BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan jumlah populasi yang membentuknya dengan kelimpahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB V PENUTUP. 1. Jenis-jenis burung pantai yang ditemukan di Kawasan Pesisir Trisik ada 21

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara-negara yang kaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

PEMETAAN LOKASI MAKAN BURUNG PANTAI MIGRAN GENUS. Calidris DI KAWASAN PESISIR TRISIK KULON PROGO YOGYAKARTA SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati hidupan liar lainnya (Ayat, 2011). Indonesia merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

sebagai sumber pendapatan masyarakat. Indonesia mempunyai potensi sumber memberikan kontribusi yang besar bagi rakyatnya.

Disusun oleh Malang Eyes Lapwing, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang

EKOLOGI MAKAN BURUNG PANTAI DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI LINGKUNGAN LAHAN BASAH WONOREJO, SURABAYA NANANG KHAIRUL HADI

AssAlAmu AlAyku m wr.wb

V PEMBAHASAN UMUM Kesesuaian Habitat Burung Air

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Strategi Pelaksanaan untuk Kemitraan Jalur Terbang Asia Timur Australasia:

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

MATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991).

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 21. KELANGSUNGAN HIDUP MAKHLUK HIDUPLatihan Soal 21.2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

Burung Kakaktua. Kakatua

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa),

Penentuan batas antar komunitas tidak mudah Zona transisi dengan lingkungan tertentu Proses perubahan secara gradual struktur komunitas disebut

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. endemisitas baik flora maupun fauna di Indonesia. atau sekitar 17% dari total jenis burung di dunia. Jumlah tersebut sebanyak

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Keragaman Jenis Keragaman adalah gabungan antara kekayaan jenis dan kemerataan dalam satu nilai tunggal (Ludwig, 1988 : 8). Menurut Wirakusumah (2003 : 109), keragaman merupakan ukuran integrasi komunitas biologik dengan menghitung dan mempertimbangkan jumlah populasi yang membentuknya dengan kelimpahan relatifnya. Keragaman akan cenderung lebih rendah dalam ekosistem yang secara fisik terkendali dan lebih tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi. Michael (Arifin, 2010 : 7) menjelaskan bahwa keragaman jenis dapat diartikan sebagai jumlah jenis diantara jumlah total individu dari seluruh jenis yang ada. Keragaman akan cenderung lebih rendah dalam ekosistem yang secara fisik terkendali dan lebih tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi (Odum, 1993 : 184). Menurut Soegianto (Indriyanto, 2008 : 145), keragaman jenis dapat digunakan untuk menyatakan stuktur komunitas dan dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya. Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi apabila komunitas tersebut disusun oleh banyak jenis. Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keragaman jenis rendah jika komunitas tersebut disusun hanya 7

8 oleh sedikit jenis tertentu (Indriyanto, 2008 : 146). Lebih lanjut Indriyanto (2008 : 45) menyatakan bahwa keragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi karena terjadi interkasi yang tinggi antar jenis dalam komunitas tersebut. 2. Burung Pantai Burung pantai dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah shorebird atau waders. Pada umumnya, burung pantai diartikan sebagai sekelompok burung air yang secara ekologis bergantung pada lahan basah pantai untuk mencari makan dan (atau) berbiak, berukuran kecil sampai sedang dengan berbagai bentuk dan ukuran paruh yang sesuai dengan keperluannya untuk mencari dan memakan mangsa, melakukan kegiatan migrasi ataupun tidak (Howes, dkk., 2003 : 2-3). a. Taksonomik burung pantai Jenis-jenis burung pantai tergolong ke dalam 12 suku, yaitu ; Scolopacidae, Charadriidae, Jacanidae, Rostratulidae, Dromadidae, Haematopodidae, Ibidorhynchidae, Burhinidae, Glareolidae, Pluvianellidae, Thinocoridae, Recurvirostridae (Howes, dkk., 2003: 3). Burung pantai yang masuk dalam suku-suku tersebut tercatat di Indonesia kecuali burung pantai yang masuk dalam suku Dromadidae, Ibidorhynchidae, Thinocoridae dan Pluvianellidae. Klasifikasi suku-suku burung pantai yang tercatat di Indonesia digambarkan oleh delhoyo, dkk (1996: 275) sebagai berikut ; Kingdom : Eukaryota Filum : Chordata

9 Subfilum : Vertebrata Kelas Ordo : Aves : Charadriiformes Subordo : Charadrii Famili Scolopacidae Famili Charadriidae Famili Jacanidae Famili Rostratulidae Famili Haematopodidae Famili Burhinidae Famili Glareolidae Famili Recurvirostridae b. Morfologik burung pantai Burung pantai mempunyai ukuran berkisar antara 15 cm hingga 58 cm, warna bulu cokelat, putih, dan hitam, serta mempunyai kaki dan paruh yang halus. Meskipun begitu, morfologik pada burung-burung pantai akan terlihat bermacam-macam. Hal tersebut merupakan penyesuaian burung pantai dengan habitat lahan basah tempat mereka mencari pakan. Bentuk tubuh burung pantai lebih terpola menyesuaikan jenis pakan. Ada beberapa jenis burung pantai yang mempunyai ukuran paruh yang sangat panjang dibandingkan dengan ukuran tubuhnya, digunakan dengan baik untuk mengambil pakan berupa cacing di lubang yang lebih dalam, contohnya

10 Gajahan (Numenius sp), Birulaut (Limosa sp), dan Berkik (Gallinago sp) (Holmes dan Nash, 1999: 18; Noor, 2003: 78). Gambar 1. Topografi dasar tubuh burung pantai (Howes, dkk., 2003: 26-27) Ciri morfologik antara burung pantai dari famili Charadriidae dengan famili Scolopacidae menunjukkan kesamaan penampakan. Burung pantai dari famili Charadriidae memiliki ukuran hampir seragam, jenis yang paling besar memiliki kaki yang tidak terlalu panjang juga tidak terlalu pendek, tungkai panjang dan kuat, kebanyakan tidak memiliki jari belakang. Paruh agak pendek, bagian ujungnya terlihat membengkak dan lebih tipis ke bagian tengah sehingga terkesan ujung paruhnya tumpul.

11 Panjang paruh tidak lebih panjang jarak dari pangkal paruh ke mata. Selain itu, mereka mempunyai mata yang relatif besar. Sedangakn burung pantai dari famili Scolopacidae memiliki ukuran kecil sampai sedang, mempunyai kaki yang jenjang, serta paruh yang ramping dan panjang, sayap meruncing panjang. Mata pada anggota famili Scolopacidae lebih kecil bila dibandingkan dengan anggota famili Charadridae (delhoyo, dkk., 1996: 386-448; Howes, dkk., 2003: 73; Winasis, 2011: 74-80). Burung pantai dari famili Jacanidae mempunyai ukuran tubuh kecil hingga sedang. Memiliki jari dan kuku yang panjang, fungsinya adalah untuk mempermudah berjalan di atas tumbuhan terapung. Selain itu, anggota famili Jacanidae juga mempunyai pergelangan kaki yang panjang, sekitar 45-72 mm. Pemanjangan kaki tersebut membuatnya terlihat tinggi. Warna bulu yang tampak sangat beragam tetapi kebanyakan berwarna kemerahan-merahan atau kehijau-hijauan, coklat hinga hitam. Meskipun pada beberapa jenis ada warna putih pada bagian bawah tubuhnya seperti pada bagian perut, tengkuk, dan bawah sayap. (delhoyo, dkk., 1996: 277). Jenis burung pantai dari famili Rostratulidae mempunyai ciri morfologik tanda berupa garis setrip menyala pada kepala dan bahu serta mempunyai mata yang besar. Terdapat bulu yang melingkari mata dengan warna putih yang mencolok atau putih kekuningan. Sayap lebar, terhias dengan garis-garis, setrip, dan bentuk seperti bulatan mata. Paruh panjang dan sedikit melengkung. Ukuran tubuhnya antara 18 cm hingga 28 cm

12 (delhoyo, dkk., 1996: 292; MacKinnon, dkk., 2000: 124). Selanjutnya, untuk jenis burung pantai dari famili Haematopodidae mempunyai ukuran tubuh sedang, rentang ukurannya adalah 40-51 cm. Warna bulunya hitam atau kombinasi hitam dengan putih, kaki panjang dan berwarna merah muda, paruh agak panjang dan runcing berwarna oranye kemerah-merahan (delhoyo, dkk., 1996: 308). Jenis burung pantai dari famili Burhinidae mempunyai ukuran tubuh sedang sekitar 32-59 sentimeter. mempunyai kaki yang panjang dan kuat, tidak ada jari belakang, lutut membesar. Paruh lurus, pendek dan melebar, serta kuat. Mata besar dan kuning bening. Sayapnya panjang, biasanya ditandai dengan warna hitam dan putih (delhoyo, dkk., 1996: 348; MacKinnon, dkk., 2000: 150). Jenis burung pantai dari famili Glareolidae mempunyai ciri-ciri ukuran tubuhnya kecil hingga sedang sekitar 17-29 cm. Paruh kecil, pendek dan melengkung ke bawah. Sayapnya panjang, kaki pendek, jari pendek. Bulu tubuh didominasi warna coklat (delhoyo, dkk., 1996: 364-366). Jenis burung pantai dari famili Recurvirostridae mempunyai ciriciri bertubuh tinggi dan elegan. Berukuran sekitar 35-51 cm, leher panjang, jari-jarinya pendek, serta mempunyai sayap yang memanjang. Paruh kecil memanjang dan runcing. Pada beberapa anggota famili Recurvirostridae paruhnya membengkok ke atas. Kaki panjang berwarna

13 oranye-merah muda. Warna bulu tubuh hitam dan putih (delhoyo, dkk., 1996: 332-333; Winnasis, dkk., 2011: 88). 3. Identifikasi Burung Pantai Identifikasi adalah suatu kegiatan mengenali adanya suatu karakteristik pada jenis tertentu dan membandingkannya dengan jenis yang lain, sehingga dapat memberikan nama pada jenis tersebut (Howes dkk., 2003: 38). Identifikasi seekor burung didasarkan pada kombinasi dari beberapa ciri khas, termasuk penampakan umum, suara, dan tingkah laku. Juga penting untuk mencocokkan sebanyak mungkin bagian burung, terutama ciri-ciri diagnostik, jika diketahui. Sifat yang paling mencolok mungkin diingat dengan jelas, tetapi ciriciri lain sering dilupakan (MacKinnon, 2000: 29). Howes dkk., (2003 : 39) menjelaskan bahwa mengdentifikasi burung pantai dapat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik khusus yang terdapat pada suatu jenis yaitu : a. Ukuran relatif tubuh b. Bentuk badan c. Penampakan terbang, termasuk ekor, tungging dan sayap. d. Bentuk dan panjang paruh e. Panjang relatif kaki terhadap tubuh f. Perilaku makan, lepas landas, mendarat, atau berenang. g. Tanda tertentu pada bulu, seperti garis alis, mahkota, garis sayap, dll. h. Warna bulu yang mencolok i. Suara serta perilaku yang mencolok.

14 4. Habitat Burung Pantai Habitat diartikan sebagai tempat hidup dari makhluk hidup (Dharmawan, dkk., 2005: 81). Habitat juga menunjukkan tempat tumbuh sekelompok organisme dari berbagai jenis yang membentuk suatu komunitas (Indriyanto, 2008: 28). Sedangkan Howes, dkk., (2003: 2) menyatakan bahwa habitat adalah tempat suatu organisme makan dan atau berkembang biak. Fungsi habitat adalah sebagai penyedia makanan, air, dan perlindungan. Rosenzweigh (Sulistyadi, 2010: 246) menjelaskan bahwa setiap jenis hewan membutuhkan habitat yang sesuai untuk dapat bertahan hidup. Habitat dengan variasi lebih besar berbanding dengan variasi jenis yang lebih besar pula. Hewan akan banyak ditemukan pada habitat yang memiliki sumber daya yang dibutuhkan, sebaliknya jarang atau tidak ditemukan pada lingkungan yang kurang menguntungkan. Burung pantai mempunyai habitat di lahan basah (Howes, dkk., 2003: 4). Menurut Whitworth, dkk., (2008: 15) lahan basah meliputi berbagai habitat air tawar dan pesisir pantai yang keduanya memiliki karakteristik umum, yaitu tanah atau substrat yang secara berjangka dipenuhi atau tertutup air. Finlayson (2003: 6) juga menjelaskan bahwa lahan basah meliputi wilayah rawa, dataran rendah, gambut atau air, alami maupun buatan, permanen atau temporer, dengan air tenang maupun mengalir, tawar, payau, atau asin, termasuk area laut yang mempunyai kedalaman air yang tidak melebihi 6 meter pada saat air surut. Di Indonesia ada beberapa kawasan lahan basah yang digunakan jenisjenis burung pantai migran ataupun penetap untuk istirahat, mencari makan, dan

15 berbiak yaitu; mangrove, hamparan lumpur, rawa rumput, savana, rawa herba, tambak, sawah, danau alam dan buatan (Howes, dkk., 2003: 4-6). Pemilihan habitat lahan basah tersebut oleh burung pantai didasarkan oleh beberapa faktor seperti ketersediaan dan kemelimpahan pakan, kondisi cuaca, tipe substrat, pasang surut air laut, salinitas air laut, ketinggian genangan air, morfologik setiap jenis burung pantai (Boettcher, 1995: 68) dan tutupan vegetasi (Whitworth, dkk., 2008: 15). 5. Migrasi Burung Pantai Migrasi diartikan sebagai proses perpindahan hewan beramai-ramai yang dilakukan secara temporer untuk menghindari suhu yang terlalu dingin di tempat asal menuju daerah tropis atau sub tropis yang bersuhu panas dan banyak makanan (Yatim, 1999: 605), Migrasi pada kehidupan burung oleh Campbell (Howes, dkk., 2003: 13) diartikan sebagai pergerakan dari populasi burung yang terjadi pada waktu tertentu setiap tahun, dari tempat berbiak menuju satu atau lebih lokasi tidak berbiak dengan melibatkan adanya kegiatan terbang ke arah tujuan tertentu. Burung pantai melakukan migrasi disebabkan karena perubahan kondisi alam yang ekstrim di lokasi berbiaknya yang menyebabkan minimnya pasokan makanan. Oleh karena itu, bisa dikatan bahwa burung pantai melakukan migrasi bertujuan untuk menghindari perubahan kondisi alam yang memberikan tekanan bagi kelangsungan hidupnya (Howes, dkk., 2003: 13-14).

16 Howes, dkk., (2003: 14-16) membagi migrasi menjadi dua, yaitu : j. Migrasi berdasarkan lokasi 1) Migrasi arah, yaitu perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, di mana ketinggian lokasi asal dan lokasi tujuan bukan merupakan faktor pertimbangan utama. Biasanya dilakukan antara dua tempat berjauhan dan memiliki perbedaan kondisi alam yang ekstrim. 2) Migrasi ketinggian, yaitu perpindahan antara dua lokasi yang memiliki ketinggian di atas permukaan laut yang cukup berbeda. Migrasi ini dilakukan secara vertikal. k. Migrasi berdasarkan waktu 1) Migrasi balik, yaitu perpindahan yang dilakukan ke suatu tujuan tertentu, kemudian kembali lagi ke lokasi asal secara teratur. Biasanya dilakukan berulang-ulang sepanjang hidupnya sebagai respon terhadap perubahan kondisi alam yang terjadi secara terartur sepanjang tahun. 2) Migrasi balik tunda, yaitu perpindahan ke suatau tujuan tertentu yang dilakukan oleh suatu generasi makhluk hidup, kemudian kembali ke lokasi asal dilakukan oleh generasi berikutnya. Biasanya dilakukan oleh makhluk hidup yang memiliki rentang hidup yang cukup singkat. 3) Migrasi searah, yaitu perjalanan yang dilakukan ke suatu tujuan dan tidak bermaksud untuk kembali lagi secara tetap ke lokasi asal. Rute yang digunakan oleh burung pantai dalam bermigrasi disebut Flyway (jalur terbang). Di Asia terapat dua jalur terbang utama yaitu jalur terbang bagian timur Asia (Australasia) dan jalur terbang Indo-Asia. Jalur terbang timur Asia

17 (Australasia) mencakup daerah berbiak di Siberia, daratan Alaska, dan Cina, kemudian memanjang ke selatan melewati daerah persinggahan di Asia Tenggara, Papua Nugini, Australia, Selandia Baru dan Kepulauan Pasifik. Jalur terbang Indo-Cina meliputi daerah berbiak di Siberia Tengah kemudian melalui Himalaya hingga ke Sub-benua India (Howes, dkk., 2003: 18-19). Indonesia termasuk negara yang dilalui burung pantai migran pada jalur terbang timur Asia (Australasia). Gambar 2. Ilustrasi jalur migrasi wilayah timur Asia-Pasifik/Australasia (Howes, dkk.,2003: 18) Burung pantai migran mulai melakukan perjalanan pada bulan September- Maret, dengan demikian burung pantai migran akan dapat teramati di Indonesia pada rentang bulan tersebut. Burung pantai akan kembali ke daerah berbiaknya pada bulan Maret-April. Perjalanan burung pantai dalam melakukan migrasi dan waktu berbiaknya dapat digambarkan dalam daur migrasi burung pantai sebagai berikut:

18 Gambar 3. Rangkuman daur migrasi burung pantai (Howes, dkk.,2003: 23) Di dalam melakukan perjalanan migrasi, burung pantai akan dipandu oleh beberapa faktor seperti kondisi atau tanda-tanda alam yang dilalu pada perjalanan pertama, letak matahari, letak bintang, magnet bumi, dan gabungan dari faktorfaktor tersebut (Howes, dkk.,2003: 19-20). 6. Makanan Burung Pantai Sebagian besar burung pantai menggunakan daerah lahan basah pesisir berair dangkal untuk mencari makan, karena di daerah tersebut burung pantai lebih mudah untuk menemukan organisme makanan yang hidup di permukaan ataupun di dasar substrat. Menurut Nybaken (Wijayanti, 2007: 9), salah satu kelompok organisme yang menjadi sumber pakan bagi burung pantai adalah makrobenthos. Makrobenthos adalah kelompok organisme yang hidup di dasar atau di dalam substrat suatu perairan. Meskipun banyak jenis organisme yang hidup di wailayah pesisir, pada kenyataannya hanya sebagian saja yang dapat menjadi makanan yang menguntungkan bagi burung pantai. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa untuk wilayah Asia terdapat 5 kelompok organisme makanan burung pantai, yaitu Bivalvia, Gastropoda, Crustacea,

19 Polychaeta, Pisces (Howes, dkk.,2003: 226). Selain 5 kelompok organisme tersebut burung pantai juga memakan Insecta (Tsipoura dan Burger, 1999: 640). B. Kerangka Berfikir Kawasan Pesisir Trisik mempunyai tipe-tipe lahan basah yang berbeda dan menjadi salah satu lokasi singgah burung pantai migran setiap tahunnya di Indonesia. Selain itu, menjadi habitat salah satu burung pantai penetap yaitu Charadrius javanicus. Adanya kegiatan masyarakat sekitar dalam memanfaatkan Kawasan Pesisir Trisik untuk bertani, mencari ikan, menambang pasir, mencari kayu bakar, dan menggembala domba. Selain itu, perburuan burung pantai juga dilakukan oleh warga di kawasan tersebut. Banyaknya kegiatan masyarakat di Kawasan Pesisir Trisik dapat berpotensi mengganggu aktifitas burung pantai dan mempengaruhi jumlah jenis burung migran yang di singgah. Perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis burung pantai yang ada di Kawasan Pesisir Trisik secara umum dan jenis burung pantai pada tipe-tipe habitat lahan basah yang ada. Hasil penelitian dapat digunakan untuk data pengelolaan Kawasan Pesisir Trisik sebagai habitat penting bagi burung pantai.