ARTIKEL KARYA SENI RINDUKU

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIP KARYA SENI GERAHING MEDANG KEMULAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

ARTIKEL KARYA SENI PROSES PEMBELAJARAN BERMAIN DRAMA GONG BAGI SISWA KELAS XII AP 1 SMK PGRI PAYANANG

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

ARTIKEL KARYA SENI. Oleh : NI WAYAN PHIA WIDIARI EKA TANA

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian lapangan berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

Oleh: Puji Watmi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

RINGKASAN DISERTASI MARGINALISASI WAYANG KULIT PARWA DI KABUPATEN GIANYAR PADA ERA GLOBALISASI

Kemampuan Menulis Naskah Drama oleh Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Kabupaten Muaro Jambi

BAB I PENDAHULUAN. sastra sebagai milik bersama yang mencerminkan kedekatan antara karya sastra

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan, 2000:69). Drama dapat

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat kental kehidupannya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN. temuan-temuanya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk

MITOS DRUPADI DEWI BUMI DAN KESUBURAN (Dasar-dasar Perancangan Karya Seni Pedalangan)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan memiliki berbagai macam

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN. Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa

3. Karakteristik tari

SILABUS PEMBELAJARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. oleh penulis dari hasil riset, wawancara, dan mengumpulkan data-data, pada

KATA PENGANTAR. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan

Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan kaidah penulisan drama.

KRITIK SENI BUSANA LIKU DMA TARI ARJA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M)

1 Wawancara dengan dalang Ida Bagus Sudiksa tanggal 23 Maret 2011 di rumahnya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara

BAB I PENDAHULUAN. pukul 09:00 WIB untuk menanyakan kendala atau hambatan pada saat. pembelajaran Mendengarkan Pementasan Drama di dalam kelas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL MOGA BUNDA DISAYANG ALLAH KARYA TERE-LIYE DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor original atau

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII SMP DHARMA BHAKTI 6 KOTA JAMBI TAHUN PELAJARAN 2013/2014. Oleh: RENI NOVERA MONA RRA1B109039

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DENGAN NOVEL JANGIR BALI KARYA NUR ST. ISKANDAR.

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan syarat mutlak untuk dapat melihat kedalaman dari

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK

SKRIPSI OLEH: NI KADEK NOVIA SANTI NIM:

NILAI MORAL DALAM NOVEL SUJUD NISA DI KAKI TAHAJUD SUBUH KARYA KARTINI NAINGGOLAN DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

Ida Hamidah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan

Keterampilan Menulis Naskah Drama Berdasarkan Novel Populer Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Batang Kapas Kabupaten Pesisir Selatan ARTIKEL ILMIAH

ARTIKEL E-JORNAL. Oleh HENDRA KURNIAWAN NIM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kerajaan, serta tindakan-tindakan penting lainnya (Kanta dalam Suarka, 1989: 1).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM FILM CINTA SUCI ZAHRANA SUTRADARA CHAERUL UMAM DAN SKENARIO PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA

PENERIMAAN BUKU NASKAH DRAMA KACA (SEHIMPUN NASKAH LAKON)

BAB II KAJIAN TEORITIK. menyangkut segala sesuatu yang baik atau buruk sebagai abstraksi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ARTIKEL KARYA SENI TRIDATU OLEH : I WAYAN ENDRA WIRADANA NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB III METODE, TEKNIK, DAN INSTRUMEN PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifanalisis.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

ABSTRAK. Kata kunci: unsur intrinsik, nilai religius, bahan pembelajaran sastra.

BAB 1 PENDAHULUAN. wayang. Sebuah pemikiran besar yang sejak dahulu memiliki aturan ketat sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini, yakni penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah suatu cara yang dapat digunakan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian studi lapangan yaitu penelitian

ANALISIS BENTUK GERAK TARI KREASI GEUNTA PADA SANGGAR SEULAWEUET

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL GURU PARA PEMIMPI KARYA HADI SURYA DAN RENCANA PEMBELAJARANNYA DI SMA

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. mendalam. Dalam bab ini peneliti akan menggunakan Analisis Wacana yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. tentang apa yang dialami subyek penelitian. 2

BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN DAN PENDEKATAN

III. METODE PENELITIAN. mencapai tujuan, maka langkah-langkah yang ditempuh harus sesuai dengan

kreatif, dan inovatif. Untuk itu, PEMBELAJARAN penulis melakukan sebuah MEMPRODUKSI TEKS pembelajaran memproduksi teks ULASAN DRAMA DENGAN

BAB III METODE PENELITIAN. informasi yang objektif serta dibutuhkan data-data dan informasi yang aktual

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. budi pekerti, dan gambaran kehidupan orang Hindu. Agama ini juga

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DRAMA BERDASARKAN ANEKDOT MELALUI TEKNIK LATIHAN TERBIMBING. Wiji Lestari

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar yang terdapat di Indonesia,

PADA PROGRAMA 4 BUDAYA DI RADIO REPUBLIK INDONESIA DENPASAR

ANALISIS NILAI BUDAYA BABAD BANYUURIP DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS X SMA

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atau jawaban atas

ANALISIS NILAI-NILAI MORAL NOVEL RAMAYANA KARYA SUNARDI D.M. DAN IMPLEMENTASI PEMBELAJARANNYA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

ARTIKEL KARYA SENI RINDUKU Oleh : I MADE YOGA GIRI PROGRAM STUDI S-1 PEDALANGAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016

Judul Penelitian: Struktur Dramatik Lakon Maling Sakti Dalam Wayang Kulit Babad Dalang I Ketut Sudiana Penulis: I Made Yoga Giri Abstrak: Penelitian ini mengkaji Struktur Dramatik Lakon Maling Sakti Dalam Wayang Kulit Babad Oleh Dalang I Ketut Sudiana. Wayang Kulit Babad (WKB) adalah salah satu jenis wayang kulit yang jarang diketahui oleh masyarakat luas dan tergolong jenis wayang baru. Dalang-dalang yang mementaskan WKB jumlahnya hanya sekitar sepuluh orang, sehingga dapat dikatakan seniman dalang WKB sangat langka. WKB sebagai sebuah pertunjukan wayang kulit tentu tidak dapat terlepas dari pengggunaan lakon dalam pementasannya, karena lakon merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau tidaknya suatu pertunjukan. Sampai saat ini, tulisan-tulisan yang mengenai wayang-wayang yang ada di Bali seperti Wayang Kulit Parwa, Wayang Kulit Ramayana, Wayang Kulit Cupak, Wayang Kulit Tantri, dan Wayang Kulit Gambuh dapat diperoleh pada buku-buku pewayangan yang sudah diterbitkan. Namun sepengetahuan penulis, penelitian mengenai WKB khususnya mengenai struktur dramatik lakon Maling Sakti dalam WKB oleh dalang I Ketut Sudiana belum pernah dilakukan orang. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah rekaman DVD pementasan WKB dengan lakon Maling Sakti oleh dalang I Ketut Sudiana. Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini: (1) Bagaimanakah struktur dramatik lakon Maling Sakti dalam WKB oleh dalang I Ketut Sudiana?; (2) Apakah fungsi dan makna struktur dramatik lakon Maling Sakti dalam WKB oleh dalang I Ketut Sudiana?. Adapun Teori yang digunakan untuk membedah permasalahan dalam penelitian ini adalah teori drama. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dulakukan melalui: observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi kepustakaan. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif interpretatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur dramatik lakon Maling Sakti dalam WKB Dalang I Ketut Sudiana terdiri dari: alur, penokohan, setting, tema, dan amanat. Struktur dramatik dalam lakon Maling Sakti berfungsi: menimbulkan rasa penasaran penikmat lakon akan keberlangsungan cerita, membuat rasa humor, dan membuat penikmat lakon menjadi terkejut. Makna yang terkandung dalam struktur dramatik lakon Maling Sakti antara lain: makna religius, sosial, dan makna estetis. Kata Kunci: Struktur Dramatik, Lakon Maling Sakti, Wayang Kulit Babad.

Pendahuluan Wayang di Indonesia telah ada sejak tahun 1500 SM dan sudah berumur kurang lebih 3000 tahun. Berdasarkan sumber lakonnya wayang dapat dibedakan antara jenis yang satu dengan yang lain. Wayang Kulit Babad (WKB) adalah salah satu jenis wayang kulit yang sumber lakonnya berasal dari kesusastraan Babad. WKB sangat jarang diketahui oleh masyarakat luas dan tergolong jenis wayang yang baru. Jarangnya permintaan pementasan WKB oleh masyarakat mengakibatkan dalangdalang yang sudah biasa mementaskan wayang kulit baik itu Wayang Kulit Parwa maupun Wayang Kulit Ramayana menjadi kurang berminat untuk belajar mementaskan WKB. Faktor lain yang menyebabkan dalang-dalang WKB sedikit jumlahnya adalah karena dalang-dalang wayang kulit pada umumnya lebih sering pentas dalam kegiatan upacara adat di Bali yang dalam pementasannya lebih cendrung menggunakan sumber cerita dari Mahabhrata atau Ramayana. WKB sebagai sebuah pertunjukan wayang kulit tentu tidak dapat terlepas dari pengggunaan lakon dalam pementasannya, karena lakon merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau tidaknya suatu pertunjukan. Menariknya sebuah lakon dipengaruhi oleh struktur dramatiknya, karena dengan struktur dramatik membuat penggarap/penulis lakon mampu secara lebih maksimal mengungkapkan pikiran dan melibatkan perasaan penikmat lakon ke dalam cerita. Dengan terlibatnya pikiran serta perasaan penikmat lakon ke dalam cerita, sehingga membuat penikmat lakon menjadi penasaran, sedih, gembira, tertawa, dan tegang. Oleh karena itu, struktur dramatik merupakan komponen yang memiliki peranan sangat penting karena menentukan kualitas sebuah lakon. Sampai saat ini, tulisan-tulisan yang mengenai wayang-wayang yang ada di Bali seperti Wayang Kulit Parwa, Wayang Kulit Ramayana, Wayang Kulit Cupak, Wayang Kulit Tantri, dan Wayang Kulit Gambuh dapat diperoleh pada buku-buku pewayangan yang sudah diterbitkan. Namun sepengetahuan penulis, penelitian mengenai WKB khususnya mengenai struktur dramatik lakon Maling Sakti dalam

WKB oleh dalang I Ketut Sudiana yang dipentaskan di Banjar Telabah, Desa Sukawati belum pernah dilakukan orang. Berdasarkan alasan seperti yang tersebut diatas, dalam penelitian ini dirumuskan dua permasalahan yang akan dibahas, diantaranya: (1) Bagaimanakah struktur dramatik lakon Maling Sakti dalam WKB dalang I Ketut Sudiana? (2) Apa fungsi dan makna struktur dramatik lakon Maling Sakti dalam WKB dalang I Ketut Sudiana bagi masyarakat dan seni pewayangan Bali? Teori yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini adalah teori drama. Penelitian ini dirancang sebagai penelitian kualitatif dan metode yang digunakan adalah metode kualitatif, yaitu metode yang digunakan untuk mendeskripsikan data sebagaimana adanya dan penelitian ini bersifat naturalistik karena menganalisa data sebagaimana adanya untuk mendapatkan hasil dari penelitian mengenai struktur dramatik lakon Maling Sakti dalam WKB oleh dalang I Ketut Sudiana dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Selanjutnya penelitian ini dirancang secara sistematis melalui tahapan-tahapan yang sudah ditentukan, diantaranya: (1) menentukan lokasi penelitian; (2) melakukan pengumpulan data; (3) menganalisis data dan; (4) menyajikan hasil analisis data. Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah di Banjar Babakan, Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan observasi dan wawancara ke rumah dalang yang mementaskan WKB yaitu I Ketut Sudiana, I Gusti Ngurah Serama Semadi, I Made Juanda, dan I Kadek Budi Setiawan. Selain itu data primer juga diperoleh dengan menonton rekaman pertunjukan WKB dengan lakon Maling Sakti oleh dalang I Ketut Sudiana berupa video dalam bentuk DVD sedangkan data sekunder didapat dari kepustakaan dan dokumentasi. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purvosive sampling. Adapun dalang-dalang

yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah dalang yang mementaskan pertunjukan wayang Babad, dintaranya dalang I Ketut Sudiana, I Gusti Ngurah Serama Semadi, I Made Juanda, dan I Kadek Budi Setiawan. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara dan penulis sendiri. Selanjutnya sebagai instrumen pendukung dalam penelitian digunakan alat bantu lainnya seperti tape recorder agar informasi yang disampaikan bisa tersimpan secara keseluruhan, pulpen dan buku tulis untuk mencatat hasil wawancara. Selain itu dalam wawancara juga dibutuhkan kamera foto, video recorder, dan laptop untuk menulis data-data yang sudah didapatkan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi nonpartisipan, wawancara tidak berstruktur, studi dokumentasi, dan studi kepustakaan. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengklasifikasikan data ke dalam kategori yang telah ditetapkan terkait permasalahan penelitian ini kemudian dilakukan verifikasi data, update dan konfirmasi. Pembahasan 1. Struktur Dramatik Lakon Maling Sakti Struktur dramatik lakon Maling Sakti terdiri dari alur/plot, penokohan, setting/tempat kejadian; Tema/nada dasar cerita, dan amanat. a. Alur Dilihat dari segi mutunya (kualitatif), lakon Maling Sakti menggunakan alur erat (ketat). Karena peristiwa dalam lakon Maling Sakti sangat padu, jika salah satu peristiwa dihilangkan (ditiadakan), maka keutuhan cerita akan terganggu. Dilihat dari sisi kuantitatif, alur yang digunakan dalam lakon Maling Sakti adalah alur tunggal, dimana dalam lakon ini hanya ada satu fokus permasalahan yang akan diselesaikan, yaitu mengenai menghentikan aksi para pencuri di wilayah Mengwi yang telah meresahkan masyarakat di wilayah tersebut. Jadi tidak terdapat alur lain

yang memenggal jalan cerita. Dilihat dari sisi lain, lakon Maling Sakti menggunakan alur maju. b. Penokohan Berdasarkan peranannya dalam lakon, maka terdapat 4 (empat) jenis tokoh dalam lakon Maling Sakti. (1) Tokoh protagonis, tokoh protagonis pada lakon Maling Sakti adalah Sri Wijaya Tanu. (2) Tokoh antagonis, dalam lakona Maling Sakti ini yang menjadi tokoh antagonis adalah Ki Gledar dan Ki Sleseh. (3) Tokoh tritagonis, dalam lakon Maling Sakti ini adalah Sri Wijaya Tanu. (4) Tokoh peran pembantu dalam lakon Maling Sakti ini adalah warga Sukawati. c. Setting/Tempat Kejadian Setting dalam lakon Maling Sakti ini diantaranya: (1) Setting tempat dan ruang, meliputi: Di kerajaan Sukawati yaitu di dalam istana, pada saat percakapan antara raja Mengwi dengan raja Sukawati berlangsung, (babak I, kaset I); Di perjalanan raja Mengwi dari Sukawati menuju ke Mengwi, (babak, kaset II); Di Mengwi saat raja Mengwi memerintahkan seluruh masyarakat Mengwi untuk berjaga-jaga, (babak II, kaset II); Di Kediri, tempat bersembunyinya kedua maling yang bernama Ki Gledar dan Ki Sleseh, (babak II, kaset III); Di rumah warga Mengwi, ketika Ki Gledar dan Ki Sleseh masuk kedalam rumah untuk mengambil harta benda milik warga, (babak II, kaset III); Di pasar Sukawati, tepatnya di alunalun pasar saat Ki Gledar dan Ki Sleseh tertangkap oleh Sri Wijaya Tanu, (babak III, kaset III). (2) Setting waktu, meliputi: Pada malam hari, yaitu ketika para maling keluar untuk memulai aksi pencuriannya, (babak II, kaset III); Jam 4 pagi, ketika Ki Gledar dan Ki Sleseh mengutarakan keluhannya karena lama sekali pagi hari tiba, (babak II, kaset III) dan; Jam 6 pagi, ketika Ki Gledar dan Ki Sleseh berjalan ke timur menuju Sukawati, (babak II, kaset III). d. Tema

Kebijaksanaan Mampu Menciptakan Perdamaian. Perumusan tema ini oleh penulis karena dengan penyamaran yang dilakukan oleh raja Sukawati dalam menangkap kedua maling yang bernama Ki Gledar dan Ki Sleseh telah membuat masalah terselesaikan secara damai. e. Amanat Amanat yang terkandung dalam lakon Maling Sakti adalah Membasmi kejahatan akan lebih baik jika dilakukan tanpa tindakan kekerasan. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa dalam menangkap kedua maling tersebut, raja Sukawati sedikit pun tidak ada menggunakan cara kekerasan sehingga usaha dalam menangkap maling tersebut dapat berhasil tanpa ada yang terluka fisiknya dan dengan kemurahan hati raja Sukawati pula membuat kedua maling menjadi insyaf dan berhenti untuk melakukan kejahatan lagi. 2. Fungsi dan Makna Struktur Dramatik Lakon Maling Sakti a. Struktur dramatik yang membangun sebuah lakon berfungsi sebagai perangkat untuk dapat secara lebih maksimal mengungkapkan pikiran pengarang atau penggarap lakon, melibatkan pikiran serta perasaan penikmat lakon ke dalam laku cerita. Terkait dengan lakon Maling Sakti, struktur dramtik lakon yang membangun lakon ini mampu menimbulkan rasa penasaran akan keberlangsungan cerita, membuat perasaan penikmat lakon menjadi gembira atau tertawa dan membuat penikmat lakon menjadi terkejut. Dengan terlibatnya perasaan seorang penikmat dalam lakon Maling Sakti, sehingga menunjukan lakon Maling Sakti merupakan lakon yang eksis dengan fenomena kehidupan masyarakat secara umum. b. Makna Struktur Dramatik Lakon Maling Sakti Makna struktur dramatik lakon Maling Sakti ini antara lain: makna religius, sosial, dan makna estetis. 1. Makna Religius

Makna religius dalam lakon Maling Sakti terlihat dari dialog di antara tokoh-tokoh dalam lakon Maling Sakti yang menjelaskan mengenai kepercayaan manusia kepada kekuasan Tuhan, adanya mahluk gaib seperti dewa-dewa dan adanya benda-benda yang memiliki kekuatan gaib. Dari dialog-dialog tersebut menunjukan adanya makna religi pada lakon Maling Sakti. 2. Makna Sosial Makna sosial pada lakon Maling Sakti terlihat dari adanya ajaran mengenai perbuatan baik buruk yang dapat terungkap lewat alur dan penokohannya. Dari penokohan dalam lakon Maling Sakti ini terlihat adanya tokoh berwatak baik dan jahat. Dalam alur/jalan cerita lakon Maling Sakti ini tokoh yang berwatak baik adalah Sri Wijaya Tanu sedangkan yang berwatak jahat adalah Ki Gledar dan Ki Sleseh. 3. Makna Estetis Lakon Maling Sakti telah memberikan rasa indah kepada penikmatnya lewat keberadaan struktur dramatik yang membangunnya. Pada struktur dramatik lakon Maling Sakti ini terdapat unsur-unsur keutuhan (unity) di dalamnya seperti terlihat pada seluruh komponen strukturnya yang terdiri atas: pategak, pamungkah, tari kayonan, jejer wayang, nyabut kayonan, alas arum, penyahcah, patangkilan, pangelengkara, bapang, pesiat, dan penyuwud. Masing-masing komponen dari struktur lakon Maling Sakti tersebut mempunyai kedudukan dan fungsinya masingmasing, memiliki hubungan sangat kuat antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, maka terlihatlah keutuhan di antara keanekaragaman bagian-bagian struktur lakon Maling Sakti tersebut. Keutuhan dari seluruh komponen struktur lakon Maling Sakti telah menunjukkan adanya unsur keindahan. Selain yang disebutkan di atas, keindahan dalam lakon Maling Sakti terlihat pula lewat teknik penyampain pesan yang secara simbolis kepada penikmatnya.

3. Penutup Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa struktur dramatik lakon Maling Sakti dalam WKB dalang I Ketut Sudiana meliputi alur/plot, penokohan, setting/tempat kejadian, tema dan amanat. Struktur dramatik lakon Maling Sakti berfungsi sebagai perangkat untuk dapat secara lebih maksimal mengungkapkan pikiran pengarang atau penggarap lakon, melibatkan pikiran serta perasaan penikmat lakon ke dalam laku cerita. Dengan terlibatnya perasaan seorang penikmat dalam lakon Maling Sakti, sehingga menunjukan lakon Maling Sakti merupakan lakon yang eksis dengan fenomena kehidupan masyarakat secara umum. Makna yang terkandung dalam struktur dramatik lakon Maling Sakti adalah makna religi, makna sosial, dan makna estetis. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Bandem, I Made, dkk. 1981/1982. Wimba Wayang Kulit Ramayana (Ketut Madra). Denpasar: Proyek Penggalian/Pembinaan Seni Budaya Klasik/Tradisional dan Baru. Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rineka Cipta. Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial, Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Samarinda. Bratananatyam, I Bagus Wijna. Wayang Kulit Parwa Lakon Dharma Dewa Dalang I Ketut Madra. Kajian Bentuk dan Nilai. Skripsi. Jurusan Seni Pedalangan. ISI Denpasar.

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial, Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Samarinda. Dewojati, Cahyaningrum. 2012. Drama; Sejarah, Teori, dan Penerapannya. Yogyakarta: Javakarsa. Djelantik, A.A.M, 1990. Pengantar Dasar Ilmu Estetika: Estetika Instrumental. Denpasar: STSI., 1992. Pengantar Dasar Ilmu Estetika: Falsafah Keindahan dan Kesenian. Denpasar: STSI. Gorris, R.1954. Prasasti Bali. Bandung: NV Masa Baru. Kaelan. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Paradigma. Koentjaraningrat, 1980. Sejarah Antropologi I. Jakarta: Universitas Indonesia., 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat. Marajaya, I Made. 2003. Struktur Pertunjukan Wayang Kulit Bali. Jurnal Ilmiah Seni Pewayangan Volume 2 No. 1. Jurusan Seni Pedalangan, STSI Denpasar. Poerwadarminto, WJS, 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Putrayasa, I Wayan Agus. 2006. Penggunaan Lesung Pada Upacara Agama Hindu di Kecamatan Penebel Tabanan (Kajian Teologi Hindu). Skripsi. Jurusan Teologi Hindu, IHDN Denpasar. Redana, I Made. 2006. Panduan Praktis Penulisan Karya Ilmiah dan Proposal Riset. Denpasar: IHDN. Satori, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Satoto, Soediro. 1985. Wayang Kulit Purwa Makna dan Struktur Dramatiknya. Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara. Sedana, I Nyoman. 2002. Kawi Dalang: Creativity in Wayang Theatre. Disertasi. University of Georgia, USA.. 2003. Tradisi Kreatif Dalam Wayang Kulit Bali. Jurnal Ilmiah Seni Pewayangan Volume 11 No. 1. Jurusan Seni Pedalangan, STSI Denpasar.

Semadi, I Gusti Ngurah Serama. 1988. Wayang Babad Gugurnya Dalem Bungkut. Skripsi. Jurusan Seni Pedalangan, ISI Denpasar. Solichin dan Suyanto. 2011. Pendidikan Budi Pekerti Dalam Pertunjukan Wayang. Jakarta: Yayasan Senawangi. Subagyo, Joko. 2011. Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta. Teeuw, A. 1998. Khazanah Sastra Daerah: Beberapa Masalah dan Penyebarluasannya. Jakarta: Balai Pustaka. Waluyo, Herman J. 2001. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita. Wicaksana, Dewa Ketut. 1998. Lakon Antakusuma Karya Dalang I Ketut Madra (Alm): Analisis Struktur Dramatik dan Kajian Nilai Budayanya. Denpasar: STSI Denpasar., 2002. Wayang Kulit Babad: Reportoar Baru Dalam Wayang Kulit Bali. Jurnal Wacana Ilmiah Pewayangan. Jurusan Pedalangan, STSI Denpasar.