BAB I PENDAHULUAN. dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA

Rakhma Nora Ika Susiana *) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, politik dan budaya serta bidang-bidang lain

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan besar karena komunikasi 1. Oleh sebab itu komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari

RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan fungsi mental berupa frustasi, defisit perawatan diri, menarik diri

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

Promotif, Vol.4 No.2, April 2015 Hal 86-94

BAB I PENDAHULUAN. lansia. Semua individu mengikuti pola perkemban gan dengan pasti. Setiap masa

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

KARYA ILMIAH AKHIR NERS. Disusun Oleh: Haniati Nur Fazari, S.Kep A PEMINATAN KEPERAWATAN JIWA

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut undang undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB I PENDAHULUAN. melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. halusinasi. Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif. terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB 1 PENDAHULUAN. karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. pengelola, pendidik, dan peneliti (Asmadi, 2008). Perawat sebagai pelaksana layanan keperawatan (care provider) harus

BAB I PENDAHULUAN. meliputi keadaan fisik, mental, dan sosial, dan bukan saja keadaan yang bebas dari

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA KLIEN MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI NTB

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan

Koping individu tidak efektif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, dan sosialisasi dengan orang sekitar (World Health Organization,

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa seseorang. yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

PROPOSAL Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Orientasi Realita

KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King

BAB 1 PENDAHULUAN. berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam dirinya dan lingkungan luar baik keluarga, kelompok maupun. komunitas, dalam berhubungan dengan lingkungan manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA KLIEN MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI NTB

BAB I PENDAHULUAN. TBC, AIDS, leukemia, dan sebagainya (Fitria, 2010). ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh (Potter & Perry, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan lainnya ( Samuel, 2012). Menurut Friedman, (2008) juga

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB I PENDAHULUAN. faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan juga masalah kesehatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia (2005) adalah puas ; merasa

PENGARUH BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRES PADA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT WILLIAM BOOTH SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Aristina Halawa ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

PERSEPSI PERAWAT TENTANG TERAPI BERMAIN DIRUANG ANAK RSUP DOKTER KARIADI SEMARANG

BAB II TINJAUAN TEORI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN TERAPI OKUPASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural. Konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptive dikostrukkan sebagai tahapan mulai adanya faktor predisposisi, factor presipitasi dalam bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki, dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Kemudian baru menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif atau maladaptive. Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung, seperti pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan bermacam gejala dan disebabkan berbagai hal. Kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin muncul gejala yang berbeda dan kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dalam menyelesaikan masalah juga bervariasi. Keperawatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien atau klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model

eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress adaptasi. Masing-masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa. Berbagai model pendekatan penanganan klien gangguan jiwa terdapat model terapi kelompok, dimana model terapi kelompok dibagi lagi menjadi salah satunya yaitu Terapi Aktivitas Kelompok. Suatu pendekatan terapi yang dilakukan sekelompok pasien secara bersama sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapys atau petugas kesehatan jiwa yang terlatih yang bertujuan untuk memberikan stimulasi bagi klien dengan gangguan interpersonal, mengubah perilaku klien menjadi adaptif. Terapi Aktivitas Kelompok dibagi menjadi empat yaitu: Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif Persepsi, Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori, Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realitas, dan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi. Masing-masing dari jenis terapi aktivitas kelompok dikhususkan untuk beberapa jenis gangguan saja, missal pada Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif Persepsi ditujukan kepada pasien dengan kondisi perubahan sensori persepsi dan klien menarik diri da perubahan sensori persepsi yang telah mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok, pasien dengn gangguan perilaku kekerasan yang telah kooperatif, pasien halusinasi dan pasien gangguan konsep diri (harga diri rendah), Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi ditujukan kepada pasien dengan kondisi menarik diri yang telah mulai melakukan interaksi inter personal dan kerusakan komunikasi verbal yang telah berespon sesuai dengan stimulus, Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori ditujukan kepada pasien dengan kondisi gangguan isolasi sosial, menarik diri, harga diri rendah yang disertai dengan kurang komunikasi verbal. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan terapi aktivitas kelompok di rumah sakit, seperti ketersediaan sarana dan prasarana terapi, karakteristik pribadi perawat,

dan dukungan kebijakan manajemen. Terutama pada rumah sakit yang belum melaksanakan standarisasi dalam layanan terhadap pasien, pelaksanaan jenis terapi aktivitas kelompok. Seperti kita tahu bahwa pelaksanaan terapi aktivitas kelompok sangat berpengaruh dan berperan aktif terhadap kesembuhan pasien gangguan jiwa dengan kondisi-kodisi tertentu. Penelitian yang sudah dilakukan oleh Handayani (2009), bahwa Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori (Audio Visual) berpengaruh positif terhadap kemampuan bersosialisasi pada pasien harga diri rendah di RSJ. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Dan penelitian Yusuf (2009) menyimpulkan bahwa Terapi Aktivitas Kelompok dapat meningkatkan hubungan sosial pada penderita psikososial di RSJ. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Oleh karena itu, pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok harus dilakukan sebaikbaiknya sesuai standar nasional pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok. Namun pada kenyataannya terkadang dalam pelaksanaannya masih saja belum sesuai dengan intruksi kerja yang seharusnya. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi perawat yang bersangkutan, seperti misal jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan atau pengetahuan, tingkat keterampilan, beban kerja, motivasi, dan kondisi ekonomi perawat. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan yang dimilikinya terutama ilmu psikososial, biofisik, teori kepribadian, dan perilaku manusia untuk mendapatkan suatu kerangka berpikir teoritis yang mendasari praktik jenis terapi aktivitas kelompok yang dilakukan. Tingkat pengetahuan perawat akan mempengaruhi motivasi perawat dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok. Penguasaan yang baik terhadap ilmu pengetahuan yang relevan akan membantu perawat dalam membangun kerangka berpikir teoritis yang mendasari pelaksaan suatu jenis terapi, sebaliknya keterbatasan pengetahuan perawat akan membatasi penerapan jenis terapi.

Disamping pengetahuan perawat, dorongan atau keinginan dalam diri (motivasi) akan turut menentukan penerapan suatu jenis terapi. Motivasi merupakan kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action or activities) dan memberikan kekuatan (energi) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Penerapan suatu jenis terapi aktivitas kelompok terjadi karena ada kemauan dalam diri perawat untuk melakukan terapi tersebut. Tanpa adanya dorongan dalam diri perawat untuk melakukan suatu jenis terapi, maka terapi jarang dilakukan atau bahkan dilimpahkan kepada para perawat yang sekedar magang atau praktik profesi di ruangan tersebut. Yang kita tau bahwa banyak sekali manfaat dari Terapi Aktivitas Kelompok tersebut, seperti yang dikutip pada penelitian-penelitian terdahulu bahwa Terapi Aktivitas Kelompok mempengaruhi secara significant dari progrees kesembuhan Para pasien gangguan jiwa. Pelaksanaan dari Terapi Aktivitas Kelompok seharusnya benar-benar dilakukan oleh perawat yang berkompeten dan memiliki kualifikasi tertentu dalam Terapi Aktivitas Kelompok. Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat atau yang lebih dikenal sebagai Rumah Sakit Jiwa Lawang merupakan salah satu rumah sakit jiwa terbesar di Jawa Timur, beralamatkan di Jl. Jendral. A. Yani, Lawang, Kabupaten Malang, jawa Timur. Terapi Aktivitas Kelompok merupakan terapi yang cukup umum dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Radjiman Wediodiningrat Lawang, namun pelaksanaannya masih dilakukan oleh para mahasiswa/mahasiswi keperawatan, para perawat di ruangan umumnya hanya menjadi pengawas jalannya terapi saja. Berdasarkan data personalia pada Agustus 2010, RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang memiliki 357 perawat dengan latar belakang pendidikan yang bervariasi. Dari 357 perawat bidang perawatan terdapat 34 perawat dengan basic ilmu S1 Keperawatan, 22

perawat dengan basic ilmu S1 Keperawatan+Ners, 9 perawat dengan basic ilmu DIV Keperawatan, dan 180 DIII Keperawatan dan 64 tenaga kesehatan dari basic ilmu terapan lain. Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik melakukan penelitian yang menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan dan motivasi kerja perawat terhadap pelaksanaan terapi aktivitas kelompok di RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang, Malang 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimanakah gambaran pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok di RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang? 2. Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan perawat di RSJ Radjiman Wediodiningat Lawang? 3. Bagaimanakah gambaran motivasi kerja perawat di RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang? 4. Adakah pengaruh tingkat pengetahuan perawat terhadap pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok di RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang? 5. Adakah pengaruh motivasi kerja perawat terhadap pelaksanaan terapi Aktivitas Kelompok di RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang? 6. Adakah pengaruh tingkat pengetahuan perawat dan motivasi kerja perawat terhadap pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok di RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang?

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Umum Tujuan umum yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan dan motivasi kerja perawat terhadap pelaksanaan terapi Aktivitas Kelompok di RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : a. Mengidentifikasi pelaksanaan terapi Aktivitas Kelompok di RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang. b. Mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan perawat di RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang. c. Mengidentifikasi gambaran motivasi kerja perawat di RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang. d. Menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan perawat terhadap pelaksanaan terapi Aktivitas Kelompok di RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang. e. Menganalisis pengaruh motivasi kerja perawat terhadap pelaksanaan terapi Aktivitas Kelompok di RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang. f. Menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan dan motivasi kerja perawat terhadap pelaksanaan terapi Aktivitas Kelompok di RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Pendidikan Menjadi bahan evaluasi dalam memberikan pendidikan tentang Terapi Aktivitas Kelompok pada mata kuliah keperawatan jiwa terhadap para mahasiswa sebagai modal mereka untuk terjun ke dalam rumah sakit. 2. Bagi Tempat Penelitian Menambah tingkat pengetahuan khususnya kepada para perawat tentang pelaksanaan Terapi Aktifitas Kelompok sehingga pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok dapat berjalan semakin membaik. 3. Bagi Responden/ Tenaga Kesehatan Diharapkan tenaga kesehatan (keperawatan) dapat lebih meningkatkan pengetahuan tentang Terapi Aktifitas Kelompok dan selalu mencari sumber terbaru sehingga dalam penanganan pasien juga semakin baik. 4. Bagi peneliti lain Peneliti sadar penelitian ini masih jauh dari sempurna, di harapkan bagi peneliti selanjutnya untuk menyempurnakan dengan melakukan penelitian sejenis dengan mengikutsertakan variabel yang lain. 1.5 Devinisi Istilah 1. Pengaruh Pengaruh (Causal) adalah rancangan penelitian untuk menguji pengaruh antara variable independent (bebas) terhadap variable dependent (terikat) (Nursalam, 2008)

2. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoadmodjo, 2005). 3. Motivasi Kerja Motivasi kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. (Nursalam, 2002). 4. Perawat Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan formal keperawatan serta diberi kewenangan untuk melaksanakan peran dan fungsinya. (Tim Depkes RI, 1996 : 4). 5. Terapi Aktivitas Kelompok Terapi Aktivitas Kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok pasien bersama sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapys atau petugas kesehatan jiwa yang terlatih yang bertujuan untuk memberikan stimulasi bagi klien dengan gangguan interpersonal. Terapi Aktivitas Kelompok dibagi menjadi empat yaitu: Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif Persepsi, Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori, Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realitas, dan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi. (Keliat, Budi Ana, 2005). 1.6 Keaslian Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi (2009), didapatkan bahwa ada pengaruh antara faktor-faktor motivasi kerja terhadap kinerja perawat. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu motivasi kerja perawat sebagai variabel Independen dan kinerja perawat sebagai variabel Dependen. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah ada pengaruh antara pengaruh faktor-faktor motivasi kerja terhadap kinerja

perawat di rawat inap. Dan faktor ekstrinsik sebesar 53, 1% adalah faktor yang dominan yang berpengaruh terhadap kinerja perawat di rawat inap. Di dalam factor intrinsik yang paling berpengaruh adalah dimensi gaji,di ikuti dimensi kondisi, jenis pekerjaan, rasa aman, fasilitas, kesempatan untuk bekerja, hubungan dengan teman sekerja dan status pekerjaan. Perbedaan antara penelitian Dwi (2009) dengan penelitian yang saya lakukan adalah variabel yang digunakan, tempat dan waktu penelitian. Variabel yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan motivasi kerja sebagai variable Independen dan pelaksanaan terapi aktivitas kelompok sebagai variable Dependen. Tempat dan waktu penelitian yang saya gunakan adalah pada RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang pada tanggal 8 14 November 2010. Adapun penelitian lain, yang dilakukan oleh Asep (2006), didapatkan bahwa tingkat pengetahuan berhubungan erat dengan motivasi kerja perawat dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS). Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah pengetahuan perawat tentang TAKS sebagai variable independen dan motivasi pelaksanaan TAKS sebagai variable dependen. Kesimpulan dari penelitian Asep (2006) adalah terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat dengan motivasi perawat dalam pelaksanaan TAKS, untuk derajat keeratan hubungan antara pengetahuan perawat tentang TAKS dengan motivasi pelaksanaan TAKS sebesar 29,33 yaitu dimana perawat berpengetahuan tentang TAKS tinggi berpeluang 29,33 kali memiliki motivasi pelaksanaan TAKS tinggi dibandingkan perawat berpengetahuan tentang TAKS rendah. Perbedaan antara penelitian Asep (2006) dengan penelitian yang saya lakukan adalah variabel yang digunakan, tempat dan waktu penelitian. Variabel yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan motivasi kerja sebagai variable Independen dan pelaksanaan terapi aktivitas kelompok sebagai variable Dependen. Tempat dan waktu

penelitian yang saya gunakan adalah pada RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang pada tanggal 8 14 November 2010.