BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini hampir terjadi dimana-mana

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB I PENDAHULUAN. membentak, dan berbicara kasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa agresivitas

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. budaya di negara kita sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Menurut Kartini Kartono (2010: 21) pada umumnya bentuk perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak hal baru yang belum pernah dilakukan saat masa kanak-kanak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini seringkali terdengar terjadinya tindakan kriminal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

RASA BERSALAH PADA REMAJA NAKAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola,

BAB I PENDAHULUAN. antara dua kelompok yang masing-masing memiliki nilai-nilai yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sangat pesat, ini terlihat dari banyaknya penggemar-penggemar motor atau mobil

BAB I PENDAHULUAN tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menjelaskan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KOMUNIKASI KELOMPOK DENGAN RESOLUSI KONFLIK PADA SISWA SLTA S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak kekerasan merupakan hal yang sangat meresahkan bagi

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bebas terlepas dari paksaan fisik, individu yang tidak diambil hak-haknya,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kampus merupakan salah satu sarana pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan kematangan fisik hingga emosi. Kematangan emosi yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara individual maupun massal sudah menjadi berita harian. Aksi-aksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ilmu-ilmu agama di suatu pondok-pondok pesantren tertentu. Seperti halnya di

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan

I. PENDAHULUAN. Izin sebagai bukti legalitas untuk menjalankan usaha khususnya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Kata tawuran

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan yang sering kali dialami siswa di sekolah tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan menbentuk prilaku anak yang baik (Santrock, 2011). dapat membuat anak-anak rentan terhadap eksplotasi. Kekewatiran banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. lalu lintas menjadi pembunuh terbesar ketiga, setelah penyakit jantung koroner

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. dapat timbul disebabkan oleh faktor- faktor penyebab, baik faktor intern

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak termasuk golongan dewasa dan juga bukan golongan anak-anak, tetapi remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

ENDANG MARI ASTUTY NIM F

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS HASANUDDIN NOMOR : 1595/UN4/05.10/2013 TENTANG

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berjalan lancar jika didukung oleh adanya kondisi yang aman dan tenteraman. Salah satu hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) adalah merupakan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring berjalannya waktu, dengan perubahan teknologi dan perubahan pergaulan

BAB I PENGANTAR. segala bentuk dan prakteknya telah berupaya dikembangkan, namun. cacat dan kekurangan dari sistem tersebut semakin terlihat nyata.

BAB I PENDAHULUAN. dengan masa remaja, kemudian masa dewasa. Masa remaja adalah masa. fisik, kognitif dan sosial emosional (Santrock, 2003).

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

MAKALAH PANCASILA OLEH : MIKHAEL ALEXIUS WAHIDMA NIM : : SYSTEM INFORMASI(S1-SI) DOSEN. : MOHAMMAD IDRIS.P,Drs,MM

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara

BAB I PENDAHULUAN. merebak dan hal tersebut merupakan suatu bentuk agresi. ditujukan pada seseorang atau benda. Chaplin (2005) juga menyebutkan

SMA/MA IPS kelas 10 - SOSIOLOGI IPS BAB 5. PERILAKU MENYIMPANGLATIHAN SOAL BAB 5

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

I. PENDAHULUAN. Dinas Pemuda Olahraga, Kebudayaan dan merupakan instansi pemerintah daerah

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada berbagai kalangan, baik orang dewasa, remaja maupun anak-anak.

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini hampir terjadi dimana-mana adalah aksi kekerasan sebagai bentuk dari agresivitas yang dilakukan individual maupun massal dengan pelaku remaja yang menjadi berita di media cetak maupun media elektronik. Agresivitas merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk melukai atau menyakiti orang lain secara fisik maupun verbal. Bentuk agresivitas yang dilakukan oleh remaja yang sering menjadi pemberitaan seperti tawuran dan perkelahian tentu saja memprihatinkan orangtua, guru maupun masyarakat. Remaja sebagai tunas dan generasi penerus bangsa yang akan menjadi calon pemimpin seharusnya belajar dan mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan di era globalisasi (Kurnia, 2011). Menurut Jahja (2011) seharusnya remaja yang berada pada tahap formal operations dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang, mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya. Watettenberg (Al-Mighwar, 2006) menyatakan tugas perkembangan remaja yaitu mampu mengontrol diri sendiri. Menurut Bernard (Al-Mighwar, 2006) tugas perkembangan remaja yaitu berperilaku yang bisa diterima dan dipertanggungjawabkan secara sosial. Komisi Nasional Perlindungan anak (Komnas PA) memprediksi kasus kekerasan terhadap anak tahun 2015 akan mengalami peningkatan. Begitu juga 1

2 kekerasan yang pelakunya adalah anak-anak. Berdasarkan data yang dihimpun Pusat Data Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABDH) sepanjang 2014 di Indonesia sedikitnya ada sekitar 2.879 anak melakukan tindak kekerasan dan harus berhadapan dengan hukum, mulai rentang usia 6-12 tahun sebanyak 268 anak (9%). Modus paling banyak adalah kekerasan anak sebanyak 1.701 kasus, pencurian sebanyak 255 kasus, narkoba (pengguna) sebanyak 244 kasus, pelecehan seksual 198 kasus, pembunuhan 170 kasus, penggunaan senjata tajam 148 kasus, perkosaan 104 kasus, miras 47 kasus (Keteng, 2014). Perkelahian seperti tawuran pelajar dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti atau melukai siswa dari sekolah lain yang menjadi target. Beberapa tawuran yang terjadi antara lain, lima orang pelajar diamankan aparat Polsek Kebayoran Baru saat melakukan tawuran di Jl Panglima Polim 1, Kelurahan Melawai, Kebayoran Baru dini hari. Polisi juga menyita sejumlah senjata tajam yang dibawa oleh para pelajar ini (Mei, 2015 ). Puluhan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) terlibat tawuran di terminal Lembursitu, Kecamatan Lembursitu Sukabumi Jawa Barat. Belum diketahui penyebab bentrokan tersebut namun seorang pelajar diketahui terluka di bagian wajah (Alamsyah, 2015). Puluhan pelajar sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kota Bogor, Jawa Barat, terlibat tawuran di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, sekitar pukul 21.00 WIB. Warga yang kesal dengan ulah pelajar ini mencoba membubarkan kerumunan malah dilempari batu oleh pelajar. Pelajar yang diketahui siswa SMK Bina Warga menyerang pelajar SMK Tri Dharma, Kota Bogor (Firmansyah, 2014).

3 Saat ini pelajar tidak hanya menggunakan senjata tajam seperti samurai, celurit, rantai atau gear untuk melukai orang lain. Beberapa waktu lalu terjadi penyiraman air keras oleh sekelompok pelajar, yang menjadi korban bukan hanya pelajar tapi juga pegawai yang akan berangkat kerja karena peristiwa tersebut terjadi pagi hari di kendaraan umum. Tompel, pelaku penyiraman air keras nekat melakukan perbuatan tersebut karena ia dulu juga pernah menjadi korban penyiraman air keras sehingga perbuatannya itu merupakan dendam lama. Tompel memang sudah beberapa kali terlibat dalam tawuran, salah satu penyebabnya karena ia diperintah oleh kakak kelasnya sebagai wujud solidaritas (Silalahi, 2013). Selain itu penggunaan soda api juga terjadi dalam tawura di Jalan Intan, Johar Baru, 15 September. Seorang polisi bernama Brigadir Sugito Aritonang (26) menjadi korban siraman soda api. Polisi sudah menahan belasan tersangka, termasuk FJ (16) yang diduga melemparkan soda api dan mengenai Sugito (Prihananto, 2013). Selain perkelahian antar pelajar tindakan kekerasan lain juga dilakukan oleh remaja, seperti yang terjadi di Yogyakarta, anak-anak muda yang tergabung dalam klub sepeda motor di Yogyakarta ditangkap polisi. Mereka ditangkap karena melakukan tindakan merusak sebuah mobil dan melukai pengemudinya. Kapolresta Yogyakarta Kombes Pol R Slamet Santoso mengatakan, mereka melakukan perusakan mobil jenis KIA Picanto AB 1177 CH yang dikemudikan WNA asal Timor Leste Agostino Mateus Da Silva. Semua kaca mobil korban dipecah para pelaku. Pengemudi mobil juga dianiaya, sehingga terluka dibagian bibirnya. Pelakunya bermacam-macam usia dari remaja maupun dewasa, ada yang

4 masih pelajar, mahasiswa, pekerja swasta dan lainnya ( Detik News, 2014). Sekelompok pelajar SMA di Umbulharjo melempari salah satu SMA swasta di Wirobrajan dengan botol, Sabtu 8 September 2015. Salah satu pelajar, N (17) berhasil ditangkap setelah terjatuh dari sepeda motor saat berusaha kabur paska kejadian (Natalia, 2015). Gunarsa (2006) menyatakan bahwa tujuan utama dari perilaku agresivitas adalah pelampiasan perasaan marah, kecewa, tegang dan mengatasi suatu rintangan atau halangan yang dihadapinya. Kecenderungan perilaku agresivitas ini disebabkan oleh karena masih labilnya jiwa mereka, karena mengalami banyak konflik dalam menjalani tugas perkembangannya. Sadardjoen (Nisfiannoor & Yulianti, 2005) mengungkapkan bahwa perilaku agresivitas remaja dapat disalurkan dalam perbuatan, akan tetapi bila tingkah laku tersebut dihalangi maka akan tersalur melalui kata-kata. Agresivitas yang disalurkan dalam bentuk perbuatan adalah berkelahi, menendang, memukul, menyerang dan merusak benda milik orang lain. Sedangkan perilaku agresivitas remaja yang disalurkan melalui kata-kata antara lain adalah sering mengatakan kata-kata kotor, menghina, mengejek, dan berteriak yang tidak terkendali. Papalia (2004) mengatakan bahwa bentuk nyata perilaku agresivitas pada remaja antara lain mencuri, merampok, menggunakan obat-obatan terlarang dan berkelahi. Thomas (Aroma & Dewi, 2012) menyatakan bahwa ketika dorongan untuk berbuat meyimpang maupun agresi sedang mencapai puncaknya, kontrol diri dapat membantu individu menurunkan agresi dengan mempertimbangkan aspek aturan dan norma sosial yang berlaku. Menurut Berk (2008) kontrol diri adalah

5 kemampuan individu untuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial. Travis Hirschi dan Gottfredson (Aroma & Dewi, 2012) mengembangkan The General Theory of Crime atau yang lebih dikenal dengan Low Self Control Theory. Teori ini menjelaskan bahwa perilaku kriminal dapat dilihat melalui singledimention yakni kontrol diri yang rendah memiliki kecenderungan untuk menjadi impulsif, senang berperilaku beresiko, dan berpikiran sempit. Selain itu Mahfiana (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kurangnya kontrol diri remaja menjadi salah satu pemicu maraknya perilaku menyimpang seperti seks bebas, nerkoba, perjudian, minum-minuman keras, tawuran dan sebagainya. Menurut Sarwono (2012) remaja yang mampu mengontrol dirinya sendiri akan berkurang perilaku negatifnya daripada remaja yang merasa dirinya mudah dipengaruhi atau merasa bahwa keadaan dirinya lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor luar. Menurut DeWall (2011) pengendalian diri memberikan peran yang sangat penting terhadap perilaku agresivitas seseorang. Semakin kuat pengendalian diri seseorang maka akan dapat mengurangi perilaku agresivitas diantaranya adalah perilaku menyerang dan profokasi kepada individu yang lain begitu pula sebalikanya. Maka dari itu dapat disimpulkan betapa pentingnya pengendalian diri dalam mengurangi agresivitas. Becker (Aroma & Dewi, 2012) menyatakan bahwa pada dasarnya setiap manusia memiliki dorongan untuk melanggar aturan pada situasi tertentu. Tetapi pada kebanyakan orang dorongan-dorongan tersebut biasanya tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan. Hal tersebut karena seseorang dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk berperilaku

6 menyimpang. Individu dengan kontrol diri yang tinggi akan menyadari akibat dan efek jangka panjang dari perbuatan menyimpang. Sedangkan individu dengan kontrol diri yang rendah senang melakukan resiko dan melanggar aturan tanpa memikirkan efek jangka panjangnya. Salah satunya adalah remaja yang melakukan agresivitas. Menurut Anantasari (2006) perilaku agresivitas termasuk salah satu perilaku yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial. Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah, Apakah ada hubungan antara kontrol diri dengan kecenderungan agresivitas pada remaja?. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai kontrol diri dan kecenderungan agresivitas remaja dengan melakukan penelitian berjudul Hubungan antara Kontrol Diri dengan Kecenderungan Agresivitas pada Remaja Kelas XI di SMK Negeri 3 Yogyakarta. B. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui tingkat kontrol diri pada remaja Kelas XI di SMK Negeri 3 Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui tingkat kecenderungan agresivitas pada remaja Kelas XI di SMK Negeri 3 Yogyakarta. 3. Untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dengan kecenderungan agresivitas pada remaja Kelas XI di SMK Negeri 3 Yogyakarta.

7 C. Manfaat Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan menambah khasanah ilmu psikologi, terutama psikologi pendidikan, psikologi perkembangan dan psikologi sosial khususnya yang berkaitan dengan kontrol diri dan perilaku agresivitas remaja. 2. Manfaat Praktis a. Bagi remaja, membantu memahami pentingnya kontrol diri untuk mencegah dan mengurangi perilaku agresivitas sehingga diharapkan remaja dapat membentuk pribadi yang baik dengan meningkatkan kontrol diri mereka. b. Bagi sekolah, memberikan informasi tentang kontrol diri dan perilaku agresivitas pada remaja sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk mencegah dan memberikan penanganan yang tepat kepada siswa yang melakukan perilaku agresivitas. c. Bagi orangtua, memberikan wawasan tentang pentingnya kontrol diri untuk mengurangi perilaku agresivitas pada diri anak sejak dini. d. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai leteratur dalam penelitian selanjutnya.