dalam kata-kata dan atau kalimat-kalimat. Model analisis yang penulis gunakan adalah interactive model of analisys. 6 5 M Syamsudin. 2007. Operasionalisasi Penelitian Hukum. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hal. 67 6 Interactive model of analisys yaitu proses menganalisis dengan menggunakan tiga kompenen sebagai berikut: Pengumpulan Data, Reduksi Data, Penarikan Kesimpulan. Lihat HB. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press, 2002, hal. 58.

14 G. Sistematika Penelitian Hukum Hasil penelitian akan disusun dalam format empat bab untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai apa yang akan penulis uraikan dalam penelitian ini. Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan, maka penulis menyusun sistematika penulisan dalam empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang di dalamnya menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, sistematika penelitian. Bab II berisi tinjauan pustaka yang berisi tinjauan umum tentang anak, tinjauan umum tentang tindak pidana pemerkosaan, tinjauan umum tentang pertimbangan hakim dalam putusan. Hasil Penelitian dan Pembahasan dimuat dalam BAB III yang di dalamnya menguraikan mengenai profil peraturan hukum tentang tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur, penerapan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur, dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. BAB IV berisi penutup yang berisi simpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan saran sebagai tindak lanjut dari simpulan tersebut.