BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah bahkan bukan hanya dalam. merupakan salah satu modal pembangunan yang mempunyai nilai strategis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dengan banyaknya industri rokok tersebut, membuat para produsen

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM PERKARA JUAL BELI TANAH

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

TINJAUAN YURIDIS SURAT KUASA YANG TIDAK DAPAT DICABUT KEMBALI DALAM PRAKTEK PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I P E N D A H U L U A N. pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan laut ini. Tetapi karena

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat secara merata oleh segenap lapisan masyarakat. 1. dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I. mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh. merek, pembeli harus memesan lebih dahulu ( indent ).

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah. tanah, sehingga setiap manusia berhubungan dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi dengan batas-batas tertentu

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan oleh para pelaku bisnis. Berdasarkan kondisi tersebut tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum dan masyarakat, dengan jalan menganalisisnya. Yang

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan hukum ataupun Pemerintah pasti melibatkan soal tanah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.

III. METODE PENELITIAN. empiris sebagai penunjang. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

EVITAWATI KUSUMANINGTYAS C

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, maka manusia mengingkari kodratnya sendiri. Manusia dengan

PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah atau sebidang tanah dalam bahasa latin disebut ager. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria berarti urusan pertanian atau tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah. 1 Tanah menjadi salah satu sumber kehidupan yang sangat penting bagi manusia sebagai sarana untuk mencari penghidupan di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industri. Masalah tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang pasti memerlukan tanah, bahkan tidak hanya dalam kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. Di abad 21 sekarang ini atau di era modern, tanah menjadi hal yang sangat menjanjikan untuk berinvestasi. Jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia sangat terbatas, sedangkan jumlah manusia yang menginginkan tanah semakin bertambah. Sehubungan dengan itu, tanah semakin lama dirasakan smakin sempit, sedangkan permintaan selalu bertambah, sehingga nilai tanah menjadi meningkat tinggi dari tahun ke tahun. Ini menimbulkan berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan tanah, sehingga pemerintah dalam Pasal 5 ayat (1) butir C Ketetapan MPR Nomor IX Tahun 2001, melakukan kebijakan pembaharuan agraria dalam hal: 1 Ismaya Samun, 2011, Pengantar Hukum Agraria, Yogyakarta: Graha Ilmu, hal. 3. 1

2 Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform. Perkembangan selanjutnya, khususnya pada saat sekarang ini kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhannya semakin berkembang, sangat nyata terlihat dalam bentuk-bentuk hubungan hukum dengan cara membuat suatu perjanjian, yang mana dalam perjanjian tersebut sering kali mencantumkan klausula kuasa sesuai dengan apa yang dikehendaki. Pemberian kuasa memang merupakan perbuatan hukum yang paling banyak dijumpai dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan kesibukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga memerlukan orang lain untuk mewakili beberapa urusan yang bisa dikuasakan. Selain itu pemberian kuasa adalah perbuatan yang mendasar sekali dan penting dalam proses hubungan hukum maupun bukan hubungan hukum, dalam hal ini seseorang menghendaki dirinya untuk diwakilkan oleh orang lain untuk menjadi kuasanya, untuk melaksanakan segala sesuatu yang merupakan kepentingan sipemberi kuasa, dalam segala hal, termasuk dalam hubungan-hubungan dengan pihak lain selain kuasanya. Pemberian kuasa diatur dalam Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, atau dalam titel XVI Buku ke III. Dalam Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH-Perdata) disebutkan bahwa :

3 Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan nama seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Dewasa ini, disamping kuasa-kuasa yang lazim dikenal seperti kuasa umum, kuasa khusus, dan lain-lain jenis kuasa, dan ada satu kuasa dalam masyarakat yang dikenal dengan sebutan kuasa mutlak. Sebelumnya perlu diketahui bahwa pemberian kuasa mutlak ini tidak diatur didalam Kitab Undang-Undang Huku Perdata (KUH-Perdata), akan tetapi diakui dalam lalu lintas atau dalam praktek bisnis dimasyarakat yang oleh beberapa putusan hakim dipandang sebagai penemuan hukum. 2 Pemberian kuasa mutlak merupakan suatu perikatan yang muncul dari perjanjian, yang diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang- Unang Hukum Perdata (KUH-Perdata), yang mengakui adanya kebebasan berkontrak, dengan pembatasan bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan harus dilandasi dengan itikad baik. Surat kuasa mutlak merupakan surat kuasa yang tidak dapat lagi dicabut dan tidak akan batal atau berakhir karena alasan-alasan apapun sehingga mengesampingkan atau mengabaikan (waive) Pasal 1813 jo Pasal 1814 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH-Perdata) mengenai berakhirnya pemberian kuasa. Sebagaimana yang dimaksud oleh Intruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai 2 Prayoto, 2009, Aspek Hukum Terhadap Klausul Kuasa Mutlak Dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah, Semarang: Program Studi Magister Kenotariatan, hal. 51.

4 Pemindahan Hak Atas Tanah, Kuasa mutlak pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah adalah Kuasa Mutlak yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum dapat dilakukan oleh pemegang haknya. 3 Tujuan dikeluarkannya Intruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaa Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah adalah : 1. Sebagai pengendalian secara efektif terhadap penggunaan penguasaan dan pemilikan tanah sehingga benar-benar sesuai dengan asas adil dan merata. 2. Sebagai usaha peningkatan penertiban status dan penggunaan tanah. 3. Sebagai pencegahan pemberian kuasa dengan mengadakan pemindahan hak atas tanah secara terselubung dengan menggunakan kuasa mutlak, yang mana merupakan salah satu bentuk perbuatan hukum yang mengganggu usaha penertiban status dan penggunaan tanah. 4 Didasarkan pada uraian diatas tentang pengertian mengenai kuasa mutlak. Maka dapat dikatakan bahwa penerima kuasa mempunyai hak penuh untuk melakukan segala tindakan dan perbuatan terhadap objek yang bersangkutan, sebagaimana yang dapat dilakukan oleh pemberi kuasa sendiri selaku pemilik, sehingga penerima kuasa dalam hal ini seakan-akan bertindak selaku pemilik yang sah dari objek yang bersangkutan. Apabila diperhatikan proses pemberian kuasa mutlak ini dalam pengalihan hak atas tanah, maka 3 Intruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982 4 Ibid

5 dalam prakteknya hal ini dapat merugikan si pemberi kuasa karena banyak diantara penerima kuasa mutlak yang menyalahgunakan kuasa yang diterimanya untuk kepentingan yang berlainan atau untuk kepentingan pribadinya. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membahas dan mengkaji permasalahan tersebut dalam bentuk sebuah skripsi dengan judul : Penerapan Penggunaan Larangan Surat Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka, peneliti merumuskan pokok-pokok masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan penggunaan Surat Kuasa Mutlak dalam praktek? 2. Bagaimana konsekuensi hukum atas penggunaan larangan Surat Kuasa Mutlak dalam pemindahan hak atas tanah? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan penerapan Surat Kuasa Mutlak dalam praktek. 2. Untuk mengetahui konsekuensi hukum atas penggunaan Surat Kuasa Mutlak dalam pemindahan hak atas tanah.

6 D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat member tambahan dan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum khususnya dalam memahami lebih jauh mengenai kuasa mutak dan yang berkaitan dengan Hukum Kenotariatan, Hukum Pertanahan, dan Hukum Perjanjian. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai sumber masukan dan pertimbangan tentang permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi dalam praktek sehubungan dengan pembuatan kuasa mutlak dalam pemindahan hak atas tanah. 3. Secara praktis hasil kajian ini dapat menambah literatur dan bahan bacaan dibidang hukum, sehingga mengurangi kesulitan dalam mendapatkan bahan bacaan yang berhubungan dengan kuasa mutlak. E. Kerangka Pemikiran Leon Duguit menjelaskan mengenai definisi hukum, menurutnya hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dar kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu. 5 5 C.S.T Kansil, 2011, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, hal. 31.

7 Dari definisi tersebut untuk mempertahankan dan menegakkan hukum perdata diperlukan adanya tuntutan hak dari pihak yang dirugikan. Tuntutan hak dalam hal ini tidak lain adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah tindakan menghakimi sendiri. 6 Pemberian kuasa dapat disamakan dengan melakukan perjanjian. Subekti mengatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 7 Salah satu yang menjadi syarat dari perjanjian adalah kesepakatan atau consensus yang merupakan langkah awal dari para pihak yang membuat suatu perjanjian. Menurut ketentuan Pasal 1321 KUH-Perdata menyatakan, tidak ada kata yang sah apabila kata sepakat itu diberikan dengan paksaan atau penipuan. Salah satu tindakan hukum perdata yang dilangaar adalah penyalahgunaan kuasa yang dilakukan oleh si penerima kuasa dari si pemberi kuasa. Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. 8 Kuasa seperti ini biasa disebut dengan Kuasa Mutlak Dalam Intruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982 menjelaskan Kuasa Mutlak hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah 6 Sudikno Mertokusumo, 1998, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hal 2. 7 R. Subekti, 2001, Hukum Perjanjian,PT. Intermasa, Jakarta, hal. 45. 8 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio,1995, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradya Paramita, Jakarta, hal. 475

8 adalah Kuasa Mutlak yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum dapat dilakukan oleh pemegang haknya. Pemberian kuasa mutlak seperti ini dalam prakteknya dapat merugikan pemberi kuasa karena banyak diantara penerima kuasa mutlak ini yang menyalahgunakan kuasa yang diterimanya untuk kepentingan yang berlainan atau untuk kepentingan pribadinya. Oleh karenanya, adanya aturan yang melarang kuasa mutlak ini bertujuan untuk melindungi kepentingan pemberi kuasa.

9 Kuasa Mutlak Kuasa mutlak pemindahan hak atas tanah Manfaat/ Kelebihan : Memudahkan seseorang dalam mengurus pemindahan hak atas tanah. Kekurangan : Sering disalahgunakan yang mengakibatkan timbulnya konflik-konflik. Intruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982 Konsekuensi hukum F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dapat dilihat dari sudut tujuan penelitian hukum ada 2 yaitu penelitian hukum normatif (yuridis empiris) dan penelitian hukum sosiologis. 9 Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penelitian ini dapat dikualifikasikan kedalam jenis penelitian hukum normatif. Metode 9 Soejono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI- Press), hal. 17.

10 hukum normatif adalah metode atau suatu pendekatan yang mengacu pada perturan-peraturan tertulis yang kemudian dilihat bagaimana implementasinya dilapangan. 2. Sumber Data Karena penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, maka sumber data utamanya adalah data sekunder yang berupa bahan hukum, baik berupa bahan hukum primer, sekunder, maupun tertier. Bahan hukum primer terdiri dari berbagai peraturan perundang-undangan seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH-Perdata), Intruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1982, putusan-putusan (Yurisprudensi) dan lain sebagainya. Bahan hukum sekunder merupakan hasil karya dan penelitian dari kalangan hukum seperti buku-buku, disertasi dan hasil penelitian lain. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan atau penjelasan dari bahan hukum primer dan sekunder, contohnya kamus hukum dan ensiklopedia. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan denagn cara sebagai berikut : a. Studi Kepustakaan Berdasarkan metode yang digunakan, maka pengumpulan data ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang bersumber dari : 1) Bahan Hukum Premier, yaitu bahan-bahan yang merupakan peraturan perundang-undangan, yang meliputi : a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH-Perdata)

11 b) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Daar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) c) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah d) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah e) Intruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah. f) Peraturan Perudang-undangan lain yang terkait. g) Putusan (Yurisprudensi) - Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2584/K/Pdt/1986. - Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2817/K/Pdt/1994. - Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1991 K/Pdt/1994. - Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1400 K/Pdt/2001 2) Bahan Hukum Sekunder, merupakan bahan hukum yang memeberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, meliputi : a) Literatur yang sesuai dengan masalah penelitian b) Hasil penelitian yang berupa laporan tertulis

12 c) Makalah dan jenis-jenis tulisan lain yang relevan dengan penelitian 3) Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberi petunjuk dan atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, meliputi : Eksiklopedia, Majalah, Jurnal, serta Surat Kabar. b. Metode Interview (wawancara) Wawancara merupakan studi lapangan yang dilakukan dengan teknik wawancara yang dilakukan terhadap informan yang dipilih secara bebas, agar mendapat informasi yang lebih focus sesuai dengan permasalahan yang diteliti. 4. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 10 Analisis sangat diperlukan untuk memberikan jawaban terhadap suatu permasalah yang diteliti. Data yang diperoleh dalam penelitian ini baik dari studi lapangan maupun dari studi pustaka, pada dasarnya merupakan data tataran yang dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu data yang terkumpul akan dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan terhadap penyelesaian masalah, kemudian 10 Lexy Moleong, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung, hal. 103.

13 ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum ke hal yang bersifat khusus. G. Sistematika Penulisan Agar menghasilkan karya ilmiah yang baik dan untuk mencapai sasaran dan tujuan penelitian, maka penulisan skripsi ini disusun secara sistematis dalam 4 (empat) bab. Adapun bagian-bagian sistematikanya adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Kerangka Pemikiran, dan Sistematika Penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka. Dalam bab ini menguraikan mengenai pengertian dari kata-kata kunci yang berhubungan dengan judul dan rumusan masalah. Penulis membagi menjdi tiga point pokok yaitu, pertama mengenai Tinjauan Umum tentang Perjanjian, kedua Tinjauan Umum Tentang Surat Kuasa, ketiga Tinjauan Tentang Surat Kuasa Mutlak, Tinjauan Umum Tentang Pemindahan Hak Atas Tanah. Bab III Hasil Penelitian Dan Pembahasan. Bab ini menjawab dan membahas permasalahan tentang penggunaan Surat Kuasa Mutlak dalam praktek, dan kosekuensi hukum atas penggunaan larangan Surat Kuasa Mutlak dalam pemindahan hak atas tanah. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai penggunaan kuasa mutlak dalam pemindahan hak atas tanah, dan konsekuensi hukum atas penggunaan surat kuasa mutlak yang memenuhi ketentuan-

14 ketentuan yang terdapat pada Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah. Bab IV Penutup. Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran yang merupakan jawaban dari permasalahan yang menjadi dasar dibuatnya penelitian ini.

15