13 Alasan Untuk Merevisi. PerMenKominfo No: 01/PER/M.KOMINFO/01/2009

dokumen-dokumen yang mirip
Gugatan terhadap Peraturan Menteri Komunikasi dan informasi No: 01 PER/M.KOMINFO/01/2009 tentang SMS/MMS Premium

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TAHUN 2010

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : /PER/M.KOMINFO/ /2007 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KOMUNIKASI dan INFORMATIKA. Penagihan. Pemungutan. PNBP.

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA TELEKOMUNIKASI

DAFTAR PM KOMINFO TERKAIT PERIZINAN DAN INVESTASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 116/DIRJEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : /DIRJEN/ 2007 TENTANG

SIARAN PERS Badan Perlindungan Konsumen Nasional Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta Telp/Fax ,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 43/P/M.KOMINFO/12/ 2007 TENTANG

7. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 01/PER/M.KOMINFO/04/05 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika;

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : /PER/M.KOMINFO/ /2008 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 279/DIRJEN/ 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: /PER/M.KOMINFO/ /2009 TENTANG KAMPANYE PEMILIHAN UMUM MELALUI JASA TELEKOMUNIKASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: 17/P/M.KOMINFO/6/2006 TENTANG

OBSERVASI SINGKAT TERHADAP KASUS IM2

b. Zona-2 1) Izin Prinsip (Baru) Per Izin 1,315,000 2) Izin Tetap (Baru) Per tahun 927,000 3) Izin Perpanjangan Per tahun 1,190,000

2017, No b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika te

INDEKS PERATURAN MENTERI KOMINFO TAHUN No. Permen Tentang Ket

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN TETAP LOKAL TANPA KABEL DENGAN MOBILITAS TERBATAS

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : /PER/M.KOMINFO/ /2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI

Public Expose Januari 2013

PELAYANAN PUBLIK KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 05 /PER/M.KOMINFO/2/2007

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KOMUNIKASI INFORMATIKA. Sertifikasi. Izin. Tatacara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 01 /PER/M. KOMINFO/01/2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYIARAN TELEVISI MELALUI KABEL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 05 /PER/M.KOMINFO/2/2007

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

8. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8/P./M.Kominfo/2/2006 tentang Interkoneksi;

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 73/ DIRJEN/ 2006 TENTANG

3. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor: 107,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG REGISTRASI PELANGGAN JASA TELEKOMUNIKASI

Kode Etik Bisnis Konten Premium (Rev 3.0r)

Aturan Hukum & Administrasi

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 22/PER/M.KOMINFO/10/2005 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : PM. TAHUN 2005 TENTANG INTERKONEKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA INTERNET TELEPONI UNTUK KEPERLUAN PUBLIK

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tent

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: 02/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 05 /PER/M.KOMINFO/I/2006 TENTANG PENYELENGGARAAN WARUNG TELEKOMUNIKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang bisnis, baik jasa maupun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. No.1388, 2013 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Layanan Jelajah. Roaming. Internasional. Jaringan Bergerak Seluler.

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. 08/Per/M.KOMINF/02/2006 TENTANG INTERKONEKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 06 / P/ M. Kominfo / 5 / 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG REGISTRASI PELANGGAN JASA TELEKOMUNIKASI

TATACARA PELAKSANAAN PERIJINAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS. Subdit. Telsus Non Pemerintah, Dit. Telsus PPKU

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis kebijakan pajak..., Wiwiet Septiana Rosario, FISIP UI, Universitas Indonesia

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG

2016, No Service Obligation sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, sehingga perlu diganti dengan Peraturan Menteri yang baru; c. bahwa d

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TAHUN 2011

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR :19/PER.KOMINFO/10/2005 TENTANG

BAB I. Pendahuluan. bidang salah satunya di bidang telekomunikasi. Telekomunikasi dari tahun ke. Table 1. Pertumbuhan pengguna telepon genggam 1

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR TAHUN 2013 T E N T A N G

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/P/M.

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : TAHUN 2011 TENTANG PENYIARAN TELEVISI MELALUI KABEL

KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 181/KEP/M.KOMINFO/12/ 2006 T E N T A N G

KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 29 /KEP/M.KOMINFO/03/2006 TENTANG

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TAHUN 2012 UNIT YANG MENGUASAI

Pemerintah Akan Berlakukan Peraturan Registrasi Kartu Prabayar Dengan Validasi Data Dukcapil

Dampak Konvergensi terhadap Regulasi TIK. Khamami Herusantoso Semiloka ISKI Bandung 27 Agustus 2008

BERITA NEGARA. No.703, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Tarif Sewa. Multipleksing. Tata Cara.

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM. 43 TAHUN 2000 (Tanggal 19 Mei 2000)

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

Menuju Sumsel Sejahtera Melalui Pengembangan Telematika & Media

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Studi

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI

Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel) EXECUTIVE SUMMARY

Market Share Operator Selular GSM Q

PROGRESS PROGRAM POKJA RB PENGUATAN PUU SAMPAI DENGAN BULAN JULI 2017

1.1 GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

SOP PERIZINAN KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/9/2005 TENTANG

LOGO KEMENTRIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA LAPORAN AKTIVITAS WORKING GROUP ON LICENSING

Peluang dan Tantangan Industri Media dan Konten Prospek Bisnis Penyiaran di Indonesia yang Dipengaruhi Kemajuan Teknologi

TENTANG TATACARA PENETAPAN TARIF JASA TELEPONI DASAR YANG DISALURKAN MELALUI JARINGAN TETAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

13 Alasan Untuk Merevisi PerMenKominfo No: 01/PER/M.KOMINFO/01/2009 18 Februari 2009

PENDAHULUAN Sekitar 3 tahun lalu industri mobile content tercemari oleh beberapa penyedia konten (content provider) nakal. Karena ide self regulated yang diajukan IMOCA (Indonesia Mobile & Online Content Provider Association) ditolak oleh BRTI dan tidak semua penyedia konten menjadi anggota IMOCA (sehingga tidak bisa ditindak IMOCA jika melakukan pelanggaran), maka dari pertengahan tahun 2006 sampai akhir tahun 2008 IMOCA mendukung BRTI dan Direktorat Jendral Postel membahas rancangan PerMenKominfo (awalnya berupa KepDirjen Postel) yang intinya mengawasi industri konten mobile agar memberikan nilai tambah kepada masyarakat penggunanya bukan justru sebaliknya. Tetapi, yang mengejutkan adalah pada 8 Januari 2009 Menkominfo menandatangani PerMenKominfo No: 01/PER/M.KOMINFO/01/2009 yang mana di dalamnya disebutkan bahwa para penyedia konten harus meminta izin dari BRTI (Pasal 2) dan para penyedia konten adalah penyelenggara jasa telekomunikasi dan diharuskan membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Jasa Telekomunikasi (Pasal 6). IMOCA mendukung PerMenKominfo No: 01/PER/M.KOMINFO/01/2009, karena memang industri mobile content harus dibina dan ditumbuhkembangkan bersama agar industri kreatif ini memberikan nilai tambah di dalam kehidupan masyarakat, bukan justru merugikan kehidupan masyarakat. IMOCA tidak menentang pasal-pasal di PerMenKominfo yang mengatur industri penyedia konten, karena IMOCA setuju bahwa agar industri ini tidak hancur haruslah diatur sedemikian rupa agar jangan dicemari oleh penyedia konten yang hit-and-run dan tidak bertanggung jawab. Bahkan IMOCA sangat berterima kasih karena PerMenKominfo tersebut banyak mengakomodir kode etik IMOCA yang jauh lebih ketat mengatur industri ini. Akan tetapi, setidak-tidaknya ada 13 (tiga belas) alasan mengapa Menteri Komunikasi Dan Informatika perlu merevisi PerMenKominfo tersebut, khususnya yang terkait dengan Pasal 2 (Persyaratan) dan Pasal 6 (Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi), agar PerMenKominfo tersebut dapat diterima dan didukung oleh semua pihak.

13 ALASAN UNTUK MEREVISI PerMenKominfo No: 01/PER/M.KOMINFO/01/2009 1) Selama lebih dari 2 tahun IMOCA sebagai satu-satunya asosiasi penyedia konten yang diakui pemerintah menjadi mitra diskusi penyusunan draft PerMenKominfo (awalnya berupa KepDirJenPostel) tersebut. Kepada umum BRTI dan DitJen Postel menyatakan bahwa pembahasan draft PerMenKominfo tersebut sudah dilakukan dengan konsultasi publik yang melibatkan IMOCA. Benar bahwa IMOCA dilibatkan, tapi selama lebih dari 2 tahun itu tidak ada pembahasan tentang BHP. Jika memang BHP ingin dikenakan kepada para penyedia konten, mengapa tidak dibahas sejak awal pada konsultasi publik tersebut? Bukankah konsultasi publik seharusnya transparan? 2) Pada diskusi dengan DitJen Postel dan BRTI pada 28 Januari 2009 yang difasilitasi KADIN, IMOCA memaparkan bahwa penyedia konten bukanlah penyelenggara jasa telekomunikasi melainkan hanyalah penyedia konten kepada para operator telekomunikasi (penyelenggara jasa telekomunikasi). Operator telekomunikasi sudah membayar BHP mereka (yang mana di dalamnya sudah termasuk atas pendapatan kotor operator dari penjualan konten). Penarikan BHP dari para penyedia konten hanyalah akan menimbulkan penarikan BHP ganda atas pendapatan kotor yang sama. 3) Dengan memakai analogi jasa penyiaran, hubungan penyedia konten dengan operator telekomunikasi adalah sama halnya dengan hubungan rumah produksi (production house) dengan stasiun televisi. Rumah produksi hanya menyediakan konten berupa sinetron, variety show, dll kepada stasiun televisi. Stasiun televisi lah yang melakukan jasa penyiaran dan wajib menbayar BHP Jasa Penyiaran, sedangkan rumah produksi bukanlah penyelenggara jasa penyiaran dan tidak dikenakan BHP. Bisnis rumah produksi sudah lebih tua dari bisnis penyedia konten mobile, dan penarikan BHP kepada para penyedia konten mobile karena omzetnya sudah milyaran (seperti yang diutarakan oleh BRTI) bukanlah alasan mendasar untuk mengenakan BHP kepada para penyedia konten mobile (karena bisnis rumah produksi juga milyaran omzetnya).

4) Di beberapa kesempatan BRTI dan DitJen Postel menyatakan bahwa penolakan BHP oleh IMOCA sama saja ingin menghindari pajak. BHP bukanlah pajak, BHP tepatnya adalah PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak). 5) Pengaturan pengenaan BHP (yang pada hakekatnya adalah sebuah pungutan) kepada para penyedia konten melalui PerMenKominfo bertentangan dengan UUD'45 Pasal 23A: "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang undang". 6) Kementrian yang sebelumnya sebenarnya sudah memberikan contoh yang baik. Ketika UU No.3/1989 tidak bisa mengakomodir perkembangan teknologi komunikasi, maka UU No. 36/1999 dikeluarkan sebagai gantinya. BHP kepada para operator telekomunikasi yang tidak diatur oleh UU No.3/1989 lalu diatur oleh UU No. 36/1999. Bukannya oleh sebuah PerMen. 7) Jika para penyedia konten tetap ingin dipaksakan untuk membayar BHP sedangkan itu tidak diatur oleh UU No. 36/1999, maka UU No. 36/1999 yang tidak bisa lagi mengakomodir perkembangan bisnis teknologi komunikasi dewasa ini haruslah direvisi atau diganti dengan UU yang baru, bukan oleh sebuah PerMen. 8) UU No. 36/1999 yang juga mengatur BHP Frekwensi Radio lebih lanjut ditindaklanjuti oleh PP No. 53/2000 tentang formula BHP Frekwensi Radio tersebut. Ini sebuah tatanan legislasi yang benar: UU ditindaklanjuti oleh PP yang tingkatnya lebih rendah dari UU. 9) PerMenKominfo No: 01/PER/M.KOMINFO/01/2009 yang mengatur BHP atas penyedia konten akan ditindaklanjuti oleh sebuah PP (yang sekarang ini belum ada) untuk formulasi penghitungannya. Ini sebuah tatanan legislasi yang tidak tepat. PerMen ditindaklanjuti oleh PP yang tingkatnya lebih tinggi dari PerMen itu sendiri. 10) Di masa krisis seperti ini semua lini industri mendapatkan beberapa kemudahan dan insentif dari pemerintah. Hal yang sebaliknya dan sangat ironis justru terjadi di Industri penyedia konten mobile. Ini bisa menjadi langkah kontraproduktif yang akan mematikan industri penyedia konten mobile yang sebenarnya juga sedang terpuruk. 11) Jika pada PerMenKominfo No. 11 (Tentang Kampanye) Penyedia Konten didefinisikan dengan jelas, maka pada PerMenKominfo No: 01/PER/M.KOMINFO/ 01/2009 Penyedia Konten yang ingin dikenakan BHP tidak didefinisikan. Yang didefinisikan akan dikenakan BHP adalah Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium (Pasal 1 Ayat 11) yang jika dibaca dengan teliti mengacu/mendefinisikan operator telekomunikasi, bukan ke Penyedia Konten.

Pada PerMenKominfo No: 01/PER/M.KOMINFO/01/2009, Pasal 1 Ayat 9, Penyelenggaraan Jasa Pesan Singkat (sms) jelas mendefinisikan operator telekomunikasi. Begitu juga dengan Pasal 1 Ayat 10, Penyelenggaraan Jasa Pesan Multimedia (mms) yang jelas mendefinisikan operator telekomunikasi. Pasal 1 Ayat 11, Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium didefinisikan sbb: penyelenggaraan jasa sms dan atau mms yang diselenggarakan melalui mekanisme berlangganan dan atau tidak berlangganan dengan tarif yang lebih tinggi daripada tarif penyelenggaraan jasa sms dan atau mms. Ini sekali lagi jelas mendefinisikan operator telekomunikasi, bukan penyedia konten. Tujuan dari Pasal 6 dari PerMenKominfo No: 01/PER/M.KOMINFO/01/2009 sebenarnya ingin mengenakan BHP kepada para penyedia konten, tapi dengan definisi yang salah seperti ini maka itu berarti BHP tetap ditujukan kepada para operator telekomunikasi. 12) Pada diskusi dengan DitJen Postel dan BRTI pada 28 Januari 2009 yang difasilitasi KADIN, BRTI menyatakan bahwa penggunaan nomor/kode akses 4 digit yang selama ini dipakai oleh para penyedia konten adalah ilegal. BRTI menyatakan bahwa semua nomor/kode akses diatur dan dikuasai oleh negara. Karena diatur dan dikuasai oleh negara, maka pemakaiannya harus dikenakan BHP. Penyataan ini jelas menyiratkan bahwa BRTI belum mengerti 100% tentang industri yang akan diaturnya. Nomor/kode akses diatur di dalam fundamental technical plan (FTP). FTP yang pertama dituangkan dalam KepMenParpostel No. KM 70/UM.001/MPPT-94 (FTP 1994), yang lalu diubah dalam KepMenParpostel No. KM 106/UM.001/MPPT-96 (FTP 1996). KepMenPerhubungan No. KM 4 Th 2001 (FTP 2000) lalu menggantikan FTP 1994 dan FTP 1996 yang dinyatakan tidak berlaku lagi. FTP 2000 ini akhirnya juga harus mengalami 4 perubahan. Perubahan pertama ditetapkan melalui KepMenPerhubungan No. KM 28 Th 2004, perubahan kedua ditetapkan melalui PerMenKominfo No. 06/P/M.KOMINFO/5/2005, perubahan ketiga ditetapkan melalui PerMenKominfo No. 13/P/M.KOMINFO/03/2006, dan perubahan keempat ditetapkan melalui PerMenKominfo No. 43/P/M.KOMINFO/12/2007. Pada KepMenPerhubungan No. KM 28 Th 2004 Bab V butir 4.2.3 jelas bahwa nomor/kode akses 4 digit seperti yang sekarang ini digunakan oleh para penyedia konten adalah ruting internal jaringan lokal operator telekomunikasi yang penomorannya tidak diatur oleh negara seperti pada lampiran 2 (Iktisar Peruntukan Nomor) KepMen itu sendiri. Sampai pada perubahan FTP 2000 yang keempat, hal-hal yang diatur oleh Bab V butir 4.2.3 dan lampiran 2 tetap tidak berubah.

Jadi selama ini para penyedia konten tidak menggunakan nomor/kode akses yang diatur negara, melainkan nomor ruting internal jaringan lokal operator telekomunikasi yang tidak dikuasai dan diatur oleh negara. Nomor/kode akses yang dikuasai dan diatur negara adalah natural resource terbatas berupa kode akses yang unik seperti 0811-123456, misalnya. Semua nomor/kode akses dengan prefix 0811 diatur negara untuk diberikan ke sebuah operator telekomunikasi tertentu. Nomor/kode akses dengan prefix 0811 itu bisa diakses oleh siapa saja dan dari mana saja. Nomor/kode akses 1212, misalnya, hanya bisa diakses oleh pelanggan Telkomsel yang ingin mengaktivasi Nada Sambung Pribadinya. Begitu juga nomor/kode akses 808 yang hanya bisa diakses oleh pelanggan Indosat dan 1818 yang hanya bisa diakses oleh pelanggan XL, karena nomor-nomor tersebut hanyalah nomor ruting internal operator telekomunikasi tersebut. Dengan demikian pernyataan BRTI bahwa pemakaian nomor/kode akses untuk konten mobile itu ilegal dan pengenaan BHP kepada para penyedia konten karena memakai nomor/kode akses yang dikuasai negara adalah tidak tepat dan perlu dikoreksi. 13) Penempatan BRTI sebagai pemberi izin bagi para penyedia konten (Pasal 2) hanya akan menempatkan BRTI sebagai lembaga Legislatif, Yudikatif dan Eksekutif sekaligus (Pasal 20 & 21) di dalam industri kreatif ini. BRTI nantinya bertindak sebagai pemberi izin, jaksa, hakim dan polisi sekaligus. Ini sangat bertentangan dengan semangat UUD'45. Dengan 13 (tiga belas) alasan tersebut di atas, maka kami para pengurus IMOCA yang diakui oleh pemerintah sebagai satu-satunya asosiasi yang menaungi para penyedia konten memohon kebijaksanaan Bapak Menteri Komunikasi Dan Informatika untuk meninjau kembali dan merevisi PerMenKominfo No: 01/PER/M.KOMINFO/01/2009, khususnya Pasal 2 (Persyaratan) dan Pasal 6 (Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi). Besar harapan kami bahwa permohonan kami ini dikabulkan sehingga kami dapat mendukung penuh PerMenKominfo No: 01/PER/M.KOMINFO/01/2009. Hormat Kami, A.Haryawirasma Ketua Umum Sapto Anggoro Sekretaris Jendral