PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

dokumen-dokumen yang mirip
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

BADAN PUSAT STATISTIK

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN.

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

BPS PROVINSI LAMPUNG

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2017

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

BADAN PUSAT STATISTIK

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR SEPTEMBER 2015

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015

BADAN PUSAT STATISTIK

PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2015

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2016

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2014

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2015

KEMISKINAN PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2016

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

BPSPROVINSI JAWATIMUR

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

ANGKA KEMISKINAN PROVINSI BANTEN MARET 2017

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2012

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

KEMISKINAN PROVINSI BENGKULU MARET 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2012

PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2013

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2011

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN

Transkripsi:

No. 66/09/33/Th. IX, 15 ember 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 4,577 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jawa Tengah pada 2015 mencapai 4,577 juta orang, naik sekitar 15,21 ribu orang jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada ember 2014 yang sebesar 4,562 juta orang. Namun secara persentase penduduk miskin tetap yaitu sebesar 13,58 persen. Selama periode ember 2014 2015, penduduk miskin di daerah perkotaan naik sekitar 65,66 ribu orang (dari 1.771,53 ribu orang pada ember 2014 menjadi 1.837,19 ribu orang pada 2015), sementara di daerah perdesaan berkurang 50,44 ribu orang (dari 2.790,29 ribu orang pada ember 2014 menjadi 2.739,85 ribu orang pada 2015). Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada ember 2014 sebesar 11,50 persen naik menjadi 11,85 persen pada 2015. Namun persentase penduduk miskin di daerah perdesaan juga menurun yaitu dari 15,35 persen menjadi 15,05 persen pada periode yang sama. Garis Kemiskinan di Jawa Tengah kondisi 2015 sebesar Rp 297.851,- per kapita per bulan, meningkat 5,78 persen dibandingkan dengan ember 2014 yang mencapai Rp 281.570,- perkapita perbulan. Untuk daerah perkotaan Garis Kemiskinan 2015 sebesar Rp. 299.011,- per kapita per bulan atau naik 4,54 persen dari kondisi ember 2014 (Rp. 286.014,- per kapita per bulan). Garis Kemiskinan di perdesaan juga mengalami peningkatan sebesar 6,86 persen menjadi sebesar Rp 296.864,- per kapita per bulan dibandingkan dengan ember 2014 yaitu sebesar Rp. 277.802,- per kapita per bulan. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada 2015 sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 72,80 persen tidak jauh berbeda dengan ember 2014 yang sebesar 72,84 persen. Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di daerah perkotaan maupun perdesaan pada 2015 adalah beras dan rokok kretek filter. Komoditi bukan makanan yang berpengaruh besar terhadap Garis Kemiskinan di daerah perkotaan maupun perdesaan adalah biaya perumahan dan bensin. Selama periode ember 2014 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kenaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 2,087 pada ember 2014 menjadi 2,442 pada 2015. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,508 menjadi 0,649 pada periode yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar. Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 66/09/33/Th. IX, 15 ember 2015 1

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan ember 2014 2015 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada 2015 sebesar 4,577 juta orang (13,58 persen) naik sekitar 15,21 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada ember 2014 yang berjumlah 4,562 juta orang (13,58 persen). Di daerah perkotaan mengalami peningkatan 65,66 ribu orang menjadi 1.837,19 ribu orang pada 2015. Namun untuk daerah perdesaan mengalami penurunan menjadi 2.739,85 ribu orang pada periode yang sama. 50,44 ribu orang Selama periode ember 2014 2015, distribusi penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada ember 2014, sebagian besar (61,17 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu pula pada 2015 (59,86 persen). Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Daerah, ember 2014-2015 Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Daerah/Tahun (ribu orang) Miskin (persen) (1) (2) (3) Perkotaan ember 2014 1.771,53 11,50 2015 1.837,19 11,85 Perdesaan ember 2014 2.790,29 15,35 2015 2.739,85 15,05 Kota+Desa ember 2014 4.561,83 13,58 2015 4.577,04 13,58 Sumber: Diolah dari data Susenas ember 2014 dan 2015 2. Perkembangan Kemiskinan Tahun 2010 2015 Pada periode tahun 2010 2015 jumlah penduduk miskin mengalami kecenderungan menurun dari 5,369 juta orang pada tahun 2010 menjadi 4,577 juta orang pada 2015. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 16,56 persen pada tahun 2010 menjadi 13,58 persen pada 2015. Dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015, perkembangan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dapat ditunjukkan oleh gambar berikut : 2 Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 66/09/33/Th. IX, 15 ember 2015

Gambar 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, ember 2014 2015 20 18 16 14 16,56 15,72 16,20 15,34 14,98 14,56 14,44 14,46 13,58 13,58 12 10 8 6 5,369 5,138 5,317 5,051 4,952 4,835 4,811 4,836 4,562 4,577 4 2 0 2010 2011 2011 2012 2012 2013 2013 2014 2014 2015 % Pend. Miskin Jumlah Pend. Miskin (juta orang) Sumber : Diolah dari data Susenas dan ember 3. Perubahan Garis Kemiskinan ember 2014-2015 Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama ember 2014-2015, Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah naik sebesar 5,78 persen, yaitu dari Rp. 281.570,- per kapita per bulan pada ember 2014 menjadi Rp. 297.851,- per kapita per bulan pada 2015. Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Garis Kemiskinan di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding garis kemiskinan perdesaan. Untuk daerah perkotaan Garis Kemiskinan 2015 sebesar Rp. 299.011,- per kapita per bulan atau naik 4,54 persen dari kondisi ember 2014 (Rp. 286.014,- per kapita per bulan). Garis Kemiskinan di perdesaan juga mengalami peningkatan sebesar 6,86 persen menjadi sebesar Rp. 296.864,- per kapita per bulan dibandingkan dengan ember 2014 yaitu sebesar Rp. 277.802,- per kapita per bulan (Tabel 2). Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 66/09/33/Th. IX, 15 ember 2015 3

Tabel 2 Garis Kemiskinan dan Perubahannya menurut Daerah, ember 2014-2015 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun Bukan Makanan Total Makanan (1) (2) (3) (4) Perkotaan ember 2014 203.080 82.934 286.014 2015 210.932 88.079 299.011 Perubahan - 2015 (%) 3,87 6,20 4,54 Perdesaan ember 2014 206.825 70.977 277.802 2015 221.840 75.025 296.864 Perubahan - 2015 (%) 7,26 5,70 6,86 Kota+Desa ember 2014 205.107 76.463 281.570 2015 216.823 81.028 297.851 Perubahan - 2015 (%) 5,71 5,97 5,78 Sumber : Diolah dari data Susenas ember 2014 dan 2015 Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa di Jawa Tengah peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada ember 2014 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 72,84 persen dan sekitar 72,80 persen pada 2015. Pada 2015, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada GK adalah beras yaitu sebesar 35,44 persen di daerah perkotaan dan 39,67 persen di daerah perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua kepada GK (11,08 persen di daerah perkotaan dan 8,34 persen di daerah perdesaan). Komoditi lainnya adalah telur ayam ras (4,60 persen di daerah perkotaan dan 4,29 persen di daerah perdesaan), daging ayam ras (4,05 persen di daerah perkotaan dan 2,56 persen di daerah perdesaan), tempe (3,97 persen di daerah perkotaan dan 4,38 persen di daerah perdesaan) dan mie instan (3,74 persen di daerah perkotaan dan 3,75 persen di daerah perdesaan). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Lima komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan besar untuk Garis Kemiskinan adalah biaya perumahan (23,55 persen di daerah perkotaan dan 21,75 persen di daerah perdesaan), bensin (11,63 persen di daerah perkotaan dan 11,20 persen di daerah 4 Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 66/09/33/Th. IX, 15 ember 2015

perdesaan), listrik (10,25 persen di daerah perkotaan dan 8,24 persen di daerah perdesaan), pendidikan (9,32 persen di daerah perkotaan dan 6,09 persen di daerah perdesaan) dan perlengkapan mandi (5,53 persen di daerah perkotaan dan 6,09 persen di daerah perdesaan). Tabel 3 Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, 2015 Komoditi Kota (%) Komoditi Desa (%) (1) (2) (3) (4) Makanan Beras 35,44 Beras 39,67 Rokok kretek filter 11,08 Rokok kretek filter 8,34 Telur ayam ras 4,60 Tempe 4,38 Daging ayam ras 4,05 Telur ayam ras 4,29 Tempe 3,97 Mie instan 3,75 Mie instan 3,74 Tahu 3,65 Gula pasir 3,50 Gula pasir 3,60 Tahu 3,32 Daging ayam ras 2,56 Roti 2,67 Bawang merah 2,43 Kue basah 2,40 Kopi bubuk & kopi instan (sachet) 2,06 Bukan Makanan Perumahan 23,55 Perumahan 21,75 Bensin 11,63 Bensin 11,20 Listrik 10,25 Listrik 8,24 Pendidikan 9,32 Pendidikan 6,58 Perlengkapan mandi 5,53 Perlengkapan mandi 6,09 Sumber : Diolah dari data Susenas 2015 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode ember 2014 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) meningkat. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 2,087 pada ember 2014 menjadi 2,442 persen pada 2015. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,508 persen menjadi 0,649 persen pada periode yang sama (Tabel 4). Peningkatan nilai kedua Indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 66/09/33/Th. IX, 15 ember 2015 5

pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar. Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) menurut Daerah, ember 2014 2015 Tahun Kota Desa Kota + Desa (1) (2) (3) (4) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) ember 2014 1,689 2,424 2,087 2015 2,023 2,799 2,442 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) ember 2014 0,425 0,579 0,508 2015 0,516 0,762 0,649 Sumber : Diolah dari data Susenas ember 2014 dan 2015 Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 2015 di daerah perdesaan masih lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan, sama seperti ember 2014. Pada 2015, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) untuk daerah perkotaan hanya 2,023 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,799. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk daerah perkotaan sebesar 0,516 dan daerah perdesaan sebesar 0,762. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi daripada daerah perkotaan. 5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. b. Garis kemiskinan adalah rupiah yang diperlukan agar penduduk dapat hidup layak secara minimum yang mencakup pemenuhan kebutuhan minimum pangan dan non pengan essential. Garis kemiskinan adalah harga yang dibayar oleh kelompok acuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar 2.100 kkal/kapita/hari dan kebutuhan non pangan essensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi dan lainnya. 6 Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 66/09/33/Th. IX, 15 ember 2015

c. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. d. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). e. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. f. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. g. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. h. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan 2015 adalah Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2015. Jumlah sampel secara nasional sebanyak ± 300.000 Rumah Tangga. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar) yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan. ----- ### ----- Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 66/09/33/Th. IX, 15 ember 2015 7