BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN

PENGEMBANGAN KAWASAN GUA SUNYARAGI SEBAGAI TAMAN WISATA BUDAYA DI CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah atau kota di Indonesia memiliki kesenian dengan ciri

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

BAB I PENDAHULUAN. Di Negara Indonesia ini banyak sekali terdapat benda-benda

BAB II DESKRIPSI LOKASI OBJEK PENELITIAN. Batang Hari. Candi ini merupakan peninggalan abad ke-11, di mana Kerajaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

UPAYA PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA DI WILAYAH PROPINSI MALUKU. Drs. M. Nendisa 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

BAB II TINJAUAN PROYEK GAMBARAN UMUM PROYEK DATA FISIK BANGUNAN : Peningkatan Kuantitas Komplek Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

biasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

LKPJ WALIKOTA SEMARANG AKHIR TAHUN ANGGARAN 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, serta memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG

BAB II KAJIAN LITERATUR

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN SOBOKARTTI SEBAGAI JAVA HERITAGE CENTER

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

B A B 5 PROGRAM. BAB 5 Program Program SKPD

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan, Surabaya)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,

MUSEUM NEGERI JAWA BARAT SRI BADUGA DI BANDUNG (Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernacular)

BAB I PENDAHULUAN. sektor perdagangan, sektor perekonomian, dan sektor transportasi. Dari segi. transportasi, sebelum ditemukannya mesin, manusia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH *

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU. M. Nendisa

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tanah yang subur, yang merupakan sumber daya alam yang sangat berharga bagi

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran

23. URUSAN KEBUDAYAAN

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo

BAB I PENDAHULUAN. menarik kunjungan wisatawan. Wisatawan yang datang berkunjung. negara dan masyarakat di lokasi obyek wisata.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK

BAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. PERANAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DALAM PERANCANGAN VISUAL GAME THE LEGEND OF PRAMBANAN"/Permana Adi Wijaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Museum Sejarah Jakarta merupakan museum sejarah yang diresmikan

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang Pernyataan Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. berkompetisi menghasilkan, mengeluarkan sebanyak-banyaknya berbagai macam

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar Budaya yang dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan pariwisata, pembelajaran, dan penelitian. Namun demikian, banyaknya sarana Benda Cagar Budaya itu seringkali tidak diketahui ataupun dikenal oleh masyarakat pada umumnya, apalagi guru dan siswa. Benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional". Inilah salah satu isi diktum pertimbangan UU No 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Pentingnya perlindungan dan pelestarian warisan budaya dan sejarah ini juga menjadi kebutuhan dan tuntutan masyarakat internasional. Hal ini dapat dilihat dalam Laporan Kongres PBB ke-vii tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Narapidana di Navana, Cuba, tanggal 27 Agustus s/d 7 September 1990, yang antara lain menyangkut : Pencurian/penyelundupan barang-barang kebudayaan berharga; Kelengkapan peraturan perundang-undangan dalam rangka memberikan perlindungan dengan barang-barang peninggalan budaya; dan Perlawanan terhadap lalu lintas internasional atas barang-barang. Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan budaya. Menurut Arsin Nalam, tujuan pelestarian benda-benda kuno adalah agar masyarakat dapat memahami sejarah, sekaligus juga menghargai karya cipta yang melekat pada benda kuno, sedangkan kecintaan nasional terhadap benda-benda kuno akan menumbuhkan harga diri bangsa. Pemahaman sejarah tanpa bentuk nyata akan sulit menumbuhkan kebanggaan nasional.

Demikian pula yang terjadi di Kota Cirebon, kurangnya sosialisasi dan informasi ini menjadikan publik tidak mengenal apa yang dimaksud dengan Benda Cagar Budaya (BCB) itu sendiri. Keberadaan pemeliharaan BCB sendiri terkait dengan tata aturan yang telah tersusun secara sistematis dan hirarki. Tata aturan itu adalah UU No. 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya, Peraturan Pemerintah No. 10/1993 tentang penjelasan UU No. 5/1992, Peraturan Pemerintah No. 19/1995 tentang pemeliharaan dan pemanfaatan Benda Cagar Budaya di museum dan Peraturan Pemerintah No. 25/2000 tentang kewenangan pemerintah dan propinsi untuk menyelenggarakan propinsi, suaka peninggalan sejarah dan purbakala dan kajian sejarah dan nilai tradisional. Selain produk hukum tersebut, masih ada keputusan menteri sebagai penjabaran Peraturan Pemerintah yang telah diterbitkan yaitu: Kepmendikbud No. 087/P/1993 tentang pendaftaran Benda Cagar Budaya, Kepmendikbud No. 062/U/1995 tentang pemilikan, penguasaan, pengalihan, dan penghapusan Benda Cagar Budaya atau Situs, dan Kepdirjenbud No. 063/U/1995 tentang perlindungan dan pemeliharaan Benda Cagar Budaya yang kini telah dikodifikasikan dalam UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Benda Cagar Budaya merupakan warisan kebudayaan dari Nenek Moyang yang masih bertahan hingga saat ini. Benda Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting, baik bagi pemahaman dan pengembangan sejarah bangsa, ilmu pengetahuan dan kebudayaan baik di masa kini dan masa mendatang. Dengan demikian,benda Cagar Budaya perlu dilindungi dan dilestarikan keberadaannya demi memupuk kesadaran jati diri suatu bangsa dan kepentingan nasional. Sebagai kekayaan bangsa, Benda Cagar Budaya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan Agama, Adat, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

Menurut UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang disebut dengan Benda Cagar Budaya adalah : a. Benda yang dibuat oleh manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak yang berupa kesatuan atau pun kelompok atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya yang berumur lebih dari 50 (lima puluh) tahun,atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. b. Benda alam yang dianggap memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kota Cirebon banyak menyimpan peninggalan Cagar Budaya yang sampai sekarang masih berdiri atau pun ditemukan reruntuhannya. Untuk menjaga kelestarian Benda Cagar Budaya tentunya dibutuhkan suatu perlakuan atau penanganan yang bersifat khusus dalam pengelolaannya. Benda Cagar Budaya dapat dibedakan menjadi dua yaitu Benda Cagar Budaya yang pada saat ditemukan sudah tidah dimanfaatkan lagi seperti fungsi semula atau sering disebut dengan dead monument dan Benda Cagar Budaya yang masih dimanfaatkan sebagaimana fungsi semula atau living monument. Dari segi pengelolaannya, Benda Cagar Budaya yang merupakan dead monument hampir keseluruhannya dikelola oleh Pemerintah. Sedangkan living monument, ada yang dikelola oleh pemerintah atau pun masyarakat, kelompok atau pun perorangan. Benda Cagar Budaya ini unik, penuh dengan nilai-nilai historis, arsitektur, maupun ekologi yang khas sehingga menjadi daya tarik untuk dikunjungi para wisatawan. Nilai histories yang sarat akan makna, perlu dan harus dipahami oleh bangsa ini dari generasi ke generasi. Sebab, dalam nilai histories tersebut terkandung pula nilai-nilai lain yang dapat mengajak kepada generasi muda untuk bisa bersikap dan bertindak secara positif, seperti misalnya sikap kepahlawanan, cinta tanah air, rasa kesatuan dan persatuan, serta berbudi pekerti yang luhur.

Mengingat Benda Cagar Budaya biasanya berumur lebih dari 50 (lima puluh) tahun, maka sudah sewajarnya apabila mengalami suatu kerusakan dan kurangnya pemeliharaan. Oleh karena itu diperlukannya perlindungan, pelestarian dan pemeliharaan Benda Cagar Budaya. Perlindungan dan pelestarian Benda Cagar Budaya dan situs pada umumnya menjadi tanggung jawab Pemerintah baik Pusat maupun Daerah. Meskipun demikian masyarakat, kelompok atau perorangan yang memiliki atau pun menguasai Benda Cagar Budaya dibebani pula kewajiban untuk melindungi dan melestarikannya, lengkap dengan sanksi hukumnya yang berlaku. Hal inilah yang menjadi ketertarikan penulis untuk memilih judul: KAJIAN YURIDIS PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN KAWASAN SERTA BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI KOTA CIREBON. B. Identifikasi Masalah Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka di identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengelolaan perlindungan dan pelestarian kawasan Cagar Budaya di Kota Cirebon? 2. Bagaimanakah akibat hukum terhadap pengerusakan kawasan serta bangunan Cagar Budaya di Kota Cirebon? C. Maksud dan Tujuan Penelitian Adapun maksud penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk dapat memahami dan mengetahui ketentuan hukum yang berlaku dalam hal perlindungan dan pelestaian kawasan serta Bangunan Cagar Budaya di Kota Cirebon berdasarkan Surat Keputusan Walikota Cirebon Nomor 19 Tahun 2001

tentang Perlindungan dan Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di Kota Cirebon dan Undang-Undang No 10 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. 2. Untuk mengetahui perlindungan hokum dan pelestarian Bangunan Cagar Budaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Cirebon. D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan oleh penulis dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktis, sebagai berikut : a) Kegunaan Teoretis Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu hukum khususnya berkaitan dengan fungsi hukum untuk mewujudkan ketertiban sehingga situs Cagar Budaya dapat dilestarikan. b) Kegunaan Praktis 1) Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan kritik bagi Pemerintah Daerah Kota Cirebon dalam rangka pelestarian situs daerah wisata di Kota Cirebon sebagai Cagar Budaya. 2) Sebagai bahan informasi bagi masyarakat pada umumnya dan masyarakat yang aktifitasnya berkecimpung dalam dunia hukum khususnya pelestarian Cagar Budaya Nasional. E. Kerangka Pemikiran Benda Cagar Budaya adalah suatu bangunan, benda dan tempat yang dilarang dibongkar dan dirubah dari bentuk aslinya karena mempunyai nilai sejarah yang bermanfaat untuk menunjukkan simbol dan identitas suatu bangsa, Negara atau daerah tertentu yang

menjadi saksi dalam menjalani suatu proses perubahan zaman dan perkembangan kehidupan, apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak berdiri maka dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya. Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama atau sejenis atau memiliki karakter yang sama dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah lebih dulu ada. Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian atau perubahan fungsi sesuai dengan rencana tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya. Di dalam lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan utuh dengan banguan utama. Suatu bangunan cagar budaya dilihat dari segi Nilai Obyeknya ysng merupakan contoh yang baik dari gaya arsitektur tertentu, obyek itu pun akan dilihat dari segi Nilai Estetik yang merupakan contoh yang unik dan terpandang untuk periode atau gaya tertentu. Obyek merupakan bagian dari kompleks bersejarah dan jelas berharga untuk dilestarikan dalam tatanan itu. Obyek cagar budaya mempunyai Landmark yang memiliki karakteristik dan dikenal dalam kota atau mempunyai nilai emosional bagi penduduk kota. Upaya pelestarian budaya sebagai aset jati diri dan identitas sebuah masyarakat di dalam suatu komunitas budaya menjadi bagian yang penting ketika mulai dirasakan semakin kuatnya arus globalisasi yang berwajah moderenisasi ini. Pembangunan sektor kebudayaan selanjutnya juga akan menjadi bagian yang integral dengan sektor lain untuk mewujudkan kondisi yang kondusif di tengah masyarakat. Di samping itu era serba digital saat ini merupakan suatu hal yang harus diterima dengan segala resiko dan dampaknya. Besarnya pengaruh asing yang masuk akan membawa pengaruh terhadap perilaku dan sikap bangsa ini baik perilaku sosial, politik, ekonomi, maupun budayanya. Oleh karena itu untuk menangkal dan menanggulangi arus negatif budaya asing yang masuk ke Indonesia

dengan jalan memberikan informasi budaya kepada generasi muda khususnya dan masyarakat pada umumnya. Salah satu bentuk penginformasian budaya kepada publik adalah menyampaikan segala produk budaya yang telah terdokumentasikan baik oleh pemerintah maupun swasta melalui museum atau kantor yang menjaga pelestarian Benda Cagar Budaya (BCB) yang selama ini dimiliki oleh daerah-daerah tertentu. Pemerintah maupun pihak swasta tertentu mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi tentang keberadaan BCB itu kepada publik. Tanpa melibatkan publik terutama generasi muda maka bisa jadi keberangsungan dan kontuinitas pelestarian budaya tidak akan dapat berjalan terus-menerus. Di samping itu, masalah kepekaan pemerintah daerah dalam melihat keberadaan Benda Cagar Budaya terkadang tidak sama antara satu daerah dengan yang lainnya. Banyak terlihat beberapa daerah yang sudah memiliki prasarana dan daya dukung dalam pemeliharaan Benda Cagar Budaya, namun demikian ada pula beberapa daerah lain yang justru belum memiliki sarana dan prasarana pemelliharaan Benda Cagar Budaya yang ideal. Amat sayang sekali perlakuan pemerintah daerah yang kurang memiliki kepekaan sejarah dan budaya seperti itu. Di sisi lain peninggalan peninggalan yang berada di Kota Cirebon sampai sekarang tak banyak orang yang tahu. Mengingat sulitnya mencari sumber tertulis yang dapat menjelaskan tentang peninggalan Hindu-Budha dan masa penyebaran Agama Islam di masa para Wali Songo tersebut. Dalam pengungkapannya pun hanya dapat ditinjau dari sisa-sisa bangunan yang ada. Di Kota Cirebon sendiri, penulis tidak menemukan Peraturan Daerah yang khusus menangani tentang pemeliharaan atau pelestarian Benda Cagar Budaya dalam hal pendanaan bagi pihak pengelola Benda dan Bangunan Cagar Budaya. Hal ini pun dapat penulis ungkapkan hanya sebatas Stimulan bulanan yang diperoleh para pihak pengelola dari

Pemerintah Daerah setiap tiga bulan sekali atau bila adanya acara maupun upacara adat yang melibatkan Benda Cagar Budaya yang ada. Ada pun hukum yang berlaku dalam hal perlindungan dan pelestarian kawasan serta bangunan cagar budaya adalah Surat Keputusan (SK) Walikota Cirebon Nomor 19 tahun 2001 tentang Perlindungan dan Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di Kota Cirebon. Namun SK Walikota tersebut dianggap sudah tidak sesuai dengan keadaan benda cagar budaya yang ada saat ini yang memerlukan perhatian lebih dari Pemerintah. Di dalam SK tersebut juga tidak seluruh Benda dan Bangunan Cagar Budaya dicantumkan didalamnya. Oleh karena itu karya tulis ini akan mengungkapkan sejauhmana usaha dan strategi pemerintah daerah Kota Cirebon dalam menjaga dan melestarikan situs kuno Hindu-Buddha, peninggalan masa Wali Songo dalam penyebaran Agama Islam, dan bangunan-bangunan warisan Kolonial Belanda sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap sejarah dan masa lalu bangsa Indonesia ini sendiri. F. Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode yang digunakan ialah : 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif berkaitan dengan Undang-Undang No 11 Tahun 2010 dan SK Walikota Cirebon nomor 19 Tahun 2001 tentang Perlindungan dan Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di Kota Cirebon. Pendekatan ini mengkaji konsep normatif/yuridis dalam hal Perlindungan Hukum Bagi Cagar Budaya yang ada di Kota Cirebon 2. Spesifikasi Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu untuk memberikan gambaran selengkap-lengkapnya tentang Prosedur pendanaan dan tata cara pemelihraan

serta pelestarian dari Pemerintah Daerah kepada para pengelola Benda dan Bangunan Cagar Budaya di Kota Ciebon. 3. Jenis Data Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sumber data sebagai berikut: a. Data Primer Data primer diperoleh penulis dari Pangeran Raja Haji Muhammad Imamudin dan Gusti Ratu Raja Fouzier Kentjana Wungu, selaku Pangeran Patih Sepuh Kraton Kanoman dan Bendahara Kraton Kanoman berupa sejumlah keterangan dan fakta tentang keadaan Kraton Kanoman serta dana anggaran APBD dan APBN untuk Keraton Kanoman dari tahun 1977-1989 dan Bapak Sugiono selaku staff Disbudpar Kota Cirebon berupa penjelasan dan keterangan dari pihak Pemerintah Daerah yang memonitoring pelestarian Benda Cagar Budaya. b.data Sekunder Data sekunder berupa bahan-bahan pustaka yang terdiri dari : a. Bahan hukum primer,meliputi : Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Surat Keputusan Walikota Cirebon Nomor 19 Tahun 2001 tentang Perlindungan dan Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di Kota Cirebon. b. Bahan hukum sekunder, meliputi literatur-literatur yang terkait dengan pemugaran Kraton-Kraton Cirebon. 4. Metode pengumpulan data

Untuk mengumpulkan data dimaksud diatas digunakan teknik sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan adalah suatu usaha untuk memperoleh data melalui teori teori ilmiah yang dilakukan dengan buku buku yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan 1. b. Wawancara atau Diskusi Penulis mengadakan wawancara langsung, tatap muka dengan petugas instansi terkait dan beberapa Narasumber untuk bahan penelitian. Untuk memperoleh data data yang diperlukan dalam penelitian proposal usulan seminar skripsi ini, maka penulis melakukan kegiatan sebagai berikut: 1. Observasi atau Studi lapangan. 2. Wawancara Yaitu teknik yang dilakukan penulis terhadap para Narasumber dalam mencari kebenaran data yaitu: - Terstruktur adalah melakukan wawancara langsung ke lokasi penelitian dan instansi terkait. - Tak terstruktur adalah melkukan wawancara kepada masyarakat yang tinggal di kawasan Bangunan Cagar Budaya. 5. Metode analisis data Setelah data terkumpul kemudian dianalisis oleh penulis menggunakan metode analisis kualitatif. Oleh karena itu, data yang diperoleh dari peraturan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, PERDA Nomor 7 Tahun 2003 tentang Kepurbakalaan dan SK Walikota Cirebon 1 Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2003), hlm 29.

Nomor 19 Tahun 2001 dalam pelaksanaan atau implementasi perlindungan dan pelestarian kawasan serta bangunan cagar budaya di Kota Cirebon. G. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini lokasi yang akan menjadi tempat melaksanakan penelitian oleh penulis adalah di Keraton Kanoman Cirebon, Kelurahan Lemah Wungkuk, Kecamatan Lemah Wungkuk Kota Cirebon, Keraton Kesepuhan Cirebon yang terletak di Jalan Kesepuhan, di depan Alun-Alun Kesepuhan, dan Gua Sunyaragi yang terletak di Jl. Brigjen Dharsono Kelurahan Sunyaragi, Kecamatan Kesambi untuk mengetahui bagaimana pemeliharaan peninggalan Purbakala berupa bangunanbangunan yang berumur ratusan tahun sehingga mampu bertahan dengan perkembangan zaman di Cirebon sebagai Cagar Budaya Nasional yang dikenal hingga ke Luar Negeri. H. Sistematika Pertanggung jawaban Penelitian BAB I. Pendahuluan,berisikan latar belakang, perumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, berisikan maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kereangka pemikiran, metode penelitian, lokasi penelitian dan diakhiri dengan sistematika penelitian. BAB II. Tinjauan pustaka, memuat hasil kajian pustaka yang bersumber pada publikasi ilmiah dalam bentuk jurnal, buku, teks atau internet berkaitan dengan substansi permasalahan penelitian yang diangkat dalam judul penelitian. Definisi Teoretis Kawasan serta Bangunan Cagar Budaya, batasan pengelolaan pemerintah daerah dalam konservasi kawasan serta bangunan

cagar budaya, Regulasi perundangan Nomor 11 tahun 2010 dan SK Walikota Cirebon Nomor 19 Tahun 2001. BAB III. Deskripsi kawasan dan bangunan cagar budaya yang ada di Kota Cirebon. Merupakan deskripsi obyek penelitian serta latar lokasi penelitian yang mengandung muatan makna, untuk terfokus pada substansi penelitiannya. Kondisi fisik, sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakat wilayah bangunan cagar budaya, analisis lingkungan, kependudukan dan karakteristik masyarakat di lingkungan cagar budaya, serta memuat pengembangan potensi kawasan dan bangunan cagar budaya. BAB IV. Pengelolaan Perlindungan dan Pelestarian kawasan dan Bangunan Cagar Budaya. Merupakan temuan penelitian dan hasil pembahasan masalahnya yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang diangkat dalam karya ilmiah ini yaitu Kajian Yuridis Perlindungan dan Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya Kota Cirebon dan kendala kendala yang timbul dalam pelaksaan pelestarian berlandaskan ketentuan SK Walikota Cirebon. BAB V. Kesimpulan dan saran. Merupakan penutup yang didalamnya menyajikan penafsiran peneliti secara terpadu terhadap semua hasil penelitian yang telah diperoleh. DAFTAR PUSTAKA