BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

PENGEMBANGAN DATA WAREHOUSE DAN APLIKASI SOLAP BERBASIS WEB UNTUK DATA TITIK PANAS (HOTSPOT) DIAN YUDISTIRA

DATA WAREHOUSE SPATIO-TEMPORAL KEBAKARAN HUTAN MENGGUNAKAN GEOMONDRIAN DAN GEOSERVER MUHAMMAD HILMAN FADLI

Web browser Mozilla Firefox 2.0 dan Internet Explorer 7 HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data

Lampiran 1 Struktur forestfire_spatialcube.xml

menggunakan framework Geomondrian dan

MIGRASI SPATIAL DATA WAREHOUSE HOTSPOT KE SISTEM OPERASI LINUX UBUNTU MUHAMMAD ADE NURUSANI

PENGEMBANGAN MODUL UPDATE DATA PADA SISTEM SPATIAL DATA WAREHOUSE HOTSPOT BOLIVIANTO KUSUMAH

BAB IV PERANCANGAN SISTEM

MIGRASI DAN IMPLEMENTASI SISTEM SPATIAL ONLINE ANALYTICAL PROCESSING (SOLAP) PERSEBARAN TITIK PANAS PADA SISTEM OPERASI LINUX UBUNTU

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kebutuhan a. Deskripsi Umum Sistem b. Kebutuhan Fungsional Sistem c. Karakteristik Pengguna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Microsoft SQL Server Microsoft Sharepoint Microsoft.Net Framework 4.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nama dan deskripsi atribut tabel tempfact_indeksprestasi

4 Web server mengakses kubus data Palo server melalui Palo PHP API. Aplikasi OLAP menggunakan library JpGraph untuk menampilkan grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pembuatan data warehouse potensi desa wilayah Bogor melalui beberapa tahap yaitu:

jumlah keluarga, dan jumlah rumah. Data diambil dari hasil sensus potensi desa yang dilakukan BPS tahun 1996, 1999, 2003, dan 2006.

FAST berarti sistem ditargetkan untuk memberikan response terhadap user dengan secepat mungkin, sesuai dengan analisis yang dilakukan.

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENAMBAHAN LAYER GOOGLE MAPS PADA SPATIAL DATA WAREHOUSE TITIK PANAS DI INDONESIA ARI PRIANTO

TUGAS DATA WAREHOUSE & DATA MINING OLAP, OPERASI OLAP & MOLAP

DATA WAREHOUSE KONSEP Konsep dasar data warehouse adalah perbedaan antara data dan informasi. Data terdiri dari fakta-fakta yang dapat diamati dan

PERANCANGAN DATA WAREHOUSE CALON MAHASISWA BARU POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Pendahuluan

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Praproses Data Clustering

BAB III LANDASAN TEORI

PROSES EXTRACT, TRANSFORM DAN LOAD PADA DATA WAREHOUSE

DATA WAREHOUSING AND ONLINE ANALYTICAL PROCESSING (OLAP)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data

Perancangan Sistem Informasi Eksekutif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : Dosen Pembimbing : Umi Laili Yuhana, S.Kom, M.Sc Hadziq Fabroyir, S.Kom


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengembangan Aplikasi Pencarian Rute Terpendek Menggunakan

Penambahan Modul Updating Data pada OLAP Berbasis Web untuk Persebaran Hotspot di Wilayah Indonesia Menggunakan Palo 2.5

METODE PENELITIAN. Data

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SLTP DI KOTAMADYA JAKARTA SELATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Awal Lingkungan Pengembangan

BAB 4 PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 1 Edisi...Volume..., Bulan 20..ISSN : PEMBANGUNAN INDEPENDENT DATA MART PADA OPTIK YUDA

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya teknologi dan informasi saat ini telah menghasilkan kumpulan

IMPLEMENTASI OLAP PADA DATA PENJUALAN BBM MENGGUNAKAN PENTAHO TRIYONO

Anggota Kelompok 3 :

PEMBANGUNAN SPATIOTEMPORAL DATA WAREHOUSE KEBAKARAN HUTAN DI WILAYAH INDONESIA MUHAMAD ARIF FAUZI

Konsep Basis Data dalam GIS. Arif Basofi PENS 2015

[Data Warehouse] [6/C2 & 6/D2]

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SLTP DI KOTAMADYA JAKARTA SELATAN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor

MAKALAH SEMINAR PENGEMBANGAN DATA WAREHOUSE DAN APLIKASI OLAP PADA DATA EVALUASI PROSES BELAJAR MENGAJAR IPB BERBASIS WEB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Basis Data 2. Database Client / Server. Arif Basofi, S.Kom. MT. Teknik Informatika, PENS

HASIL DAN PEMBAHASAN. ditampilkan dalam sebuah layer yang akan muncul dalam aplikasi SIG. Integrasi dan Perancangan Antarmuka Sistem

Nama_ kab. Kode_ prop. Kode_ kab. The_ geom. Nama_ prop. Gid Lintang Bujur Date Month Time Noaa 110, ,

Tugas. Data Warehouse. OLAP, Operasi OLAP, dan Jenis Rolap

PEMBANGUNAN DATA WAREHOUSE DAN APLIKASI OLAP UNTUK MEMANTAU PRESTASI MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER IPB SUCI REZKY FHATTIYA

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENDIDIKAN KOTA DEPOK BERBASIS WEB MENGGUNAKAN QUANTUM GIS

TUGAS AKHIR SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PENGELOLAAN REKLAME DI SURABAYA BERBASIS WEB. Nurul Hilmy Rahmawati NRP:

IMPLEMENTASI FUZZY OLAP PADA DATA POTENSI DESA DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2003 DAN 2006 SOFIYANTI INDRIASARI G

Data Analysis with Mondrian

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI DATA WAREHOUSE MENGGUNAKAN SCHEMA SNOWFLAKE UNTUK MENGETAHUI TREND PRODUKSI DAN PEMASARAN PRODUK

PENGENALAN MySQL. Riana Sepriyanti. Abstrak. Pendahuluan.

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

[Data Warehouse] [6/C2 & 6/D2]

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau organisasi dalam menentukan kebijakan-kebijakan strategis

BAB 2 LANDASAN TEORI

KEKURANGAN KELEBIHAN APLIKASI DATA BASE

MANUAL BOOK OF GEORIMA (Geological Resources of Indonesia Mobile Application)

dan N3). Objek di atas akan diberikan index sesuai dengan tahun saat objek tersebut valid yaitu

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PELAYANAN KESEHATAN KOTA DEPOK BERBASIS WEB MENGGUNAKAN QUANTUM GIS

Membuat list dari masingmasing. digunakan sesuai data yg ada. Membuat list Minimum Bounding Rectangle (MBR) dari polygon

PENINGKATAN KINERJA SISTEM SPATIAL DATA WAREHOUSE KEBAKARAN HUTAN MENGGUNAKAN GEOSERVER DAN GEOMONDRIAN LUKSIE WIPRIYANCE

Data Warehousing dan Decision Support

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Waktu. id_waktu. Jalur propinsi pulau Pelamar. tahun_masuk Mahasiswa. JenisKelamin. lelaki_perempuan. Studi. id_studi

BAB II LANDASAN TEORI

SIE/nts/TIUAJMks 9/26/2013

Praktikum 1 - Pengantar Quantum GIS

BAB II LANDASAN TEORI. suatu maksud tertentu adalah bagian dari suatu sistem, yang mana sistem

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sistem Operasi: Microsoft Windows XP

BAB III LANDASAN TEORI. dengan istilah web adalah sebuah sistem terhubung dari hypertext document yang

Bab 3. Metode Penelitian dan Perancangan Sistem

ANALISA DATA TRANSAKSIONAL PADA E-COMMERCE DENGAN TEKNOLOGI OLAP (ON-LINE ANALYTICAL PROCESS)

Sistem Basis data Spasial dengan Software GIS Nafizah PRAKTIKUM

6/26/2011. Menurut W.H. Inmon dan Richard D.H. Menurut Vidette Poe

Mengeksplorasi Database PostgreSQL dengan PgAdmin III

SMS gateway telah banyak digunakan dalam berbagi aplikasi dan

BAB III LANDASAN TEORI

Microsoft Data Access Components (MDAC) Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

PEMBUATAN DIMENSI SOSIAL EKONOMI PADA KUBUS DATA DALAM SPATIAL ONLINE ANALYTICAL PROCESSING UNTUK PERSEBARAN TITIK PANAS DI PROVINSI RIAU

Konsep Basis Data dalam SIG. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Menggunakan PostgreSQL dan PostGIS. Oleh : Edi Sugiarto, M.Kom

Mampu mengoperasi kan komputer Terbiasa menggunakan aplikasi internet. Mampu. menggunakan

PERANCANGAN DATA WAREHOUSE PENGOLAHAN PERSEDIAAN BUKU PT. GRAMEDIA ASRI MEDIA MAKASSAR

UKDW BAB I PENDAHULUAN

PENAMBAHAN KUBUS DATA CUACA PADA SISTEM SPATIAL ONLINE ANALYTICAL PROCESSING (SOLAP) DENGAN SPAGOBI IRWAN ADRIANSYAH

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Fakultas Ilmu Komputer Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil tahun 2005/2006

Transkripsi:

20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Data Pada penelitian ini digunakan data satelit NOAA pada tahun 1997 sampai dengan 2005 serta data satelit TERRA dan AQUA dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Atribut-atribut yang terdapat dalam data hotspot yaitu tahun, bulan, tanggal, waktu, NOAA (satelit), bujur, lintang, provinsi, dan kabupaten. Data spasial dan atribut wilayah administrasi Indonesia yang meliputi kode provinsi, nama provinsi, kode kabupaten, dan nama kabupaten diperoleh dari www.inigis.info dalam format.shp dengan skala 1: 25.000. Dalam format ini, peta Indonesia terdiri atas 30 provinsi dan 440 kabupaten/kota. Analisis data yang dilakukan pada data tersebut yakni memilih atributatribut yang tepat untuk mengembangkan aplikasi spatio-temporal data warehouse. Atribut-atribut yang digunakan adalah tahun, bulan, satelit (NOAA,AQUA, dan TERRA), bujur, lintang dan wilayah atau lokasi. Berdasarkan atribut-atribut yang dipilih tersebut, kemudian dibentuk suatu tabel fakta dan tabel dimensi. Dari hasil analisis data pada penelitian sebelumnya didapatkan sebuah tabel fakta dan lima tabel dimensi, kemudian pada penelitian ini dilakukan penyesuaian dengan adanya penambahan sebuah dimensi, yakni dimensi pulau atau kepulauan, sebagai salah satu level hierarki tambahan pada dimensi lokasi. Skema data warehouse yang digunakan adalah skema snowflake. Skema snowflake ini digunakan untuk menangani redundansi data geometri pada dimensi lokasi (spasial). Skema snowflake dalam schema workbench dapat dilihat pada Gambar 4.

21 Gambar 4 Skema Snowflake pada Schema Workbench. 4.2 Ekstraksi Data Sebelum proses ini dilakukan, ada beberapa software pendukung yang harus terinstall pada komputer. Software pendukung itu terdiri dari : 1. Apache tomcat yang berguna sebagai web server. 2. PostgreSQL yang berguna sebagai database relasional. 3. Postgis yang berguna sebagai tambahan pada postgresql untuk mendukung pengolahan data spasial. 4. Quantum GIS yang berguna untuk mengolah data spasial. Proses install software masing-masing diatas, dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4. Pada tahap ekstraksi data, dilakukan proses pembuangan atribut-atribut yang tidak terpakai serta pengambilan data yang relevan sesuai dengan model skema multidimensional yang telah dibuat. Proses ini mereduksi atribut-atribut yang tidak terpilih pada tahap analisis. Hasil reduksi data dapat dilihat pada Tabel 4.

22 Tabel 4 Hasil reduksi data Atribut Tipe data Tahun Integer Bulan Varchar (20) NOAA (satelit) Varchar(20) Bujur Text Lintang Text Kode kabupaten Integer Kabupaten Varchar(50) Kode provinsi Integer Provinsi Varchar(50) Kode pulau Integer Pulau Varchar(50) 4.3 Transformasi Data Proses transformasi dilakukan berdasarkan skema snowflake yang telah dibuat pada tahap analisis. Nama-nama atribut disesuaikan berdasarkan nama atribut pada skema tersebut. Atribut tahun dan bulan dikembangkan menjadi tahun, kuartil, dan bulan. Dimensi lokasi diperluas menjadi empat dimensi yaitu dimensi pulau, dimensi provinsi, dimensi kabupaten dan dimensi geohotspot. Pada data fakta ditentukan nilai agregasi atribut-atribut yang menjadi ukuran (measure). Atribut baru dikonstruksi untuk menampung ukuran berupa jumlah hotspot hasil agregasi. Fungsi agregat yang digunakan adalah fungsi sum untuk proses penjumlahan hotspot. 4.4 Pemuatan Data Pada tahapan ini, data awal diproses melalui beberapa tahapan. Untuk melihat proses tahapan pemuatan data bisa dilihat dalam Lampiran 5. Data yang telah diproses kemudian akan secara otomatis termuat ke dalam PostgreSQL, kemudian dilakukan penyesuaian struktur kubus data berdasarkan skema snowflake yang telah dibuat. Kubus data yang dibuat dalam penelitian ini adalah kubus data forestfire_spatialcube. Secara singkat nama dan deskripsi dari kubus data forestfire_spatialcube dapat dilihat pada Tabel 5.

23 Tabel 5 Nama dan deskripsi kubus data forestfire_spatialcube Dimensi Deskripsi Waktu kejadian hotspot difoto oleh satelit. Data bulanan Waktu dari tahun 1997 sampai 2005 (NOAA) dan data bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 ( TERRA dan AQUA) Satelit Satelit yang digunakan untuk memotret citra (NOAA,AQUA,TERRA) Pulau Terdiri dari 5 Pulau besar di Indonesia (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Irian Jaya). Lokasi Provinsi Provinsi titik hotspot berada (30 provinsi) Kabupaten Kabupaten titik hotspot berada (440 kabupaten) Hotspot ID posisi titik hotspot Database diolah menjadi kubus data dengan menggunakan tool Schema Workbench. Schema Workbench merupakan GUI utility yang digunakan untuk membuat file skema multidimensional pada Geomondrian dalam format XML. Schema Workbench digunakan untuk memetakan kubus, dimensi, dan ukuran pada database PostgreSQL. Format XML digunakan untuk mengolah metadata (informasi tentang data) yang menggambarkan struktur dan maksud data yang terdapat dalam dokumen XML, bukan menggambarkan format tampilan data tersebut. Struktur format XML hasil pemetaan kubus data forestfire_spatialcube dengan Schema Workbench. 4.5 Pembuatan Data Warehouse Setelah seluruh tahapan proses ETL (Extract, Transform, Loading) dilakukan, kemudian masuk ke tahap berikutnya yakni membangun spatiotemporal data warehouse. Spatio-temporal data warehouse dibangun dengan menggunakan arsitektur three tier. Arsitektur ini memiliki tiga lapisan yaitu lapisan bawah, lapisan tengah, dan lapisan atas. Ilutrasi arsitektur spatio-temporal data warehouse ini dapat dilihat pada Gambar 5.

24 Gambar 5 Arsitektur spatio-temporal data warehouse. 1. Lapisan bawah Lapisan bawah merupakan tempat pengolahan sumber data warehouse, sekaligus sebagai data source pada Geoserver dalam melakukan query layer. Dalam penelitian ini digunakan Database Management System (DBMS) PostgreSQL dengan library PostGIS untuk mengelola data spasial dan nonspasial menjadi sebuah kubus data. 2. Lapisan Tengah Lapisan ini terdiri atas spatial OLAP (SOLAP) server dan web map server. Penelitian ini menggunakan Geomondrian sebagai spatial OLAP server yang berfungsi menyimpan struktur kubus data dalam bentuk multidimensi dan Geoserver sebagai tempat penyimpanan data geospasial yang berfungsi menghasilkan layer-layer berdasarkan query yang dapat memberikan bentuk penyajian data dalam bentuk peta. Geomondrian dan Geoserver merupakan teknologi open source yang dibangun dalam platform Java. Geomondrian menggunakan MultiDimensional expression (MDX) sebagai bahasa yang mampu menangani struktur data multidimensi. Geomondrian dilengkapi OLAP dan XML for analysis (XMLA) sebagai Aplication Programming Interface (API) yang mendukung fungsi OLAP.

25 3. Lapisan Atas Lapisan atas merupakan lapisan untuk end-user berupa hasil query yang dapat menampilkan informasi ataupun ringkasan. Query yang diuji pada Spatial OLAP (SOLAP) berupa query dalam bentuk fungsi MDX yang dapat digunakan sebagai model multidimensi. Informasi disajikan dalam bentuk tabel pivot dan grafik menggunakan Jpivot. Hasil query MDX memiliki kemungkinan dapat disinkronisasikan dengan tampilan peta yang disajikan menggunakan library Open Layers ataupun GeoExt. Namun, pada penelitian ini, sinkronisasi hasil query dengan tampilan peta tersebut belum berhasil dilakukan. Hal ini disebabkan karena tool Geomondrian yang belum stabil dan belum mampu melakukan konfigurasi fungsi yang dapat menyinkronisasikan Jpivot dengan library OpenLayers ataupun GeoExt. Meskipun demikian, penelitian ini sudah dapat menampilkan peta ke dalam sistem Geomondrian. Bentuk visualisasi peta yang telah diintegrasikan ke dalam sistem ini menggunakan query yang berbeda (tidak menggunakan MDX query pada peta), yakni menggunakan filter berupa CQL (Common Query Language). Query tersebut dapat digunakan untuk menyeleksi wilayah atau lokasi yang diinginkan pada peta dan dapat menyeleksi pula letak hotspot pada waktu tertentu pada wilayah tersebut. 4.6 Pembuatan Peta Peta yang hendak dibuat, merupakan suatu bentuk penyajian data yang merupakan hasil representasi dari layer-layer pada suatu web map server. Layerlayer ini dapat berupa point, line, polygon ataupun multipolygon. Pembuatan layer pada web map server ini dibuat berdasarkan query sql yang diberikan di dalam Geoserver yang berada di level application server pada arsitektur three tier-nya. Arsitektur three tier yang dibangun untuk pembuatan peta pada Geoserver dapat dilihat pada Gambar 6.

26 Gambar 6 Arsitektur Geoserver (Web Map Server). Layer-layer ini akan dipanggil pada saat sistem secara keseluruhan dieksekusi atau di jalankan pada level user interface atau client. Tahapan pembuatan suatu layer pada web map server (Geoserver) ini meliputi : 1. Membuat workspace Workspace ini dibuat sebagai ruang kerja dari layer-layer yang akan dibuat, sehingga workspace inilah yang nanti akan menampung layer-layer yang telah dibuat. Pada penelitian ini, workspace yang telah dibuat adalah workspace forestfire_indonesia yang telah dibuat di dalam Geoserver. 2. Membuat data store Data store ini merupakan ruang konfigurasi dalam Geoserver yang menghubungkannya dengan database relasional, yakni PostgreSQL dengan ekstensi PostGIS. Data store yang telah dibuat dalam Geoserver pada penelitian ini adalah ds_forestfire. 3. Membuat layer pada Geoserver Penelitian ini menggunakan Geoserver versi 2.1.0. Pada Geoserver versi ini sudah dapat dilakukan query sql biasa maupun geometri dalam menyeleksi suatu data berdasarkan atribut yang diinginkan pada database relasional (PostgreSQL/PostGIS) untuk menghasilkan suatu layer dalam web map server (Geoserver). Sebelum layer terbentuk, perlu dilakukan konfigurasi data yang disediakan Geoserver pada menu layer, guna melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk setiap layer. Informasi yang perlu dilengkapi tersebut meliputi

27 nama layer, memilih nilai sistem koordinat, bounds peta dan memilih default style. Layer-layer yang terbentuk dari hasil query ini kemudian dikonversi oleh layanan-layanan yang terdapat pada Geoserver menjadi suatu file dengan format XML. File XML inilah yang ketika dilakukan parsing akan menghasilkan URL dengan halaman web yang berupa suatu penyajian data dalam bentuk peta. Penelitian ini membangun layer layer dalam Geoserver yang terdiri atas layer hotspot satelit NOAA, TERRA dan AQUA, satu layer hotspot_indo untuk seluruh hotspot yang digabungkan, kemudian dua layer peta indonesia yang berdasarkan provinsi (layer indo_prov) dan kabupaten (layer indo_kab). 4. Menyesuaikan style peta Untuk menghasilkan suatu layer peta, diperlukan suatu style dari layer yang sesuai dengan tipe layer tersebut (point, line, polygon atau multipolygon). Geoserver telah menyediakan default style yang terdapat dalam librarynya dalam bentuk format SLD (Styled Layer Descriptor). File SLD ini merupakan suatu dokumen berisi syntax XML yang berfungsi mengatur tampilan peta, file-file ini dapat diakses pada menu Style dalam Geoserver. File.sld ini dapat disesuaikan menjadi suatu style yang diinginkan sesuai dengan tipe layer yang dipilih. Style inilah yang disesuaikan dan digunakan, sehingga sistem ini dapat melihat pola persebaran hotspot, serta melihat perbedaan batas wilayah pada suatu daerah di Indonesia secara jelas. Contoh file.sld yang dibuat dalam Geoserver untuk menghasilkan style suatu layer. 5. Melihat hasil peta Tahap ini merupakan tahap yang dilakukan untuk melihat hasil dari layer-layer yang telah dihasilkan berdasarkan query dan telah dilakukan penyesuaian terhadap style sesuai tipe layernya. Pada Geoserver untuk melihat peta sesuai layer yang telah dibuat, dapat mengakses menu Layer Preview. Namun menu ini diakses pada Geoserver, sedangkan untuk melakukan pemanggilan terhadap layer yang telah dibuat ke dalam sistem, digunakan suatu library OpenLayers atau GeoExt. Gambar 7 di bawah ini merupakan contoh tampilan peta dan query pada Geoserver.

28 Gambar 7 Tampilan peta dan query pada Geoserver. Pada gambar diatas menunjukan tampilan peta disertai data hotspot tahun 2009 sesuai query yang diberikan. 4.7 Uji Query Uji query yang pertama dilakukan untuk menguji spatio-temporal data warehouse apakah telah sesuai dengan kebutuhan dan memeriksa apakah operasi dasar OLAP berhasil diimplementasikan untuk data spasial. Query yang digunakan untuk menguji sistem ini adalah query dalam bentuk fungsi MDX. Fungsi MDX mendukung query untuk objek multidimensional dan menjalankan perintah-perintah yang mampu menghasilkan dan memanipulasi data dari objek tersebut. Pada penelitian ini, MDX yang digunakan mampu mendukung query biasa dan query spasial. Uji query yang kedua dilakukan untuk menyeleksi wilayah atau lokasi pada peta dan hotspot pada waktu tertentu. Query ini merupakan filter yang berupa CQL (Common Query Language) dalam Geoserver. 1. Query biasa Struktur query ini mirip dengan query database relasional, Structured Query Language (SQL). Query ini mendukung operasi dengan konsep model data logika. Ilustrasi query yang diujikan adalah sebagai berikut: Select {[Measures].[Jumlah_Hotspot]} on columns,

29 {[Satelit].[Semua Satelit]} ON rows from forestfire_spatialcube where [Waktu].[2002] Query tersebut menampilkan jumlah hotspot dari semua satelit pada tahun 2002. Ilustrasi tampilan hasil query dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Hasil Query MDX biasa. 2. Query spasial Query ini mendukung model data spasial Open Geodata Interchange Standard (OGIS). Model data OGIS mampu menangani bentuk geometri seperti point, polygon, curve dan tipe lainnya, serta mampu mengeksekusi operasi query spasial seperti ST_Within, ST_Area, ST_Contains, dan operasi lainnya. Ilustrasi query spasial yang diujikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: SELECT {[Measures].[Jumlah_Hotspot]} ON COLUMNS, Filter( {[Lokasi].[Hotspot].members}, ST_Within( [Lokasi].CurrentMember. Properties("hotspot_geom"), ST_GeomFromText("POINT ((139.16-3.27))") ) ) ON ROWS FROM [forestfire_spatialcube]

30 WHERE [Waktu].[1997] Query tersebut menghasilkan jumlah hotspot pada koordinat point yang didefinisikan. Ilustrasi tampilan hasil query dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Hasil query MDX spasial. 3. CQL (Common Query Language) Query ini merupakan filter yang digunakan untuk menyeleksi suatu layer yang telah dibuat dan terdapat dalam Geoserver. Layer tersebut dapat berupa polygon, line maupun point yang dibangun dari query sql biasa maupun geometrik pada database relasional (PostgreSQL-PostGIS). Ilustrasi CQL (Common Query Language) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 10). SELECT nama_prov LIKE 'BENGKAYANG %' AND bulan LIKE 'Mei' AND tahun = 2005

31 Gambar 10 CQL pada GeoExt. Query tersebut menyeleksi hotspot yang terdapat pada wilayah Kalimantan, Kabupaten Bengkayang di bulan mei tahun 2005, hasilnya terdapat 12 hotspot pada wilayah dan waktu tersebut. 4.8 Integrasi SOLAP (Spatial Online Analitical Processing) Spatio-temporal data warehouse yang telah dibuat diimplementasikan ke dalam bentuk spatial OLAP. Di dalam spatial OLAP, database, kubus data, dan dimensi yang akan ditampilkan sesuai kebutuhan dapat ditentukan. Aplikasi ini dilengkapi dengan visualisasi tabel pivot yang memudahkan dalam menganalisis. Salah satu informasi yang dapat diambil dari tampilan spatial OLAP adalah melihat jumlah hotspot yang terjadi di Indonesia mulai dari tahun 2001 hingga 2009. Tampilan tabel pivot untuk operasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 Tabel pivot spatial OLAP. Gambar 11 menunjukkan bahwa hotspot dari satelit TERRA dan AQUA khususnya wilayah Kalimantan pada semua tahun (2000-2009) memiliki jumlah hotspot tertinggi yaitu 34.346 dan 17.605 titik. Dari tabel tersebut dapat dilihat

32 juga persebaran hotspot tiap provinsi dan kabupaten pada setiap tahunnya. Pola persebaran hotspot di Pulau Kalimantan merupakan wilayah dengan tingkat persebaran hotspot terbanyak. Detail persebaran hotspot pada pulau kalimantan ini dapat dilihat pada visualisasi dalam bentuk grafik. Tampilan grafik pola persebaran hotspot di pulau Kalimantan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12 Grafik persebaran hotspot di Kalimantan. Selain tampilan OLAP, persebaran hotspot bisa dilihat pada aplikasi geoserver tersebut. Spatial OLAP yang dibuat dalam penelitian ini telah mampu menampilkan ukuran geometrik dalam tabel pivot. Tampilan tabel pivot yang menampilkan ukuran geometrik dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13 Tabel pivot dengan ukuran geometrik.

33 4.9 Desain Antarmuka Aplikasi Aplikasi spatial OLAP yang berbasis web dilengkapi dengan antarmuka yang menyediakan informasi lain mengenai kebakaran hutan. Aplikasi ini dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemrograman JSP (Java Server Pages). Desain antarmuka dapat dilihat pada Lampiran 6. 4.10 Operasional aplikasi SOLAP Eksplorasi data dilakukan dengan menggunakan operasi OLAP pada Geomondrian dan modul yang terdapat dalam aplikasi pemetaan layer hasil pengolahan Geoserver, guna menghasilkan beberapa informasi yang diinginkan. Pada Geomondrian, terdapat beberapa operasi OLAP dapat digunakan pada dalam proses analisis hasil, seperti roll up, drill down, slice, dice, dan pivot. Contohcontoh operasi OLAP yang dapat dijalankan dalam aplikasi ini meliputi : 1. Roll up Operasi roll up ditampilkan dengan menaikkan hierarki dimensi waktu. Hierarki dimensi waktu terdiri atas tiga level yaitu tahun, kuartil, dan bulan. Operasi roll up dapat dilakukan dengan melihat jumlah hotspot per bulan kemudian me-roll up menjadi level kuartil dan level tahun secara keseluruhan. Operasi roll up bisa dilihat dalam Lampiran 7. 2. Drill down Operasi drill down merupakan kebalikan dari operasi roll up. Operasi ini dilakukan dengan menurunkan hierarki dari hierarki teratas misalkan provinsi (polygon) menjadi hierarki dasar hotspot (point). Operasi ini dilakukan untuk melihat posisi hotspot yang terjadi. Operasi drill down dapat dilihat dalam Lampiran 8. 3. Slice Operasi slice dilakukan dengan memilih salah satu dimensi atau irisan kubus, misalkan dimensi satelit dengan kriteria waktu tahun 2001. Operasi ini menghasilkan tampilan jumlah hotspot yang dihasilkan dari pencitraan setiap satelit pada tahun 2001. Operasi slice dapat dilihat dalam Lampiran 9.

34 4. Dice Operasi dice dilakukan dengan memilih dua dimensi, misalkan memilih dimensi waktu (Tahun 2000 dan 2001) dan dimensi satelit (NOAA 12 dan NOAA 14). Aplikasi akan menampilkan jumlah hotspot tiap satelit pada setiap tahun. Operasi dice dapat dilihat dalam Lampiran 10. 5. Operasi pivot Operasi pivot dilakukan dengan mempertukarkan axis dimensi. Misalkan axisx (dimensi satelit) diubah menjadi dimensi waktu dan axis-y (dimensi waktu) diubah menjadi dimensi satelit. Operasi ini menukarkan posisi antar dimensi, sehingga berguna untuk menampilkan tabel dengan sudut pandang yang berbeda. Kemudian pada aplikasi pemetaan terdapat pula beberapa operasi yang digunakan dalam proses analisis hasil, seperti modul measure atau pengukuran yang dapat digunakan untuk menghitung jarak antar hotspot, serta dapat mengukur luasan suatu wilayah tertentu. 4.11 Evaluasi Sistem Pada tahap evaluasi ini, sistem SOLAP ditampilkan secara online kepada masyarakat pengguna data hotspot. Untuk memberikan penilaian dan saran terhadap sistem yang sudah dibuat, penilaian dan saran ini diberikan melalui kuesioner sederhana. Rekapitulasi kuesioner dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6 Rekapitulasi kuesiner pengguna data hotspot HASIL KUESIONER NO Pertanyaan Jumlah Penilaian (orang) Prosentase penilaian SS S TS STS Jumlah SS S TS STS Jumlah 1 Tampilan halaman awal pada sistem lama sudah cukup mewakili 0 2 9 0 11 0,00 18,18 81,82 0,00 100 % 2 Tampilan halaman awal pada sistem baru sudah cukup mewakili 11 0 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 3 Sistem baru lebih mudah mengakses data hotspot 11 0 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 4 Kelengkapan fungsi sistem, sistem yang baru lebih lengkap 11 0 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 5 Sistem baru mempunyai jumlah data yang lebih banyak 11 0 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 6 Sistem baru bisa membantu dalam sebuah DSS (Decision Support System) 2 9 0 0 11 18,18 81,82 0,00 0,00 100 % 7 Sistem baru memberikan informasi yang lebih daripada sistem lama 11 0 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 8 Backup data pada sistem lebih bagus daripada sistem lama 7 2 2 0 11 63,64 18,18 18,18 0,00 100 % 9 Secara operasional, sistem lama dan baru mudah dijalankan 3 8 0 0 11 27,27 72,73 0,00 0,00 100 % 10 Apakah perlu perbaikan lagi pada sistem baru dan sistem lama 4 7 0 0 11 36,36 63,64 0,00 0,00 100 % Tujuan evaluasi ini adalah untuk memperoleh masukan dari pengguna data hotspot dan mengetahui sejauh mana penilaian antara sistem yang baru

35 dengan sistem yang lama (www.indofire.com). Penjelasan rekapitulasi dari kuesioner tersebut antara lain : 1. Tampilan halaman awal (antar muka sistem) pada sistem persebaran hotspot baru lebih disetujui oleh para responden. Hasil ini berdasarkan responden yang memilih tampilan awal sistem baru sebanyak 100%. Ini artinya, pengguna hotspot lebih menyukai tampilan awal sistem baru daripada sistem yang lama (www.indofire.com). 2. Dalam hal mengakses data hotspot, semua responden memilih sangat setuju bahwa sistem yang baru lebih mudah dibandingkan dengan sistem yang lama. 3. Untuk kelengkapan fungsi sistem, semua responden menyatakan sangat setuju bahwa sistem yang baru lebih mewakili dalam hal kelengkapan sistemnya. 4. Mengenai jumlah data yang diakses, para responden lebih memilih sistem yang baru, ini terlihat dari semua responden yang menyatakan sangat setuju terhadap sistem yang baru. 5. Dalam mendukung pengambil keputusan, sistem baru lebih mendukung dari pada sistem yang lama. Ini terlihat dari 81,82 % responden yang menyatakan hal tersebut. 6. Sistem yang baru lebih memberikan informasi dari pada sistem yang lama. Ini terlihat dari semua responden yang menyatakan hal tersebut. 7. Dalam rangka penyimpanan data, sistem baru lebih mewakili dari pada sistem lama. Ini terlihat dari 63,64 % yang menyatakan setuju dan 18,18 % menyatakan sangat setuju. Untuk lebih jelas mengenai perbandingan ini bisa dilihat pada Lampiran 11. 8. Secara opersional, baik sistem baru dan sistem lama mudah dijalankan, ini terlihat dari 72,73% menyatakan setuju dan 27,27 % menyatakan setuju.

36 9. Menurut sebagian besar responden, secara umum perbaikan dalam sistem lama dan sitem baru perlu dilakukan. Ini menunjukan sistem baru dan sistem lama sama-sama mempunyai kelemahan. Untuk lebih jelas bisa dilihat pada Lampiran 12.