BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau aktifitas (Herijulianti, Indriani, Artini, 2001).

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tempat tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh untuk peregangan atau belajar

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG MOBILISASI DINI DENGAN TINDAKAN MOBILISASI DINI PADA IBU NIFAS 1 HARI POST SECTIO CAESAREA

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian ibu mulai dari masa kehamilan, persalinan dan nifas. Pada saat ini

Dr.SARMA LUMBANRAJA, Sp.OG (K) ESDH F M SU

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dengan penutupan dan penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2011). dibagian perut mana saja (Dorland, 1994 dalam Surono, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio sesarea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut:

PERSALINAN NORMAL ( KALA IV )

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin. By. Ulfatul Latifah, SKM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

caesar (seksio sesarea) dengan segala pertimbangan dan risikonya (Manuaba, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. panggul atau ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibagian bawah kavum

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu

HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PADA IBU POST SECTIO CAESARIA. Endang Rudjianti, Khomsiami Abdillah Akademi Kebidanan YAPPI Sragen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya 80-90% kehamilan akan berlangsung normal dan

BAB I PENDAHULUAN. sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. Section Caesarea

BAB I PENDAHULUAN. melihat derajat kesehatan perempuan. Salah satu target yang ditentukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Partus/ persalinan menurut cara persalinan : bayi pada LBK dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan juga dengan ketidak adanya kegawat daruratan (Kasdu, 2005, hal.2).

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Secara operasional,

BAB I PENDAHULUAN. meliputi sebagai berikut : bayi terlalu besar, kelainan letak janin, ancaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. luar biasa. Persalinan biasa disebut juga persalinan spontan adalah Bila bayi lahir

BAB I PENDAHULUAN. letak insisi. Antara lain seksio sesaria servikal (insisi pada segmen bawah), seksio

BAB I PENDAHULUAN. caesarea yaitu bayi yang dikeluarkan lewat pembedahan perut (Kasdu, 2003)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

PROFIL UMUR DAN PEKERJAAN IBU BERSALIN SECTIO CAESAREA YANG MEMPUNYAI RIWAYAT SECTIO CAESAREA

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan

PENGARUH STATIK KONTRAKSI TERHADAP KECEPATAN KEMBALINYA PERISTALTIK USUS PADA PASIEN POST SECTIO CAESAREA (SC)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terjadi yaitu perdarahan, infeksi dan pre eklampsia ( Saifuddin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. patologis kadang membutuhkan tindakan pembedahan (sectio caesarea).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan

Kata kunci: mobilisasi dini, penyembuhan luka operasi, sectio caesarea(sc)

PERBEDAAN PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI BERDASARKAN JENIS PERSALINAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS DAN POST SECTIO CAESAREA

Deteksi Dini Kehamilan, Komplikasi Dan Penyakit Masa Kehamilan, Persalinan Dan Masa Nifas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan

MOBILISASI DINI TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PADA IBU POST SECTIO CAESAREA DI RUANG NIFAS RSUD DOKTER SOEDARSO PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sectio Caesarea (SC) terus meningkat di seluruh dunia, khususnya di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

dari dalam maupun dari luar dirinya sendiri. Sedangkan respon psikologis adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba, 2010). waktu (yaitu 12 hari atau lebih melewati tanggal taksiran partus) dan ketuban

BAB 1 PENDAHULUAN. uterus ketika usia kehamilan melebihi 28 minggu (Saxena, 2010). Angka kejadian

HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU POSTPARTUM DI BLUD RS H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN

PERSALINAN KALA I. 1. kala 1 persalinan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate) dan angka. kematian bayi (Neonatal Mortality Rate). (Syaiffudin, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea

Indah Julianti 1, Siska Delvia 2 Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari 24 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun bagi janin (Prawirohardjo,

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

Distosia Karena Kelainan Tenaga (His)

ID Soal. Pertanyaan soal Menurut anda KPSW terjadi bila :

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. lahir sejak lama telah menjadi masalah, khususnya di negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia lebih dari ibu meninggal setiap tahun saat hamil atau bersalin. Di

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar. R, 2002). dengan jalan pembedahan atau sectio caesarea meskipun bisa melahirkan

1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persalinan sectio caesaria adalah proses melahirkan janin melalui insisi pada

1. ATONIA UTERI. A. Pengertian

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan adalah suatu proses mendorong keluar hasil konsepsi (janin, plasenta dan

KARAKTERISTIK YANG MEMPENGARUHI MOBILISASI DINI PADA IBU NIFAS POST SECTIO CAESAREA (Di Ruang Merpati RSUD Dr. Soetomo Surabaya )

Infeksi luka akibat sectio caesaria berbeda dengan luka persalinan normal.

Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea. Fitri Yuliana, SST

BAB 1 PENDAHULUAN. ke dunia luar. Beberapa kasus seperti plasenta previa, preeklamsia, gawat janin,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia angka kematian maternal di Indonesia mengalami. kehamilan atau persalinan (Sujudi, , http:

BAB I PENDAHULUAN. target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millennium (MDG s)

: LAUREN LITANI NIM : SEMESTER : 1

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST SECTIO CAESARIA AKIBAT PLASENTA PREVIA TOTALIS DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkedudukan di masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, hlm. 215).

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mobilisasi Dini 1. Pengertian Mobilisasi Dini Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat tidur dengan melatih bagian bagian tubuh untuk melakukan peregangan atau belajar berjalan (Soelaiman, 2000). Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan. Menurut Carpenito (2000), mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dari Kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam. 2. Konsep mobilisasi

Mula mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan pengembalian secara berangsur angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi (Ancheta, 2005) 3. Rentang Gerak dalam mobilisasi Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu : a. Rentang gerak pasif Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. b. Rentang gerak aktif Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya. c. Rentang gerak fungsional berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan (Carpenito, 2000). 4. Manfaat mobilisasi Manfaat mobilisasi bagi ibu pasca seksio sesarea adalah : a. Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. Dengan bergerak, otot otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan. Faal usus dan kandung kencing lebih baik.

Dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kembali normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula. b. Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu merawat anaknya. Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih misalnya kontraksi uterus, dengan demikian ibu akan cepat merasa sehat dan bisa merawat anaknya dengan cepat. c. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan. 5. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi a. Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh. b. Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka. c. Involusi uterus yang tidak baik, Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus. 6. Tahap-tahap Mobilisasi Dini

Mobilisasi dini dilakukan secara bertahap berikut ini akan dijelaskan tahap mobilisasi dini pada ibu pasca seksio sesarea : a. Setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu pasca seksio sesarea harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki. b. Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan mencegah trombosis dan trombo emboli. c. Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk. d. Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan (Kasdu, 2003). 7. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini a. Faktor fisiologis 1) Demam puerperalis didefinisikan sebagai peningkatan suhu mencapai 38,5 o C pasca bedah. Demam pasca bedah hanya merupakan sebuah gejala bukan sebuah diagnosis, yang menandakan adanya suatu komplikasi serius (Cunningham dkk, 2005). 2) Perdarahan masa nifas pasca seksio sesarea didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 1000 ml. Dalam hal ini perdarahan terjadi akibat kegagalan mencapai hemoestasis di tempat insisi uterus maupun pada placental bed akibat atonia uteri. Atonia uteri merupakan sebagian besar penyebab terjadinya perdarahan pasca bedah. Ada beberapa keadaan yang menjadi predisposisi terjadinya atoni uteri, yaitu distensi

dinding rahim yang berlebihan (kehamilan ganda, polihidramnion atau makrosomia janin), pemanjangan masa persalinan dan grandemultiparitas. 3) Keberadaan nyeri Nyeri merupakan sensasi yang rumit, universal dan bersifat individual. Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya. a) Pengukuran intensitas nyeri Menurut Perry dan Potter (1993), nyeri tidak dapat diukur secara objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah. Namun tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya. Kadangkadang hanya bisa mengkaji nyeri dengan berpatokan pada ucapan dan prilaku klien. Klien kadang-kadang diminta untuk menggambarkan nyeri yang dialaminya tersebut sebagai nyeri ringan, nyeri sedang, atau berat. Bagaimanapun makna dari istilah tersebut berbeda. Tipe nyeri tersebut berbeda pada setiap waktu. Gambaran skala nyeri merupakan makna yang lebih objektif yang dapat diukur. Gambaran skala nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dapat mengevaluasi perubahan kondisi klien. Ada tiga cara mengkaji intensitas nyeri yang biasa digunakan antara lain : 1) skala intensitas nyeri deskriptif

2) Skala identitas nyeri numerik 3) Skala analog visual 4) Skala nyeri menurut bourbanis Intensitas nyeri mengacu kepada kehebatan nyeri itu sendiri, untuk menentukan derajat nyeri, dapat menanyakan klien tentang nyeri yang dirasakan dengan menggunakan skala numerik 0-10 atau skala yang serupa lainnya yang membantu menerangkan bagaimana intensitas nyerinya. Cara mengkaji nyeri yang digunakan adalah 0-10

angka skala intensitas nyeri. Intensitas nyeri dibedakan menjadi empat dengan menggunakan skala numerik yaitu : 0 : Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat terkontrol: secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi 10 : Nyeri sangat berat tidak terkontrol : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul. b. Faktor Emosional Yang mempengaruhi mobilisasi adalah cemas (ansietas) Ansietas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan (Asmadi, 2008) 1) Tingkat Kecemasan Peplau membagi tingkat kecemasan ada empat (Stuart, 2001) yaitu : a) Kecemasan ringan yang berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari. Kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. b) Kecemasan sedang yang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian individu mengalami tindak perhatian yang selektif namun dapat brfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya. c) Kecemasan berat yang sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain. d) Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup diorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, pesepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian. Gejala-gejala tersebut dapat dilihat pada tabel berikut : Tingkat Tanda Fisik Intelektual Sosail dan

Kecemasan Minimal (mendekati 0) Tekanan darah, nadi, respirasi dalam batas normal. Pupil kontraksi, otot relaksasi sedikit atau tidak ada tahanan pada gerakan pasif. Aktifitas kognitif minimal, sikap mengabaikan stimulus dari lingkungan, tidak berusaha aktif terhadap proses informasi, kesadaran tidak berubah. Emosional Tidak ada interaksi sosial, tidak ada usaha menghadapi stimulus dari lingkungan, aktifitas emosional minimal, mengabaikan situasi, merasa kuat dan merasa puas Kecemasan Ringan (+1) Kecemasan Sedang (+2) Rangsangan sistem simpatik pada tingkat rendah, ketengan otot skeletal mulai ringan sampai moderat, tubuh relaksasi, pergerakan lambat dan mempunyai arti. Kontak mata dipertahankan, suara tenang dan intonasi baik. Sistem saraf simpatis aktif : Tekanan darah meningkat, denyut jantung meningkat, pernafasan meningkat, Sistem saraf simpatis aktif : tekanan darah meningkat, pernafasan meningkat, pupil dilatasi. Peningkatan tegangan otot bersamaan dengan penekanan penginderaan, dan gerakan tidak menentu. Suara menunjukkan kesan perhatian dan ketertarikan masalah yang terjadi. Kecepatan bicara meningkat, nada suara meningkat, kewaspadaan Lapangan perseptual terbuka, mampu merubah fokus perhatian, sadar akan lingkungan luar, berfikir positif pada dirinya, perhatian rendah terhadap sesuatu yang tak terduga atau hal yang negatif. Persepsi sempit, fokus perhatian khusus pada stimulus eksternal atau internal. Berusaha menyadari proses informasi. Pikiran terpusat pada diri sendiri, pikiran tentang kemampuan diri sendiri, berusaha mendapatkan sumber-sumber penting untuk pemecahan masalah. Hasil positif pemecahan masalah belum tentu dicapai. Tingkah laku spontan. Perasaan positif dan nyaman, percaya diri dan puas. Aktifitas menyendiri. Meningkatkan kemampuan dalam belajar menganalisa masalah, pengaturan kognitif dan gerakan, Meningkatkan kemampuan dalam belajar menganalisa masalah, pengaturan kognitif dan gerakan, merasa ada tantangan dalam menyelesaikan dilema/masalah. Rasa percaya diselingi rasa takut. Harga diri rendah dan kemungkinan tidak mampu. Perilaku lari (fligh) dari masalah dimanifestasikan dengan menarik diri,

Berat (+3) meningkat. Respon berjuang atau lari dari masalah. Sistem saraf simpatis dihambat secara umum. Rangsangan pada medulla adrenal ditandai dengan peningkatan katekolamin, denyut jantung cepat, palpitasi, glukosa darah meningkat, aliran darah ke sistem pencernaan menurun, aliran darah ke otot rangka meningkat, penegangan otot berlebihan, kaku, hiperventilasi, reaksi fisik meningkat, agitasi, gerakan tidak menentu, meremas tangan, resah, gemetar, terpaku (tidak bergerak). Nafsu makan hilang, mual. Efek verbal : gagap, cepat, nada suara meningkat, berbicara putus-putus, raguragu. Ekspresi wajah : Kontak mata sedikit, gerakan mata rata/manatap, menggeretakkan gigi, rahang kaku. Kapasitas persepsi sangat sempit, perhatian yang berlebihan pada satu stimulus, penyelesaian masalah tidak efektif/sulit, tidak perduli pada ancaman, mengingkari masalah, disorientasi waktu dan tempat. Kemungkinan berfikir secara negatif, aktualisasi diri rendah. mengingkari dan depresi. Ancaman pada diri meningkat, mengalami disosiasi. c. Faktor perkembangan Faktor yang mempengaruhi adalah umur dan paritas (Potter, 2006 : 9).

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita dan umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. B. Seksio Sesarea 1. Pengertian Seksio sesarea adalah Suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (Sarwono, 2002 : 536). Seksio sesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi media, kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran umum (Dewi, 2007). 2. Istilah Seksio sesarea a. Seksio sesarea primer Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesaria, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit. b. Seksio sesarea sekunder Dalam hal ini kita bersikap menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus gagal, baru dilakukan seksio sesaria.

c. Seksio sesarea ulang Ibu pada kehamilan yang lalu menggalami seksio sesaria dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesaria ulang. d. Seksio sesrea histerektomi Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio sesaria, langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi. e. Operasi poro Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri(janin sudah mati) dan lngsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat (Mochtar 2000) 3. Indikasi a. Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu persalinan, yaitu passage (jalan lahir), passenger (janin), power (kekuatan ibu), psikologi ibu dan penolong. Apabila terdapat gangguan pada salah satu faktor tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan lancar bahkan dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin jika keadaan tersebut berlanjut (Manuaba, 1999). b. Seksio sesarea dilakukan bila diyakini bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu, atau bahkan keduanya, atau bila persalinan pervaginam tidak mungkin dapat dilakukan dengan aman. Berdasarkan laporan mengenai indikasi terbanyak di negara-negara maju seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.1 di Norwegia diperoleh hasil bahwa indikasi terbanyak untuk seksio sesarea adalah distosia 3,6% diikuti oleh presentasi bokong

2,1%, gawat janin 2,0%, riwayat seksio sesarea sebelumnya 1,4% dan lain-lain 3,7% dari 12,8% kasus seksio sesarea yang terjadi (Cunningham dkk, 2005). c. Di Skotlandia diperoleh bahwa distosia sebagai indikasi seksio sesarea terbanyak yaitu 4,0% sedangkan riwayat seksio sesarea sebelumnya 3,1%, gawat janin 2,4%, presentasi bokong 2,0% dan lain-lain 2,7% dalam 14,2% kasus seksio sesarea. Riwayat seksio sesarea sebelumnya merupakan indikasi terbanyak dari 10,7% kasus seksio sesarea yang terjadi di Swedia yaitu 3,1% diikuti oleh distosia dan presentasi bokong yang masing-masing berkisar 1,8% sedangkan gawat janin hanya 1,6% dan lain-lain 2,4%. Di USA, riwayat seksio sesarea sebelumnya merupakan indikasi terbanyak dari 23,6% kasus seksio sesarea yang terjadi yaitu 8,5%, dan distosia berperan dalam 7,1%, presentasi bokong 2,6%, gawat janin 2,2% dan lain-lain 3,2% (Cunningham dkk, 2005). d. Macam-macam indikasi dilakukannya seksio sesarea 1) Placenta previa sentralis dan lateralis 2) Panggul sempit 3) Disproporsi sefalo pelvic 4) Rupture uteri mengancam 5) Partus lama 6) Partus tak maju 7) Distosia serviks 8) Pre eklampsi dan Hipertensi 9) Malprsentasi janin 10) Gamelli

4. Jenis-jenis operasi seksio sesaria Ada beberapa jenis seksio sesarea, yaitu: a. Seksio sesarea transperitoneal profunda merupakan suatu pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen bawah uterus (Prawiroharjo, 2002). Hampir 99% dari seluruh kasus seksio sesarea dalam praktek kedokteran dilakukan dengan menggunakan teknik ini karena memiliki beberapa keunggulan seperti kesembuhan lebih baik dan tidak banyak menimbulkan perlekatan. Adapun kerugiannya adalah terdapat kesulitan dalam mengeluarkan janin sehingga memungkinkan terjadinya perluasan luka insisi dan dapat menimbulkan perdarahan (Manuaba, 1999). b. Seksio sesarea klasik, yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri. Pembedahan ini dilakukan bila segmen bawah rahim tidak dapat dicapai dengan aman (misalnya karena perlekatan yang erat pada vesika urinaria akibat pembedahan sebelumnya atau terdapat mioma pada segmen bawah uterus atau karsinoma serviks invasif), bayi besar dengan kelainan letak terutama jika selaput ketuban sudah pecah (Charles, 2005). Teknik ini juga memiliki beberapa kerugian yaitu, kesembuhan luka insisi relatif sulit, kemungkinan terjadinya ruptur uteri pada kehamilan berikutnya dan kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding abdomen lebih besar. c. Seksio sasarea yang disertai histerektomi, yaitu pengangkatan uterus setelah seksio sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, pada uterus miomatousus yang besar dan atau banyak, atau pada ruptur uteri yang tidak dapat diatasi dengan jahitan. d. Seksio sesarea vaginal, yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke dalam rongga uterus. Jenis seksio ini tidak lagi digunakan dalam praktek obstetri.

e. Seksio sesarea ekstraperitoneal, yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah. 5. Komplikasi a. Infeksi puerperal (nifas) 1) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja 2) Sedang : dengan kenaikan suhu tubuh yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perlu sedikit kembung 3) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama b. Perdarahan, disebabkan karena: 1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka 2) Atonia uteri 3) Perdarahan pada placental bed c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi d. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan sekarang. 6. Anestesia Pada seksio sesarea

Ada beberapa anestesi atau penghilang rasa sakit yang bisa dipilih untuk operasi caesar, baik spinal maupun general. Pada anestesi spinal atau epidural yang lebih umum digunakan, sang ibu tetap sadar kala operasi. Anestesi general bekerja secara jau lebih cepat, dan mungkin diberikan jika diperlukan proses persalinan yang cepat (Gallagher, C.M, 2004, hlm 20 ). a. Anestesi general Anestesi general biasanya diberikan jika anestesi spinal atau epidural tidak mungkin diberikan, baik karena alasan tekis maupun karena dianggap tidak aman. Pada prosedur pemberian anestesi ini akan menghirup oksigen melalui masker wajah selama tiga sampai empat menit sebelum obat diberikan melalui penetesan intravena. Dalam waktu 20 sampai 30 detik, maka pasien akan terlelap. Saat pasien tidak sadar, akan disisipkan sebuah selang ke dalam tenggorokkan pasien untuk membantu pasien bernafas dan mencegah muntah. Jika digunakan anestesi total, pasien akan dimonitor secara konstan oleh seorang ahli anestesi. Dan biasanya pasangan tidak boleh mendampingi pasien kala persalinan dengan anestesi general. b.anestesi spinal Dalam operasi caesar elektif, pasien diberi penawaran untuk menggunakan spinal anestesi. Kedua pilihan itu dapat membuat pertengahan ke bawah tubuh pasien mati rasa, tetapi pasien akan tetap terjaga dan menyadari apa yang sedang terjadi. Hal ini berarti pasien bisa merasakan kelahiran bayi tanpa merasakan