BAB I PENDAHULUAN. dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. Proses berkaitan dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara utuh. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar IPA di MTs Negeri Jeketro,

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting bagi setiap manusia, karena dengan pendidikan

I. PENDAHULUAN. Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, serta mampu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

BAB V PEMBAHASAN. penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Maka dari iru tugas seorang

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelumnya. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran

I. PENDAHULUAN. satunya dipengaruhi oleh faktor kualitas pendidikan negara tersebut. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran

I. PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia, agar siswa memiliki pola pikir yang sistematis dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Tanggung Jawab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Dara Lugina, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Widhi Anugrah Sukma Gemilang, 2013

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mencakup tiga segmen

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam

BAB I PENDAHULUAN. menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman mengajar, permasalahan seperti siswa jarang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri, masyarakat maupun bangsa. Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun. 2003Pasal 1 tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan ayat sebagai berikut: 1

BAB I PENDAHULUAN. dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia abad ke-21 mempunyai karakteristik sebagai berikut,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaraan merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Eksperimentasi Model Pembelajaran RME, NHT, dan MPL Terhadap Hasil Belajar Siswa SMPN 3 Balikpapan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inquiri ilmiah (Scientific

I. PENDAHULUAN. (Langeveld, dalam Hasbullah, 2009: 2). Menurut Undang-Undang Republik. Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. yang paling tepat untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manusia, yang dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. belajar sehingga siswa memiliki pengalaman dan kemandirian belajar.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di negara Indonesia dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rika Nurjanah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003:

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aktifitas yang berupaya untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik apa yang akan dilakukan dalam kelas selama pertemuan berlangsung.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. proses pendidikan pada umumnya yang bertujuan membawa anak didik atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori Pengertian Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berlangsungnya proses pendidikan, mengembangkan kepribadian,

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan upaya memahami berbagai penomena alam secara sistematis. Pada hakikatnya, pembelajaran IPA memiliki empat dimensi yaitu sikap, proses, produk, dan aplikasi. Sikap berkaitan dengan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. Proses berkaitan dengan prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan metode ilmiah yang meliputi merumuskan hipotesis, merancang dan melaksanakan penyelidikan, mengumpulkan dan menganalisis data, serta menarik kesimpulan. Produk IPA meliputi konsep, prinsip, hukum, dan teori. Aplikasi berkaitan dengan penerapan metode ilmiah dan produk IPA dalam kehidupan sehari-hari. Keempat dimensi di atas merupakan ciri IPA yang utuh yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Oleh karena itu seyogyanya pembelajaran IPA mencakup empat aspek di atas. Pembelajaran IPA bukan hanya untuk menguasai sejumlah pengetahuan sebagai produk IPA, tetapi juga harus menyediakan ruang yang cukup untuk tumbuh berkembangnya sikap ilmiah, berlatih melakukan proses pemecahan masalah, dan penerapan IPA dalam kehidupan nyata. Kecenderungan pembelajaran IPA pada masa kini adalah peserta didik hanya mempelajari IPA sebagai produk, menghafalkan konsep, prinsip, hukum, dan

teori. Keadaan ini diperparah oleh pembelajaran yang beriorientasi pada tes/ujian. Akibatnya IPA sebagai sikap, proses, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran. Mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaannya. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. Meningkatkan pengetahuan mengenai konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Undang-Undang (UU) Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 4, ayat (1) menyatakan bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Prinsip ini dapat tercapai 2

melalui suatu kegiatan pembelajaran yang melibatkan guru, siswa, dan materi ajar. PP No. 19 tahun 2005 Bab IV Pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpatisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas siswa tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental (Sanjaya, 2009: 130). Seperti yang telah dikemukakan pada PP No. 19 tahun 2005 Bab IV Pasal 19 ayat 1 dituliskann bahwa Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpatisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini menunjukan bahwa mengajar yang didesain guru harus berorientasi pada aktivitas siswa. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, terlibat dalam pemecahan masalah, bertanya 3

kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapi, berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan pemecahan masalah, melaksanakan diskusi kelompok sesuai pentunjuk guru, menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya, melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis, dan kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya ( Sudjana, 2009:61). Kenyataan dilapangan bahwa proses pembelajaran yang berlangsung khususnya IPA, pembelajaran kurang menekankan kepada aktivitas belajar siswa, sesuai dengan pendapat Sanjaya (2009) yaitu : Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghapal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hasil studi The Third International Mathematic and Science Study- Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke- 32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematik (Wahyudin, 2008). Dari hasil observasi dan wawancara pendahuluan pada salah satu sekolah SMP di wilayah kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat adalah : Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran sangat rendah, siswa cenderung hanya mendengarkan penjelasan guru saja sehingga minat siswa terhadap mata pelajaran IPA 4

rendah. Para guru sering menerapkan diskusi kelompok dalam proses pembelajaran IPA, tetapi pelaksanaan diskusi hanya didominasi oleh siswa pintar sedangkan siswa yang kurang tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensinya sehingga aktivitas siswa hanya siswa-siswa tertentu saja. Berdasarkan data yang diperoleh dari guru mata pelajaran IPA didapat nilai rata-rata hasil ulangan umum semester ganjil di SMP Negeri 2 Cililin tahun pelajaran 2011-2012 berada jauh di bawah KKM. KKM IPA kelas VII : 68, kelas VIII : 68 dan IX : 69, sedang rata-rata nilai IPA ulangan umum smester ganjil yaitu : kelas VII : 50, kelas VIII : 52 dan kelas IX: 54 Kondisi di lapangan yang telah disebutkan di atas, menyebabkan potensi siswa selama pembelajaran kurang optimal sehingga berdampak pada rendahnya prestasi belajar siswa. Oleh karena itu penulis menganggap diperlukan suatu upaya dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan dan kebebasan bagi siswa untuk mengembangkan seluruh potensi belajar siswa, memberikan kesempatan kepada murid untuk terlibat secara aktif dalam setiap proses pembelajaran, mengurangi kecenderungan guru untuk mendominasi pada saat proses pembelajaran berlangsung, sehingga pada gilirannya akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Salah satu pembelajaran alternatif yang dapat menjembatani permasalahan di atas adalah penerapan model pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam kelompok secara bergotong royong (kooperatif) akan 5

menimbulkan suasana belajar partisipatif dan menjadi lebih hidup. Teknik 6 pembelajaran kooperatif dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan dapat meningkatkan kreativitas siswa (Rusman. 2011). Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran kooperatif. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran kooperatif ini benar, akan memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends R.I., 1997). Lara dan Hasan (Kamarga, 2011) dalam Prosceeding Internasional Belajar aktif adalah pendekatan pembelajaran yang dapat menggunakan berbagai model belajar seperti kooperatif learning, experiential learning, transpormative learning. Dengan demikian bahwa pembelajaran dengan menggunakan kooperatif diyakini dapat megatasi permasalahan-permasalahan dalam proses pembelajaran terutama untuk mengaktifkan siswa atau meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Slavin (Sanjaya, 2009) dinyatakan bahwa : (1) penggunaan pembelajaran

7 kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan dapat menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan. Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Arah pembelajaran seharusnya terfokus pada belajar, seperti learning how to learn, learning how to be, learning how to live together, dan learning how to be a good citizen. Semua arah pembelajaran tersebut dapat dibelajarkan melalui semua jenis mata pelajaran dengan menggunakan berbagai strategi atau model pembelajaran, di antaranya direct instruction atau pembelajaran langsung dan Kooperatif learning atau pembelajaran kooperatif. B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian di atas, permasalahan pokok dalam penelitian ini dibuat dalam rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah peningkatan aktivitas belajar dan penguasaan konsep ekosistem pada mata pelajaran IPA di SMP Negeri 2 Cililin dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

8 Agar permasalahannya lebih terperinci, maka di buat dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi ekosistem antara kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan kelas yang menggunakan pembelajaran diskusi kelompok biasa? 2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan aktivitas belajar siswa antara kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan kelas yang menggunakan pembelajaran diskusi kelompok biasa? 3. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap penggunaan pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw pada materi ekosistem? C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Dalam penelitian terdapat variable bebas adalah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, dan variable terikat adalah Aktivitas belajar siswa dan Penguasaan konsep siswa dalam mata pelajaran IPA di SMP. X Y1 Y2 : Pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw : Aktivitas belajar siswa pada pembelajaran IPA : Prestasi Belajar siswa dalam mata pelajaran IPA

9 2. Definisi Operasional Agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran menangkap tujuan penelitian ini, perlu dijelaskan definisi operasional sebagai berikut: a. Pembelajaran Kooperatif adalah bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2010:202). Pengelompokan heterogenitas (kemacamragaman) merupakan ciri yang menonjol dalam pembelajaran kooperatif. Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latarbelakang agama sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran kooperatif biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang (Lie, 2008 : 41). b. Pemebelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu model pembelajaran dengan cara diskusi, mendorong para siswa menjadi aktif dan kreatif. Aktivitas jigsaw menurut Slavin (2005) adalah: membaca, diskusi kelompok ahli, laporan kelompok, kuis, dan perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok. Model kooperatif

10 tipe jigsaw menekankan pada pengelompokkan yang anggota kelompoknya terdiri dari 4 orang, paling banyak 6 orang. Untuk pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, disusun langkahlangkah pokok sebagai berikut; (1) pembagian tugas, (2) pemberian lembar ahli, (3) mengadakan diskusi, (4) mengadakan kuis. Adapun rencana pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini diatur secara instruksional sebagai berikut (Slavin, 2005) Rusman (2011) menyatakan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dimulai dengan pengelompokkan siswa, tiap orang dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda. Anggota tim yang memiliki tugas yang sama membentuk kelompok ahli, setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan hasil diskusi dengan kelompok ahli kepada kelompok asal. Setelah memberikan penjelasan kepada kelompok asal secara bergantian, setiap kelompok ahli melakukan mempresentasikan hasil diskusinya. c. Aktivitas belajar siswa merupakan keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran untuk menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan mendapatkan manfaat dari kegiatan tersebut. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal : turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, terlibat dalam pemecahan masalah, bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami

11 persoalan yang dihadapi, berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan pemecahan masalah, melaksanakan diskusi kelompok sesuai pentunjuk guru, menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya, melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis, dan kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.( Sudjana, 2009:61) d. Penguasaan konsep adalah kemampuan kognitif siswa dalam memahami konsep ekosistem. Aspek kognitif meliputi beberapa indikator menurut Benjamin S.Bloom (Sanjaya, 2009 : 125-127) yaitu, pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), Analisis (C4), Sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Pencapaian aspek kognitif ini dapat dilihat dari soal pilihan ganda yang diberikan kepada siswa. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui perbedaan penguasaan konsep siswa antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran diskusi kelompok pada materi pelajaran ekosistem 2. Untuk mengetahui perbedaan aktivitas belajar antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe

12 jigsaw dan siswa yang mendapatkan pembelajaran diskusi kelompok pada materi pelajaran ekosistem. 3. Mengetahui tanggapan siswa tentang penggunaan pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw dalam materi pelajaran ekosistem. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk berbagai pihak diantaranya : 1. Manfaat Bagi Siswa Dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk meningkatkan prestasi belajar dan dapat mendorong siswa uktuk lebih aktif dalam proses pembelajaran 2. Manfaat Bagi Guru Menambah wawasan pengetahuan dan memberikan alternative bagi guru mata pelajaran IPA untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang lebih menekankan keikutsertaan siswa dalam pembelajaran sehingga meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa. 3. Manfaat Bagi Kepala Sekolah Dapat dijadikan bahan bahan rujukan untuk memotivasi guru untuk mengembangkan model-model pembelajaran dalam proses pembelajaran. 4. Manfaat Bagi Peneliti

13 Memperoleh data empiris mengenai profil peningkatan aktivitas belajar dan profil peningkatan prestasi belajar siswa melalui penerepan model kooperatif tipe jigsaw. F. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan penelitian yang dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : Hipotesis untuk peningkatan prestasi belajar siswa Ho Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pembelajaran diskusi kelompok dalam penguasaan konsep siswa pada materi ekosistem Ha Terdapat perbedaan yang signifikan antara pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pembelajaran diskusi kelompok dalam penguasaan konsep siswa pada materi ekosistem. Hipotesis untuk aktivitas belajar siswa Ho Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan model pembelajaran diskusi kelompok untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. H1 Terdapat perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan model pembelajaran diskusi kelompok untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa.

14