BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin.

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. investasi pembangunan. Sampah perkotaan adalah sampah yang timbul di kota.

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi

III. METODOLOGI PENELITIAN

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

BAGIAN 7 PENGANGKUTAN SAMPAH

Kata Kunci : sampah, angkutan sampah, sistem angkut sampah

PROPOSAL PROYEK AKHIR. Yayuk Tri Wahyuni NRP Dosen Pembimbing Endang Sri Sukaptini, ST. MT

KAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM

Jurusan Teknik Planologi Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung 2013 Jl. Dr Setiabudhi No 193 Tlp (022) Bandung

ANALISIS PENGELOLAAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN KLUNGKUNG KABUPATEN KLUNGKUNG

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH BANDARA HASANUDDIN. Yemima Agnes Leoni 1 D Mary Selintung 2 Irwan Ridwan Rahim 3 1

Kata kunci : manajemen sampah, sistem pengangkutan, Kecamatan Tabanan dan Kecamtan Kediri, kebutuhan armada pengangkut sampah

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KEBUTUHAN TRUK SAMPAH DI KECAMATAN DENPASAR UTARA. Oleh : I Ketut Gd Yoga Satria Wibawa NIM:

EVALUASI PENGANGKUTAN SAMPAH DAN PENGEMBANGAN SARANA PERSAMPAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA

BAB III LANDASAN TEORI

BAGIAN 6 PEWADAHAN, PENGUMPULAN DAN PEMINDAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR ANALISIS RUTE JALAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA MAKASSAR (STUDI KASUS: KECAMATAN TAMALANREA) OLEH: RIZKY HADIJAH FAHMI D

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang

BAB III STUDI LITERATUR

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

Gambar 2.1 organik dan anorganik

Metoda Pemindahan dan Pengangkutan

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK MENINGKATKAN PELAYANAN ASET DI KABUPATEN KARAWANG

EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA MAUMERE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS)

EVALUASI SISTEM PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN BANDA RAYA, JAYA BARU DAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH

PEWADAHAN, PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN BANGLI

Pengaruh Stasiun Peralihan Antara Terhadap Pengelolaan Sampah Permukiman di Kecamatan Tambaksari, Surabaya

ABSTRAK. Kata kunci :Volume timbulan sampah, kebutuhan armada pengangkut sampah, BOK Kecamatan Negara dan Kecamatan Jembrana,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sampah sebagai material sisa aktivitas manusia maupun proses alam

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Sampah

BAB III METODE PERENCANAAN

PERANSERTA PEMERINTAH, SWASTA, DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG DINAS KEBERSIHAN & PERTAMANAN KOTA SEMARANG TAHUN 2010

PENGELOLAAN LIMBAH PADAT / SAMPAH ( REDUCE, RECYCLING, REUSE, RECOVERY )

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota

PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH KECAMATAN GAJAH MUNGKUR KOTA SEMARANG Elysa Nur Cahyani *), Wiharyanto Oktiawan **), Syafrudin **)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Rute Pengangkutan Eksisting Kendaraan Arm Roll Truck

SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH KECAMATAN SEMARANG TENGAH, KOTA SEMARANG Hamida Syukriya*), Syafrudin**), Wiharyanto Oktiawan**)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

EVALUASI SISTEM PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA MALANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MANAJEMEN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN KUTA KABUPATEN BADUNG

BAB IV INVENTARISASI STUDI PERSAMPAHAN MENGENAI BIAYA SPESIFIK INVESTASI

LAMPIRAN A: SPESIFIKASI TEKNIS SEKTOR PERSAMPAHAN

Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

KATA PENGANTAR. Laporan Akhir PENYUSUNAN LAYANAN PERSAMPAHAN KOTA BOGOR

meter kubik. Dibandingkan tahun 1996/1997, produksi sampah di Jakarta tersebut naik sekitar 18%. Hal ini diakibatkan bukan saja karena

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA DENPASAR TPST-3R DESA KESIMAN KERTALANGU DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA DENPASAR

Karakteristik dan Komposisi Sampah di TPA Buku Deru-Deru, Takome Kota Ternate dan Alternatif Pengelolaannya

BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK

POTENSI PEMANFAATAN SAMPAH PASAR DAN SENTRA MAKANAN DI KECAMATAN SIDOARJO KABUPATEN SIDOARJO

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN BERAT JENIS DAN KOMPOSISI SAMPAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OLEH : SIGIT NUGROHO H.P

PERAN SEKTOR INFORMAL DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA BANYUROTO, KULON PROGO

Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian

PERENCANAAN TEKNIS OPERASIONAL PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KECAMATAN JATIASIH, KOTA BEKASI

BANTAENG, 30 JANUARI (Prof. DR. H.M. NURDIN ABDULLAH, M.Agr)

KAJIAN INFRASTRUKTUR PENGOLAHAN SAMPAH DI KAWASAN BERKEMBANG JAKABARING KELURAHAN 15 ULU KOTA PALEMBANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. kapasitas atau jumlah tonnasenya. Plastik adalah bahan non-biodegradable atau tidak

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA LISA STUROYYA FAAZ

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

1. Pendahuluan ABSTRAK:

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk padat (Menteri Hukum dan HAM, 2008). Bertambahnya. sampah erat kaitannya dengan peningkatan aktivitas manusia dan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Batasan Masalah...

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah Dalam aktivitas sehari-hari, manusia sering kali bergantung dengan bahanbahan yang dihasilkan oleh alam. Dalam proses pemanfaatan bahan-bahan yang dihasilkan oleh alam tersebut tentunya akan menghasilkan sisa atau bahan buangan yang dikenal dengan nama sampah. Ada banyak definisi mengenai sampah yang dikemukakan oleh para ahli. Beberapa definisi tersebut diantaranya : a. Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembuatan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembuatan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan. (Anonim, 1994). b. Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. (Ecolink, 1996). c. Sampah adalah suatu yang tak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula.(tandjung, 1982). d. Sampah adalah sumberdaya yang tidak siap pakai. (Radystuti, 1996). e. Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.(sk SNI T - 13 1990 - F). f. Sampah adalah sisa - sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena yang sudah di ambil bagian utamanya, atau karena sudah tidak ada manfaatnya, yang ditinjau dari sosial ekonomi tidak ada harganya, dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian. (Hadiwiyoto, 1983). g. Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar 4

tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.(sk 19 2454-2002). h. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses atau Sampah adalah barang-barang atau benda-benda yang sudah tidak berguna lagi dan harus dibuang. (Anonim, 2007). 2.2 Penggolongan Sampah Penggolongan Sampah dapat didasarkan atas beberapa kriteria, yaitu didasarkan atas asal, komposisi, bentuk, lokasi, proses terjadinya, sifat, dan jenisjenisnya. (Hadiwiyoto, 1983). 1. Penggolongan sampah berdasarkan asalnya. Berdasarkan asalnya, sampah dapat digolongkan sebagai berikut : a. Sampah dari hasil kegiatan rumah tangga. Termasuk dalam hal ini adalah sampah dari asrama, rumah sakit, hotel-hotel, dan kantor. b. Sampah dari hasil industri/pabrik. c. Sampah dari hasil kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian meliputi perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan. Sampah dari hasil kegiatan pertanian sering disebut limbah hasil-hasil pertanian. d. Sampah dari hasil perdagangan, misalnya sampah toko, sampah ruko, sampah pasar. e. Sampah dari hasil kegiatan pembangunan. f. Sampah jalan raya. 2. Penggolongan sampah berdasarkan komposisinya. Pada suatu kegiatan mungkin akan menghasilkan jenis sampah yang sama, sehingga, komponen-komponen penyusunannya juga akan sama. Misalnya sampah yang terdiri dari atas kertas, logam, atau daundaunan saja. Setidaknya apabila tercampur dengan bahan-bahan lain, maka sebagian besar komponennya adalah seragam. Karena itu berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 5

a. Sampah yang seragam. Sampah dari kegiatan industri pada umumnya termasuk golongan ini. Sampah dari kantor sering terdiri atas kertas, kertas karbon, karton, dan masih digolongkan dalam sampah yang seragam. b. Sampah yang tidak seragam ( campuran ), misalnya sampah yang berasal dari pasar atau sampah dari tempat-tempat umum. 3. Penggolongan sampah berdasarkan bentuknya. Sampah dari rumah-rumah makan pada umumnya merupakan sisa-sisa air pencuci, sisa-sisa makanan yang bentuknya berupa cairan atau seperti bubur. Sedangkan beberapa pabrik menghasilkan sampah berupa gas, uap air, debu atau sampah-sampah berbentuk padatan. Dengan demikian berdasarkan bentuknya ada tiga macam sampah, yaitu : a. Sampah berbentuk padatan (solid), misalnya daun, kertas, karton, kaleng, plastik, dsb. b. Sampah berbentuk cairan (termasuk bubur), misalnya bekas air pencuci, bahan cairan yang tumpah. Limbah industri banyak juga yang berbentuk cair atau bubur, misalnya blotong (tetes) yaitu sampah dari pabrik tebu. 4. Penggolongan sampah berdasarkan lokasinya. Baik di kota maupun luar kota, banyak dijumpai sampah bertumpuktumpuk. Berdasarkan lokasi terdapatnya sampah, dapat dibedakan : a. Sampah kota (urban), yaitu sampah yang terkumpul di kota-kota besar. b. Sampah daerah, yaitu sampah yang terkumpul di daerah-daerah di luar perkotaan, misalnya di desa, di daerah pemukiman, di pantai. 5. Penggolongan sampah berdasarkan proses terjadinya. Berdasarkan atas proses terjadinya, dibedakan antara : 6

a. Sampah alami, ialah sampah yang terjadi karena proses alami, misalnya rontoknya daun-daun tanaman di pekarangan rumah. b. Sampah non-alami, ialah sampah yang terjadi karena kegiatankegiatan manusia. 6. Penggolongan sampah berdasarkan sifatnya. Terdapat dua macam sampah yang sifat-sifatnya berlainan, yaitu : a. Sampah Organik, yang terdiri atas daun-daunan, kayu, kertas, karton, tulang, sisa makanan ternak, sayur dan buah. Sampah Organik, dan oleh karenanya tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Bahan-bahan ini mudah didegredasi oleh mikroba. b. Sampah anorganik, yang terdiri atas kaleng, plastik, besi dan logam-logam lainnya, gelas, mika, atau bahan-bahan yang tidak tersusun oleh senyawa-senyawa organik. Sampah ini tidak didegredasikan oleh mikroba. 7. Penggolongan sampah berdasarkan jenis - jenisnya. Berdasarkan atas jenisnya, sampah dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu : a. Sampah alam Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman. b. Sampah manusia Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan 7

bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air. c. Sampah Konsumsi Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah sampahsampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampahsampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri. d. Limbah radioaktif (nuklir) Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktifitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan). 2.3 Timbulan Sampah Timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita atau per luas bangunan per panjang jalan. (SNI 19 2454 2002). 2.3.1 Besar timbulan sampah Ada cara yang dapat digunakan untuk mengetahui besarnya jumlah sampah, yaitu dengan melakukan pengukuran berat dan volume. Jumlah timbulan sampah akan berhubungan dengan elemen-elemen pengelolaan sampah seperti pemilihan peralatan, misalnya wadah, alat pengumpulan dan pengangkutan, perencanaan rute pengangkutan, fasilitas untuk daur 8

ulang, jumlah dan kapasitas TPS serta luas dan jenis TPA Prakiraan timbulan sampah baik untuk saat sekarang maupun dimasa mendatang merupakan dasar dari perencanaan, perancangan, dan pengkajian sistem pengelolaan sampah. Prakiraan rata-rata timbulan sampah merupakan langkah awal yang biasa dilakukan dalam pengelolaan sampah. Satuan timbulan sampah ini biasanya dinyatakan sebagai satuan skala kuantitas per orang atau per unit bangunan dan sebagainya. Besarnya timbulan sampah dapat diketahui dengan metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan. Contoh timbulan sampah adalah sampah yang diambil dari lokasi pengambilan terpilih, untuk diukur volumenya dan ditimbang beratnya dan diukur komposisinya. Sedangkan komponen sampah adalah komponen fisik sampah seperti sisa-sisa makanan, kertas, kain tekstil, karet-kulit, plastik, logam besi non-besi, kaca, dan lain-lain. Komponen dan komposisi sampah merupakan hal yang terpenting dalam pengelolaan sampah. Besar timbulan sampah dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu berdasarkan komponen-komponen sumber sampah dan klasifikasi kota (SNI 19 3983-1995). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2. Tabel 2.1 Besar Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota No. Satuan Volume (L/orang/hari) Berat (kg/orang/hari) Klasifikasi Kota 1 Kota sedang 2,75 3,25 0,70 0,80 2 Kota kecil 2,5 2,75 0,625 0,70 Sumber: SNI-19-3983-1995 9

Tabel 2.2 Besar timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Komponen Sumber Sampah No. Komponen Sumber Volume Satuan Sampah (liter) Berat (kg) 1 Rumah permanen Per orang / hari 2,25 2,50 0,350 0,400 2 Rumah semi permanen Per orang / hari 2,00 2,25 0,300 0,350 3 Rumah non permanen Per orang / hari 1,75 2,00 0,250 0,100 4 Kantor Per pegawai / hari 0,50 0,75 0,025 0,100 5 Toko / Ruko Per pegawai / hari 2,50 3,00 0,150-0,350 6 Sekolah Per murid / hari 0,10-0,15 0,010-0,020 7 Jalan arteri Per meter / hari 0,10-0,15 0,020-0,100 8 Jalan kolektor Sekunder Per meter / hari 0,10-0,15 0,010-0,050 9 Jalan Lokal Per meter / hari 0,005 0,1 0,005-0,025 10 Pasar Per meter² / hari 0,20-0,60 0,1-0,3 Sumber: SNI-19-3983-1995 2.3.2 Faktor faktor yang mempengaruhi macam, jenis, serta besarnya timbulan sampah Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah : a) Jenis-jenis bangunan yang ada. Jenis-jenis bangunan yang ada nantinya akan menentukan macam, jenis dan besarnya timbulan sampah, seperti misalnya : Bangunan kantor, sampah yang dominan ditimbulkan biasanya adalah combustible rubbish. Bangunan industri, biasanya menimbulkan sampah yang sebagian besar adalah sejenis. Bangunan pasar, sampah garbage dan rubbish merata. b) Tingkat Aktivitas. Jumlah sampah yang timbul pada setiap bangunan, berhubungan langsung dengan ingkat aktifitas orang-orang yang menggunakannya, misalnya : 10

1. Pabrik gula, semakin besar tingkat produksinya maka semakin besar pula sampah ampas tebu yang dihasilkan. 2. Bangunan pasar, semakin banyak pedagang dalam pasar maka semakin banyak pula timbulan sampah yang dihasilkan. c) Iklim. Umumnya daerah tropis memiliki jenis tumbuh-tumbuhan yang lebih lebat dibandingkan dengan daerah yang beriklim kering. d) Musim. Setiap terjadi pergantian musim maka jenis serta volume sampahnya akan berganti pula. Pada saat hal tersebut terjadi, maka akan timbul fluktuasi volume sampah. e) Letak Geografis. Buah buahan yang ada di daerah tropis biasanya lebih banyak mengandung air dari pada di daerah subtropis. f) Kepadatan dan jumlah penduduk. Semakin besar kepadatan jumlah penduduk disuatu daerah terutama di daerah perkotaan, maka semakin besar pula volume sampah yang ditimbulkan. Disisi lain lahan untuk pengolahan sampah yang tersedia semakin sempit. g) Tingkat Teknologi Industri yang sudah maju teknologinya akan mencapai efisiensi yang setinggi-tingginya dalam mengolah bahan bakunya, sehingga bahan baku yang digunakan tidak banyak yang terbuang. Bahkan sisa bahan baku yang digunakan sebelumnya pada suatu jenis hasil produksi, dapat digunakan kembali sebagai bahan baku pada hasil produksi lainnya, atau sekurang-kurangnya digunakan sebagai bahan penunjang, sebagai hasil sisa dapat diresidusir. h) Periode sosial-ekonomi. 1. Dinegara yang kondisi ekonominya baik, produsi meningkat, daya beli masyarakat semakin bertambah, maka akan semakin besar pula timbulan sampahnya. 11

2. Sebaliknya di negara yang keadaan ekonominya merosot, mengalami inflasi, produksi menurun, daya beli masyarakat rendah, maka semakin kecil timbulan sampahnya. 2.4 Pengelolaan sampah Pengelolaan sampah dapat diartikan sebagai kontrol terhadap timbulan sampah, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, proses dan pembuangan akhir sampah, dimana seluruh hal tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip terbaik untuk kesehatan, ekonomi, keteknikan/enginering, konservasi, estetika lingkungan, dan juga sikap masyarakat. Dalam menentukan strategi pengelolaan sampah ini diperlukan informasi mengenai timbulan sampah, komposisi dan karakteristik sampah, serta laju penimbunan sampah 2.4.1 Teknik operasional pengelolaan sampah Teknik operasional pengelolaan sampah merupakan sebuah proses kegiatan dalam mengelola sampah mulai dari pewadahan sampah, pengangkutan hingga pembuangan akhir yang bersifat terpadu dengan melakukan pemilahan sejak dari sumberya. Adapun Skema Teknik Operasional Pengelolaan Persampahan dapat dilihat pada Gambar 2.1: 12

TIMBULAN SAMPAH PEMILAHAN, PEWADAHAN, DAN PENGOLAHAN DI SUMBER PENGUMPULAN PEMINDAHAN PENGANGKUTAN PEMILAHAN DAN PENGOLAHAN PEMBUANGAN AKHIR Gambar 2.1 Diagram Teknik Operasional Pengelolaan Persampahan Sumber: SNI 19-2454-2002 2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan sampah Di dalam buku SNI 19-2454 - 2002 dijelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi sistem pengolahan sampah, diantaranya: 1. Kepadatan dan penyebaran penduduk; 2. Karakteristik lingkungan dan sosial ekonomi; 3. Timbulan dan karakteristik sampah; 4. Budaya sikap dan perilaku masyarakat; 5. Jarak dari sumber ke tempat pembuangan akhir sampah; 6. Rencana tata ruang dan pengembangan kota; 7. Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir sampah; 8. Biaya yang tersedia; 9. Peraturan daerah setempat. 2.4.3 Tingkat Pelayanan Tingkat pelayanan didasarkan pada jumlah penduduk yang terlayani dan luas daerah yang terlayani dan jumlah sampah yang terangkat ke TPA. 13

2.4.4 Frekuensi pelayanan Berdasarkan hasil penentuan skala kepentingan daerah pelayanan, frekuensi pelayanan dapat dibagi dalam beberapa kondisi sebagai berikut: 1. Pelayanan intensif antara lain untuk jalan protokol, pusat kota, dan daerah komersil; 2. Pelayanan menengah antara lain untuk kawasan pemukiman teratur; 3. Pelayanan rendah antara lain untuk daerah pinggiran kota. 2.4.5 Faktor penentuan kualitas operasional pelayanan Faktor penentu operasional pelayanan adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan jenis peralatan; 2. Sampah terisolasi dari lingkungan; 3. Frekuensi pelayanan; 4. Frekuensi penyapuan lebih sering; 5. Pendapatan dan retribusi; 6. Timbulan sampah musiman. 2.5 Teknik Operasional Berdasarkan SNI 19-2454 - 2002, ada beberapa tahapan yang akan dilalui sampah sebelum sampah tersebut sampai di TPA. Adapun tahapantahapan tersebut diantaranya: 2.5.1. Tahap pewadahan sampah Pewadahan sampah adalah aktivitas menampung sampah sementara yang dilakukan oleh penghasil sampah (sumber sampah) dengan menggunakan tempat sampah yang besarnya disesuaikan dengan tingkat volume sampah yang dihasilkan masing-masing sumber sampah. Pola pewadahan sampah dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Pewadahan individual adalah aktivitas penanganan penampungan sampah sementara dalam suatu wadah khusus untuk dan dari sampah individu. 14

2. Pewadahan komunal adalah aktivitas penanganan penampungan sampah sementara dalam suatu wadah bersama baik dari berbagai sumber maupun sumber umum. 2.5.2 Tahap Pengumpulan Sampah Pengumpulan sampah adalah aktivitas penanganan yang tidak hanya mengumpulkan sampah dari wadah individual dan atau dari wadah komunal (bersama) melainkan juga mengangkutnya ke tempat terminal tertentu, baik dengan pengangkutan langsung maupun tidak langsung (SNI, 2002). Pola pengumpulan sampah berdasarkan SNI No. 19-2454-2002 Tahun 2002 terdiri atas: 1. Pola individual langsung (door to door) adalah kegiatan pengambilan sampah dari rumah-rumah/sumber sampah dan diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir tanpa melalui kegiatan pemindahan, sesuai dengan gambar 2.2, dengan persyaratan sebagai berikut: a. Kondisi topografi bergelombang (>15-40%), hanya alat pengumpul mesin yang dapat beroperasi. b. Kondisi jalan yang cukup lebar dan tidak mengganggu pemakai jalan lainnya. c. Kondisi dan jumlah alat memadai. d. Jumlah timbulan sampah > 0,3 m 3 /hari.. e. Bagi. penghuni. yang beroperasi. di. jalan protokol.......... TPA. Gambar 2.2 Pola Individual Langsung (Sumber : SNI 19-2454-2002) 2. Pola individual tidak langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari masing-masing sumber sampah dibawa ke lokasi pemindahan untuk 15

kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir, sesuai dengan gambar 2.3, dengan persyaratan sebagai berikut: a. Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya pasif, lahan untuk lokasi pemindahan tersedia. b. Bagi kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 5%) dapat menggunakan alat pengumpul non-mesin (gerobak, becak). c. Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung. d. Kondisi lebar gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pamakai jalan lainnya. e. Harus ada organisasi pengumpulan sampah. TPA................ Gambar 2.3 Pola Individual tidak langsung (Sumber : SNI 19-2454-2002) 3. Pola komunal langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari masingmasing titik komunal dan diangkut ke lokasi pembuangan akhir, sesuai dengan gambar 2.4, dengan persyaratan sebagai berikut: a. Bila alat angkut terbatas. b. Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah. c. Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah individual (kondisi daerah berbukit, gang/jalan sempit). d. Peran serta masyarakat tinggi. 16

e. Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk). f. Untuk pemukiman tidak teratur. TPA Gambar 2.4 Pola komunal langsung (Sumber : SNI 19-2454-2002) 4. Pola komunal tidak langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari masing-masing titik pewadahan komunal ke lokasi pemindahan untuk diangkut selanjutnya ke tempat pembuangan akhir, sesuai dengan gambar 2.5, dengan persyaratan sebagai berikut: a. Peran serta masyarakat tinggi. b. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia. c. Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang mudah dijangkau oleh alat pengumpul. d. Tempat dengan kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 5%) dapat menggunakan alat pengumpul non-mesin (gerobak, becak), bagi kondisi topografi > 5% dapat menggunakan cara lain seperti pikulan, kontainer kecil beroda dan karung. e. Kondisi/lebar gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan lainnya. f. Harus ada organisasi pengumpulan sampah. 17

TPA Gambar 2.5 Pola Komunal Tidak Langsung (Sumber : SNI 19-2454-2002) 5. Pola penyapuan jalan adalah kegiatan pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan, khususnya untuk jalan protokol, lapangan parkir, lapangan rumput dan lain-lain. Hasil penyapuan diangkut ke lokasi pemindahan untuk kemudian diangkut ke TPA, penanganan dilakukan berbeda untuk setiap daerah sesuai fungsi daerah yang dilayani, seperti gambar 2.6. TPA Gambar 2.6 Pola Penyapuan Jalan (Sumber : SNI 19-2454-2002). Keterangan untuk gambar 2.2 sampai 2.6: : Sumber timbulan sampah pewadahan individual. : Pewadahan Komunal. : Lokasi Pemindahan. : Gerakan alat pengangkut. : Gerakan alat pengumpul. : Gerakan penduduk ke arah komunal. 18

POLA INDIVIDUAL LANGSUNG Sumber Timbulan Sampah Kantong Plastik Tong/Bin Compactor Truck Dump Truck Transfer POLA INDIVIDUAL TIDAK LANGSUNG Kantong Plastik Tong/Bin Gerobak Sampah Kontainer Container Truck Dump Truck Compactor Truck POLA KOMUNAL LANGSUNG Kontaine r Dump Truck TPA Compactor Truck Container Truck Transfer POLA KOMUNAL TIDAK LANGSUNG Gerobak Komunal Kontainer Komunal Gerobak Sampah Kontainer Transfer Dump Truck Container Truck POLA PENYAPUAN JALAN Gerobak Sampah Kontainer Dump Truck Container Truck Gambar 2.7 Jenis Jenis Pola Pengumpulan Sampah (Sumber : SNI 19-2454-2002)

2.5.3 Pemindahan Sampah Pemindahan sampah adalah kegiatan memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir. Tipe pemindahan (transfer) ditampilkan dalam tabel 2.3. Tabel 2.3 Tipe Pemindahan (Transfer) No. Uraian Transfer Depo Tipe I Transfer Depo Tipe II 1 Luas lahan > 200 m 2 60 m 2 200 m 2 Transfer Depo Tipe III 10 m 2 20 m 2 2. Fungsi tempat pertemuan peralatan pengumpul tempat pertemuan tempat pertemuan dan pengangkutan peralatan gerobak dan sebelum pengumpul kontainer (6- pemindahan. dan 10 m 3 ). tempat penyimpanan pengangkutan lokasi atau kebersihan. sebelum penempatan bengkel sederhana. pemindahan. kontainer kantor wilayah tempat parkir komunal (1-10 /pengendali. gerobak. m 3 ). tempat pemilahan. tempat tempat pemilahan. pengomposan. 3. Daerah pemakai baik sekali untuk daerah yang mudah mendapat lahan. - daerah yang sulit mendapat lahan yang kosong dan daerah protokol. Sumber: Standar Nasional Indonesia Nomor 19-2454-2002 2.5.4 Pengangkutan sampah Pengangkutan sampah adalah kegiatan membawa sarnpah dari lokasi 20

pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke tempat pembuangan akhir. Menurut SNI 19-2454 - 2002, pola pengangkutan sarnpah dapat dibagi menjadi tiga pola, yaitu: 1. Pengangkutan sampah dengan sistem pengumpulan individu langsung (door to door), seperti gambar 2.8. Tahapan kegiatan dari pola pengangkutan ini yaitu: a. Truk pengangkut sampah dari pool menuju titik sumber sarnpah pertama untuk mengambil sampah; b. Selanjutnya mengambil sampah pada titik-titik sumber sampah berikutnya sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya; c. Selanjutnya diangkut ke TPA sampah; d. Setelah pengosongan di TPA, truk menuju ke lokasi sumber sampah berikutnya Sampah terpenuhi ritasi yang telah ditetapkan. Tong/Bin Dump Truck Compactor Truck TPA Gambar 2.8 Pola Pengangkutan Sampah Sistem Individual Langsung (Sumber : SNI 19-2454-2002) 2. Pengumpulan sampah melalui sistem pemindahan ditransfer depo tipe I dan II, seperti gambar 2.9. Pola ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Kendaraan pengangkut sampah keluar dari pool langsung menuju lokasi pemindahan di transfer depo untuk mengangkut sampah ke TPA. b. Dari kendaraan tersebut kembali ke transfer depo untuk pengambilan pada rit berikutnya. 21

Pool Kendaraan Transfer depo Tipe I dan II TPA Pengangkutan sampah Kembali ke transfer depo untuk ritasi berikutnya Gambar 2.9 Pola Pengangkutan Sistem Transfer Depo (Sumber : SNI 19-2454-2002) 3. Pengumpulan sampah dengan sistem kontainer transfer depo tipe (III). Pada pola ini, dapat dibagi dengan menjadi empat (4) pola pengangkutan : ( 1 ) Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara I seperti terlihat pada gambar dibawah ini : POOL 1 ISI KOSONG A B A B A B 2 3 4 7 5 6 8 9 TPA Keterangan : A = Kontainer isi B = Kontainer kosong Gambar 2.10 Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara 1 22

Adapun tahapan kegiatannya: 1. Kendaraan dari pool menuju lokasi kontainer isi pertama 2. Kendaraan membawa kontainer isi ke TPA. 3. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula. 4. Kendaraan menuju lokasi kontainer isi berikutnya. 5. Kendaran membawa kontainer isi ke TPA. 6. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula. 7. Kendaraan menuju lokasi kontainer isi berikutnya. 8. Kendaran membawa kontainer isi ke TPA. 9. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula. 10. Kendaran kembali ke pool. ( 2 ) Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara II seperti terlihat pada gambar dibawah ini : B A B A B A POOL 7 1 2 3 4 5 6 6 TPA Keterangan : A = Kontainer isi B = Kontainer kosong Gombar 2.11 Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara II Adapun tahapan kegiatannya: 1. Kendaraan dari pool menuju ke lokasi kontainer ISI pertama. 2. Kendaraan membawa kontainer isi pertama ke TPA. 3. Kendaraan dari TPA dengan kontainer kosong menuju lokasi 23

kedua untuk menurunkan kontainer kosong. 4. Kendaraan membawa kontainer isi kedua ke TPA. 5. Kendaraan dari TPA dengan kontainer kosong menuju lokasi ketiga untuk menurunkan kontainer kosong. 6. Kendaraan membawa kontainer isi ketiga ke TPA. 7. Kendaraan dari TPA dengan kontainer kosong menuju lokasi pertama untuk menurunkan kontainer kosong, kemudian truk kembali ke pool. ( 3 ) Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara III seperti terlihat pada gambar dibawah ini : KOSONG B ISI A B A B A POOL 1 7 2 3 TPA 4 5 6 Keterangan : A = Kontainer isi B = Kontainer kosong Gambar 2.12 Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara III Adapun tahapan kegiatannya: 1. Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kosong menuju ke lokasi kontainer isi pertama untuk mengganti / mengambil kontainer kosong dengan kontainer isi. 2. Kendaraan membawa kontainer isi pertama ke TPA. 3. Kendaraan dari TPA membawa kontainer kosong ke lokasi 24

kedua untuk mengganti / mengambil kontainer kosong dengan kontainer isi 4. Kendaraan membawa kontainer isi kedua ke TPA. 5. Kendaraan dari TPA membawa kontainer kosong ke lokasi ketiga untuk mengganti / mengambil kontainer kosong dengan kontainer isi 6. Kendaraan membawa kontainer isi ketiga ke TPA. 7. Kendaraan dari TPA kembali ke pool. Waktu dan jumlah ritasi yang dapat dilakukan kendaraan sampah per hari dapat dihitung dengan persamaan (Tchobanoglous,Theisen,Vigil,1993) : THCS = PHCS + S + h (2.1) dimana : THCS = Waktu per trip dari sistem kontainer bergerak (jam/trip) PHCS = Waktu menuju lokasi berikut setelah meletakkan kontainer kosong di lokasi sebelumnya, waktu mengambil kontainer penuh dan waktu mengembalikan kontainer kosong S = Waktu terpakai dilokasi untuk menunggu dan membongkar sampah di TPA, jam/trip h = waktu perjalanan menuju TPA dari lokasi kontainer Untuk hauled container system nilai PHCS dan S relative konstan, tetapi waktu perjalanan dari TPS ke TPA tergantung pada jarak dan kecepatan yang ditempuh oleh kendaraan. Nilai h dapat ditentukan dari persamaan berikut : h = a + bx.(2.2) dimana : h = hauled time konstan, jam/trip a,b = konstanta, bersifat empiris, a (jam/trip) dan b (jam/km) x = jarak rata-rata lokasi kontainer/tps ke TPA, km/trip 25

Tabel 2.4 Konstanta empiris waktu angkut a dan b No. Batas kecepatan a b km/jam mil/jam jam/trip jam/km jam/mil 1. 88 55 0,016 0,011 0,018 2. 72 45 0,022 0,014 0,022 3. 56 35 0,034 0,018 0,029 4. 40 25 0,050 0,025 0,040 Sumber : Tchobanoglous, 1983 Dengan demikian didapat persamaan : THCS = PHCS + S + a + bx...(2.3) Waktu pick up per trip (PHCS) untuk hauled container system dirumuskan sebagai berikut : PHCS = pc + uc + dbc (2.4) dimana : pc = waktu meletakkan sampah dari truk (jam/trip) uc = waktu mengangkut sampah ke truk (jam/trip) dbc = waktu tempuh antara kontainer (jam/trip) Jumlah trip per hari : Nd = { H (1 W ) ( t1 t2 ) } / THcs...(2.5) dimana : Nd = jumlah trip (trip/hari) H = waktu kerja per hari (jam/hari) W = faktor waktu non produktif ( waktu untuk checking pagi dan sore, perbaikan dan hal tak terduga lainnya diperkirakan ) t1 t2 = waktu dari pool ke lokasi pertama (jam) = waktu dari lokasi terakhir ke pool (jam) ( 4 ) Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer tetap biasanya untuk kontainer kecil serta alat angkut berupa truk pemadat atau dump truk atau truk biasa. Dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut 1. kendaraan dari pool menuju kontainer pertama, sampah dituangkan 26

ISI KONTAINER DIKOSONGKAN ke dalam truk compactor dan meletakkan kembali kontainer yang kosong 2. kendaraan menuju ke kontainer berikutnya sehingga truk penuh. untuk kemudian langsung ke TPA 3. demikian seterusnya sampai pada rit terakhir KONTAINER TPA Gambar 2.13 Pola pengangkutan dengan sistem kontainer tetap 2.6 Jenis Kendaraan Pengangkut Sampah Yang dimaksud dengan kendaraan pengangkutan sampah adalah kendaraan pengumpul sampah dan/atau pengangkut sampah. Kendaraan pengangkut sampah di berbagai negara mempunyai standar ukuran, bentuk konstruksi, dan cara kerja yang berbeda. Oleh karena itu, berdasarkan penggeraknya, kendaraan pengangkut sampah dapat digolongkan menjadi dua. Pertama adalah kendaraan konvesional atau kendaraan tradisional yang digerakkan dengan tenaga manusia atau hewan, seperti gerobak sampah dan becak sampah. Sadangkan yang kedua adalah kendaraan modern atau kendaraan yang digerakkan dengan motor atau mesin seperti arm-roll truck. Berikut ini adalah penjelasan lebih lengkap dari masing-masing jenis kendaraan. 2.6.1 Gerobak Terdapat berbagai bentuk dan volume gerobak pengangkut sampah. Volume gerobak 0,8 m 3 sampai dengan 1,5 m 3. Umumnya gerobak terbuat dari bahan plat besi, namun ada juga yang terbuat dari kayu dan papan. Gerobak dioperasikan sampai dengan 200 kepala keluarga (KK). Jumlah rit gerobak bervariasi antara 1-4 rit/hari, tergantung jarak perjalanan pengumpulan sampah. 27

2.6.2 Mobil Angkutan Bak Terbuka (Pick Up) Mobil pick up adalah sejenis kendaraan bak terbuka yang digunakan untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah. Kendaraan jenis ini tidak dilengkapi dengan peralatan hidrolik sehingga proses pembongkaran sampah di TPA berlangsung secara manual. Konstruksi bak kendaraan jenis ini biasanya terbuat dari plat besi dengan volume pengangkutanya antara 1,5 sampai 2 m 3. Walau memiliki mobil pick up, Dinas Lingkungan tidak menggunakannya untuk kegiatan pengumpulan dan pengangkutan sampah. Pengelola sampah swasta banyak yang menggunakan mobil pick up untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah. Selain biaya operasinya lebih rendah dibandingkan dengan dump truck, mobil jenis ini mampu melewati jalan-jalan sempit. 2.6.3 Truk Datar Truk datar adalah truk pengangkut sampah tanpa dilengkapi peralatan hidrolik. Sehingga proses pembongkaran sampah di TPA berlangsung secara manual. Konstruksi bak truk jenis ini biasanya terbuat dari kayu yang mudah diperbaiki dan murah, dapat mengangkut sampah 8-10 m 3. Bagian atas terbuka dan selama pengangkutan ditutup dengan jaring plastik agar sampah tidak berjatuhan. Waktu operasi baik di tempat pemindahan (TPS) dan di TPA membutuhkan waktu lama. 2.6.4 Truk Hidrolik ( Dump Truck) Dump truck adalah truk dengan bak terbuat dari plat besi/baja yang bisa ditumpahkan dengan alat hidrolik. Dapat mengangkut sampah sampai dengan 8 m 3. Pemuatan sampah di tempat pembuangan sementara lebih lama dibandingkan dengan arm-roll truck, tetapi pembongkaran di tempat pembuangan akhir lebih cepat dibandingkan dengan truk datar. Dump truck jauh lebih murah dibandingkan dengan arm roll truck, tetapi lebih mahal dibandingkan dengan truk datar. Jumlah rit yang dapat ditempuh dump truck dihitung berdasarkan jarak menuju TPA. Untuk jarak dibawah 20 km jumlah rit maksimal sebanyak 4 kali, dan 2-3 rit untuk jarak antara 30-40 km. Namun perhitungan ini juga tergantung dengan waktu memuat sampah. 28

2.6.5 Truk Lengan Tarik Hidrolik (Arm-Roll Truck) Arm roll truck adalah truk chasis yang dilengkapi dengan lengan tarik hidrolik untuk mengangkat kontainer. Kontainer yang dibawa oleh arm roll truck dibedakan berdasarkan volumenya, yaitu kontainer 6 m dan kontainer 8 m. Arm roll truck relatif efektif dan efisien untuk mengangkut kontainer sampah karena waktu memuat dan membongkar sampah lebih singkat dibandingkan dengan dump truck sehingga harganya pun jauh lebih mahal dibandingkan dengan yang lain. Jumlah rit arm roll truck dihitung sebanyak 6 kali sehari untuk jarak dibawah 20 km, dan 3-4 rit untuk jarak 30-40 km. 2.7 Sistem Pengelolaan Pengangkutan Sampah Kegiatan Pengelolaan Persampahan pada saat ini: Sumber Penghasil Sampah Pewadahan Pengumpulan Individu Pengumpulan Komunal Pengangkutan TPA : Tempat Pembuangan akhir Gambar 2.14 Kondisi sekarang(eksisting)pola pengelolaan sampah di Kec. Buleleng Sumber : DKP Kabupaten Buleleng, 2009 2.7.1 Manajemen Pengangkutan Yang dimaksud dengan manajemen/sistem pengangkutan sampah adalah sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah secara keseluruhan. Indikator untuk menilai tingkat pelayanan dari sistem pengangkutan yang ditetapkan dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang yaitu dari sisi manajemen pengelolaan dan teknis pengangkutannya (Hendrawan, 2004). 2.7.2 Sistem Pengumpulan Sistem pengumpulan harus dikaitkan dengan program penghematan lahan di TPA, yaitu cara tanpa pemilahan yang dilakukan selama ini ke cara pemilahan. 29

Konsekuensi dari hal ini antara lain: adanya tambahan wadah, pembuatan dan penempatan TPS/kontainer pemilahan, tambahan ritasi pengangkutan, termasuk biaya program sosialisasi pemilahan sampah. Pola pengumpulan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah pola pengumpulan individual langsung dan pola pengumpulan komunal langsung. 2.7.3 Sistem Pengangkutan Pola pengangkutan sampah yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sampah dari sumber pemukiman dan pasar. Untuk sampah permukiman, sampah dari masing-masing sumber melewati tahap pewadahan. Selanjutnya sampah tersebut melewati tahap pengumpulan, dimana sampah-sampah ini dibawa oleh sumber ke tempat pembuangan sementara (TPS) yang disini diasumsikan TPS nya berupa bak-bak sampah dengan ukuran tertentu. Kemudian sampah melewati tahap pengangkutan dimana setiap truk pengangkut sampah diberi sekat-sekat pembatas untuk membedakan jenis sampah. 2.7.4 Proses Pemilihan Rute Dalam proses pimilihan rute, pergerakan antara dua zona untuk moda tertentu dibebankan ke rute tertentu yang terdiri dari ruas jaringan jalan tertentu. Tujuannya adalah mengalokasikan setiap pergerakan antar zona ke berbagai rute yang paling sering digunakan oleh seseorang yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan. Dengan mengasumsikan bahwa setiap pengendara memilih rute yang meminimumkan biaya perjalanannya (rute tercepat jika dia lebih mementingkan waktu dibandingkan dengan jarak atau biaya), maka adanya penggunaan ruas yang lain mungkin disebabkan oleh perbedaan persepsi pribadi tentang biaya atau mungkin juga disebabkan oleh keinginan menghidari kemacetan (Tamin, 2000). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan rute pada saat kita melakukan perjalanan. Beberapa di antaranya adalah waktu tempuh, jarak, biaya (bahan bakar dan lainnya), kemacetan dan antrian, jenis manuver yang dibutuhkan, jenis jalan raya (jalan tol, arteri), kelengkapan rambu, dan marka jalan. 30

2.8 Proyeksi Timbulan Sampah Laju timbulan sampah semakin lama semakin meningkat sesuai dengan bertambahnya jumlah penduduk. Sehingga proyeksi jumlah penduduk dan fasilitas yang ada sangat diperlukan dalam hal perencanaan sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah di Kota Singaraja. Beberapa faktor yang mempengaruhi proyeksi penduduk adalah: 1. Jumlah penduduk dalam suatu wilayah. 2. Kecepatan pertambahan penduduk. 3. Kurun waktu proyeksi. Beberapa macam metoda proyeksi pertambahan penduduk antara lain: 1. Metoda Aritmatik Metoda ini dapat dipakai apabila pertambahan penduduk relatif konstan tiap tahunnya. Jika diplot grafik maka pertambahan penduduk adalah linear. Rumus: Pn = Po ( 1 + n.r )... (2.6) (Sumber: Alfredo, 1987) Dimana: Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n Po = Jumlah penduduk mula-mula. n = Periode waktu proyeksi r = % pertumbuhan penduduk tiap tahun 2. Metoda Geometrik Metoda ini digunakan apabila tingkat perkembangan jumlah penduduk naik secara berganda atau tingkat pertumbuhan populasi berubah secara ekuivalen dengan jumlah penduduk tahun sebelumnya. Rumus : Pn = Po ( 1 + r ) n... (2.7) (Sumber: Alfredo, 1987) Dimana: Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n Po = Jumlah penduduk mula-mula. 31

n r = Periode waktu proyeksi = % pertumbuhan penduduk tiap tahun 2.9 Perhitungan Kebutuhan TPS Untuk menghitung jumlah TPS, digunakan rumus perhitungan: Ntpsn = Dimana: V V Sn TPS... (2.8) Ntpsn = Jumlah TPS yang dibutuhkan pada tahun ke n VSn VTPS = Volume sampah pada tahun ke n = Kapasitas TPS 2.10 Analisis Faktor Manajemen Pengangkutan Sampah Pada manajemen pengangkutan sampah terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis tingkat pelayanan yang diberikan pada masyarakat, yaitu: 1. Waktu pengangkutan tiap rit (ta): dengan: ta tin tout S V1 V0 Jarak( SG ) V 1 V 0 / ta = 2 + tin + tout... (2.9) : Waktu angkut (jam) : Waktu menaikkan dan mengosongkan kontainer (jam) : Waktu menurunkan kontainer (jam) : Jarak dari pool-tps-tpa (Km) : Kecepatan isi (Km/jam) : Kecepatan kosong (Km/jam) 2. Jumlah Rit (P): V P = V dengan : S B... (2.10) P : Jumlah pengambilan (rit) 32

VS : Volume sampah (m 3 ) VB : Kapasitas truk (m 3 /rit) 3. Waktu Operasi (to) jika menggunakan satu truk: dengan: to = P x ta... (2.11) to : Waktu operasi pengangkutan sampah dari TPS ke TPA per hari (jam) P ta : Jumlah pengambilan (rit) : Waktu angkut (jam) 4. Jumlah truk yang diperlukan (nt) dengan: nt = t t o b... (2.12) nt to : Jumlah truk yang diperlukan (unit) : Waktu operasi pengangkutan sampah dari TPS ke TPA per hari (jam) tb : Jumlah jam kerja per hari (jam) 2.11 Survai Perjalanan (On-Board Survey) Survai ini bertujuan untuk mencari data mengenai kapasitas bak/kontainer, waktu menaikkan dan menurunkan kontainer, waktu perjalanan, jarak perjalanan dan kecepatan perjalanan. Survai ini dibatasi pada kendaraan jenis arm roll dan dump truck yaitu dengan pola pengangkutan individual langsung (door to door) dan pengangkutan tidak langsung dari lokasi kontainer (TPS) sampai penuh kemudian ke TPA. Teknis pelaksanaan survai adalah surveyor mengikuti perjalanan kendaraan pengangkut sampah mulai dari pool, kegiatan pengangkutan, dan perjalanan pengangkutan sampah sampai ke TPA dengan melakukan pencatatan waktu perjalanan, jarak perjalanan, dan sebagainya. 33