PERATURAN WALIKOT,A SURAKARTA NOMOR : 23 TAHVN 2iOIO TENTANG PEDOMAN PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN 'TERNAK BIBPT WALIKOTA SURAKARTA,

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 56 SERI E

L E M B A R A N D A E R A H PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN TERNAK DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2010

TENTANG BUPATI BALANGAN

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK PEMERINTAH DI KABUPATEN SITUBONDO

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI

P E R A T U R A N D A E R A H

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK BUPATI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN TERNAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA,

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

-3- BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR : 6 TAHUN 2011 T E N T A N G POLA PENGEMBANGAN TERNAK PEMERINTAH DI KABUPATEN KAPUAS

BEKITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 3% WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 5A TAWN 80II

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 63 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 21 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 21 TAHUN 2011

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAII TINGICAT H SURAKARTA NOMOR : 13 TAHUN : 1999 SERI : B NO : 7

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BERITA DAERAH PERATURAN BUPATI CIANJUR

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYALURAN DAN PENGELOLAAN DANA BERGULIR PEMERINTAH KABUPATEN KEPAHIANG

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTRA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-P TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN WALIKOTA SURAKARTA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 18 SERI E

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 39 SERI E

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA BANJARMASIN

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 27 TAHUN 2011

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 54 TAHUN 2009

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 63 TAHUN : 2002

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA TENTANG PERIZINAN USAHA OBAT HEWAN WALIKOTA SURAKARTA

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PETERNAKAN DAN PENDAFTARAN PETERNAKAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR TAHUN TENTANG (spasi) PENGELOLAAN RUMAH NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

KKN AT033 UNIVERSITAS SYIAH KUALA QANUN PENERTIBAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 06 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PETERNAKAN DAN PENERTIBAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

BUPATI PAKPAK BHARAT

WALIKOTA BANJARMASIN

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 15 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 2 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN DAN PEMOTONGAN HEWAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 49 TAHUN 1990 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN IZIN PENGGUNAAN AIR DAN ATAU SUMBER AIR MENTERI PEKERJAAN UMUM,

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY) NOMOR : 15 TAHUN 1987 (15/1987) TENTANG USAHA PETERNAKAN

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENJUALAN PRODUKSI USAHA DAERAH

BUPATI KAUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 06 TAHUN 1995 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 21/M-DAG/PER/6/2008 T E N T A N G

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

Transkripsi:

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 12 rahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia WALIKOTA SURAICARTA PERATURAN WALIKOT,A SURAKARTA NOMOR : 23 TAHVN 2iOIO TENTANG PEDOMAN PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN 'TERNAK BIBPT WALIKOTA SURAKARTA, Menim bang : a. bahwa guna meningkatkan taraf hidup peternak diberikan bibit ternak gaduhan; b. agar dalam pengembangan pemberian ternak bibit gad~~han dapat menyebar di Kota Surakarta perlu mengatur pedoman; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Pedoman Penyebaran dan Pengembangan Terna k Bibit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Perr~ bentukan Daera h-daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita IVegara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 45); 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Pokokpokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lem baran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nornor 10, Tarr~bahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2024); 3. UndanqUndang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerinta h Daera h Ka bupaten/kota (Lem baran Negara Republi k Indonesia Ta hun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 7. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2008 Nomor 4); 8. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Ke ja Perangkat Daerah Kota Surakarta (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2008 Nomor 6); Memperhatikan : 1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri dalam Pedoman Pengelolaan Keuangan Daera h; 2. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyebaran dan Pengembangan Ternak Bibit Pemerintah Propinsi Jawa Tengah; 3. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 417/kpts/OT.210/7/2001 tentang Pedoman Umum Penyebaran dan Pengembangan Ternak; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PEDOMAN PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAI< BIBIT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud : 1. Daerah adalah Kota Surakarta; 2. Walikota adalah Walikota Surakarta; 3. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah;

17. Penghapusan ternak adalah tindakan penghapusan ternak >- ' ->_-:-'-L..--: L _I-- L L I.. 4. Dinas adalah Dinas Pertanian Kota Surakarta; 5. Kawasan peternakan adalah kawasan yang timbul akibat adanya kegiatan pengem bangan peternakan yang dilakukan oleh masyarakat peternak bai k yang difasilitasi oleh pemerintah dan lembaga lainnya maupun kawasan yang timbul karena usaha peternakan dari masyarakat itu sendiri; 6. Peternak adalah perorangan warga Negara Republik Indonesia yang mengusahakan lahan milik sendiri atau bu kan; 7. Sektor pertanian adalah sektor yang berkaitan dengan budidaya tanaman pangan hortikultura perkebunan hijauan pakan ternak dan budidaya ikan atau udang; 8. Kelompok peternak adalah gabungan anggota masyarakat yang melakukan usaha ternak yang timbul berdasarkan keakraban,keserasian serta kesamaan kepentingan dalam mengelola usaha ternak untuk mencapai tujuan yang ditetapkan; 9. Peternak penggaduh yang selanjutnya disebut penggaduh adalah peternak perorangan yang tergabung dalam wadah kelonlpok yang berdasarkan suatu pe janjian tertentu menieli hara ternak gaduhan; 10. Pola gaduhan adalah pola penyebaran dan pengembangan ternak pemerintah sesuai dengan ketentuan; 11. Ternak pokok adalah ternak bibit yang diserahkan kepada penggaduh untuk dikembangkan; 12. Ternak bibit adalah ternak yang mempunyai kemampuan dan persyaratan tertentu untuk dikembangbiakan dan atau digunakan untuk menghasilkan ternak produksi; 13. Ternak n-lajir adalah ternak jantan/betina yang alat reproduksinya tidak dapat berfungsi dan dinyatakan majir oleh petugas yang berwenang; 14. Ternak yang Tidak Layak Bibit yang selanjutnya disingkat TLB, potong paksa akan dijual dan disetor ke rekening kas umurn daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta; 15. Village Breeding Centre yang selanjutnya dising kat VBC adalah suatu kawasan pengembangan peternakan yang berbasis pada usaha penlbibitan ternak rakyat yang tergabung dalam kelompok peternak pembibit; 16. Redistribusi ternak adalah penyebaran ternak setoran layak bibit kepada penggaduh yang memenuhi persyaratan yang ditentukan;

18. Ternak pemerintah daerah yang selanjutnya disebut ternak adalah semua ternak bibit yang bersumber dari APBD daerah dan berikut peruntukkannya yang merupakan ternak setoran dari para penggaduh; 19. Panitia Penilaian dan Penjualan Ternak yang selanjutnya disingkat P3T adalah penilaian dan penjualan terhadap ternak afkir, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian KabupatenIKota; 20. Panitia Penilaian Resiko Ternak Pemerintah yang selanjutnya disebut P2RTP adalah penilaian terhadap ternak yang mati, majir, hilang dan penundaan penyetoran berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian; 21. Panitia Penqhapusan Ternak Pemerintah yang selanjutnya disingkat P2TP adalah yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian; 22. Tim Seleksi Calon Penggaduh yang selanjutnya disingkat TSCP adalah dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian; BAB I1 MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 ( 1 ) Maksud Peraturan Walikota ini adalah sebagai pedoman bagi kelompok peternak dan penggaduh untuk melaksanakan pola gadu han ternak bibit. (2) Tujuannya untuk membentuk kawasan peternakan meningkatkan pendapatan peternak, menirigkatkan populasi dan produksi ternak dalam rangka memberdayakan masyarakat melalui wadah kelompok tani ternak. BAB 111 LOKASI PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN Pasal 3 (I) Lokasi penyebaran ternak diusahakan bagi masyarakat yang masih mempunyai lahan dan berpengalaman. (2) Penyebaran dan pengembangan ternak didukung sarana dan prasarana yang memadai serta memenuhi akses ketersediaan modal. (3) Lokasi penyebaran ternak ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas;

(1) Tsta cara pengembalian ternak bibit yang diberikan Ltunarla nonnnarl ~h tnrnalt cani arlalah. Pasal 4 Lokasi penyebaran ternak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. bebas dari penyakit hewan menular; b. sesuai dengan sosial budaya masyarakat setempat; c. menyesuaikan dengan tata ruang kota; d. mendukung kelancaran dalam pemasaran ternak;dan e. daya dukung lokasi wilayah yang memadai; Pasal 5 (1) Setiap jer~is ternak yang akan disebarkan harus sesuai dengan lokasi penyebaran dan persyaratan teknis yang telah ditentukan. (2) Setiap jenis dan jumlah ternak yang akan dikembangkan harus disesuaikan dengan daya tampung lokasi dan kemampuan penggaduh dalam memelihara ternak sebagai ternak unggulan di lokasi yang bersangkutan. BAB IV SELEKSI DAN PERSYARATAN CALON PENGGADUH Pasal 6 (1) Penggaduh ditetapkan melalui Keputusan Kepala Dinas berdasarkan hasil seleksi calon penggaduh oleh tim TSCP; (2) Calon Penggaduh wajib memenuhi persyaratan umum sebagai berikut : a. niew~punyai tempat tinggal tetap; b. sudah berkeluarga dan tidak menggantungkan t-~idupnya pada orang tualorang lain; c. sudah menjadi anggota kelompok; d. mempunyai pengalama3 dan ketrampilan serta kemampuan memelihara dan memanfaatkan ternak; e. bersedia mengikuti petunjuk dan bimbingan teknis yang diberikan oleh petugas dinas pertanian; f. berbadan sehat dan berkelakuan baik; BAB V POLA GADUHAN Pasal 7 Ternak bibit yang diberi kan kepada penggaduh adalah sapi dan kambing. Pasal 8

beranak dan anaknya mencapai umur k 6 (enam) bulan, penggaduh wajib menyerahkan kepada dinas pertanian sejumlah 2 (dua) ekor dari 1 (satu) induk selama 5 (lima) tahun dalam dua tahap yaitu tahap I selama 2,5 (dua setengah) tahun dan tahap I1 2,s (dua setengah) tahun beri kutnya; b. apabila penggaduh telah lunas maka induk menjadi hak mili k penggaduh; Tata cara pengembalian ternak bibit yang diberikan kepada penggaduh ternak kambing adalah : a. seekor kam bing betina, setelah ternak tersebut beranak dan anaknya mencapai umur k 8 (delapan) bulan, penggadu h wajib mengembalikan/menyetor anak tersebut sebanyak 2 (dua) ekor kepada P3T dalam jangka waktu 2 (dua) tahun; b. seekor kambing jantan dalam waktu 2 (dua) tahun, penggaduh wajib mengembalikan/menyetor 1 (satu) ekor anak umur k 8 (delapan) bulan kepada P3T, c. setelah ternak induk sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2, dipelihara selama 2 (dua) tah~~n dan penggaduh telah memenuhi kewajibannya maka induk tersebut menjadi hak milik penggaduh. Pasal 9 Penjualan/pelelangan ternak adalah ternak yang tidak layak bibit (TLB), potong paksa akan dijual dan disetor ke rekening kas umum daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah. BAB VI REDISTRIBUSI TERNAK Pasal 10 ( 1 Penggaduh melalui ketua/pengurus kelompok menyampaikan laporan Kepada Dinas apabila terdapat ternak setoran yang sudah jatuh tempo; (2) Kepala Dinas menugaskan P3T unt1.1k melaksanakan penilaian; Pasal 11 ( 1 Terriak setoran dari penggaduh diseleksi oleh P3T; (2) P3T menetapkan ternak setoran anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); (3) P3T menetapkan ternak setoran layak bibit dan tidak layak bibit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat

(4) Terna k setoran laya k bi bit didistri busi kan kembali kepada penggaduh lainnya yang memenuhi persyaratan sedangkan ternak setoran yang tidak layak bibit dan setoran anak sebagaimana dimaksud ayat (1) dijual/dilelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku; Pasal 12 (1) harga penjualan ternak adalah harga setiap ekor dari masing-masing jenis ternak berdasarkan harga pasar yang berlaku pada saat penjualan; (2) setiap penjualan ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat berita acara penjualan; Pasal 13 Penyetoran untuk pendapatan asli daerah dari hasil penjualan ternak dila ksana kan oleh bendahara perr~bantu penerimaan selambat-lambatnya 1 (satu) kali 24 jam pada hari kerja; BAB VII RESIKO DAN PENGHAPUSAPJ TERNAK PEMERINTAH Pasal 14 ( 1 Apabila paket ternak bibit yang dipelihara oleh penggaduh rnati dan hilang bukan karena kesalahan atau kelalaian penggaduh maka penggaduh bebas dari tanggung jawab untuk rnengganti ternaknya; (2) Dalam ha1 ternak majir bukan karena kesalahan penggaduh dan ternak yang harus dipotong paksa, maka penggaduh wajib menyerahkan ternak tersebut kepada P3T L I ~ ~ Ldijual, I ~ dari hasil penjualan ternak tersebut penggaduh mendapat bagian maksimal 25% (dua puluh lima persen) sedangkan sisa hasil penjualan 75% (tujuh p~rluh lima persen) disetorkan ke rekening kas umuni daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta; (3) Dalam ha1 ternak yang diterima penggaduh terjadi penundzan penyetoran keturunannya yang bukan disebabkan karena kesalahan penggaduh maka penggaduh diberi kelonggaran waktu yang lamanya ditentukan oleh P2KTP; Pasal 15 ( 1 Ternak rnati, majir dan hilang yang menyebabkan pelunasan tettunda bukan karena kesalahan atau kelalaian penggaduh ditetapkan sebagai resiko ternak pemel-intah; (2) Penetapan suatu kejadian yang merupakan kesalahan, kelalaian dan kesengajaan penggaduh ditentukan oleh P2 RTP;

Pasal 16 Ternak yang mati potong paksa dan hilang yang disebabkan bukan karena kesalahan penggaduh serta ternak pokok yang sudah lunas harus dihapus dari darar penggadu h; Penghapusan ternak dapat dilaksanakan apabila disertai kelengkapan administrasi sesuai dengan maksud dan ketentuan yang berlaku; untuk melaksanakan penghapusan ternak perlu dibentuk P2TP; Pasal 17 P2TP yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala Dinas, selanjutnya melaksanakan pemeriksaan kelengkapan adrninistrasi ternak yang aka11 dihapus dan apabila perlu mela ksana kan pemeri ksaan la pangan; Berdasarkan hasil pemeriksaan P2TP menyampailcan laporan kepada Kepala Dinas yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan; Sesuai dengan berita acara P2TP maka kepala Dinas selanjutnya menetapkan penghapusan ternak sebagaimana dimaksud dalam pasal 17; BAB VIII ADMINISrRASI DAN PELAPORAN Pasal 18 Penyerahan ternak dalam rangka penyebaran ternak pemerintah dilakukan oleh Kepala Dinas kepada penggaduh dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima (BAST); Pelaksanaan penyebaran dan pengembangan ternak dilaksanakan dengan surat perjanjian yang ditandatangani oleh Kepala Dinas dengan penggaduh; Pasal 19 Setiap bulan Kepala Dinas menyampaikan laporan kepada Walikota tentang perkembangan ternak pemerintah;

BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 20 ( 1 Pelaksanaan kegiatan penyebaran dan pengembangan ternak pemerintah menjadi tanggung jawab Kepala Dinas; (2) Kepala Dinas bertanggung jawab atas bimbingan dan pengawasan teknis penyebaran dan pengem bangan terna k; BAB X SANKSI ADMINISrRASI Pasal 21 Dalam ha1 ternak bibit yang dipelihara oleh penggaduh mati, majir atau potong paksa karena kesalahan atau kelalaian penggaduh, penggaduh tetap wajib memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan dalam surat pe janjian; Pasal 22 (1 Apabila penggaduh menjual atau menghilangkan ternak pemerintah dengan sengaja, penggaduh berkewajiban mengembalikari ternak yang nilainya 1,s (satu setengah) kali nilai ternak pokok yang diterimanya selambatlambatnya 1 (satu) bulan setelah kejadian; (2) Apabila penggaduh menukarkan ternak pemerintah tanpa seijin petugas maka penggaduh berkewajiban mengembalikan ternak yang nilainya 1,s (satu setengah) kali nilai ternak pokok yang diterimanya selambatlambatnya 1 (satu) bulan setelah kejadian; (3) Apabila penggaduh memindahtangankan ternak pemerintah tanpa seijin petugas maka ternak dapat ditarik tanpa ganti rugi; (4) Penggaduh dilarang membawa ternak gaduhan ke luar daera h; Pasal 23 Dalam ha1 ternak bibit yang diterima penggaduh terjadi penundaan penyetoran keturunannya yang disebabkan karena kesalahan penggadu h maka pemerintah berhak menarik kembali ternak pokok (induk) dari penggaduh;

BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24 Surat pejanjian penyebaran dan pengembangan ternak yang sudah ada dsn yang sedang berjalan sebelurn dikeluarkannya Peraturan Walikota ini tetap berlaku sampai hak dan kewajiban di dalarn surat pe janjian tersebut selesai dilaksanakan; BAB XI1 PEN UTU P Pasal 25 Hal-ha1 yang belum diatur dalam peraturan ini sepanjang teknis pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Dinas Pertanian Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengeta huinya, rnernerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daera h Kota Surakarta. Ditetapkan di pada tanggal Surakarta 7 ~eptembv OD10 WALIKOTA SURAKARTA, 3 3 0 WIDODO Diundangkan di Surakarta pads tanggal 9 ~tp+kr 2010 / BOD1 SUHARTO