BAB II MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DAN HASIL BELAJAR A. Model Pembelajaran Novick Model Pembelajaran Novick merupakan salah satu model pembelajaran yang merujuk pandangan konstruktivisme. Gagasan utama dari model ini adalah proses dari perubahan konseptual dari pengetahuan awal siswa pada proses pembelajaran. Proses perubahan konseptual ini terjadi melalui akomodasi kognitif. Untuk menciptakan proses akomodasi kognitif tersebut, Novick (Natsir, 1997) mengusulkan tiga fase pembelajaran sebagai berikut : 1. Fase pertama, Exposing alternative framework (mengungkap konsepsi awal siswa). 2. Fase kedua, Creating conceptual conflict (menciptakan konflik konseptual). 3. Fase ketiga, Encouraging cognitive accommodation (mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif). Tiap-tiap fase dengan jelas menginstruksikan apa yang harus dilakukan, baik yang dilakukan oleh guru maupun yang dilakukan siswa ketika pembelajaran berlangsung. Untuk lebih jelas dalam memahami fase-fase pembelajaran yang dikemukakan Novick, dapat dilihat pada poin-poin di bawah sebagai berikut : 11
12 1. Fase Exposing alternative framework (mengungkap konsepsi awal siswa) Konsepsi awal dalam pembelajaran terutama dalam pembelajaran fisika merupakan hal yang sangat penting karena membantu siswa dalam proses pembelajaran selanjutnya. Konsepsi awal siswa yaitu cara menerima atau mengemukakan sebuah pendapat yang bersifat subyektif. Konsepsi awal siswa dapat dibagi menjadi dua yaitu konsepsi awal yang bersifat ilmiah dan konsepsi awal yang bersifat tidak ilmiah. Tujuan dari mengungkap konsepsi awal siswa adalah supaya terjadi perubahan konseptual dimana konsepsi yang bersifat tidak ilmiah dapat berubah menjadi ilmiah. Untuk mengungkap konsepsi awal siswa dalam pembelajaran dapat dilakukan kegiatan berikut yaitu menghadirkan suatu peristiwa lalu meminta siswa mendeskripsikan konsepsi awalnya. Sedangkan untuk mengevaluasi konsepsi awal dilakukan pada saat refleksi setelah fase ketiga dilakukan. Untuk lebih jelasnya langkah-langkah dalam pembelajaran untuk mengungkap konsepsi awal siswa, dapat dilihat pada poin-poin berikut dibawah ini : a. Menghadirkan suatu peristiwa Menghadirkan peristiwa fisika dalam pembelajaran dapat berupa model atau kejadian sebenarnya. Selanjutnya siswa diminta pendapatnya untuk menelaah peristiwa tersebut. Proses menelaah adalah keadaan dimana para siswa menggunakan konsepsi yang telah ada dalam pemikirannya untuk menjelaskan peristiwa yang disajikan. Keadaan yang terjadi adalah peristiwa tersebut pernah diketahui oleh siswa atau siswa belum pernah tahu keadaan yang disajikan.
13 Pada keadaan dimana siswa tidak tahu keadaan tersebut, guru dapat meminta siswa meramalkan apa yang terjadi dengan peristiwa yang disajikan dan meminta penjelasan hal yang mendasari ramalan para siswa. Sedangkan apabila siswa mengetahui peristiwa tersebut, guru hanya meminta siswa menjelaskan tentang peristiwa yang disajikan. b. Meminta siswa mendeskripsikan konsepsi awal Guru dapat meminta siswa mendeskripsikan pendapatnya melalui berbagai cara dan berbagai aktivitas. Cara-caranya antara lain siswa dapat menuliskan uraian, menggambar ilustrasi, menciptakan model, menggambarkan peta konsep, dll. Tujuannya membantu siswa mengetahui sejauh mana pemahaman dan konsepsi awal mereka tentang pokok bahasan yang akan dipelajari. Apabila konsepsi awal siswa telah diketahui, maka guru dengan mudah melakukan langkah selanjutnya dalam pembelajaran. 2. Fase Creating conceptual conflict (menciptakan konflik konseptual) Pada fase ini guru diharapkan menciptakan konflik konseptual atau konflik kognitif dalam pemikiran siswa. Tahapan menciptakan konflik sangat penting dalam pembelajaran karena dapat membuat siswa lebih tertantang dan termotivasi untuk belajar. Dengan kata lain menciptakan konflik konseptual membuat siswa menjadi merasa tidak puas terhadap kenyataan yang dihadapi. Menghadirkan konflik konseptual atau konflik kognitif dalam pembelajaran dapat dilakukan oleh guru dengan cara sebagai berikut : a. Mengajak siswa berdiskusi baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar.
14 b. Memberikan kegiatan kepada siswa (misalnya melakukan eksperimen). Setelah diadakannya konflik kognitif pada pembelajaran diharapkan konsep yang dikuasai siswa perlahan-lahan menuju arah ilmiah. Peran guru dalam fase pembelajaran ini adalah sebagai berikut : a. Membantu siswa mendeskripsikan ide-idenya. b. Membantu siswa menjelaskan ide-idenya kepada siswa yang lain yang terlibat dalam diskusi. c. Membimbing siswa melakukan percobaan dan mengarahkan interpretasi siswa terhadap pengamatan yang telah mereka lakukan. 3. Fase Encouraging cognitive accommodation (mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif) Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan intelegensi yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Menurut Piaget (Dahar, 1996:151) adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru.
15 Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Mendorong terjadinya akomodasi dalam struktur kognitif siswa dalam pembelajaran perlu dilakukan agar fikiran mereka kembali ke kondisi equilibrium. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dengan cara menyediakan suatu pengalaman belajar misalnya percobaan yang lebih meyakinkan mereka bahwa konsepsinya kurang tepat. Untuk sampai pada tahap meyakinkan siswa, guru perlu menggunakan pertanyaan yang sifatnya menggali konsepsi siswa misalnya : Apa yang Anda maksud dengan, mengapa bisa terjadi, Bagaimana hasilnya jika, dsb. Dengan akomodasi, siswa mengubah konsep yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang ia hadapi. Strike dan Posner (Komala, 2008) menyatakan bahwa syarat terjadinya akomodasi, adalah sebagai berikut: a. Harus ada ketidakpuasan (dissatisfaction) terhadap konsepsi lama yang telah ada dalam struktur kognitif b. Ada konsepsi baru yang lebih bisa dimengerti (intelligible) c. Ada konsepsi baru yang lebih masuk akal (plausible) d. Ada konsepsi baru yang menyajikan peluang keberhasilan (fruitfull).
16 B. Belajar dan Hasil Belajar Gagne mengemukakan (Dahar, 1996) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Perilaku yang dimaksud adalah kemampuan pengetahuan, perilaku sikap, dan kemampuan keterampilan. Pernyataan Gagne diperkuat oleh Makmun (2002:157) belajar selalu menunjukkan kepada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu. Lebih jauh lagi Makmun (2002:158) mengutarakan beberapa ciri perubahan yang merupakan perilaku belajar, yaitu : 1. Perubahan bersifat intensional, dalam arti bahwa perubahan perilaku yang terjadi merupakan hasil dari pengalaman, praktik atau latihan dalam belajar yang dilakukan dengan sengaja dan disadari. 2. Perubahan bersifat positif, dalam arti bahwa perubahan perilaku yang terjadi sesuai dengan yang diharapkan (normatif). 3. Perubahan bersifat efektif, dalam arti bahwa perubahan perilaku yang terjadi membawa pengaruh dan makna tertentu bagi siswa. Makmun (2002:159) mengemukakan bahwa yang dimaksud perubahan dalam konteks belajar bersifat fungsional atau structural, material dan behavioral, serta keseluruhan pribadi (gestalt atau sekurang-kurangnya multidimensional). Berikut penjelasannya mengenai ketiga makna perubahan dalam konteks belajar di atas :
17 1. Belajar merupakan perubahan fungsional. Dalam konteks ini belajar mengandung arti melatih daya (mengasah otak) agar menjadi tajam dan berguna untuk memecahkan persoalan-persoalan. 2. Belajar merupakan perkayaan materi pengetahuan (material) dan atau perkayaan pola-pola perilaku baru (behaviour). Dalam konteks ini belajar diartikan sebagai suatu proses pengisian jiwa dengan pengetahuan dan pengalaman yang sebanyak-banyaknya melalui hapalan (memorizing). 3. Belajar merupakan perubahan perilaku dan pribadi secara keseluruhan. Dalam konteks ini belajar bukan hanya bersifat mekanis, melainkan perilaku organisme sebagai totalitas yang memiliki tujuan (purposive). Dari ketiga pandangan mengenai makna perubahan dalam konteks belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam belajar bukan hanya pengetahuan siswa saja yang mengalami perubahan, melainkan sikap dan kemampuan siswa secara keseluruhan juga mengalami perubahan. Selanjutnya perubahan dalam pengetahuan, sikap dan kemampuan secara keseluruhan setelah pembelajaran dinamakan Hasil Belajar. Munaf (2001:67) mengemukakan bahwa Hasil Belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Kemampuankemampuan yang dimaksud ini adalah yang dikemukakan oleh Bloom (Wilson, 2005) yaitu Hasil Belajar diklasifikasikan ke dalam tiga kategori. Tiga kategori ini antara lain adalah domain kognitif (thinking), domain afektif (feeling), dan domain psikomotorik (kinesthetic, tactile, and/or physical).
18 1. Hasil Belajar Aspek Kemampuan Kognitif (Thinking) Munaf (2001: 67) mengemukakan bahwa aspek kognitif meliputi kemampuan menyatakan konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual. Bloom (Wilson, 2005) membagi aspek kognitif ke dalam enam tingkatan. Enam tingkatan tersebut adalah sebagai berikut : a. Pengetahuan/ C 1 (Knowledge) Pengetahuan merupakan kemampuan mengingat atau mengambil materi yang telah dipelajari sebelumnya. Jenjang ini adalah jenjang yang paling rendah tapi menjadi prasyarat bagi tingkatan kognitif selanjutnya. Kata kerja operasional yang biasa digunakan adalah menyebutkan, mendefinisikan. b. Pemahaman/ C 2 (Comprehension) Pemahaman merupakan kemampuan untuk memahami atau membangun makna dari materi yang telah dipelajari sebelumnya. Siswa dituntut untuk dapat menafsirkan bagan, diagram atau grafik, meramalkan, mengungkap suatu konsep atau prinsip dengan kata-kata sendiri. Kata kerja operasional yang biasa digunakan adalah membedakan, menginterpretasi, menjelaskan. c. Penerapan/ C 3 (Application) Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan materi yang dipelajari dalam situasi yang baru dan konkrit. Kata kerja operasional yang biasa digunakan adalah menerapkan, menghubungkan, menghitung, menunjukkan, mengklasifikasikan.
19 d. Analisis/ C 4 (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menganalisa atau merinci konsep menjadi susunan-susunan yang teratur serta memahami hubungan diantara satu materi dengan materi yang lain. Kata kerja operasional yang biasa digunakan adalah menganalisa, menemukan, membandingkan. e. Sintesis/ C 5 (Synthesis) Sintesis merupakan kemampuan untuk menyatukan bagian-bagian materi sehingga menjadi satu gabungan yang berpola dan berkaitan satu sama lain. Contoh kemampuan sintesis adalah kemampuan merencanakan eksperimen. Kata kerja operasional yang biasa digunakan adalah mensintesis, menghubungkan, merumuskan, menyimpulkan. f. Evaluasi/ C 6 (Evaluation) Evaluasi adalah kemampuan untuk menilai, memeriksa, dan bahkan mengkritik sesuatu untuk tujuan tertentu. Kata kerja operasional yang biasa digunakan adalah menilai, menentukan, memutuskan. 2. Hasil Belajar Aspek Kemampuan Afektif (Feeling) Afektif berkaitan dengan sikap, sebagai hasilnya berupa perubahan tingkah laku. Wilson (2005) juga mengatakan bahwa afektif juga berkaitan dengan berkaitan dengan perasaan atau emosi. David Krathwohl (Wilson, 2005) membagi afektif terdiri dari lima jenjang sebagai berikut : 1. Penerimaan (receiving) Penerimaan mengacu pada sensitivitas siswa dengan adanya stimulus, kesadaran, keinginan untuk menerima, atau memperhatikan. Kegiatan dalam
20 pembelajaran antara lain mendengarkan penjelasan guru, kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar, senang mengerjakan latihan soal. 2. Jawaban (responding) Jawaban mengacu pada perhatian aktif siswa terhadap stimulus dan motivasi untuk belajar, menyetujui, tanggapan bersedia dan perasaan puas. Kegiatan dalam pembelajaran antara lain bertanya pada guru mengenai materi yang belum jelas, siswa menjawab pertanyaan guru dan mau bekerja sama dalam penyelidikan, menanggapi pendapat, menerima koreksi, melakukan introspeksi. 3. Penilaian (valuing) Penilaian berhubungan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tertentu. Kegiatan dalam pembelajaran antara lain menunjukkan rasa tanggung jawab terhadap alat-alat laboratorium setelah dipakai, bersikap jujur dalam kegiatan pembelajaran. 4. Organisasi (organization) Organisasi berhubungan dengan konseptualisasi nilai-nilai menjadi satu sistem nilai. Kegiatannya dalam pembelajaran antara lain misalnya dapat membedakan dampak positif dan negatif terhadap situasi tertentu, menerima kelebihan dan kekurangan pribadi, bertanggung jawab terhadap perilaku. 5. Karakteristik (characterization) Karakteristik merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kegiatan dalam pembelajaran antara lain mengubah pendapat jika ada bukti lain
21 yang lebih autentik, rajin, tepat waktu, berdisiplin diri, objektif dalam memecahkan masalah 3. Hasil Belajar Aspek Kemampuan Psikomotorik (Kinesthetic, Tactile, And/Or Physical) Aspek psikomotorik berhubungan dengan kemampuan motorik, sebagai hasilnya dilihat dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak (Munaf, 2001: 77). Terdapat beberapa ahli pendidikan yang mengelompokkan aspek psikomotorik yaitu Dave, Simpson, Harrow dan Romiszowski. Psikomotor yang digunakan adalah yang dikemukakan oleh Dave (Sumaryanto, 2010:26) dibagi menjadi lima kategori sebagai berikut: a. Imitation (Peniruan) Kemampuan ini dimulai dengan mengamati suatu gerakan kemudian memberikan respon serupa dengan yang diamati. Kegiatan dalam pembelajaran antara lain kemampuan menggunakan alat ukur setelah diperlihatkan cara menggunakannya. b. Manipulation (Manipulasi) Kemampuan ini merupakan kemampuan mengikuti pengarahan (instruksi), penampilan dan gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan. Kegiatan dalam pembelajaran antara lain mampu melakukan kegiatan penyelidikan sesuai dengan prosedur yang dibacanya, merencanakan apa yang akan dilakukan dalam percobaan.
22 c. Precision (Ketetapan) Kemampuan ini lebih menekankan pada kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi. Kegiatan dalam pembelajaran antara lain menggunakan alat ukur, memperhatikan skala alat ukur yang digunakan dan satuan yang digunakan juga dalam mengambil data, orang yang memiliki ketetapan biasanya melakukan pengamatan berulang kali untuk mendapatkan hasil yang lebih pasti. d. Articulation (Artikulasi) Merupakan kemampuan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di antara gerakan-gerakan yang berbeda. Kegiatan dalam pembelajaran antara lain menulis dengan rapi dan jelas, mengetik dengan cepat dan tepat dan menggunakan alat-alat sesuai dengan ketentuannya. e. Naturalization (Pengalamiahan) Menekankan pada kemampuan yang lebih tinggi secara alami, sehingga gerakan yang dilakukan dapat secara rutin dan tidak memerlukan pemikiran terlebih dahulu. Kegiatan dalam pembelajaran antara lain kemampuan membuat kesimpulan dari percobaan yang dilakukan.
23 C. Hubungan Model Pembelajaran Novick Dengan Hasil Belajar 1. Hubungan Model Pembelajaran Novick Dengan Hasil Belajar Aspek Kemampuan Kognitif Hasil Belajar kognitif terdiri dari enam tingkatan. Enam tingkatan (Bloom dalam Wilson, 2005) tersebut dimulai dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis hingga evaluasi. Untuk melihat hubungan antara Model Pembelajaran Novick dengan Hasil Belajar pada aspek kognitif dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah berikut ini : Tabel 2.1 Hubungan Model Pembelajaran Novick dengan Hasil Belajar Aspek Kemampuan Kognitif Fase Pembelajaran Fase pertama, Exposing alternative framework (mengungkap konsepsi awal siswa). Fase kedua, Creating conceptual conflict (menciptakan konflik konseptual). Fase ketiga, Encouraging cognitive accommodation (mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif). Kegiatan dalam Pembelajaran Diskusi Demonstrasi Mengungkapkan pendapat Eksperimen Kerjasama Diskusi Pengerjaan LKS Presentasi kelas Diskusi Penguatan konsep Aspek kognitif yang dipelajari Pengetahuan Pemahaman Pengetahuan Pemahaman Penerapan Analisis Sintesis Pengetahuan Pemahaman Penerapan Analisis Sintesis Evaluasi
24 Berdasarkan Tabel 2.1, terlihat bahwa dalam fase pembelajaran pertama aspek kemampuan kognitif yang dapat digali adalah pengetahuan dan pemahaman. Sedangkan pada fase kedua, aspek kognitif yang dapat digali dimulai dari pengetahuan hingga sintesis. Pada fase ketiga, aspek kognitif yang dapat digali dimulai dari pengetahuan hingga evaluasi. 2. Hubungan Model Pembelajaran Novick dengan Hasil Belajar Aspek Kemampuan Afektif Jenjang afektif menurut Krathwohl (Wilson, 2005) terdiri dari lima tingkatan. Lima tingkatan tersebut dimulai dari Penerimaan, Jawaban, Penilaian, Organisasi hingga Karakteristik. Untuk melihat hubungan antara Model Pembelajaran Novick dengan Hasil Belajar aspek kemampuan afektif dapat dilihat pada Tabel 2.2 dibawah berikut ini :
25 Tabel 2.2 Hubungan Model Pembelajaran Novick dengan Hasil Belajar Aspek Kemampuan Afektif Fase Pembelajaran Fase pertama, Exposing alternative framework (mengungkap konsepsi awal siswa). Fase kedua, Creating conceptual conflict (menciptakan konflik konseptual). Fase ketiga, Encouraging cognitive accommodation (mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif). Kegiatan dalam Pembelajaran Diskusi Demonstrasi Mengungkapkan pendapat Eksperimen Kerjasama Diskusi Pengerjaan LKS Presentasi kelas Diskusi Penguatan konsep Aspek afektif yang dapat teramati Penerimaan, Jawaban, Penilaian, Organisasi Penerimaan, Jawaban, Penilaian, Organisasi, Karakteristik Penerimaan, Jawaban, Penilaian, Organisasi, Karakteristik Berdasarkan Tabel 2.2, pada fase pertama kegiatan penerimaan, jawaban, penilaian, dan organisasi siswa dapat teramati. Sedangkan pada fase kedua dan pada fase ketiga seluruh kegiatan afektif dapat teramati. 3. Hubungan Model Pembelajaran Novick dengan Hasil Belajar Aspek Kemampuan Psikomotorik Jenjang psikomotorik terdiri dari lima tingkatan. Lima tingkatan tersebut menurut Dave (Sumaryanto, 2010) dimulai dari Peniruan, Manipulasi, Ketetapan, Artikulasi hingga Pengalamiahan. Untuk melihat hubungan antara Model
26 Pembelajaran Novick dengan seluruh jenjang Psikomotorik dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini : Tabel 2.3 Hubungan Model Pembelajaran Novick dengan Hasil Belajar Aspek Kemampuan Psikomotorik Fase Pembelajaran Kegiatan dalam Pembelajaran Aspek psikomotorik yang dapat teramati Fase pertama, Exposing Diskusi Peniruan, alternative framework Demonstrasi Manipulasi, (mengungkap konsepsi Mengungkapkan awal siswa). pendapat Fase kedua, Creating Eksperimen Peniruan, conceptual conflict Kerjasama Manipulasi, (menciptakan konflik Diskusi Ketetapan, konseptual). Pengerjaan LKS Presentasi kelas Artikulasi Pengalamiahan Fase ketiga, Encouraging Diskusi Peniruan, cognitive accommodation Penguatan konsep Manipulasi, (mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif). Ketetapan, Artikulasi, Pengalamiahan Berdasarkan Tabel 2.3, pada fase pertama kegiatan peniruan dan manipulasi siswa dapat teramati. Sedangkan pada fase kedua dan pada fase ketiga seluruh kegiatan psikomotorik dapat teramati.