BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mereka harus meninggalkan segala hal yang kekanak-kanakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu harapan bangsa demi kemajuan Negara, dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN SEKS DENGAN TINGKAT PERILAKU PACARAN REMAJA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 ADIPALA CILACAP ARTIKEL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. individu yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik, emosional, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. menjadi yang terunggul dalam berbagai aspek kehidupan. Pembangunan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah para remaja. Kenapa? Tak lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seksual yang tidak sehat dikalangan remaja Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah, semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan baik dalam kemampuan fisik maupun kemampuan psikologis. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran dari individu lain, kelangsungan hidup manusia akan berjalan tidak seimbang baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock, 2002) agar tercapai keseimbangan dalam hidup, maka manusia harus menjalin relasi sosial dengan individu lain. Relasi sosial yang terjalin memiliki tahap yang berbeda-beda, mulai dari hanya sekedar kenal, berteman, sampai dengan bersahabat. Pada tahap bersahabat baik dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis, diharapkan berkembang suatu relasi yang hangat dan mendalam. Ansori dan Ali (2006) mengatakan bahwa persahabatan antar jenis kelamin tidak menutup kemungkinan untuk berlanjut pada relasi berpacaran. Tahap berpacaran sering disebut sebagai tahap penjajakan. Pada tahap ini individu memikirkan keberadaan individu lain dan mulai melakukan berbagai penyesuaian agar terjadi keselarasan dalam relasi yang dijalaninya. 1

2 Relasi berpacaran biasanya terjadi pada masa remaja. Menurut Hurlock (2002) masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa. Masa remaja ditandai dengan kematangan fisik, sosial, dan psikologis yang berhubungan langsung dengan kepribadian, seksual, dan peran sosial remaja. Masa remaja juga dapat dimulai sejak seseorang menunjukan tanda-tanda pubertas dan berlanjut sampai pada kematangan seksual. perubahan hormon seksual didalam tubuhnya ditandai dengan kematangan seksual sehingga dorongan seksual yang timbul semakin meluap. Fenomena perilaku pacaran di kalangan remaja sadah sangat umum. Hampir sebagaian besar remaja yang sekaligus siswa ini telah pacaran, baik di kota maupun remaja desa. Hal ini dapat dapat terlihat di salah satu media masa yang membidik anak usia sekolah menengah terkait masalah hubungan lawan jenis atau biasa dikenal dengan istilah pacaran. Penelitian yang telah dilakukan Haryono (2010) di 12 kota di Indonesia, menunujukan bahwa dari 2.800 responden pelajar, 76% perempuan dan laki-laki pernah mengaku berpacaran. Dalam survei pada tahun 2012 demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) dari survei tadi, jelas terlihat 30% remaja sudah meraba-raba. Itu pasti akan berlanjut lebih jauh. Apalagi yang menyatakan belum pernah merasa pacaran hanya 15%. Berarti 85% sudah berpacaran. Dengan penelitian tersebut kualitas berpacaran remaja saat ini mengkhawatirkan. Kemudian Hurlock (1999) menambahkan bahwa meskipun remaja sudah matang secara organ seksual, tetapi emosi dan kepribadiannya masih labil karena masih mencari jati dirinya, sehingga rentan terhadap berbagai

3 godaan dalam lingkungan pergaulannya. Remaja cenderung ingin tahu dan mencoba-coba apa yang dilakukan oleh orang dewasa terutama dalam berpacaran. Menurut Desmita (2010) dalam berpacaran, bila pasangan dapat saling menyesuaikan diri dan merasakan kecocokan maka relasi dapat berlanjut menjadi suatu ikatan pernikahan. Akan tetapi bila keduanya tidak mampu saling menyesuaikan dan bahkan merasakan ketidakcocokan, maka relasi ini kemungkinan akan diwarnai oleh konflik-konflik yang dapat berdampak kepada terjadinya pertengkaran terus menerus, akibatnya relasi itu menjadi tidak harmonis dan dapat berakhir dengan perpisahan. Dalam tahap perkembangan, hubungan yang harmonis menurut Knapp (Rahmat, 2005) adalah terbentuk pada tahapan saling melengkapi dan tahapan ikatan. Selama tahapan saling melengkapi dan ikatan tersebut, pasangan dalam hubungan pacaran menunjukan kekhususan dan kedekatan hubungan mereka pada orang-orang disekitarnya melalui penggunaan makna-makna verbal dan non-verbal di antara mereka berdua. Pada tahapan ikatan perjanjian, pasangan dalam hubungan pacaran mendiskusikan komitmen di antara mereka berdua yang menunjukan keseriusan hubungan pacaran (Rahmat, 2005). Ada hal yang mempengaruhi perilaku pacaran seseorang individu adalah cinta. Pacaran merupakan salah satu perwujudan dari hubungan romantis (Sarwono, 2012). Hubungan ini biasanya ditandai dengan adanya suatu perasaan cinta yang membara, dan kecenderungan untuk terus menerus memikirkan dan tidak melupakan pasanggannya. Saat seseorang berada pada

4 masa transisi dari remaja ke dewasa awal, fokus utama dari penyesuaian psikososial adalah seperti beralih dari keinginan untuk disukai oleh orang lain menjadi kebutuhan untuk menjalani hubungan percintaan dengan seseorang yang spesial (pacaran atau datting) Crooks (dalam Puspa, 2010) Menurut Sternberg (1987) cinta adalah salah satu bentuk emosi yang mengandung ketertarikan, hasrat seksual, dan perhatian pada seseorang. Cinta membuat seseorang ingin memiliki hubungan khusus dengan orang lain melalui cara-cara tertentu yang khusus pula. Cinta mengandung elemen ketertarikan seksualitas dan menarik secara seksual. Ini artinya terdapat hubungan yang sangat erat, atau integral antara cinta. Atkinson (dalam Puspa, 2010) salah satu faktor penentu untuk mempertahankan hubungan dalam relasi berpacaran adalah kemampuan individu untuk membuka diri kepada pasangannya. Kemampuan ini sering disebut sebagai intimacy. Menurut Erikson (dalam Orlofsky, 1993) Intimacy adalah kemampuan individu untuk melibatkan dirinya dalam suatu relasi afiliasi dan relasi berpasangan, serta bertahan dalam komitmen itu, meskipun hal tersebut mungkin membutuhkan pencapaian dan kompromi. Olforsky (1993) mendefinisikan kemampuan keintiman sebagai kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan yang intim atau akrab, yang biasanya terlihat dalam bentuk kedekatan, penghargaan terhadap individualitas, keterbukaan, komunikasi, tanggung jawab, hubungan timbal balik, komitmen dan seksualitas. Pendapat dari Berscheid, Burgess & Huston (dalam, Yudistriana 2010)

5 Perilaku remaja akan berubah ketika menjalin hubungan yang intim dengan lawan jenis. Mereka akan lebih sering berinteraksi dengan pasangannya, menghabiskan waktu lebih banyak untuk bersama-sama, saling terbuka dan juga saling memahami satu sama lain. Menurut Sternberg (1987) intimacy merupakan komponen inti dari hubungan dari kasih sayang, termasuk dengan pasangan, masih menurut Sternnerg (1987) menyatakan bahwa intimacy merupakan fondasi pada cinta (pacaran) sehingga dapat menjadi kekuatan utama dalam hubungan. Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 1 Baturraden. SMA Negeri 1 Baturraden dipilih sebagai lokasi penelitian karena berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru Bimbingan dan Konseling (BK), antara tahun 1995-2013 pada fenomena pacaran terjadi tujuh kasus kehamilan yang tidak diinginkan, dan pada akhirnya ketujuh siswi tersebut mengundurkan diri. Menurut guru BK, pacaran anak muda jaman sekarang, khususnya siswa-siswi SMA Negeri 1 Baturraden itu sendiri lebih bebas. Mereka tidak segan lagi untuk bergandengan tangan dan berpegangan dengan erat ketika berboncengan walaupun ada guru. Fenomena pacaran yang ada di kalangan remaja kelas XI di SMA Negeri 1 Baturaden menunjukan keintiman dalam perpacaran. Hal ini terbukti dari hasil wawancara pada tanggal 26 januari 2015 yang dilakukan dengan siswa SMA Negeri 1, ketika di sekolah bergandengan tangan dengan pacar dan komunikasi sangat intens baik via sms dan bbm,

6 ketika nonton film di bioskop hal yang wajar bila perangkulan dengan pasangan, begitu juga dengan subyek lainnya tidak jauh beda apa yang dilakukan bersama pacar dan merasa lebih dekat dengan pacarnya dibandingkan dengan orang tua dan keluarga. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Dewi (2007),di SMA Negri 1 Baturaden dan SMA Negri 1 Purwokerto yang membandingkan hubungan antara perilaku seks pranikah dengan lingkungan sekolah yang menyatakan bahwa, lingkungan sekolah memiliki hubungan dengan perilaku seks pranikah. Dari total 125 subyek di SMA Negri 1 Baturaden, sebanyak 64,8% (81 subyek) menyatakan bahwa perilaku seks pranikah berhubungan dengan lingkungan sekolah sedangkan 35,2% (44 subyek) perilaku seks pranikah tidak berhubungan oleh lingkungan sekolah. Sedangkan di SMA Negri 1 Purwokerto dari total 125 subyek sebanyak 28,8% (36 subyek) menyatakan bahwa perilaku seks pranikah berhubungan dengan lingkungan sekolah sedangkan 71,2% (89 subyek) perilaku seks pranikah tidak berhubungan oleh lingkungan sekolah. Adanya lokalisasi di Baturaden yang menjadi alasan berhubungan antara lingkungan sekolah dengan perilaku seks Pranikah siswa di SMA Negeri 1 Baturaden. Pada penelitian ini siswa yang melakukan perilaku seks pranikah yang berstatus pacaran. Alasan pemilihan intimacy sebagai salah satu variabel yang terpenting dalam penelitian ini karena didasari oleh pertimbangan yang didasari oleh studi sebagai literatur. Menurut Sternberg (1987) intimacy merupakan

7 komponen inti dari hubungan kasih sayang, termasuk dengan pasangan, bahwa intimacy merupakan fondasi pada cinta sehingga dapat menjadi kekuatan utama dalam berpacaran. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti dapat memahami bahwa dari beberapa survei bahwa perilaku seksual diawali dengan adanya hubungan pacaran terlebih dahulu, sedangkan dalam remaja yang pacaran ada unsur intimacy. Untuk melakukan penelitian dengan judul : Studi deskriptif tentang intimacy dalam pacaran pada peserta didik kelas XI di SMA Negeri 1 Baturaden Kabupaten Banyumas tahun 2014/2015. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian serta penjelasan yang telah dikemukakan pada latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Intimacy dalam pacaran pada peserta didik kelas XI di SMA Negeri 1 Baturaden Kabupaten Banyumas Tahun 2014/2015. C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Intimacy dalam pacaran pada peserta didik kelas XI di SMA Negeri 1 Baturaden Kabupaten Banyumas Tahun 2014/2015.

8 D. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis Dapat memperluas dan menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang psikologi, khususnya pada psikologi perkembangan yang dalam hal ini terdapat kaitannya dengan intimacy dalam pacaran pada peserta didik kelas XI di SMA Negeri 1 Baturaden Kabupaten Banyumas Tahun 2014/2015. b. Secara Praktis 1. Bagi peserta didik Penelitian ini diharapkan sebagai bahan pengetahuan pentingnya intimacy bagi kehidupan peserta didik dalam berperilaku negatif berpacaran. Kemudian sebagai evaluasi apakah selama ini remaja sudah memiliki intimacy yang cukup tinggi terhadap perilaku berpacaran. 2. Bagi guru Penelitian ini diharapkan dapat lebih mengontrol intimacy pacaran pada seluruh peserta didik di lingkungan sekolah.