M, 2015 PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MENJADI RELAWAN DI DAERAH BENCANA

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh faktor alam, atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga

Powered by TCPDF (

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Tahun demi tahun negeri ini tidak lepas dari bencana. Indonesia sangat

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bidang sosial, kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal, dan kekacauan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT, Menimbang

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 3 Tahun 2014 Seri D Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

MATRIKS SANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA 1 BNPB KEMENDAGRI KEMENSOS CATATAN. Pemerintahan Daerah

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan 1. Di Kabupaten Malang penerapan manajemen rantai pasok dilaksakan

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR DAN MEKANISME PENYALURAN CADANGAN BERAS PEMERINTAH UNTUK PENANGANAN TANGGAP DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

GULANG BENCANA BENCAN DAERAH KABUPATEN KABUPATE MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berada di tiga lempeng tektonik dunia, yaitu: Lempeng Indo-

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGKAJIAN RISIKO BENCANA

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BUPATI PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

Wates, 2 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS KEBUTUHAN SDM KESEHATAN DALAM MENGHADAPI ERUPSI GUNUNG SINABUNG

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan tempat dimana tiga lempeng besar dunia

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATIPANDEGLANG,

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sarat akan potensi bencana gempa bumi

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN AGAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

No.1087, 2014 BNPB. Badan Penanggulangan Bencana. Daerah. Pembentukan. Pedoman KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

Analisis Stakeholder dalam Pengurangan Risiko Banjir di Kabupaten Klaten

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 83 TAHUN 2017

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan

PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

MITIGASI BENCANA TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KUPANG

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB III LANDASAN TEORI

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

RANCANGAN TENTATIF WAWANCARA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjadi seorang relawan merupakan tindakan kemanusiaan yang sangat nyata. Banyak kalangan yang tertarik untuk menjadi relawan, baik itu para anak muda yang belum menamatkan pendidikan atau para orang dewasa yang sudah sukses. Para relawan tidak hanya ditempatkan di daerah bencana atau daerah konflik, tapi juga ditempatkan di daerah yang tertinggal baik dari segi fasilitas maupun segi pendidikan Indonesia memiliki banyak daerah rawan bencana. Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 501 kabupaten/kota di Indonesia yang termasuk daerah rawan bencana. Pada peta indeks daerah rawan bencana terdapat 396 kota/kabupaten di Indonesia yang termasuk ke daerah dengan resiko tinggi bencana. Sedangkan 75 kota/kabupaten masuk dalam kategori sedang dan 30 kota/kabupaten termasuk dalam kategori rendah (Kurniawan, 2011). Salah satu bencana alam yang hingga kini masih menjadi perhatian di Indonesia adalah erupsi Gunung Sinabung. Erupsi Gunung Sinabung mulai terjadi di tahun 2013. Dalam peristiwa tersebut tercatat ada sekitar 12.300 jiwa pengungsi tersebar di 20 tempat penampungan. Untuk menangani keadaan sekitar 500 lebih personil BNPB, BPBD Sumatera Utara, TNI, Polri, SKPD, dan relawan diturunkan (Tribunnews, 2013). Karena banyaknya daerah rawan bencana di Indonesia, pemerintah harus mempersiapkan tim penanggulangan bencana yang akan membantu para korban. Selain tim yang memang sudah dipekerjakan oleh pemerintah, banyak relawan yang bersedia untuk membantu para korban (BNPB, 2011). Tugas menjadi seorang relawan tidaklah mudah. Seorang relawan harus memiliki keterampilan dasar. Keterampilan dasar tersebut akan diberikan oleh BNPB dan BPBD. Keterampilan dasar yang diberikan berupa pembinaan untuk meningkatkan kompetensi (pengetahuan dan perilaku) dan integritas

2 relawan sehingga relawan dapat memiliki kinerja yang maksimal (BNPB, 2011). Seorang relawan juga memiliki kriteria tertentu. Sebuah artikel menyebutkan bahwa orang-orang yang menjadi relawan biasanya telah menyelesaikan pendidikan tinggi dan bekerja dengan pendapatan yang lebih tinggi, serta memiliki lebih banyak keterampilan dan pengalaman di organisasi. Mereka juga lebih percaya diri akan kemampuan mereka untuk berkontribusi secara signifikan untuk menjadi relawan (Thoits & Hewitt, 2001). Selain itu, hasil penelitian Hussein (2011 dalam Mundle, 2012) menyatakan bahwa seorang relawan tidak boleh memiliki kekurangan (disablity). Resiko yang dihadapi para relawan bukanlah resiko yang kecil. Para relawan yang berada di daerah bencana harus siap akan datangnya bencana susulan ataupun tertularnya penyakit tertentu. Menurut penelitian Enrenreich dan Elliot (2004) salah satu sumber stres bagi para relawan adalah adanya bahaya mengancam (penyakit, terkena gempa susulan, dan sebagainya), perasaan takut dan tidak pasti yang berlebihan. Banyak pertimbangan yang harus dipikirkan oleh seorang relawan yang bersedia ditempatkan di daerah rawan. Hal penting yang harus di pertimbangkan adalah pandangan keluarga mengenai keputusan tersebut. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap seorang relawan yang telah berkeluarga, relawan tersebut mengalami kesulitan dalam meyakinkan pihak keluarga. Hal tersebut dikarenakan relawan harus menetap sekitar 2 bulan di daerah bencana untuk membuat sarana sanitasi. Pihak keluarga tidak menyetujui keputusan yang subjek ambil dengan alasan selagi subjek memiliki waktu luang, subjek seharusnya dapat menghabiskan waktu bersama keluarga. Proses pertimbangan seseorang untuk menjadi relawan melibatkan proses kognitif berupa pengambilan keputusan. Menurut Stenberg (2006) penilaian dan pengambilan keputusan digunakan untuk menyeleksi diantara pilihanpilihan atau mengevaluasi kesempatan-kesempatan yang ada.

3 Pengambilan keputusan untuk menjadi relawan tidaklah mudah. Relawan bukanlah suatu pekerjaan rutin karena tidak terjadi setiap waktu dan bersifat insidental. Banyak faktor yang mempengaruhi keinginan individu dewasa untuk menjadi relawan. Salah satu faktor yang mendorong adalah sikap generativity. Sikap generativity adalah sebuah sikap yang lebih berfokus pada hubungannya dengan keturunannya, misalnya seseorang menjadi relawan karena orangtuanya juga merupakan relawan. Karateristik yang ada dalam sikap generativity adalah adanya sikap peduli, mengayomi, hangat dan sedikit mengatur. Selain itu adanya perasaan memetingkan kebutuhan orang lain (altrusim) dan empati, kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, dan sebuah pencarian akan keanekaragaman dan kebermaknaan hidup (King, 2003 dalam Cheek et al, 2013). Pertimbangan juga diikuti karena adanya faktor efek jaringan sosial yang dimiliki, persaingan antara individu untuk memenuhi tanggung jawab sebagai manusia, adanya perubahan gaya hidup, perkembangan kepribadian dalam diri individu, dan adanya rasa percaya terhadap kemampuan diri yang dimiliki (Martinez, 2004). Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang banyak meneliti mengenai motivasi, kriteria dan alasan seorang dewasa untuk menjadi relawan, peneliti tertarik untuk mencari tahu bagaimana gambaran proses pengambilan keputusan pada seseorang saat dia memutuskan untuk menjadi relawan. Peneliti juga tertarik untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi seseorang yang telah berkeluarga saat memutuskan untuk menjadi relawan. B. Fokus Penelitian Penelitian ini berfokus pada pencarian informasi mengenai proses pengambilan keputusan yang dilakukan untuk menjadi relawan. Pengambilan keputusan yang dimaksudkan adalah cara subjek melakukan setiap proses pengambilan keputusan di saat akan menjadi seorang relawan di daerah bencana selama 1 bulan atau lebih.

4 C. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang, rumusan masalah dapat dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu, bagaimanakah gambaran proses pengambilan keputusan seseorang yang telah berkeluarga untuk menjadi seorang relawan? D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai proses pengambilan keputusan seoarang yang telah berkeluarga untuk menjadi relawan. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan serta pemahaman peneliti mengenai proses pengambilan keputusan pada relawan di daerah bencana yang telah berkeluarga. F. Struktur Organisasi Skripsi Struktur organisasi skripsi ini meliputi BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. BAB II Kajian Pustaka, bab ini menguraikan tinjauan teori yang menjadi masalah objek penelitian. Tinjauan tersebut terdiri dari, pengertian pengambilan keputusan, proses pengambilan keputusan, dasar-dasar pengambilan keputusan dan pengertian relawan. BAB III Metode Penelitian, yang terdiri atas lokasi penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, pengambilan data dan instrumen penelitian, serta analisis data. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan yang memaparkan hasil penelitian serta pembahasan. Pembahasan berisi analisis mengenai proses pengambilan keputusan seseorang yang telah berkeluarga untuk menjadi relawan. BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi, bab ini menguraikan kesimpulan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang disampaikan alam bentuk pendapat baru sebagai jawaban permasalahan. Saran berisi

5 anjuran yang bersifat operasional, kebijakan, maupun konseptual yang ditujunan kepada pengguna hasil penelitian ataupun peneliti selanjutnya.