BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Wanita karir didefinisikan sebagai wanita yang berkecimpung dalam kegiatan profesi (usaha dan perusahaan) (Peter & Yeni, 1991). Saat ini, peran wanita telah bergeser dari peran tradisional menjadi modern. Dari hanya memiliki peran tradisional untuk melahirkan anak (reproduksi) dan mengurus rumah tangga, kini wanita memiliki peran sosial dimana dapat berkarir dalam bidang kesehatan, ekonomi, sosial, maupun politik dengan didukung pendidikan yang tinggi (Health Woman, 2008). Di zaman emansipasi saat ini, banyak wanita yang mencapai puncak karirnya pada usia diatas 40 tahun, sedangkan pada usia tersebut sebagian wanita mulai mengalami keluhan-keluhan menopause. Hal ini tentu saja menjadi tantangan berat bagi wanita karir, dalam mengatasi keluhan keluhan tersebut saat bekerja (Kasdu, 2002). Menopause merupakan fase yang pasti akan dialami oleh setiap wanita 1
2 dalam siklus kehidupannya dan akan menghadapi berbagai resiko masalah kesehatan, seperti osteoporosis, penyakit kardiovaskuler, dan dementia alzaimer. Ini merupakan proses penuaan yang alamiah dan normal pada setiap wanita (Wiknjosatro, 2005). Menopause menurut WHO didefinisikan sebagai masa berhentinya haid yang permanen akibat dari hilangnya aktivitas folikuler ovarium. Menopause terjadi setelah 12 bulan berturut turut tidak mendapat haid dan tidak ada penyebab patologi atau fisiologi lain yang nyata, seperti akibat operasi pengangkatan indung telur (karena kista/kanker), terpapar radiasi, infeksi pada ovarium. Menopause umumnya terjadi sekitar usia 50 tahun, namun berbeda beda pada setiap wanita, walaupun ada wanita yang memulai masa menopause pada usia 30an (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data yang diperoleh dari WHO, pada tahun 2000, total populasi wanita yang mengalami menopause di seluruh dunia mencapai 645 juta orang, tahun 2010 mencapai 894 juta orang dan diperkirakan pada tahun 2030 akan mencapai 1,2 milyar orang. Di Asia pada tahun 2025, jumlah wanita yang memasuki usia tua akan melonjak dari 107 juta ke 373 juta (Aso, 2008). Tahun 2013 di Indonesia tercatat 14 juta wanita yang mengalami
3 menopouse. Sedangkan di Bali menurut proyeksi penduduk tahun 2013 oleh badan pusat statistik, jumlah penduduk wanita berusia 45 54 tahun adalah 258.000 orang (BPS, 2013). Menopause dibagi menjadi 4 (empat) fase, yaitu fase pramenopause, perimenopause, menopause, dan pasca menopause (Baziad Ali, 2003). Secara umum menopause sering diterapkan untuk fase klimaterik, yaitu penurunan aktivitas reproduksi yang terjadi 2 sampai 3 tahun sebelum menopause, biasanya pada usia antara 45 dan 55 tahun. Klimaterik dimulai saat fertilitas sudah berkurang pesat dan berlanjut sampai ovarium berhenti mengekskresikan esterogen (Coad & Dunstall, 2007). Pada masa menopause, terjadi penurunan jumlah hormon estrogen yang berperan penting untuk mempertahankan faal tubuh (Proverawati dan Sulistyawati, 2010). Pada masa inilah timbul pergeseran dan perubahan perubahan fisik dan psikologis, yang mengakibatkan timbulnya satu krisis dan dimanifestasikan dalam gejala gejala psikologis yang muncul. Antara lain depresi, murung, mudah tersinggung, mudah jadi marah, mudah curiga dan diliputi banyak kecemasan, insomnia atau tidak bisa tidur karena sangat bingung dan gelisah. Gejala-gejala ini akan muncul atau kadang tidak ada
4 sama sekali, kondisi ini tergantung individu masing-masing (Kartono, 1992). Apabila pengendalian diri pada masa ini tidak dapat diatasi, akan mudah terjadi gangguan kepribadian yang lebih berat sampai terjadinya gangguan kejiwaan dan memerlukan pengobatan (American Society for Reproductive Medicine, 2008). Walaupun menopause merupakan proses alami yang dialami setiap wanita, namun bagi sebagian wanita, masa menopause merupakan saat yang paling menyedihkan dalam hidup. Ada banyak kekhawatiran yang timbul di pikiran wanita ketika memasuki fase ini. Beberapa penelitian menemukan bahwa 75% wanita yang mengalami menopause merasakan menopause sebagai masalah atau gangguan (Aprilia dan Puspitasari, 2007). Hal ini didukung oleh penelitian bahwa sindrom menopause terjadi hampir di seluruh dunia, yaitu 70-80% perempuan Eropa, 60% di Amerika Serikat, 57% di Malaysia, 18% di Cina, dan 10% di Jepang dan Indonesia. Perbedaan jumlah tersebut disebabkan karena pola makan. Wanita Eropa dan Amerika mempunyai hormon estrogen yang lebih banyak daripada wanita Asia, sehingga saat terjadi menopause estrogen menurun drastis, sehingga menyebabkan tingginya sindrom menopause (Sri Kumalaningsih, 2008).
5 Cemas merupakan salah satu gejala psikologis yang sering dikeluhkan oleh wanita yang menghadapi fase menopause, kecemasan diartikan sebagai respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2006). Secara sederhana cemas dapat didefinisikan sebagai kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati, 2006). Cemas ditandai dengan gejala gejala fisik, afektif, kognitif dan tingkah laku. Gejala fisik meliputi takikardia, hiperventilasi, tremor, sakit kepala ringan, dan distress saluran pencernaan. Kondisi afektif meliputi ketidaknyamanan, gugup, mudah marah hingga merasa terancam yang parah dan panik. Gejala kognitif meliputi perasaan khawatir, ketakutan, dan fokus pada suatu ancaman. Prilaku yang dipengaruhi oleh karena cemas meliputi penghindaran atau prilaku kompulsif untuk mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan ketakutan akan sesuatu. Meskipun cemas merupakan pengalaman biasa dan respon normal sementara terhadap stres, cemas pada tingkat patologis dapat menyebabkan depresi dan gangguan fungsi tubuh (Kessler, et al., 1994).
6 Perasaan cemas yang timbul pada wanita menjelang masa menopause telah dibuktikan oleh beberapa penelitian diantaranya, penelitian yang dilakukan di Oman, yang menyatakan bahwa 46,6 % mengeluhkan adanya rasa cemas (Safie, et.al, 2012). Di Bangladesh, terdapat 34,2 % wanita yang menghadapi menopause mengalami kecemasan (Rahman et.at., 2011). Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahman et.al (2010) di malaysia menemukan bahwa 36,5 % wanita mengeluhkan mengalami kecemasan. Sedangkan di Indonesia berdasarkan penelitian yang dilakukan di Wonokromo, Surabaya ditemukan hasil bahwa dari 53 % wanita memiliki tingkat kecemasan rendah, 22 % wanita memiliki tingkat kecemasan sedang, dan 25 % lainnya memiliki tingkat kecemasan berat (Aprillia dan Puspitasari, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kecemasan pada wanita yang menghadapi masa menopause masih cukup tinggi. Berdasarkan penelitian cross sectional tentang prevalensi tanda gejala menopause menyatakan bahwa kecemasan merupakan salah satu gejala menopause yang sering dikeluhkan oleh wanita yang menghadapi menopause. Tingkat keparahan gejala menjelang menopause dipengaruhi oleh faktor faktor seperti, pendidikan, sikap, status ekonomi, gaya hidup, dan dukungan
7 keluarga khususnya suami. Banyak wanita yang merasa cemas karena merasa sudah tidak menarik dan keibuan lagi serta merasa kehilangan perannya sebagai istri bagi suaminya dan ibu bagi anak anaknya. Kecemasan wanita menjadi bertambah karena dia khawatir suaminya mencari pasangan lagi yang lebih muda dan menggairahkan (Lestary, 2010). Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aprilia dan Puspitasari (2007), yang menemukan bahwa faktor kondisi ekonomi, sikap, pengetahuan, gaya hidup dan dukungan keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kecemasan pada wanita yang menghadapi menopause. Namun dalam penelitian ini dikemukakan bahwa, karakteristik budaya seperti pendidikan dan pekerjaan tidak berpengaruh secara signifikan. Hasil penelitian yang berbeda dikemukakan oleh Nurmala (2013), yang menemukan bahwa faktor pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, dan peran suami berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kecemasan wanita yang menghadapi menopause. Faktor lain yang juga mempengaruhi tingginya tingkat kecemasan wanita dalam menghadapi masa menopause adalah jenis pekerjaan dan perbedaan tingkat pengetahuan (Kalahroudi et.al., 2012). Penelitian ini didukung dengan
8 hasil penelitian yang dilakukan di Nigeria, yang mengatakan bahwa wanita Nigeria yang bekerja memiliki tanggapan yang negatif terhadap menopause dan hanya 25 % dari wanita tersebut yang mencari bantuan medis untuk menangani gejala menopause yang mereka alami. Alasan tanggapan negatif tersebut mungkin karena saat mereka menghadapi fase menjelang menopause mayoritas dari wanita tersebut sedang berada di puncak karirnya. Dengan demikian, mereka merasa takut bahwa mereka mungkin akan digantikan oleh orang orang yang lebih muda jika tidak dapat berfungsi di tempat kerja (Southin, 2010). Data dari The British Occupational Health Research Foundation tahun 2010 pada wanita karir yang berusia 45 55 tahun dari berbagai sektor pekerjaan, menyatakan bahwa, gejala menopause yang mereka alami berpengaruh negatif terhadap kinerja mereka. Menopause memberikan dampak negatif terhadap persepsi atasan dan teman kerja mengenai kompetensi mereka dalam bekerja, dan merasa cemas akan penurunan kinerja yang mereka alami. Bagi sebagian wanita, menopause tidak menimbulkan gangguan yang signifikan. Namun kebanyakan dari wanita tidak memiliki persiapan dalam menghadapi masa menopause dan bahkan tidak memiliki persiapan untuk
9 menghadapi fase tersebut di saat bekerja. Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan yang dimiliki wanita dalam menghadapi fase menopause. Kurangnya pengetahuan ini menimbulkan persepsi yang negatif tentang menopause yang akhirnya akan mempengaruhi produktivitas mereka sebagai wanita karir (Griffiths, Maclennan & Wong, 2010). Kurangnya pengetahuan tentang perubahan perubahan yang terjadi pada fase menopause, akan menimbulkan perasaan cemas yang akan mempengaruhi kehidupan wanita yang menghadapi menopause. Dimana wanita menganggap menopause adalah masa memasuki usia lanjut, pudarnya daya pikat fisik dan seksual, bahkan anggapan bahwa usia lanjut adalah usia bagi masyarakat yang tidak produktif, yang hanya menibulkan beban dalam hidup. Hal ini menimbulkan wanita merasa murung, merasa tidak disayangi, mudah tersinggung, dan marah (Mangoenprasodjo, 2004). Dampak psikologis tersebut juga berdampak pada kehidupan sosialnya yang mengakibatkan kesulitan berhubungan dengan orang lain. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan Pendidikan, Tingkat Pengetahuan, Jenis Pekerjaan Dan Peran Suami Terhadap Kecemasan Wanita Karir Menjelang
10 Menopause. 1.2 Rumusa Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Adakah hubungan antara pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan, dan peran suami terhadap kecemasan wanita karir menjelang menopause. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.3.1 Tujuan Umum Diketahuinya hubungan antara pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan, dan peran suami terhadap kecemasan wanita karir menjelang menopause di Desa Adat Bugbug Karangasem. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi gambaran umum pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan, dan peran suami wanita karir menjelang menopause di Desa Adat Bugbug Karangasem.
11 b. Mengidentifikasi hubungan pendidikan dengan kecemasan wanita karir menjelang menopause di Desa Adat Bugbug Karangasem. d. Mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan dengan kecemasan wanita karir menjelang menopause di Desa Adat Bugbug Karangasem. e. Mengidentifikasi hubungan jenis pekerjaan dengan kecemasan wanita karir menjelang menopause di Desa Adat Bugbug Karangasem. f. Mengidentifikasi hubungan peran suami dengan kecemasan wanita karir menjelang menopause di Desa Adat Bugbug Karangasem. g. Menganalisis faktor yang paling dominan berhubungan dengan kecemasan wanita karir menjelang menopause di Desa Adat Bugbug Karangasem. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Sebagai tambahan informasi ilmiah dalam bidang keperawatan, khususnya keperawatan reproduksi mengenai hubungan antara pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan dan peran suami dengan kecemasan wanita
12 karir menjelang menopause, dan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kecemasan wanita karir menjelang menopause di Desa Adat Bugbug Karangasem. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai data dasar melaksanakan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan adanya hubungan antara pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan dan peran suami dengan kecemasan wanita karir menjelang menopause, dan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kecemasan wanita karir menjelang menopause. 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru dan masukan tentang hubungan pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan dan peran suami terhadap kecemasan wanita karir menjelang menopause bagi perawat dalam memberikan pelayanan perawatan reproduksi di masyarakat, dan dapat lebih meningkatkan pelayanan terutama pada faktor dominan yang mempengaruhi kecemasan wanita karir menjelang menopause.