SE-21/PJ.51/2000 PPN DAN PPn BM DALAM TATA NIAGA KENDARAAN BERMOTOR

dokumen-dokumen yang mirip
KEP-540/PJ/2000 PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS KENDARA

15/PJ/2010 PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK,

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

TATACARA PEMBERIAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBEBASAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR ATAU PENYERAHAN KENDARAAN BERMOTOR

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. 11 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 246/PJ.

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 2009

SE - 17/PJ/2010 PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 25/PMK.011/2010 TENTANG PAJAK PERTAMBAH

PER - 3/PJ/2010 TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENY

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BE

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG

SE - 69/PJ/2015 PROSEDUR PEMBERIAN DAN PENCABUTAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-586/PJ

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

KEP-754/PJ./2001TATA CARA PELAKSANAAN KONFIRMASI FAKTUR PAJAK DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI PERPA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SE - 151/PJ/2010 PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-65/PJ./2010 TENTANG PERUBAH

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya pengeluaran negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat diikuti juga

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00329/NKEB/WPJ.

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

SE - 63/PJ/2010 PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.03/2010 TENTANG PEDOMAN PENGHITU

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan

Bab 4 PEMBAHASAN. PT. XYZ merupakan Perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

KEP-133/PJ/2004 TATA CARA PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK LAMA OLEH PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIKUKUHKAN DI

AKUNTANSI PPN & PPnBM

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1998, dengan ini kami : Nama Wajib Pajak : Alamat : N.P.W.P. :

SE - 131/PJ/2010 PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap :

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai primadona dalam membiayai pembangunan nasional. Pembangunan nasional

TATACARA PEMBERIAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBEBASAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR ATAU PENYERAHAN KENDARAAN BERMOTOR

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER-160/PJ/2006 TENTANG

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahin 1998, dengan ini kami : Nama Wajib Pajak : Alamat : N.P.W.P. :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 161/PMK.03/2014 TENTANG

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 376/PJ.02/2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sudah saatnya diletakkan suatu landasan yang dapat menjamin tersedianya dana

SE - 95/PJ/2010 PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU

PER - 50/PJ/2009 TATA CARA PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

Soal UAS Lab PPN & PPnBM

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam

SE - 98/PJ/2010 PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-44/PJ/2010 TENTANG BENTUK, I

SPT MASA PPN UNIVERSITAS MERCU BUANA JURUSAN AKUNTANSI

PPN (Rupiah) CV Lubrima Pratama Agust

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011

PT SULUH PRIMA TARGET. Resume Peraturan Pajak

FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK (e-faktur)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya. Analisis Perhitungan..., Nurhasanah, Fakultas Ekonomi 2016

PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 62/PJ/2013 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PPN/S/001/

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II LANDASAN TEORI

FAKTUR PAJAK STANDAR

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 02/PJ.32/1999 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN UNTUK KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) SABANG

PENERAPAN E-FAKTUR DAN PERSEPSI PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) (STUDI PADA PENGUSAHA KENA PAJAK DI KABUPATEN BULELENG)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1 Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-13/PJ.51/1998 Tanggal : 22 Juni 1998

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak REVISI PJ.091/PPN/S/001/

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

SE - 88/PJ/2010 PENGAWASAN KEPATUHAN PEMBAYARAN MASA

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR 1101 BM SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (SPT MASA PPn BM) ( F )

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

SE - 11/PJ/2011 PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-1/PJ/2011 TENTANG TATA CARA

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

Struktur Organisasi PT. Kidung Agung Jaya Perkasa

FAKTUR PAJAK STANDAR. Lampiran 1A. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-549/PJ/2000 Tanggal : 29 Desember 2000

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

Transkripsi:

SE-21/PJ.51/2000 PPN DAN PPn BM DALAM TATA NIAGA KENDARAAN BERMOTOR Contributed by Administrator Friday, 21 July 2000 Pusat Peraturan Pajak Online PPN DAN PPn BM DALAM TATA NIAGA KENDARAAN BERMOTOR Sehubungan dengan adanya keragu-raguan dalam pelaksanaan ketentuan PPN di bidang tata niaga kendaraan bermotor, dengan ini diberikan beberapa penegasan sebagai berikut : 1. Dalam tataniaga kendaraan bermotor, mata rantai distribusi kendaraan bermotor pada umumnya melewati lini-lini sebagai berikut : a. Lini I : Importir Umum/ATPM/Industri Perakitan. b. Lini II : Distributor c. Lini III : Dealer d. Lini IV : Sub-Dealer/Showroom 2. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-43/PJ.51/1989 tanggal 7 Agustus 1989 ditegaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988, setiap lini dalam distribusi kendaraan bermotor dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) kecuali lini IV (Sub-Dealer/Showroom) tidak dikukuhkan sebagai PKP karena statusnya sebagai Pedagang Pengecer. 3. Sesuai dengan ketentuan Pasal 37 jo. Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994 sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1999, bahwa mulai tanggal 1 Januari 1995 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 tentang Pengenaan PPN atas Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang dilakukan oleh Pedagang Besar dan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) disamping Jasa yang dilakukan oleh Pemborong, dinyatakan tidak berlaku. 4. Memperhatikan harga kendaraan bermotor saat ini, maka dalam tata niaga kendaraan bermotor tidak ada Pengusaha Kecil, karena jumlah peredaran usaha melebihi Rp. 240.000.000,00 dalam satu tahun buku. Oleh karena itu setiap Pengusaha pada seluruh lini distribusi kendaraan bermotor tersebut adalah Pengusaha Kena Pajak, termasuk Sub-dealer/Showroom. 5. Sebagai Pengusaha Kena Pajak, Pengusaha kendaraan bermotor berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai PKP, yaitu : memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan/atau PPn BM yang terutang atas penyerahan kendaraan bermotor yang dilakukannya. 6. Diinstruksikan kepada seluruh Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk melakukan pengawasan kepatuhan dari masing-masing pihak yang terlibat dalam pendistribusian kendaraan bermotor yang terdaftar di KPP masing-masing. 7. Untuk mempermudah pemahaman mata rantai distribusi kendaraan bermotor ini, dapat digambarkan sebagai berikut : IMPORTIR UMUM/INDUSTRI PERAKITAN/ATPM (PKP) --------------------- DISTRIBUTOR (PKP) ---------------------

------------- DEALER ------------ (PKP)! -------------!! ------------------! -- SUB-DEALER/SHOWROOM (PKP) ------------------ ------------------- KONSUMEN ------------------- 8. Untuk memperjelas mekanisme pemungutan PPN dan PPn BM, diberikan contoh penghitungan pada Lampiran I Surat Edaran ini. 9. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (kendaraan bermotor), tidak termasuk pajak yang dipungut menurut UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Berdasarkan ketentuan di atas, untuk mencegah akibat ganda pengenaan PPn BM, maka dalam menentukan Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Barang Kena pajak yang sama pada rantai berikutnya (sesudah "Pabrikan"/Importir), unsur PPn BM (seperti halnya PPNnya) harus dikeluarkan dahulu 10. Dalam hal pembelian kendaraan bermotor dengan sistim on the road (langsung atas nama pembeli) maka Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), retribusi untuk Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) dan Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) tidak merupakan unsur Harga Jual yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak sepanjang BBNKB serta retribusi untuk STNK dan BPKB tersebut tidak dicantumkan dalam Faktur Pajak. Diberikan contoh perhitungan pada lampiran 2 dan 3 Surat Edaran ini. 11. a. PPN terutang pada saat terjadinya penyerahan kendaraan bermotor dari PKP (Importir Umum/ATPM/Industri Perakitan/Distributor/Dealer/Sub-Dealer/Showroom). Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan kendaraan bermotor atau pembayaran uang muka, maka PPN terutang pada saat diterimanya pembayaran tersebut. Jumlah PPN yang terutang pada saat pembayaran uang muka tersebut dihitung secara proporsional dengan jumlah pembayarannya dan diperhitungkan dengan PPN yang terutang pada saat dilakukan penyerahan. Contoh : - Harga Jual kendaraan Bermotor Rp 165.000.000,- (termasuk PPN sebesar Rp 15.000.000,- (10%)) - Uang Muka diterima tanggal 10 Agustus 2000 sebesar Rp. 55.000.000,- - Kendaraan akan diserahkan tanggal 20 September 2000 dengan kekurangan bayar sebesar Rp. 110.000.000,- PPN terutang dan harus dipungut : - Pada saat diterima uang muka tanggal 10 Agustus 2000, sebesar 10/110 x Rp 55.000.000,- = Rp 5.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan Agustus 2000. - Pada saat penyerahan kendaraan tanggal 20 September 2000, sebesar 10/110 x Rp 110.000.000,- = Rp 10.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan September 2000.

b. Apabila atas penyerahan tersebut juga terutang PPn BM karena penyerahan dilakukan oleh Pemungut PPn BM ("Pabrikan"), maka dalam pembayaran uang muka yang diterima sebelum penyerahan kendaraan bermotor, terutang PPn BM disamping terutang PPN. -- Lampiran-1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-21/PJ.51/2000 Tanggal : 21 Juli 2000 ------ Contoh mekanisme pemungutan PPN dan PPn BM a. Untuk kendaraan impor dalam keadaan CBU : 1) Importir Umum/Industri Perakitan/ATPM : a) impor : - Nilai Impor (DPP) : Rp. 200.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 20.000.000,- (Pajak Masukan) - PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,- Harga Impor : Rp. 320.000.000,- - Harga Jual (DPP) : Rp. 220.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Keluaran) Harga Penjualan : Rp. 342.000.000,- 2) Distributor : - Harga beli (DPP) : Rp. 220.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Masukan) Harga Pembelian : Rp. 342.000.000,- - Harga Jual (DPP) : Rp. 240.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 24.000.000,- (Pajak Keluaran) Harga Penjualan : Rp. 364.000.000,- 3) Dealer : - Harga beli (DPP) : Rp. 240.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 24.000.000,- (Pajak Masukan) Harga Pembelian : Rp. 364.000.000,- - Harga Jual (DPP) : Rp. 260.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 26.000.000,- (Pajak Keluaran)

Harga Penjualan : Rp. 386.000.000,- 4) Sub-Dealer/Showroom : - Harga beli (DPP) : Rp. 260.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 26.000.000,- (Pajak Masukan) Harga Pembelian : Rp. 386.000.000,- B) penyerahan : - Harga Jual (DPP) : Rp. 280.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 28.000.000,- (Pajak Keluaran) Harga Penjualan : Rp. 408.000.000,- (yang dibayar konsumen) b. Untuk kendaraan impor dalam keadaan CKD atau produksi dalam negeri : 1) Importir Umum/Industri Perakitan/ATPM : a) impor : - Nilai Impor (DPP) : Rp. 150.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 15.000.000,- (Pajak Masukan) - PPn BM (-%) : Rp. -,- Harga Impor : Rp. 165.000.000,- - Harga Jual (DPP) : Rp. 220.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Keluaran) - PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,- Harga Penjualan : Rp. 352.000.000,- 2) Distributor : - Harga beli (DPP) : Rp. 220.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Masukan) Harga Pembelian : Rp. 352.000.000,- - Harga Jual (DPP) : Rp. 240.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 24.000.000,- (Pajak Keluaran) Harga Penjualan : Rp. 374.000.000,- 3) Dealer : - Harga beli (DPP) : Rp. 240.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 24.000.000,- (Pajak Masukan)

Harga Pembelian : Rp. 374.000.000,- - Harga Jual (DPP) : Rp. 260.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 26.000.000,- (Pajak Keluaran) Harga Penjualan : Rp. 396.000.000,- 4) Sub-Dealer/Showroom : - Harga beli (DPP) : Rp. 260.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 26.000.000,- (Pajak Masukan) Harga Pembelian : Rp. 396.000.000,- - Harga Jual (DPP) : Rp. 280.000.000,- - PPN (10%) : Rp. 28.000.000,- (Pajak Keluaran) Harga Penjualan : Rp. 418.000.000,- (yang dibayar konsumen) Catatan : Pemungutan PPn BM dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-17/PJ.51/1999 tanggal 2 Nopember 1999 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-18/PJ.51/2000 tanggal 22 Juni 2000. --- Lampiran-2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-21/PJ.51/2000 Tanggal : 21 Juli 2000 --------- CONTOH PENGHITUNGAN PPN KENDARAAN BERMOTOR (Harga Jual On the Road) 1. Dealer "B" menjual satu unit kendaraan bermotor dengan harga jual kepada pembeli sebesar Rp 205.000.000 (termasuk PPN, PPn BM dan tidak termasuk Bea Balik Nama) yang dibeli dari Main Dealer "A". 2. Atas pembelian tersebut, Dealer "B" mendapat potongan harga dari Main Dealer "A". 3. PPn BM sebesar Rp 8.000.000,- sudah dipungut dan dilaporkan oleh Main Dealer "A". 4. Pengurusan balik nama kendaraan bermotor dilakukan oleh Main Dealer "A" dan pembeli membayar Rp 18.000.000,- kepada Main Dealer "A" melalui Dealer "B". PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PPN OLEH DEALER "B" ADALAH : Harga Jual Main Dealer "A" (On The Road) Rp 225.000.000,- Potongan harga untuk Dealer "B" Rp 4.000.000,- ----------------------- Harga Tebus Rp 221.000.000,- Bea Balik Nama (BBN) Rp 18.000.000,- -----------------------

Harga Beli Dealer "B" Rp 203.000.000,- Faktur Pajak (Off the Road) : -------------- BELI JUAL Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Rp 117.272.727,- Rp 186.363.636,- PPN (10%) Rp 17.727.273,- Rp 18.636.364,- PPn BM (15%) Rp 8.000.000,- Rp 8.000.000,- ----------------------- ----------------------- JUMLAH Rp 203.000.000,- Rp 205.000.000,- Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak : ------ - BELI 100/110 X (Rp 203.000.000,- - Rp 8.000.000,-) = Rp 177.272.727,- - JUAL 100/110 x (Rp 205.000.000,- - Rp 8.000.000,-) = Rp 186.363.636,- Perhitungan PPN Yang Harus Disetor Ke Kas Negara Oleh Dealer : ------------------ - PAJAK KELUARAN (10% x Rp 186.363.636,-) = Rp 18.636.364,- - PAJAK MASUKAN (10% x Rp 177.272.727,-) = Rp 17.727.273,- ---------------------- PPN yang harus disetor Rp 909.091,- -- Lampiran-3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-21/PJ.51/2000 Tanggal : 21 Juli 2000 ------ CONTOH PENGHITUNGAN PPN DAN PPn BM KENDARAAN BERMOTOR YANG BERASAL DARI SASIS (DEALER SEBAGAI WAJIB PUNGUT PPn BM) 1. Dealer "B" membeli sasis kendaraan bermotor dari Main Dealer "A" seharga Rp 100.000.000,- dengan potongan harga sebesar Rp 2.000.000,- kemudian menyuruh Karoseri "C" mengubah sasis tersebut menjadi kendaraan bermotor angkutan orang dan kemudian menjualnya kepada pembeli dengan harga Rp 126.500.000 (termasuk PPN dan PPn BM). 2. PPn BM sebesar Rp 15.800.000,- dipungut dan dilaporkan oleh Dealer "B", sebagai pihak yang menyuruh melakukan pengubahan. PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PPN OLEH DEALER "B" ADALAH : Harga Jual Sasis Main Dealer "A" Rp 100.000.000,- Potongan harga untuk Dealer "B" Rp 2.000.000,- ----------------------- Harga Tebus/Beli Dealer "B" Rp 98.000.000,- Faktur Pajak (Off The Road) : ---------------- BELI JUAL Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Rp 89.090.090,- Rp 101.200.000,- PPN (10 %) Rp 8.909.091,- Rp 10.120.000,- Dasar Pengenaan Pajak (Karoseri "C") Rp 10.000.000,- PPN - Karoseri (10 %) Rp 1.000.000,- PPn BM (15 %) Rp -,- Rp 15.180.000,- ----------------------- ----------------------- JUMLAH Rp 109.000.000,- Rp 126.500.000,- Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak : ------

- Beli Sasis 100/110 X Rp 98.000.000,- = Rp 89.090.909,- - Jual Kendaraan Bermotor 100/110 x Rp 126.500.000,- = Rp 101.200.000,- Perhitungan PPN Dan PPn BM Yang Harus Disetor Ke Kas Negara Oleh Dealer : --------------------- 1) PPN - PAJAK KELUARAN (10 % x Rp 101.200.000,-) = Rp 10.120.000,- - PAJAK MASUKAN (Rp 8.909.091 + Rp 1.000.000,-) = Rp 9.909.091,- ---------------------- PPN yang harus disetor Rp 210.909,- 2) PPn BM 15 % x Rp 101.200.000,- = Rp 15.180.000,- Contoh : - Harga Jual kendaraan Bermotor Rp 250.000.000,- (termasuk PPN sebesar Rp 20.000.000,- (10 %) dan PPn BM sebesar Rp 30.000.000,- (15%)) - Uang Muka diterima tanggal 10 Agustus 2000 sebesar Rp. 25.000.000,- - Kendaraan akan diserahkan tanggal 20 September 2000 dengan kekurangan bayar sebesar Rp. 225.000.000,- PPN dan PPn BM terutang dan harus dipungut : - Pada saat diterima uang muka tanggal 10 Agustus 2000 : 1) PPN : sebesar 10/125 x Rp 25.000.000,- = Rp 2.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan Agustus 2000. 2) PPn BM : sebesar 15/125 x Rp 25.000.000,- = Rp 3.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPn BM bulan Agustus 2000. - Pada saat penyerahan kendaraan tanggal 20 September 2000 : 1) PPN : sebesar 10/125 x (Rp. 250.000.000,- - Rp 25.000.000,-) = Rp 18.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan September 2000. 2) PPn BM : sebesar 15/125 x (Rp 250.000.000,- - Rp 25.000.000,-) = Rp 27.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPn BM bulan September 2000. 12. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku mulai tanggal 1 Agustus 2000. 13. Dengan berlakunya ketentuan ini, maka ketentuan yang dimaksud dalam Surat-surat Edaran sebelumnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Surat Edaran ini, dinyatakan masih tetap berlaku. DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd MACHFUD SIDIK