21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah n-heksana, metanol, H 2 SO 4, NaOH, HCl, alkohol netral 95%, larutan KI jenuh, indikator phenolphtalein (PP), indikator pati 1%, HNO 3, akuades, dan beberapa bahan kimia lainnya. Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini meliputi labu leher tiga (three-necked flask) dan reaktor kapasitas 10 L. Di lain pihak, peralatan yang digunakan untuk analisis adalah gelas ukur, gelas piala, cawan porselen, erlenmeyer, kertas saring, sudip, corong, pipet tetes, pipet volumetrik, magnetic stirrer, rotary evaporator, viskometer Brookfield, centrifuse dan pompa vakum dll. Pada Gambar 7 diperlihatkan desain perlatan utama dalam penelitian ini. Air Keluar Kondensor Termometer Refluks Air Masuk Pendingin Tegak Pengatur Kecepata Magnetic Stirer Water Bath Hot Plate Stirer Gambar 7 Desain peralatan penelitian
22 3.2. Metode Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu penelitian pendahuluan, penelitian utama dan penelitian lanjutan. Rangkaian penelitian secara umum dapat dilihat pada Gambar 8. Karakterisasi SBE Penelitian Pendahuluan Optimasi Proses Produksi Biodiesel Uji Penggunaan Heksana Proses produksi biodiesel skala 10 L SBE Biodiesel Reaktivasi SBE Uji Pemurnian Biodiesel Reactivated SBE Penelitian Utama Biodiesel Gambar 8 Tahapan penelitian produksi biodiesel dari minyak residu dalam tanah pemucat bekas secara in situ 3.2.1. Penelitian Pendahuluan Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah SBE. Karakterisasi bahan baku dilakukan pada tahapan penelitian pendahuluan meliputi penentuan kadar air, kadar lemak, kadar asam lemak bebas dan kadar abu. Metode dan prosedur analisis karakteristik bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.2.2. Penelitian Utama: Proses Produksi Biodiesel Proses produksi biodiesel dibagi menjadi tiga tahapan yaitu (i) Optimasi proses produksi biodiesel dalam skala 1 (satu) L, (iii) Uji penggunaan heksana dalam proses produksi biodiesel dan (iii) Proses produksi biodiesel yang dikerjakan dalam skala yang lebih besar yaitu 10 L.
23 a) Optimasi Proses Produksi Biodiesel Tahapan ini bertujuan untuk mendapatkan hasil perlakuan terbaik (kondisi optimum) pada proses transesterifikasi terhadap rendemen diodiesel. Berdasarkan penelitian sebelumnya minyak residu yang terkandung dalam SBE cenderung memiliki kadar FFA yang tinggi (>2%), sehingga dalam penelitian ini desain produksi biodiesel terdiri dua tahapan yaitu esterifikasi dan transesterifikasi in situ. Esterifikasi in situ dilakukan dengan mereaksikan 100 g tanah pemucat bekas dengan metanol dan katalis H 2 SO 4. Perbandingan variasi metanol/sbe berkisar antara 6:1 (v/b), serta jumlah katalis (H 2 SO 4 ) yang ditambahkan adalah 1.5% (v/b) (Deli, 2011). Proses esterifikasi dilangsungkan selama tiga jam dengan labu reaksi leher tiga dioperasikan dengan kecepatan pengadukan 625 rpm serta suhu reaksi 65 o C. Proses transesterifikasi in situ dilakukan dengan menggunakan katalis NaOH dengan konsentrasi yang divariasikan yaitu 0.5% - 1.5%. Sebelum dimasukkan dalam labu reaksi, NaOH dilarutkan terlebih dahulu dalam 40 ml metanol. Reaksi transesterifikasi dihentikan setelah mencapai waktu yang ditentukan berdasarkan rancangan percobaan, dengan menghentikan proses pemanasan dan pengadukan. Setelah reaksi dihentikan, proses pemisahan antara tanah pemucat dan metanol yang mengandung minyak dapat dilakukan. Pelarut juga dipisahkan dari biodiesel dengan menggunakan rotary evaporator. Hasil penguapan didapatkan crude bidoiesel yang bercampur dengan gliserol. Biodiesel yang didapat dimurnikan dengan cara dibandingkan antara penggunaan bentonit baru dan bentonit yang direaktivasi ulang. Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan sisa gliserol dan mengendapkan bentonit dan sisa katalis dan aktivasi adsorben lebih lanjut dijabarkan pada bagian penelitian lanjutan di bab ini. Rendemen biodiesel dihitung berdasarkan persamaan berikut: Rendemen Biodiesel m1 ( g) m ( g) 2 x 100% m 1 = Bobot biodiesel setelah pencucian dan pengeringan m 2 = Bobot minyak dalam bahan
24 Di lain pihak, karakterisasi biodiesel yang dihasilkan meliputi rendemen, viskositas, densitas, bilangan asam, dan bilangan penyabunan (Lampiran 2). Pada Gambar 9 diperlihatan tahapan proses produk biodiesel dari minyak residu dalam SBE. Gambar 9 Diagram alir tahapan produksi biodiesel. Sumber: Deli (2011)
25 b) Uji Penggunaan n-heksan dalam Proses Produksi Biodiesel Heksan merupakan tergolong pelarut non polar yang sering digunakan dalam ekstrasksi minyak. Uji penggunaan heksan dilakukan untuk mengetahui pengaruh peningkatan rendemen ekstrasi minyak dalam SBE. Kondisi operasi proses dilakukan berdasarkan hasil terbaik berdasarkan hasil optimasi pada tahap pertama, serta dengan memvariasikan jumlah penambahan heksan terhadap metanol yaitu 0-1 (%). c) Proses Produksi Biodiesel dalam Reaktor Skala 10 Liter Hasil optimasi dan uji pengguaan heksan pada tahapan sebelumnya menjadi dasar proses produksi biodiesel yang dikerjakan pada reaktor skala 10 L, yang dilengkapi dengan pemanas listrik, pengatur suhu, pengaduk dan pendingin tegak. Proses esterifikasi in situ dilakukan sebagaimana kondisi proses pada skala 1 (satu) liter namun dengan jumlah SBE yang lebih besar yakni 1.000 g serta metanol 6 L. Faktor konsentrasi katalis dan lama reaksi pada proses transesterifikasi dilakukan berdasarkan hasil optimasi pada tahapan sebelumnya. 3.2.3. Penelitian Lanjutan Penelitian lanjutan bertujuan untuk memanfaatkan SBE yang masih tersisa dari proses produksi biodiesel yang mencakup beberapa tahapan yaitu sebagaimana berikut: a) Reaktivasi Spent Bleaching Earth Hasil Proses Produksi Biodiesel Tahapan ini bertujuan untuk memanfaatkan tanah pemucat bekas yang tersisa dari hasil proses produksi biodiesel sebagai adsorben dalam proses pemurnian biodiesel. Reaktivasi adsorben dilakukan dengan metode asam, yaitu dengan menggunakan HCl 16%. Aktivasi diatas dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa lain yang tidak mempunyai sifat penyerap. Proses reaktivasi dilakukan dengan mencampurkan 200 g tanah pemucat bekas ke dalam 400 ml larutan HCl 16% pada suhu 80 o C dengan kecepatan konstan selama 3 (tiga) jam. Tahapan selanjutnya adalah memishkan HCl dari adsorben dan dilakukan pencucian dengan aquades sampai ph 3,5-4,0.
26 Adsorben yang telah terkena air, harus dikeringkan untuk menghilangkan sisa air yang menempel. Tahapan proses pemurnian biodiesel tersebut dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 Diagram alir reaktivasi spent bleaching earth b) Pemurnian Biodiesel dengan Menggunakan SBE Hasil Reaktivasi Pemurnian biodiesel hasil optimasi dilakukan secara kering (dry washing) yakni menggunakan adsorben. Dalam penelitian ini digunakan adsorben dari bentonit sisa hasil produksi biodiesel yang telah direaktivasi (reactivated bleaching earth (RBE) dan digunakan fresh bleaching earth (FBE) sebagai pembanding. Proses pemurnian dilakukan dengan
27 mencampurkan biodiesel dengan 3% bentonit teraktivasi, serta dilakukan pengadukan selama 20 menit. Tahapan pemurnian selanjutnya adalah sentrifugasi yang bertujuan untuk memisahkan bentonit dan biodiesel. 3.3. Rancangan Percobaan Optimasi dilakukan dengan rancangan komposit terpusat pada tahapan proses transesterifikasi dengan dua faktor yaitu konsentrasi katalis dan lama waktu proses. Rancangan percobaan optimasi produksi biodiesel berbasis SBE menggunakan metode respon (respon surface method). Faktor yang dianalisis meliputi hal-hal berikut: a) Konsentrasi katalis dengan rentang 0.5 % 1.5 % (b/b) b) Waktu reaksi dengan variasi 60, 90 dan 120 (menit) Percobaan diatas dilakukan dengan basis 100 gr Spent Bleaching Earth. Desain rancangan percobaan disajikan pada Tabel 6. Untuk level -1 dan +1, penelitian dilakukan sebanyak 2 ulangan, sedangkan untuk level central (0) penelitian dilakukan sebanyak 5 ulangan. Tabel 6 Central Composite Design (CCD) penelitian Faktor Level - α -1 0 1 α Konsentrasi Katalis 0.08 0.5 1.5 2.5 2.91 Waktu 47.57 60 90 120 132.43 Respon utama (parameter) yang diamati adalah rendemen biodiesel. Model rancangan percobaan faktorial yang digunakan untuk mengetahui pengaruh dari kedua faktor terhadap respon yang diinginkan adalah sebagai berikut: Y = a 0 + a 1 X 1 + a 2 X 2 + a 3 X 1 2 +a 4 X 2 2 + a 5 X 1 X 2
28 Y = Rendemen (Yield) biodiesel (%) ao, a 2,... a 5 = Koefisien regresi X 1 X 2 X 1 X 2 X 1 2 = Pengaruh linier pengaruh faktor konsentrasi katalis = Pengaruh linier faktor waktu = Pengaruh linier interaksi faktor konsentrasi katalis dan waktu. = Pengaruh kuadratik pengaruh faktor konsentrasi katalis Kecocokan model ordo dua CCD banyak digunakan, dimana secara umum CCD mempunyai faktorial 2 k dengan banyak data (n r ), sumbu (2k), dan pusat (n c ). CCD sangat efisien untuk kecocokan model ordo dua. Dua parameter dalam spesifik design adalah jarak sumbu α yang dijalankan dari pusat disain dan jumlah titik pusat nc (Montgomery 2001). Di lain pihak, data mutu biodiesel yang dihasilkan dari penelitian juga dianalisis dengan menggunakan persamaan polinomial orde satu sebagai berikut (Montgomery 2001): Y = β 0 + β 1 x 1 + β 2 x 2 dimana Y adalah respon (viskositas kinematik, densitas, bilangan asam dan bilangan penyabunan); x 1 dan x 2 adalah coded variable dari konsentrasi katalis dan waktu reaksi; dan β 0, β 1 dan β 2 masing-masing adalah konstanta titik potong dan koefisien linier untuk x 1 dan x 2. Analisis regresi dan analisis keragaman (ANOVA α = 0.05) dilakukan dengan menggunakan bantuan Software Design Expert software dan Minitab 14. 3.4. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari Agustus 2012 di laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.