POKOK BAHASAN I RUANG LINGKUP BUDIDAYA PERAIRAN LAUT

dokumen-dokumen yang mirip
kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

rovinsi alam ngka 2011

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

Tabel. Potensi Areal Budidaya Laut Untuk Komoditas Kerang Mutiara & Abalone, Kerang Darah dan Tiram Serta Teripang Per Kab/kota Se- NTB

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

C. Potensi Sumber Daya Alam & Kemarintiman Indonesia

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. makmur. Untuk mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara material dan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

I PENDAHULUAN Latar Belakang

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup serta perbedaan-perbedaannya. Allah SWT menerangkan. dirasakan, dan dipikirkan oleh manusia. 1

PERIKANAN BUDIDAYA (AKUAKULTUR) Riza Rahman Hakim, S.Pi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

Tinjauan Mata Kuliah. 1 Aquaculture Indonesia Weblog Unggulnya Akuakultur Indonesia (internet artickle, 31 May 2006).

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia dikelilingi garis pantai sepanjang km yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/KEPMEN-KP/2013 TENTANG JEJARING PEMULIAAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

I. PENDAHULUAN. 1 dan Bisnis disektro Kelautan [10 Februari 2009].

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

STATUS PENGELOLAAN BUDI DAYA KOMODITAS IKAN KARANG DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI KEPULAUAN TOGEAN, SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

Sumberdaya perikanan merupakan tumpuan harapan pembangunan. ekonomi, karena kurang dari dua pertiga wilayah Indonesia terdiri dari lautan

PENDAHULUAN. dan km2 Lautan. NTT sebagai salah satu provinsi kepulauan, memiliki potensi yang cukup besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR : 25 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN KUTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna

POTENSI ESTUARIA KABUPATEN PASAMAN BARAT SUMATERA BARAT. Oleh : Eni Kamal dan Suardi ML

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. karena termasuk dalam Zone Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI). Namun

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Asahan secara geografis terletak pada ,2 LU dan ,4

Indonesia mempakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari. dapat pulih seperti minyak bumi dan gas mineral atau bahan tambang lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

Transkripsi:

POKOK BAHASAN I RUANG LINGKUP BUDIDAYA PERAIRAN LAUT A. Pendahuluan Wilayah negara Republik Indonesia terdiri dari sekitar 62% lautan dan 38% daratan dan memiliki lebih dari 17.000 Iebih pulau. Dari luas wilayah tersebut, Indonesia mempunyai panjang pantai sekitar 81.000 Km. Indonesia memiliki potensi budidaya laut yang cukup besar. Berdasar perhitungan sekitar 5 Km dan garis pantai ke arah laut, potensi budidaya laut diperkirakan sekitar 24,53 juta Ha. Potensi tersebut terbentang dari ujung barat bagian Indonesia sampai ke ujung timur Indonesia. Pemanfaatan sumberdaya hayati taut di Indonesia sebagian besar masih dititik beratkan kepada usaha penangkapan ikan dan biota laut Iainnya. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi penangkapan ikan yang ada, maka dirasakan usaha ini semakin meningkat dan intensif. Keadaan tersebut disatu sisi dapat meningkatkan produksi, tetapi di sisi lain akan memberikan tekanan yang lebih berat bahkan akan mengancam kelestarian sumberdaya hayati yang ada. Untuk mengatasi hal tersebut, selain diperlukan suatu usaha-usaha ke arah budidayanya. Usaha ini selain untuk memberikan altematif jalan keluar masalah tersebut, juga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gizi penduduk, perluasan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan nelayan dan petani ikan, dan sekaligus untuk meningkatkan devisa. Sampai saat ini teknologi yang digunakan dalam budidaya laut, masih terbatas pada jaring apaung atau akaramba apung (cage net), sistem rakit dan rakit dasar. Dengan banyaknya teluk-teluk dan daerah laut laut yang bersifat semi tertutup serta pulau-pulau kecil yang dikelilingi oleh mangrove dan terumbu karang, maka teknologi sea ranching dan sea farming perlu segera di introduksir. Berbagai masalah yang dihadapi dalam pengembangan budidaya laut adalah sebagai salah satu cabang usaha baru adalah masih terbatasnya pengetahuan teknis dan ketrampilan nelayan, peraturan yang belum menjamin kelangsungan usaha, dan masih terbatasnya tenaga terampil. Beberapa jenis biota laut yang memungkinkan untuk dibudidayakan antara lain ikan kakap, kerapu, tiram, kerang-kerangan, teripang, abalone serta rumput laut. Potensi Pengembangan Budidaya laut di Indoensia seperti tercantum pada tabel I.1. Universitas Gadjah Mada 1

Tabel I.1. Potensi Pengembangan Budidaya laut di Indonesia. Potensi Areal No. Proponsi Komoditas (Ha) 1. NAD Kerapu, rumput laut, kaekerangan 203.35 2. Sumatera Utara Kakap, Tiram, teripang, Rumput laut 734 3. Sumatera Barat Kerapu bebek, Kerapu macan, Rumput laut, titram mutiara 4. Bengkulu Kakap, Tiram, Rumput laut 203 5. Sumatera Selatan Kakap, Tiram 2.785.300 6. Riau Kakap putih, Rumput laut 1.595 7. Jambi Kakap Putih 30 8. Lampung Kakap, Tiram 596.8 9. DKI Jakarta Rumput laut, Kerang Hijau, Kerapu, Kakap, Beronang, Tiram Mutiara 10. Jawa Barat Kakap, kerapu, Teripang, Rumput Laut 743.7 11. Jawa Tengah Kakap, kerapu, Teripang, Rumput Laut 677.700 12. D.I. Yogyakarta Kakap, kerapu, Teripang 18.8 13. Jawa Timur Kakap, kerapu, Teripang, Rumput Laut, Tiram Mutiara 14. Bali Kakap, Kerapu, Teripamg, Rumput Laut, tiram Mutiara 15. Nusa Tenggara Barat Kerapu, Teripang, Rumput Laut, Mutiara 16. Nusa Tenggara Timur Kakap, kerapu, Tiram, Rumput laut, Mutiara 17. Sulawesi Utara Kakap, kerapu, Teripang, Rumput Laut, Tiram, Mutiara 18. Sulawesi Selatan Kakap, Kerapu, Teripang, Rumput Laut, Tiram, Mutiara 19. Sulawesi Tengah Rumput Laut, Kerang Hijau, Kerang Mutiara, Teripang 20. Sulawesi Tenggara Kakap, kerapu, Tiram, Teripang, Rumput Laut, Mutiara Universitas Gadjah Mada 2 128 26.4 640.5 39.2 152.8 37.5 143.4 600.5 21. Kalimantan Barat Kerapu, Kakap Putih, Lobster, Teripang 15.52 22. Kalimantan Timur Kerapu, kakap, Rumput Laut, teripang, 6.35 18.4 230

lobster 23. Kalimantan Tengah Kakap, Tiram 3.708.500 24. Kalimantan Selatan Kakap, Kerapu, Tiram, kerang, 1.92.505 teripamg, Abalon, Rumput Laut. 25. Maluku Kakap, Kerapu, Tiram, Teripamg, 1.044.100 Rumput Laut, Mutiara 26. Irian jaya Kakap, Kerapu, Tiram, Terpang, 9.938.100 Rumput Lut, Mutiara B. Lingkungan Hidup Pada dasarnya budidaya binatang dan tumbuhan air adalah suatu usaha untuk memelihara binatang dan tumbyhan air dalam lingkungan yang terabtas, dan dibuat sedemikian rupa sehingga tempat yang baru ini, menyerupai dengan habitat asalnya. Di alam masing-masing organisme memerlukan Iingkungan hidup (habitat) tertentu, dan secara garis besarnya dapat dijelaskan seperti pada tabel I.2. Tabel I.2. Habitat Beberapa Jenis Biota Air Laut No Jenis Biota Habitat 1. Kerang hijau Umumnya terdapat apda perairan pantai yang jernih dengan kadar (mytilus viridis) garam yang relative tinggi. Hidup menempel pada benda lain (subtract) dengan bantuan bissusnya. Termasuk binatang pemakan plankton. 2. Kerang bulu, Bersifat kosmopolitan, terdapat diperairan tropis dan sub tropis. kerang darah Hidup pada perairan pantai dengan dasar lumpur atau lumpur (Anadara Sp.) berpasir halus dan biasanya masih dipengaruhi oleh sungai (eustuarine). Mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap perubahan kadar garam yang besar (5-35%) 3. Tiram (Crassostrea sp.) Hidup pada perairan pantai yang jernih dan relative tenang dengan dasar berpasir atau agak keras. Tiram bersifat euryhialin, tahan terhadap perubahan kadar garam tinggi (7-49). 4. Beronang (Siganus sp) Hidup di sekitar perairan karang yang bervegetasi dan relative dangkal. Sering juga terdapat di perairan hutan bakau (mangrove area) atau sekitar pelabuhan. Jenis ikan ini pemakan plankton. 5. Kerapu (Epinephelus sp) Hidup di perairan karang, dangkal, payau, dan perairan pantai yang dipengarui oleh pasang surut. Termasuk ikan buas, Universitas Gadjah Mada 3

makanannya ikan kecil dan invertebrata dasar. 6. Kakap (Lates sp) Hidup diperairan pantai, muara sungai dan teluk-teluk. Sering tertangkap dalam tambak pemeliharan bandeng. Termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan hewan air kecil lainnya. 7. Rumput Laut Hidup di perairan karang yang dangkal dan jernih dan cukup mendapatkan sinar matahari. Rumput laut sebagai thalophyta memerlukan subtract untuk menempel seperti : karang mati, batu karang, sisa rumah siput, dsb. Seperti umumnya kegiatan budidaya ikan di air tawar dan payau, maka dalam menentukan kultivan ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan. Secara umum faktor-faktor tersebut adalah : 1. Karakter biologi Beberapa karakter atau sifat biologi dari kultivan penlu diperhatikan adalah : a. Laju pertumbuhan. Produksi budidaya salah satunya akan ditentukan oleh laju pertumbuhannya. Ikan-ikan atau tumbuhan air yang mempunyai laju pertumbuhan yang cepat, maka akan mempunyai produksi yang Iebih tinggi, pada masa pemeliharaan yang sama. Laju pertumbuhan kultivan akan berpengaruh terhadap lama pemeliharaan. Kultivan dengan laju pertumbuhan yang tinggi diharapkan akan mempunyai masa pemeliharaan yang cepat, untuk mencapai ukuran panen. b. Dapat berkembangbiak secara masal. Dapat tidaknya kultivan dikembangbiakan secara buatan akan berpengaruh terhadap penyediaan benih. Tersedianya benih yang tepat waktu maupun jumlah yang dibutuhkan, mutlak diperlukan dalam budidaya ikan secara intensif. Beberapa kultivan telah dapat dikembangbiakan secara buatan, namun ada beberapa diantaranya terpaksa masih tetap mengandalkan benih dari alam. c. Tahan terhadap penyakit. Kultivan yang peka terhadap penyakit akan menyebabkan teknik budidayanya menjadi Iebih sulit, dan biaya yang dikeluarkan menjadi Iebih mahal. Ketrampilan petani untuk dapat mendeteksi adanya penyakit pada kultivan secara dini masih sangat kurang, disamping itu tanda-tanda adanya serangan penyakit biasanya sulit untuk diketahui. OIeh karena itu, memilih jenis-jenis kultivan yang tahan terhadap penyakit atau memproduksi benih yang tahan terhadap serangan penyakit merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi kematian akibat adanya serangan penyakit. d. Jenis dan kebiasaan makan dapat diketahui. Universitas Gadjah Mada 4

Pakan merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi dan menentukan produksi. OIeh karena itu, jenis pakan dan cara pemberian pakanyang tepat merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untukmemperoleh produksi yang tinggi. 2. Ekologi preferent. Setiap jenis makhluk hidup akan menghendaki suatu Iingkungan hidup yang berbeda, satu dengan yang lain. Kesesuaian antara lingkungan (habitat) dengan jenis kultivannya merupakan modal dasar untuk keberhasilan suatu usaha budidaya. Usaha untuk memanipulasi (merubah) Iingkungan dalam budidaya laut, tidak semudah bila dibandingkan dengan budidaya air tawar maupun payau. Meningkatkan kesuburan perairan dalam budidaya di tambak, akan Iebih mudah dilakukan apabila dibandingkan dengan meningkatkan kesuburan perairan laut. Oleh karena itu, pemilihan lokasi yang cocok dengan kultivan, merupakan Iangkah awal yang harus diiakukanuntuk memperoleh keberhasilan dalam budidaya laut ini. 3. Konsumen preferent. Budidaya perairan laut harus diarahkan pada suatu usaha yang komersial, yang harus dapat mendatangkan keuntungan. Hasil dari usaha ini harus dapat diterima oleh masyarakat (konsumennya), dengan baik. Pemilihan jenis kultivan, selain mempertimbangkan aspek-aspek teknis maka aspek pasar (permintaan konsumen) juga pertu dipertimbangkan. Pasar hasil budidaya laut tidak hanya terbatas pada pasar lokal, tetapi juga pada pasar nasional bahkan beberapa jenis merupakan komoditi untuk pasar internasional. Sebagai contoh ikan kerapu, tiram mutiara mempunyai pangsa pasar yang cukup besar di pasar intemasional. C. Peraturan Perundang - Undangan Pada dasarnya laut adalah milik bersama (common property), dan secara individu tidak ada yang memiliki sebagaimana perairan tambak atau kolam. OIeh karena itu dalam pengelolaannya diperlukan suatu peraturan perundangan yang tersendiri. Pada awal milenium ke-3 ditandai dengan terjadinya perubahan paradigma pembangunan di Indonesia, dari paradigma pembangunan yang bersifat sentralistik ke pendekatan pembangunan yang bersifat desentralistik. Adanya perubahan ini akan membawa perubahan, berupa pendelegasian sebagian kewenangan pemerintah pusat ke daerah atau Iebih banyak dikenal dengan otonomi daerah (otda). Adanya perubahan tersebutakan membawa perubahan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan. Pasal-pasal yang mengatur pengelolaan wilayah laut, dimana disebutkan bahwa pemerintah propinsi memiliki Universitas Gadjah Mada 5

kewenangan untuk mengelola wilayah laut sejauh 12 mil dari pantai. Sedang pemerintah kabupaten atau kota memiliki kewenangan mengelola wllayah Iaut sebatas 4 mil dari pantai. Kewenangan tersebut mencakup pengaturan kegiatan-kegiatan ekplorasi, eksploitasi, konservasi dan dan pengelolaan wilayah Iaut. Otonomi daerah adalah suatu kewenangan untuk mengelola, bukan untuk memiliki, sehingga peraturan yang akan dibuat hendaknya Iebih dapat melindungi nelayan dan petani ikan untuk berusaha secara lestari dan ikut menjaga kelestarian lingkungan. Dalam perkembangannnya peraturan perundangan tentang budidaya laut dimulai dengan adanya Keppres nomor 23 tahun 1982, tentang pengembangan budidaya laut di Indonesia. Dalam keppres ini diatur tentang, ruang Iingkup budidaya laut, tujuan, perijian dan pembinaan. Dari keppres tersebut kemudian dijabarkan Iebih lanjut dengan keputusan Menteri Pertanian nomor 473/KPTS/UM/7/82 tentang petunjuk pelaksanaan pengembangan budidaya laut di perairan Indonesia. Dalam kepmen ini diatur tentang penetapan lokasi, persyaratan teknis, jenis teknologi, petunjuk teknis dan persyaratan perijinan. Dengan adanya perubahan perpolitikan Indonesia, tentunya kewenangan yang ada di dalam Kepmen tersebut akan berubah sesuai dengan kewenangan yang ada sesuai dengan Undangundang otonomi yang ada. D. Kebijakan Pemerintah Dalam Budidaya Laut Secara umum kebijakan pembangunan perikanan pada tahun 1999-2003, dituangkan dalam program PROTEKAN 2003, dan gerbang Mina Bahari 2003. Dalam implementasinya program tersebut dalam budidaya laut, adalah tercapainya nilai eksport sebesar 416 juta US $. Potensi perairan laut yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha budidaya laut diperkirakan mencapai 10 juta Ha, yang terdiri atas potensi budidaya ikan bersirip (finfish) sebesar 3 juta Ha, kerang-kerangan dan mutiara 5 juta Ha, teripang 700.000 Ha dan rumput laut 1,85 juta Ha. Potensi tersebar diseluruh perairan Indonesia. Usaha budidaya yang sudah berkembang dan teknologinya sudah banyak dikuasai adalah untuk komoditi kakap putih, tiram mutiara, kerang-kerangan, teripang, kuda laut dan rumput laut. Sedang beberapa komoditi yang masih terus dikembangkan budidaya maupun teknologinya adalah kerapu, kakap merah, napoleon, kepiting, ikan hias maupun lobster (udang karang). Beberapa kendala dan hambatan yang secara umum banyak dijumpaidalam usaha budidaya laut adalah : 1. Peraturan perundangan yang belum dapat menjamin kelangsungan usaha budidaya laut, dan adanya perubahan kewenangan dan pusat ke daerah-daerah. Universitas Gadjah Mada 6

2. Belum semua wilayah perairan mempunyai rencana tata ruang yang jelas, sehingga dimungkinkan akan banyak timbul masalah dan konflik kepentingan. 3. Standart mutu produksi yang masih sangat beragam, sehingga menghambat dalam pemasaran khususnya pasar untuk pasar luar negeri. 4. Penguasaan teknologi yang masih perlu terus ditingkatkan baik di tingkat petani, maupun para peneliti untuk mendapatkan teknologi yang mantap dan dapat diterapkan oleh pembudidaya ikan. Dari berbagai hambatan dan kendala yang ada, maka strategi dalampengembangan budidaya laut diarahkan pada upaya : 1. Pemantapan ketahanan pangan sumber protein hewani dan ikan. 2. Pemberdayaan ekonomi rakyat khususnya nelayan dan pembudidaya ikan. 3. Peningkatan ekport hasil perikanan. Adapun pendekatan yang ditempuh meliputi: 1. Penerapan perundang-undangan secara konsisten, yang meliputi : a. perijinan b. tata ruang c. rencana pengelolaan lingkungan d. kualitas produk e. kemitraan 2. permodalan 3. pemasaran 4. penerapan dan alih teknologi budidaya laut 5. penyediaan sumber daya manusia 6. pola pengamanan terpadu 7. kelembagaan 8. prasarana 9. peningkatan system monitoring, controlling dan survailance E. Rangkuman Budidaya laut atau marine culture di Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar, sedang tingkat pemanfaatanya masih sangat kecil. Pengembangan budidaya laut di Indonesia terus diarahkan pada komoditas komoditas ekonomis, dan sesuai dengan perwilayahan dan kewenangan daerah masing masing. Usaha budidaya laut diarahkan kepada usaha yang berorientasi bisnis (aquabisnis), sehingga harus berorientasi pada pasar dan komoditas yang paling menguntungkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka pengambangannya harus didukung dengan penguasaan teknologi yang te[at, dan E. Latihan soal soal peraturan perundang undangan yang jelas mengingat laut adalah milik bersama Universitas Gadjah Mada 7 (common property).

1. Apa yang disebut dengan budidaya perairan laut itu dan apa bedanya dengan sea reanching? 2. Apa keuntungannya sosial, ekonomi, dan budaya dalam pengembangn budidaya laut di Indonesia? 3. Sebutkan jenis jenis komoditi yang telah berhasil dibudidayakan dan komoditi apa saja yang masih dalam taraf pengembangan teknologinya. 4. Bagaimana pendapat saudara tentang peraturan perundang undangan tentang budidaya laut dalam kaitannya dengan otonomi daerah. F. Daftar Buku Bacaan 1. Robmin Dahuri, 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia BerbasisKelautan. Orasi ilmiah Guru Besar Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan lautanips, Bogor. 2. Djoko Tribawono, 2002. Hukum Perikanan Indoesia. PT Citra Aditya Bakti,Bandung. 3. Hartati, R., 1999. Rencana Pengembangan Budidaya Laut di Indonesia. Rumusan Hasil Seminar Budidaya Laut di Gedung Bidakara. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta. 4. Anonim, 1982. Petunjuk Teknis Budidaya Last. Direktorat Bina Sumber Hayati Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta. 5. Keppres Nomor 23 Tahun 1982 Tentang Pengembangan Budidaya Laut di Indonesia. 6. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 473/KPTS/UM/7/82 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Budidaya Laut di Perairan Indonesia. 7. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 362/KPTS/RC 401/6/89 tentang Kriteria Jenis Kegiatan di Lingkungan Sektor Pertanian yang wajib Diikuti Dengan PIL dan PEL. 8. Anonim,....Statistik Perikanan Indonesia. Direktur Jenderal Perikanan Jakarta. 9. Hutabarat, J., 1988. Evaluasi Kondisi Blo-Hidrographi Dalam Penentuan Lokasi Budidaya Laut. Universitas Gadjah Mada 8