BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PERBANDINGAN NILAI LOW-DENSITY LIPOPROTEIN CHOLESTEROL (LDL-C) INDIREK DENGAN DIREK PADA KADAR TRIGLISERIDA <200 mg/dl DAN ANTARA mg/dl

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK PERBANDINGAN NILAI LOW-DENSITY LIPOPROTEIN CHOLESTEROL

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan kekurangan gizi telah menurun, tetapi sebaliknya penyakit degeneratif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak. yang ditandai peningkatan salah satu atau lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, yaitu adanya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru-paru, otot dan sendi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang terus mengalami perubahan, terutama di bidang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan obat-obatan masih merupakan pilihan utama untuk terapi epilepsi pada

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan defisit neurologis yang terjadi sehingga batasan stroke adalah. untuk pasien dan keluarganya (Adibhatla et al., 2008).

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

POLA DISLIPIDEMIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN JENIS KELAMIN PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

ABSTRAK GAMBARAN RERATA KADAR KOLESTEROL HDL PADA PRIA DEWASA MUDA OBES DAN NON OBES

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46

BAB I PENDAHULUAN. 5 tahun di dunia mengalami kegemukan World Health Organization (WHO, menjadi dua kali lipat pada anak usia 2-5 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. dalam darah dengan bantuan lipoprotein juga merupakan hasil konvert kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB I PENDAHULUAN. ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia

ABSTRAK GAMBARAN RERATA KADAR TRIGLISERIDA PADA PRIA DEWASA MUDA OBES DAN NON OBES

ABSTRAK. F. Inez Felia Yusuf, Pembimbing I : Dra. Rosnaeni, Apt. Pembimbing II: Penny Setyawati M., dr., Sp.PK.,M.Kes.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak,

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Waktu: Waktu penelitian dilaksanakan pada Maret-Juli 2013.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB I PENDAHULUAN. (DM) yang telah berlangsung lama (InaDRS, 2013; Agni, dkk., 2007).

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama kematian di dunia. Menurut organisasi kesehatan dunia

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di berbagai bidang telah memperbaiki kualitas

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab. kematian terbanyak di dunia, dengan 7,4 juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran. Latihan

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian ini melibatkan 61 orang subyek penelitian yang secara klinis diduga

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. timbul dapat berupa peningkatan dari kadar kolesterol total, kadar low density

ABSTRAK HUBUNGAN OBESITAS YANG DINILAI BERDASARKAN BMI DAN WHR DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA PRIA DEWASA

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai serangan otak atau brain attack merupakan penyebab kematian ketiga

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menjadi penyebab paling umum dari kecacatan fisik maupun mental pada usia

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

KORELASI HBA1C DENGAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK PADA TAHUN Oleh: PAHYOKI WARDANA

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian. 1

PEMERIKSAAN BIOMEDIS DAN STATUS IODIUM. Website:

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu aktivitas yang dilakukan berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

ABSTRAK EFEK SEDUHAN TEH OOLONG (Camellia sinensis) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA LAKI-LAKI DEWASA NORMAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. lama kelamaan plak kolesterol tersebut akan menyebabkan penyempitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diakses sejak awal sebelum terjadinya diabetes untuk pencegahan penyakit. Selain itu,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dislipidemia adalah suatu kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total (hiperkolesterolemia), peningkatan kadar trigliserida (TG), peningkatan kadar low-density lipoprotein cholesterol (LDL-C), dan penurunan kadar high-density lipoprotein cholesterol (HDL-C) dalam darah (Grundy, 2002). Prevalensi dislipidemia di dunia mengalami peningkatan yang sangat signifikan dalam beberapa tahun terakhir, terutama di negara maju. Studi National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) tahun 2003-2006 menyatakan sekitar 53% orang dewasa di Amerika Serikat mempunyai kelainan metabolisme lipid. Sekitar 21% dari orang dewasa di Amerika Serikat dinyatakan menderita mixed dyslipidemia (LDL-C yang tinggi dengan HDL-C yang rendah atau trigliserida yang tinggi) dan hampir 6% mempunyai kelainan pada ketiga komponen lipid tersebut (Toth, Potter, & Ming, 2012). Insidensi dislipidemia berdasarkan umur telah diteliti mengalami pergeseran ke arah usia lebih muda. Menurut studi NHANES tahun 1999-2006, 20,3% remaja usia 12-19 tahun menderita dislipidemia dengan Body Mass Index (BMI) yang bervariasi, 14,2% BMI normal, 22,3% overweight, dan 42,9% obesitas. Hasil penelitian tersebut memberikan pandangan diperlukannya screening profil lipid pada remaja dan dewasa muda terutama pada individu-individu dengan BMI di atas nilai normal (Center of Disease Control and Prevention (CDC), 2010). Di Indonesia, angka kejadian hiperkolesterolemia menurut penelitian MONICA (Monitoring Trends and Determinants of Cardiovascular Disease) di Jakarta tahun 1988 menunjukkan bahwa kadar rata-rata kolesterol total pada wanita 206,6 mg/dl dan pria 199,8 mg/dl. Kemudian pada tahun 1993 kadar ratarata kolesterol total meningkat pada wanita menjadi 213 mg/dl dan pria 204,8 mg/dl (Darmojo, 1994). 1

2 Pada penelitian yang dilakukan oleh Sudijanto Kamso pada tahun 2004 terhadap 656 responden di 4 kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Padang) didapatkan keadaan dislipidemia berat (kolesterol total >204 mg/dl) pada orang berusia di atas 55 tahun didapatkan paling banyak di Padang dan Jakarta (>56%), diikuti oleh mereka yang tinggal di Bandung (52,2%) dan Yogyakarta (27,7%). Pada penelitian ini juga didapatkan dislipidemia lebih banyak ditemukan pada wanita (56,2%) dibandingkan pada pria (47%) (Gandha, 2009). Angka kejadian penyakit kardiovaskuler sangat berkaitan dengan kejadian dislipidemia. Kadar LDL-C merupakan suatu faktor risiko independen terjadinya penyakit kardiovaskuler. Deteksi dini kadar LDL-C pada kelompok pasien dengan faktor risiko penyakit kardiovaskuler memungkinkan terapi dan tindakan pencegahan dapat dilaksanakan lebih dini. National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel (NCEP-ATP) merekomendasikan pengukuran LDL-C sebagai kriteria primer diagnosis hiperkolesterolemia (Grundy, 2002). Diagnosis dislipidemia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan profil lipid. Komponen lipid yang umum diperiksa merupakan gabungan dari kolesterol total, kadar trigliserida, LDL-C, dan HDL-C. Kadar kolesterol total, trigliserida, dan HDL-C dapat diperiksa dengan metode enzimatik kolorimetrik. LDL-C dapat diukur secara direk, misalnya dengan spektofotometer (Bachorik, 2000) atau secara indirek dengan formula Friedewald (Friedewald, Levy, & Fredrickson, 1972). Pengukuran kadar LDL-C direk menggunakan spektofotometer relatif lebih lama dan reagen yang digunakan untuk pemeriksaan cukup mahal dibandingkan dengan pengukuran secara indirek menggunakan formula Friedewald. Dengan menggunakan formula Friedewald, pengukuran kadar LDL-C lebih mudah dan murah, walaupun demikian, pengukuran LDL-C secara indirek sangat dipengaruhi oleh komponen profil lipid lainnya, terutama trigliserida, misalnya, pada kadar plasma trigliserida >400 mg/dl akurasi hasil pengukuran LDL-C indirek tidak dapat lagi dipercaya dan perlu dilakukan pengukuran secara direk. Beberapa instansi laboratorium menggunakan formula Friedewald untuk mengukur LDL-C

3 pada kadar trigliserida <400 mg/dl (Friedewald, Levy, & Fredrickson, 1972). Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin membandingkan nilai LDL-C secara indirek dan direk pada kadar trigliserida <400 mg/dl, yaitu <200 mg/dl dan antara 200-400 mg/dl. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut: Apakah nilai LDL-C indirek sesuai dengan direk pada kadar trigliserida <200 mg/dl. Apakah nilai LDL-C indirek sesuai dengan direk pada kadar trigliserida 200-400 mg/dl. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: Membandingkan nilai LDL-C indirek dengan nilai LDL-C direk pada kadar trigliserida <200 mg/dl. Membandingkan nilai LDL-C indirek dengan nilai LDL-C direk pada kadar trigliserida 200-400 mg/dl. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan tentang akurasi pemeriksaan LDL-C secara indirek pada kadar trigliserida <200 mg/dl dan antara 200-400 mg/dl. 1.4.2. Manfaat Praktis Instansi laboratorium dapat melakukan pemeriksaan LDL-C secara indirek dengan hasil yang valid sesuai dengan batasan kadar trigliserida <400mg/dL. Khususnya di perifer, penggunaan pemeriksaan LDL secara indirek dapat menjadi sangat berguna karena keterbatasan reagen.

4 1.5. Kerangka Penelitian Penghitungan kadar LDL-C dapat dilakukan secara direk dan indirek. Penghitungan LDL-C secara indirek dilakukan dengan rumus Friedewald, yaitu LDL-C = total kolesterol HDL-C trigliserida/5. Trigliserida/5 digunakan bila satuan yang digunakan mg/dl sedangkan bila satuan yang digunakan mmol/l dipakai trigliserida/2.22 (Bachorik, 2000). Perumusan ini didapat dengan melihat fakta bahwa kolesterol dalam plasma terbagi-bagi dalam lipoprotein. Penjumlahan semua komponen kolesterol dalam setiap lipoprotein yang ada di dalam plasma akan memberikan hasil total kolesterol (Friedewald, Levy, & Fredrickson, 1972). Low-density lipoprotein (LDL) merupakan satu kelas lipoprotein yang mempunyai fungsi utama untuk mengantarkan pasokan kolesterol ke hepar dan terutama ke jaringan ekstra-hepatik. Kadar LDL umumnya dihitung berdasarkan kandungan kolesterol di dalamnya, dinamakan LDL-C. Kadar LDL-C dapat dihitung dengan mengurangi kadar HDL-C dan kadar kolesterol very low-density lipoprotein (VLDL) dari total kolesterol (Bachorik, 2000). VLDL merupakan prekursor terbentuknya LDL dan bersama kilomikron berfungsi untuk mengantarkan trigliserida ke jaringan lain. Melihat komposisi dari trigliserida dan kolesterol dalam VLDL, dapat disimpulkan ratio kolesterol : trigliserida dalam VLDL adalah sekitar 1:5. Kadar trigliserida dalam darah dianggap hanya dipengaruhi oleh VLDL dan kilomikron karena lipoprotein lainnya hanya mengandung sedikit trigliserida. Kilomikron hanya terdapat postprandial pada orang normal dan memiliki half-time yang relatif singkat dan dapat dianggap sudah tidak ada setelah melakukan puasa sekurang-kurangnya 9-12 jam sebelum melakukan pengukuran. Jadi, kadar kolesterol VLDL adalah 0.2 dikalikan dengan kadar trigliserida dalam darah atau trigliserida/5 (Friedewald, Levy, & Fredrickson, 1972). Berdasarkan uraian di atas didapat formula Friedewald, LDL-C = total kolesterol HDL-C trigliserida/5, walaupun demikian, rumus ini masih memiliki banyak kekurangan. Formula Friedewald tidak bisa digunakan untuk mengukur kadar LDL secara indirek bila konsentrasi trigliserida terlalu tinggi, misalnya >400 mg/dl. Konsentrasi trigliserida yang terlalu tinggi akan membuat

5 kadar kolesterol VLDL menjadi tidak valid. Ratio kolesterol: trigliserida pada VLDL akan melebihi 1:5. Penggunaan trigliserida/5 pada kasus seperti ini akan membuat hasil kolesterol VLDL terlalu tinggi (overestimation), oleh karena itu, hasil kadar LDL indirek akan didapat lebih rendah daripada yang seharusnya (underestimation) (Bachoric, 2000). Dengan mengetahui hubungan perumusan Friedewald dengan kadar trigliserida dalam darah saat pengukuran, nilai batasan tertinggi kadar trigliserida yang masih memungkinkan penghitungan kadar LDL secara indirek dengan formula Friedewald adalah 400 mg/dl (Friedewald, Levy, & Fredrickson, 1972). 1.6. Hipotesis Penelitian Hipotesis Penelitian dirumuskan sebagai berikut : Nilai LDL-C indirek sesuai dengan nilai LDL-C direk pada kadar trigliserida < 200 mg/dl. Nilai LDL-C indirek sesuai dengan nilai LDL-C direk pada kadar trigliserida 200-400 mg/dl.