BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling sering

absorbsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura menjadi problem di dunia bahkan di Amerika Serikat sekitar 1,5 juta orang menderita efusi

EMPIEMA. Rita Rogayah Dept. Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB 1 PENDAHULUAN. lapisan, yaitu pleura viseral dan pleura parietal. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

TES DIAGNOSTIK (DIAGNOSTIC TEST)

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri Ginekologi dan poliklinik/bangsal

B A B I P E N D A H U L U A N

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB III EFUSI PLEURA 1. DEFINISI 3,4 (1) Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar ml. a. Hidrotoraks b.

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dilaksanakannya penelitian adalah di bagian bangsal bedah Rumah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kedua pleura pada waktu pernafasan. Penyakit-penyakit yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global, penyebab utama dari kecacatan, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013).

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. jantung, seorang pasien harus memiliki tampilan berupa gejala gagal. gangguan fungsi struktur atau fungsi jantung saat istirahat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pleura visceral yang membungkus paru-paru dan pleura parietal yang

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura Di Ruang Inayah RS PKU Muhamadiyah Gombong.

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Subyek penelitian adalah 48 neonatus dengan hiperbilirubinemia. Jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menjadi penyebab paling umum dari kecacatan fisik maupun mental pada usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Indonesia saat ini juga

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian ini melibatkan 61 orang subyek penelitian yang secara klinis diduga

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48

BAB 4 HASIL PENELITIAN. sedang-berat yang memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian. Rerata umur

AKURASI UJI DIAGNOSTIK RASIO KADAR KOLESTEROL PLEURA/SERUM TRANSUDAT-EKSUDAT DENGAN KRITERIA LIGHT SEBAGAI GOLD STANDARD PADA EFUSI PLEURA TESIS

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia (Misbach, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Pada periode penelitian dijumpai 41 orang penderita stroke iskemik akut

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. sering dengan etiologi yang bermacam-macam mulai dari kardiopulmoner,

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Telah dilakukan penelitian pada 32 pasien stroke iskemik fase akut

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan General Anesthesia (GA), Regional Anesthesia

B A B PENDAHULUAN. terutama di daerah tropik dan subtropik. Insiden infeksi VD yang meliputi

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:

Untuk mendiagnosia klinik DBD pedoman yang dipakai adalah yang disusun WHO :

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

DIAGNOSTIK C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS AKUT SKOR ALVARADO 5-6

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan defisit neurologis yang terjadi sehingga batasan stroke adalah. untuk pasien dan keluarganya (Adibhatla et al., 2008).

I. PENDAHULUAN. Hiperkolesterolemia adalah suatu keadaan dimana kadar kolesterol serum

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

KANKER PARU MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA EFUSI PLEURA DI RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA. Oleh. Agus Suprijono, Chodidjah, Agung Tri Cahyono

Mitos dan Fakta Kolesterol

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan kekurangan gizi telah menurun, tetapi sebaliknya penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru-paru, otot dan sendi.

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Efusi pleura merupakan suatu keadaan yang cukup sering dijumpai. Angka kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta populasi tiap tahun. Di Amerika, dijumpai 1,5 juta kasus efusi pleura setiap tahunnya. 1,2 Sedangkan di Indonesia sendiri, Berdasarkan catatan medik Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang, prevalensi penderita efusi pleura semakin bertambah setiap tahunnya yaitu terdapat 133 penderita pada tahun 2001. 3 Tobing EMS. dalam penelitiannya tahun 2011 mendapati kasus efusi pleura dalam setahun di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik berjumlah 136 dimana laki-laki lebih banyak dari perempuan (65,4% vs 34,6%), sedangkan etiologi tersering adalah tuberkulosis (44,2%) diikuti tumor paru (29,4%). 4 Ada lebih dari 55 penyebab efusi pleura yang telah dicatat. Sedangkan insidensi berdasarkan penyebabnya sendiri bervariasi bergantung dari area demografik serta geografisnya. 1,2 Menilai jenis efusi pleura, apakah transudat atau eksudat merupakan langkah awal yang penting dalam menentukan etiologi efusi pleura itu sendiri. 5,6 Meskipun pemeriksaan klinis dan radiologis dapat memberikan petunjuk tentang etiologi efusi pleura, namun kebanyakan kasus perlu dievaluasi dengan torasentesis. 7 Suatu keadaan efusi pleura yang tidak memungkinkan dilakukan torasentesis adalah jika efusi yang didapati jumlahnya terlalu sedikit untuk

diaspirasi [ketebalannya <10 mm pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) atau pemeriksaan foto toraks lateral dekubitus] atau jika efusi pleura yang disebabkan oleh gagal jantung kongestif (terutama jika efusi bilateral dan mengalami perbaikan dengan diuresis), riwayat pembedahan abdominal dan riwayat post partum. Namun begitupun, torasentesis dapat juga diindikasikan pada keadaankeadaan diatas jika pasien mengalami perburukan. 7 Setelah sampel cairan pleura diambil, maka harus ditentukan apakah cairan tersebut merupakan cairan transudatif (akibat peningkatan tekanan hidrostatis) ataukah eksudatif (akibat peningkatan permeabilitas pleura dan pembuluh darah). Jika ternyata hasilnya adalah transudat, maka kemungkinan penyebabnya relatif lebih sedikit, oleh karenanya tidak perlu dilakukan prosedur diagnostik yang lebih jauh lagi terhadap cairan pleura tersebut. Namun jika hasilnya adalah eksudat, ada banyak kemungkinan penyebab yang mendasarinya sehingga pemeriksaan diagnostik selanjutnya perlu dilakukan. 7 Studi-studi yang mula-mula dilakukan mencoba menguji nilai diagnostik adalah dari berat jenis serta protein dari cairan pleura untuk menentukan jenis efusi eksudatif. 5 Studi berikutnya oleh Light dkk. (1972) melaporkan bahwa cairan pleura eksudatif setidaknya memenuhi salah satu dari kriteria berikut yakni, rasio protein pada cairan pleura dibanding serum > 0,5, rasio laktat dehidrogenase (LDH) cairan pleura dibanding serum > 0,6 dan kadar LDH cairan pleura > 2/3 batas atas LDH serum. 5,8 Parameter ini disebut sebagai kriteria Light et al. Studi ini memperlihatkan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi yakni berturutturut 99% dan 98%. 8 Namun ternyata peneliti lain mendapati kriteria Light hanya

memiliki spesifisitas antara 70-86%. Selain itu peneliti lain juga menemukan bahwa 25% cairan pleura transudat teridentifikasi sebagai cairan eksudat berdasarkan kriteria Light. Hal ini terjadi pada kasus efusi pleura yang disebabkan oleh gagal jantung yang telah mendapat terapi diuretik sebelumnya, dimana ternyata pada keadaan ini kadar protein di cairan pleura dapat meningkat. 8 Valdes L dkk. (1991) dalam penelitiannya mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan kolesterol pleura untuk membedakan eksudat dan transudat yakni berturut-turut sebesar 91% dan 100%, dengan positive predictive value (PPV) 100%. Sedangkan rasio kolesterol pleura dan serum memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 92,5% dan 87,6%. Kedua pemeriksaan diatas memiliki tingat kesalahan yang lebih sedikit dibanding parameter Light. Baik dalam penelitian ini maupun penelitian lainnya menemukan bahwa sensitivitas dan spesifisitas kriteria Light tidak sebaik yang dilaporkan oleh Light dkk. 9 Kolesterol merupakan parameter yang paling terakhir muncul dalam penilaian cairan pleura. Kolesterol cairan pleura kemungkinan berasal dari sel-sel yang mengalami degenerasi serta kebocoran vaskular sebagai akibat peningkatan permeabilitas. Meskipun saat ini belum diketahui dengan pasti bagaimana kolesterol cairan pleura eksudatif bisa meningkat, namun ada dua hal yang saat ini mungkin dapat menjelaskan peristiwa tersebut. Yang pertama, kolesterol disintesa oleh sel-sel pleura itu sendiri yang bertujuan untuk kebutuhan sel tersebut dalam jumlah yang disesuaikan dengan kebutuhan. Keseimbangannya dalam sirkulasi diatur secara dinamis oleh high density lipoprotein (HDL) dan low density lipoprotein (LDL). Kolesterol dalam rongga pleura akan semakin meningkat jika

di dalamnya terjadi degenerasi leukosit dan eritrosit. Yang kedua, kolesterol pleura berasal dari plasma, sehingga jika terjadi peningkatan permeabilitas kapiler pleura pada pasien dengan tipe cairan eksudat, maka kolesterol plasma dapat masuk dapat rongga pleura. 8 Pada tahun 1995, Costa M dkk. melaporkan bahwa pemeriksaan gabungan LDH dan kolesterol cairan pleura memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sama dengan hasil terbaik dari kriteria Light yakni 99% dan 98% (sedangkan dalam penelitian ini didapati bahwa spesifisitas kriteria Light hanya 82% saja). Namun dalam penelitian ini cut off LDH yang digunakan untuk eksudat adalah > 200 IU atau 2/3 batas atas nilai normal LDH serum. Sementara Heffner dkk (1996) melaporkan bahwa cut off LDH > 0,45 dari batas atas nilai LDH serum normal lebih baik berdasarkan kurva receiver operating characteristic (ROC) daripada cut off sebelumnya yakni LDH > 200 IU ataupun LDH > 2/3 (0,6) dari batas atas nilai LDH serum normal. Dalam penelitiannya, Heffner juga melaporkan bahwa dari antara parameter pemeriksaan yang tidak memerlukan pengambilan sampel darah secara bersamaan, sensitivitas protein cairan pleura merupakan yang paling baik (91,5%). Dalam laporan Costa M dkk, disebutkan pula bahwa spesifisitas pemeriksaan kolesterol cairan pleura dalam membedakan transudat dan eksudat adalah sebesar 100%. 5,10 Dalam sebuah meta-analisis, Heffner dkk. (1997) mengidentifikasi bahwa cairan pleura jenis eksudat setidaknya memenuhi 1 dari kriteria dibawah ini : (i) Protein cairan pleura > 2,9 gm/dl (ii) Kolesterol caira pleura > 45 mg/dl (1,16 mmol/l)

(iii) LDH cairan pleura > 2/3 batas atas kadar LDH serum 8 Penelitian oleh Hamal AB dkk. (2012) menemukan bahwa sensitivitas, spesifisitas dan PPV pemeriksaan kolesterol cairan pleura lebih baik dalam membedakan transudat dan eksudat dibandingkan dengan parameter Light yakni berturut-turut 97,7%, 100% dan 100%. Dari penelitian ini didapati pula pemeriksaan LDH pleura memiliki sensitivitas dan negative predictive value (NPV) yang paling tinggi yakni berturut-turut 100% dan 100%. Namun sayang spesifisitasnya hanya 57,8% dengan PPV 84,3%. 8 Dari beberapa penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan akurasi terbaik dalam membedakan cairan efusi pleura ternyata memberikan hasil yang bervariasi dari satu penelitian terhadap yang lain, namun dapat dilihat bahwa dari seluruh parameter yang ada, terdapat 3 parameter yang memiliki keunggulan dalam hal pengambilan sampel dan nilai akurasi yakni : protein, laktat dehidrogenase dan kolesterol. Ketiga parameter ini tidak memerlukan pengambilan sampel darah secara bersamaan dengan pengambilan sampel cairan efusi pleura sehingga lebih efisien. Selain itu, tingkat akurasinya dalam berbagai penelitian juga lebih baik secara signifikan dibanding parameter yang menggunakan rasio cairan pleura dan serum. Menggunakan parameter tunggal dan kombinasi memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing. Parameter tunggal dapat meningkatkan sensitivitas sedangkan parameter kombinasi dapat meningkatkan spesifisitas namun dapat mengurangi sensitivitasnya. Heffner dkk (1996) dalam penelitiannya melaporkan bahwa tes berpasangan baik duplet ataupun triplet dari parameter sekaligus tidak lebih baik daripada parameter

tunggal. Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang mencoba membuat parameter gabungan dalam bentuk dua dari tiga kombinasi hasil pemeriksaan. Cara ini mungkin dapat minimalisasi kekurangan parameter tunggal dan parameter kombinasi tanpa mengurangi keunggulan dari masing-masing metode. 5,8,9,10,11,12 Saat ini, parameter Light masih merupakan standar baku dalam praktek klinis. 13 Bahkan pemeriksaan kolesterol pleura belum lazim dimasukkan dalam pemeriksaan / analisa rutin cairan pleura. Penelitian untuk menguji tingkat sensitivitas dan spesifisitas ketiga parameter (protein, LDH dan kolesterol) cairan pleura baik secara tunggal maupun kombinasi untuk membedakan antara transudat dan eksudat belum banyak dilakukan. Di Indonesia sendiri penelitian seperti ini belum pernah dilakukan. 1.2. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah keakuratan diagnostik dari beberapa parameter yakni protein, LDH dan kolesterol cairan pleura baik dalam bentuk parameter tunggal, kombinasi dua dan tiga parameter sekaligus serta kombinasi dua dari tiga parameter untuk membedakan antara transudat dan eksudat pada cairan efusi pleura? 2. Apakah keakuratan diagnostik kombinasi dua atau lebih dari tiga parameter (protein, LDH dan kolesterol) lebih baik dibandingkan

dengan parameter tunggal ataupun kombinasi dua atau tiga parameter sebagai parameter diagnostik untuk membedakan antara transudat dan eksudat pada cairan efusi pleura? 1.3. Hipotesis keakuratan diagnostik kombinasi dua atau lebih dari tiga parameter (protein, LDH dan kolesterol) lebih baik dibandingkan dengan parameter tunggal ataupun kombinasi dua atau tiga parameter sekaligus sebagai parameter diagnostik untuk membedakan antara transudat dan eksudat pada cairan efusi pleura 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum Membedakan cairan efusi pleura transudat dan eksudat 1.4.2. Tujuan khusus 1. Memperoleh nilai protein, kolesterol dan LDH cairan pleura pada pasien-pasien efusi pleura. 2. Mengevaluasi dan membandingkan keakuratan diagnostik dari beberapa parameter yakni protein, LDH dan kolesterol cairan pleura baik dalam bentuk parameter tunggal, kombinasi dua atau tiga parameter sekaligus serta kombinasi dua atau lebih dari tiga parameter untuk membedakan antara transudat dan eksudat pada cairan efusi

pleura melalui sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value, negative predictive value serta akurasi. 1.5. Manfaat Penelitian Diharapkan dengan mengetahui keakuratan diagnostik kombinasi dua dari tiga parameter (protein, LDH dan kolesterol) maka pemeriksaan ini mungkin dapat dipakai sebagai parameter/metode diagnostik yang lebih akurat, lebih mudah, lebih efisien dan lebih hemat biaya dalam membedakan transudat dan eksudat.