Keanekaragaman Tanaman Kantong Semar (Nepenthes spp.) di UIN SUSKA Riau Pitcher Plant (Nepenthes spp) Diversity in the UIN SUSKA RIAU

dokumen-dokumen yang mirip
KEANEKARAGAMAN KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI PULAU BATAM. DIVERSITY OF PITCHER PLANT (Nepenthes spp) IN BATAM ISLAND

EKSPLORASI DAN KARAKTERISASI KANTONG SEMAR (Nephentes sp.) DI KAMPUS UIN SUSKA RIAU

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

IDENTIFIKASI SERANGGA YANG TERPERANGKAP PADA KANTONGSEMAR(Nepenthes spp.) Di KAWASAN KAMPUS UIN SUSKA RIAU

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

ANALISIS VEGETASI NEPENTHES SPP. DI HUTAN PENELITIAN UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

I. PENDAHULUAN. Ekosistemnya dalam pasal 20 ayat 1 dan 2 serta Peraturan Pemerintah No. 77

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

PENELITIAN EKOLOGI NEPENTHES DI LABORATORIUM ALAM HUTAN GAMBUT SABANGAU KERENG BANGKIRAI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. hidup saling ketergantungan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan diciptakan oleh

III. METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

ANALISIS STOMATA DAN KROMOSOM PADA TIGA SPESIES TANAMAN KANTONG SEMAR (Nepenthes spp.)

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (NEPENTHES SPP) DI KAWASAN HUTAN BUKIT BELUAN KECAMATAN HULU GURUNG

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS MORFOMETRIK KANTONG SEMAR (Nepenthes) DI KAWASAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA SUMATERA BARAT E-JURNAL

ISOLASI BAKTERI CAIRAN KANTUNG PADA TIGA SPESIES KANTONG SEMAR (Nepenthes spp.)

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

MATERI DAN METODE. Alat yang digunakan adalah jaring serangga ( insect net), jaring serangga

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

Keanekaragaman Jenis Kantong Semar (Nepenthes spp.) di Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN) PT. Mua ra Sungai Landak Kabupaten Mempawah

EKSPLORASI TANAMAN OBAT DI DESA GANTING DAMAI KECAMATAN SALO KABUPATEN KAMPAR

METODE PENELITIAN. Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara.Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

BAB III METODE PENELITIAN

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU DI HUTAN KOTA KELURAHAN BUNUT KABUPATEN SANGGAU Bamboo Species Diversity In The Forest City Bunut Sanggau District

PERSEBARAN TUMBUHAN OBAT PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack.) DI JALUR UTAMA PATROLI TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) SULTAN SYARIF HASYIM PROVINSI RIAU

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

III. METODA PENELITIAN. Kabupaten Indragiri Hilir terletak pada posisi 102*52,28-103*18,9' BT dan

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kantong semar merupakan tanaman hias yang tumbuh di beberapa hutan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

III. METODE PENELITIAN

Konservasi Biodiversitas Indonesia

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian. 1 Sehingga dalam jenis

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN 50 KOTA SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI KEANEKARAGAMAN CAPUNG (ODONATA) DI KAMPUS UIN SUSKARIAU

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEANEKARAGAMAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PADA LAHAN DATARAN RENDAH DI PROVINSI BENGKULU

3. KARAKTERISTIK HABITAT PREFERENSI NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

IDENTIFIKASI JENIS KANTONG SEMAR (NEPENTHES SPP) DALAM KAWASAN TAMAN WISATA ALAM GUNUNG ASUANSANG KECAMATAN PALOH KABUPATEN SAMBAS

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Vegetasi Hutan Alam

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Pasal 2, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2017 selama kurun waktu satu

ENUMERASI DAN ANALISIS BAKTERI TANAH DI HUTAN LARANGAN ADAT RUMBIO

ANALISIS POPULASI NEPENTHES SPP DI HUTAN RAWA GAMBUT, KALAMPANGAN, KALIMANTAN TENGAH

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

III. METODE PENELTTIAN Tempat dan Waktu. Penelitian dilaksanakan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

Transkripsi:

Keanekaragaman Tanaman Kantong Semar (Nepenthes spp.) di UIN SUSKA Riau Pitcher Plant (Nepenthes spp) Diversity in the UIN SUSKA RIAU Rosmaina 1*, Zulfahmi 1, dan Riska Roza 2 1) Laboratorium Genetika dan Pemuliaan, Fakultas Pertanian dan Peternakan, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kampus UIN SUSKA Panam, PO Box 1004, Pekanbaru 28293, Riau, Indonesia, Tel.+62-761-562051, Fax +62-761-562052. E-mail: rosmainabarat@yahoo.com 2) Alumni Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Peternakan, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kampus UIN SUSKA Abstract Forest of the UIN SUSKA Riau was harboring most of the genetic resources, one of them is pitcher plants (Nepenthes spp). Pitcher plants have high economic value because of they were ornamental and medicinal plants. This research aims to determine population density, diversity index, evenness index and dominance index of Nepenthes in the campus forest of UIN SUSKA Riau. This research used method was purposive sampling with square Jalur method. The result of this study found two species of Nepenthes in the campus of UIN SUSKA Riau, namely Nepenthes gracillis and Nepenthes ampularia. The average of population density of Nepenthes gracillis and Nepenthes ampularia were 2000 individuals/ha and 200 individuals/ha, respectively. The Diversity index of Nepenthes in this study was low (H <1), while average of evenness index (E) of Nepenthes was 0.352. Keywords: Nepenthes, Biodiversity, diversity index, evenness index. PENDAHULUAN Hutan di kampus UIN SUSKA Riau merupakan hutan rawa gambut dangkal yang menyimpan banyak plasma-nutfah baik hewan maupun tumbuhan. Keanekaragaman hayati yang ada di kawasan ini merupakan koleksi yang unik dan berpotensi untuk dikembangkan di masa depan, namun hutan rawa gambut ini terus mengalami degradasi dan ancaman akibat konversi lahan hutan menjadi bangunan perkantoran dan pembangunan fasilitas pendidikan untuk menunjang Tri Darma Perguruan Tinggi di UIN SUSKA Riau. Di sisi lain, besarnya potensi sumber daya genetik yang tersimpan dalam kawasan hutan ini belum diketahui secara pasti. Kajian tentang keanekaragaman hayati dan potensi hutan lainnya di kampus UIN SUSKA sangat sedikit sekali, dan sampai saat ini baru ada dua laporan kajian keanekaragaman Nepenthes oleh Zulfahmi (2010) dan Rosmaina & Zulfahmi (2011). Kedua laporan tersebut menjelaskan bahwa di hutan rawa gambut UIN SUSKA Riau terdapat beberapa jenis Nepenthes (kantong semar) yaitu N. ampularia, N. gracillis, N. mirabilis dan jenis hybrid antara N. ampularia x N. gracillis (N. x triocharpa), namun sampai saat ini belum diketahui berapakah tingkat kerapatan dan tingkat keanekaragaman jenis-jenis tersebut di kawasan hutan UIN SUSKA Riau. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang analisis struktur komunitas Nepenthes, spp untuk mendapatkan informasi tersebut sehingga dapat dipertimbangkan dalam usaha pengelolaan kawasan ini di masa mendatang serta memformulasikan program konservasinya. Nepenthes spp. merupakan tanaman unik yang banyak tumbuh di hutan (Azwar et al., 2006). Puspitaningtyas et al., (2007) melaporkan keunikan Nepenthes terlihat dari bentuk dan warna kantongnya yang beranekaragam sehingga menjadikan tanaman ini sebagai tanaman hias yang bernilai ekonomi tinggi, sebagai contoh Negara Australia, Eropa, Amerika, Jepang, 1

Malaysia, Thailand, dan Sri Lanka budidaya Nepenthes sudah berkembang menjadi skala industri, bahkan menjadi penyumbang devisa negara di Belanda (Azwar et al., 2006 dan Dariana, 2010). Sulistianingsih (2008) melaporkan bahwa nilai ekonomi lain dari tumbuhan Nepenthes adalah kandungan enzim dan zat anti bakteri di dalam kantong yang saat ini dalam proses pengembangan sebagai zat antibiotika. Nepenthes merupakan tumbuhan insektivora yang mampu mencerna serangga yang terjebak di dalam kantong pada ujung sulur daunnya (Mansur 2000), serangga yang terperangkap tersebut dihancurkan, kemudian dijadikan sebagai sumber nutrisi (protein dan nitrogen). Cairan dalam kantong tanaman Nepenthes mengandung berbagai enzim, antara lain protease (paling dominan) dan nepenthesin yang berfungsi mencerna serangga. Canon et al., (1980) cit. Sulistianingsih (2008) menyatakan bahwa ada aktivitas anti mikroba dalam cairan kantong dan ekstrak daun Nepenthes. Zat anti mikroba tersebut telah diidentifikasi sebagai senyawa-senyawa golongan kinin, diantaranya plumbagin, droseron, dan dikembangkan menjadi antibiotika. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat kerapatan species, indeks keanekaragaman Nepenthes spp, indek keseragaman jenis dan indeks dominansi Nepenthes di hutan kampus UIN SUSKA Riau. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di hutan sekitar kampus UIN Suska Riau terletak di Jalan H. R. Soebrantas No. 115 Km 18 Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan-Pekanbaru pada empat lokasi yaitu di belakang gedung Fakultas Syari ah dan Ilmu Hukum (Jalur I), di samping Laboratorium An-Nahl Fakultas Pertanian dan Peternakan (Jalur II), di belakang Laboratorium Al-Maidah Fakultas Pertanian dan Peternakan (Jalur III), dan di samping Asrama Putri (Jalur IV). Jalur I dan II memiliki ukuran 0.05 ha, sedangkan Jalur III dan IV berukuran 0.025 ha. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu dengan menggunakan metode kuadrat untuk mengetahui keberadaan spesies di dalam suatu komunitas, metode ini merupakan suatu teknik analisis vegetasi dengan menggunakan petak contoh atau Jalur dengan cara kerjanya adalah sebagai berikut: 1. Penentuan langsung daerah sampling, yang diawali dengan eksplorasi kawasan hutan di UIN SUSKA untuk mengetahui komunitas Nepenthes. 2. Menentukan Jalur atau transek kemudian dibuat petak contoh dengan ukuran 5 m x 5 m. Jalur I dan II masing-masing ada 20 petak contoh, sedangkan Jalur III dan Jalur IV masing-masing ada 10 petak contoh. Cara peletakan petak contoh dapat dilihat seperti Gambar 1. 5 m 5 m 100 m Gambar 1. Petak contoh pengamatan Nepenthes, spp 2

3. Melakukan pencatatan jenis dan jumlah setiap Nepenthes yang ditemukan pada masingmasing jalur pengamatan. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menghitung parameter-parameter sebagai berikut: a. Kerapatan species (K), yaitu jumlah individu yang ditemukan dalam satu unit luasan tertentu (ha), dihitung dengan rumus: K = ni / A, Dimana : K = Kerapatan Species ni = jumlah individu species i A = Luas petak contoh b. Indeks Keanekaragaman Untuk melihat keanekaragaman Nepenthes di areal Kampus UIN SUSKA Riau digunakan Indeks Shannon Wienner (Booth et al., 2003), sebagai berikut: H = - [Pi (ln Pi)] Keterangan: H = Indeks Shannon Wienner Pi = (ni/n) ni = Jumlah individu spesies N = Jumlah total untuk semua individu c. Indeks Keseragaman (Index of Evenness) Indeks keseragaman berfungsi untuk mengetahui keseragaman setiap jenis dalam setiap komunitas, dihitung dengan menggunakan rumus: E = H / ln S Keterangan: E : Indeks keseragaman H : Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Ln : Logaritma natural S : Jumlah Jenis HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi dan Kerapatan Nepenthes spp. Hasil inventarisasi yang dilakukan pada masing-masing Jalur ditemukan ada dua jenis Nepenthes yaitu Nepenthes gracillis dan Nepenthes ampularia. N. gracillis yang ditemukan memiliki dua variasi morfologi warna yaitu merah maron dan hijau, hal yang sama juga diamati pada N. ampularia, dimana penampakan morfologi kantongnya ditemukan juga dua variasi warna yaitu hijau dan batik. N. gracillis dan N. ampularia memiliki perbedaan yang sangat kontras dilihat dari bentuk daun, bentuk dan warna kantong, sepertti terlihat pada Gambar.2 N. gracillis memiliki bentuk daun lanset dengan panjang 15 cm dan lebar 3 cm, tidak memiliki tangkai, daun tebal agak kaku dengan permukaan yang licin (atas dan bawah) (Gambar 2.A), dilihat dari kantongnya, N. gracillis memiliki bentuk kantong seperti silindris tabung, peristom sangat tipis, serta memiliki variasi warna kantong yaitu hijau dan merah maron (Gambar 2.B). sedangkan N. ampularia memiliki bentuk daun memanjang dengan ujung daun lancip, panjang 10.5-18 cm, dan lebar 3.4-5.8 cm, tangkai daun yang sangat pendek, atau tidak memiliki tangkai tangkai pada kantong bawah, daun duduk memeluk batang, daun tidak terlalu kaku, hanya permukaan atas yang licin, sedangkan permukaan bawah berambut (Gambar 2.C). Bentuk kantong N. ampularia oval seperti pot dengan 3

peristom tebal (tinggi 0.7-2 cm) dan bergerombol di bagian bawah dengan warna bervariasi yaitu hijau dengan peristom hijau, hijau dengan peristom merah, dan hijau bercak maron (batik) (Gambar 2.D). Kedua jenis Nepenthes ini merupakan jenis yang sering ditemui di daerah dataran rendah (0-1000 mdpl) (Adam et al., 2004; Azwar et al., 2006; Mansur 2000), ini sesuai dengan kondisi kampus UIN Suska Riau yang ketinggiannya dibawah 100 m dari permukaan laut. A B C D Gambar 2. Bentuk morfologi tanaman Nepenthes. [A-B] N. gracillis, [C-D] N. ampularia. Nilai kelimpahan dan kerapatan N. gracillis dan N. ampularia pada setiap Jalur dapat dilihat pada Tabel 1. Kelimpahan species pada Jalur 1 tertinggi dibandingkan dengan Jalur lainnya. N. gracillis memiliki kelimpahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan N. ampularia pada setiap Jalur pengamatan. Kelimpahan N. gracillis tertinggi diamati pada Jalur 1, yaitu 95 individu, sedangkan kelimpahan terrendah ditemukan pada Jalur IV dengan 53 individu. Kelimpahan N. ampularia tertinggi diamati pada Jalur IV yaitu 14 individu, dan kelimpahan terrendah diamati pada Jalur II dengan 1 individu. Tingginya kelimpahan N. ampularia pada Jalur IV dibandingkan dengan Jalur lain karena Jalur IV merupakan tempat yang tertutup (kanopi tumbuhan yang lebat) dibandingkan dengan Jalur lainnya dan kondisi ini lebih disukai oleh N. ampularia (Mansur, 2008). N. gracillis selalu dominan dibandingkan N. ampularia. Hal ini sama dengan penelitian Adam et al., (2009) yang dilakukan di Padang Tujuh Taman Negeri Endau- Rompin, Pahang- Malaysia, juga menemukan populasi N. gracillis yang paling dominan dibandingkan dengan jenis lainnya. Hal ini disebabkan oleh N. gracillis mempunyai daya adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Nepenthes lainnya sehingga jenis ini banyak ditemukan diberbagai tempat. Puspitaningtyas et al., (2007) dan Azwar et al., (2006) menambahkan N. gracillis mampu hidup diberbagai tipe habitat dan jenis tanah, dengan kemampuan adaptasi yang tinggi. Sementara N. ampularia biasa ditemukan ditempat tertutup (kanopi tumbuhan yang lebat) (Mansur, 2008), 4

Tabel 1. Kelimpahan dan kerapatan Nepenthes spp. di Kampus UIN SUSKA Riau per Jalur Jalur Jenis Species I II III IV n K n K n K n K N. gracillis 95 1900 87 1740 56 2240 53 2120 N. ampularia 7 140 1 20 2 80 14 560 Total 102 2040 88 1760 58 2320 67 2680 Kerapatan total Nepenthes yang diamati dalam studi berkisar dari 1760 individu/ha pada Jalur II sampai 2680 individu/ha pada Jalur IV dengan rata-rata yaitu 2200 individu/ha. Kerapatan Nepenthes gracillis rata-rata adalah 2000 individu/ha dimana nilai kerapatan tertinggi ditemukan pada Jalur III dengan 2240 individu/ha dan kerapatan terrendah diamati pada Jalur II dengan 1740 individu/ha (Tabel 1). Kerapatan N. gracillis dalam studi ini lebih tinggi dibandingkan dengan kerapatan N. gracillis hasil study Adam et al., (2004), yaitu 1470 individu/ha, Adam et al., (2011) yaitu 1634 individu/ha dan Mansur (2008), yaitu 1625 individu/ha dan lebih rendah dibandingkan dengan hasil studi Adam et al., (2009) yaitu 4873 individu/ha di Endau-Rompin, Pahang Malaysia. N. ampularia memiliki kerapatan lebih rendah dibandingkan dengan N. gracillis pada semua Jalur pengamatan. Kerapatan N. ampularia tertinggi diamati pada Jalur IV dengan 560 individu/ha dan kerapatan terrendah diamati pada Jalur II dengan 20 individu/ha (Tabel 1), sedangkan rata-rata kerapatan N. ampularia adalah 200 individu/ha. Nilai kerapatan N. ampularia dalam studi ini lebih rendah dibandingkan dengan kerapatan N. ampularia hasil penelitian Adam et al., (2011) yaitu 400 individu/ha dan Adam et al., (2009) yaitu 1040 individu/ha. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H ) dan Indeks Keseragaman (E) Nepenthes spp. Indeks keanekaragaman Nepenthes spp. pada keempat Jalur contoh, dapat dilihat pada Gambar 3. Setiap Jalur pengamatan memiliki indeks keanekaragaman yang bervariasi, indeks keanekaragaman tertinggi terletak pada Jalur IV yaitu 0.513, dan indeks keanekaragaman yang terendah diamati pada Jalur II yaitu 0.062, hal ini disebabkan oleh kelimpahan species terutama jenis N. ampularia yang ditemukan pada lokasi ini juga lebih rendah dibandingkan dengan Jalur yang lainnya. Tingginya indeks keanekaragaman pada jalur IV mengindikasikan bahwa kondisi lingkungan pada Jalur IV lebih mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan Nepenthes. Indeks keanekaragaman Nepenthes, spp yang diperoleh pada setiap Jalur pengamatan termasuk pada kategori rendah. Menurut Krebs (1985) apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit species dan jumlah individu maupun distribusinya tidak merata, maka komunitas tersebut memiliki indeks keanekaragaman yang rendah. Keanekeragaman dikategorikan rendah apabila 0 < H < 2.302, keanekaragaman sedang apabila 2.302 < H < 6.907, dan keanekaragaman tinggi apabila H > 6.907. Indeks keanekaragaman Nepenthes, spp hasil study ini lebih rendah dibandingkan dengan indeks keanekaragaman Nepenthes, spp Dariana (2010) di Taman Wisata Sicekeh-cikeh, Sumatra Utara. 5

Indeks Keanekaragaman 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,25 0,062 0,15 0,513 0 I II III IV Jalur Gambar 3. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener Nepenthes, spp. Indeks keseragaman (evenness index) merupakan ukuran keseimbangan antara suatu komunitas satu dengan komunitas lainnya. Nilai ini dipengaruhi oleh jumlah jenis yang terdapat dalam suatu komunitas (Ludwig and Reynolds, 1988). Semakin tinggi nilai keanekaragaman jenis di suatu habitat, maka keseimbangan komunitasnya juga akan semakin tinggi. Indeks keseragaman Nepenthes dalam studi ini ditunjukkan pada Gambar 4. Rata-rata Indeks keseragaman Nepenthes, spp dalam penelitian ini adalah 0.352. Indeks keseragaman tertinggi terlihat pada Jalur IV yaitu sebesar 0.740. Nilai keseragaman yang tinggi menunjukkan bahwa kelimpahan individu species Nepenthes pada Jalur IV lebih merata dibandingkan dengan Jalur lainnya, tidak ada dominansi species Nepenthes tertentu yang menonjol dalam Jalur IV, hal ini menunjukkan bahwa Jalur IV memiliki kondisi lingkungan yang lebih cocok untuk pertumbuhan berbagai jenis nepenthes. Indeks keseragaman terrendah diamati pada Jalur II yaitu 0.089. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan dominansi species tertentu di suatu habitat dalam hal ini adalah Nepenthes gracillis. Bila dilihat secara keseluruhan, indeks keseragaman Nepenthes pada keempat Jalur tergolong rendah sampai sedang. Menurut Krebs (1985) nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Bila nilai indeks keseragaman mendekati 0 berarti keseragaman jenis suatu individu rendah, sedangkan bila mendekati 1 keseragamaannya tinggi. 6

Indeks Kemerataan 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0,74 0,361 0,216 0,089 I II III IV Gambar 4. Indeks Keseragaman Jalur Nepenthes, spp. KESIMPULAN Hasil studi ini menemukan dua spesies tumbuhan Nepenthes spp. yaitu N. gacillis Korth dan N. ampularia Jack. Indeks keanekaragaman Nepenthes di kampus UIN Suska Riau tergolong rendah (H<1). Rata-rata Indeks keseragaman Nepenthes, spp dalam penelitian ini adalah 0.352 dan ini juga tergolong rendah. DAFTAR PUSTAKA Adam, J.H., D.H. Daiman, G.K. Gopir, A.K.J.P. Besar, R. Omar, H.A. Hamid. 2004. Kajian Terhadap Struktur Komuniti Tumbuhan Periuk Kera di Hutan Pendidikan Alam, University Kebangsaan Malaysia, Bangi, Selangor Darul Ehsan. Pertanika Journal Tropical Agricultural Science, 27 (1): 39-46 Adam, J.H., J. Nur Maisarah, A.T. S. Norhafizah, M.Y. Harun, H. Azman. 2009. Kepadatan dan Taburan Tiga Fasa Hidup Nepenthes di Padang Tujuh Taman Negeri Endau- Rompin, Pahang. In Adam, J.H, M.B. Gasim and Z. Sarkawi (eds.). Proceeding: Bio. Kejuruteraan dan Kelestarian ekosistem. Universiti Kebangsaan Malaysia. Malaysia. Adam, J.H., H.A. Hamid, M.A.A. Juhari, S.H.A. Tarmizi, and W.M.R. Idris. 2011. Species Composition and Dispersion Pattern of Pitcher Plants Recorded from Rantau Abang in Marang District, Trengganu State of Malaysia. International Journal of Botany, 7(2): 162-169. Azwar, F, A. Kunarso, dan T. Rahman S. 2006. Kantong Semar (Nepenthes sp.) di Hutan Sumatera, Tanaman yang Unik Semakin Langka. Makalah Penunjang pada Ekspose Penelitian. Padang. Booth, B. D., S. D. Murphy, and C. J. Swanton. 2003. Weed Ecology in Natural and Agricultural Systems. CABI Publishing,Wallingford, United Kingdom p.253-274 Dariana. 2010. Keanekaragaman Nepenthes dan Pohon Inang di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi Sumatra. Tesis. Universitas Sumatra Utara. Medan. Krebs, C.J. 1985. Ecology Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Herper and Row Publisher, Philadelphia. p.521-523. Ludwig, J.A. and J.F. Reynolds.1988. Statistical Ecology. John Willy & Sons. USA. p. 85-102. 7

Mansur, M. 2008. Penelitian Ekologi Nepenthes di Laboratorium Alam Hutan Gambut Sabangau Kereng Bangkirai Kalimantan Tengah. Jurnal Teknik Lingkungan. 9 (1):67-73. Mansur, M. 2000. Koleksi Nepenthes di Herbarium Bogoriense: Prospeknya sebagai Tanaman Hias. Proceeding: Seminar Hari Cinta Puspa dan satwa Liar. Hal 244-253 Puspitaningtyas, D. Murti dan H. Wawaningrum. 2007. Keanekaragaman Nepenthes di Suaka Alam Sulasih Talang-Sumatra Barat. Jurnal Biodiversitas. 8 (2): 152-156 Rosmaina dan Zulfahmi. 2011. Eksplorasi dan Karakterisasi Kantong Semar (Nepenthes, sp) Di Kampus UIN SUSKA Riau. Jurnal Agroteknologi. 2 (1): 51-56 Sulistiyaningsih. 2008. Identifikasi Isolat Bakteri Penghasil Zat Antibakteri dari Cairan Kantung Semar (N. ampularia Jack). Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran Bandung. Zulfahmi. 2010. Eksplorasi dan Karakterisasi Morfologi Kantong Semar (Nepenthes spp.) di Kampus UIN Suska Riau Panam. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. 8