BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. disfungsi ereksi, dan ejakulasi dini. Pada tahun 2025, diduga terdapat 322 juta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

PENGARUH EKSTRAK ETANOL HERBA PURWOCENG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. PENGARUH DEKOK BIJI DAUN SENDOK (Plantaginis semen) TERHADAP AKTIVITAS SEKSUAL MENCIT JANTAN GALUR Swiss-Webster

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam

Anatomi/organ reproduksi wanita

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABE JAWA (Piper Retrofractum Vahl.) TERHADAP PERILAKU SEKSUAL MENCIT JANTAN GALUR SWISS-WEBSTER

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK AIR DAUN STROBERI (Fragaria vesca L.) TERHADAP PERILAKU SEKSUAL MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

HORMON REPRODUKSI JANTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu. perkembangan tersebut adalah perkembangan hormone Gonadotropin

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih

BAB V PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Responden menurut Usia. sisanya merupakan kelompok remaja awal.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) yang kita kenal seperti. sekarang ini adalah buah perjuangan yang cukup lama yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. tidak selalu diidentikkan semata-mata untuk menghasilkan keturunan (prokreasi),


BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami masa menopause yang salah satu dampaknya adalah menurunnya. yang belum siap dalam menghadapi masa menopause.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang. Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan.

PEMBAHASAN Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. Bagian sel saraf yang membungkus akson dan berfungsi sebagai isolator adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyekat beta merupakan salah satu terapi medikamentosa pada pasien

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ekstrak Biji Pala (Myristica fragans Houtt) dan Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl) sebagai Afrodisiak pada Tikus dan Mencit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen,

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan peningkatan produksi dan pemakaian pestisida telah

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GIZI DAUR HIDUP: Gizi dan Reproduksi

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK ETANOL BATANG BRATAWALI (Tinospora crispa (L) Miers) SEBAGAI ANALGETIKA TERHADAP MENCIT BETINA GALUR Swiss Webster

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan rumah tangga, hubungan seksual merupakan unsur penting yang dapat meningkatkan hubungan dan kualitas hidup. Pada laki-laki, fungsi seksual normal terdiri atas libido, kemampuan untuk mencapai dan mempertahankan ereksi, ejakulasi, detumesecence. Libido dapat diartikan sebagai keinginan seksual dan dipengaruhi oleh berbagai aktifitas visual, penciuman, taktil, pendengaran, imajinasi, dan perangsangan hormonal. Hormon seks steroid, khususnya testosteron, berperan dalam meningkatkan libido. Libido dapat mengalami penurunan akibat pengaruh hormonal atau akibat gangguan kejiwaan ataupun akibat penggunaan obat-obatan tertentu (McVary, 2008). Sekitar 5 persen dari laki-laki dewasa mengalami penurunan libido, keadaan ini meningkat seiring pertambahan usia (Cunningham, 2010). Gangguan seksual lain yang dapat terjadi pada laki-laki adalah impotensi atau disfungsi ereksi, yang pada dasarnya memiliki arti suatu ketidakmampuan menetap atau berulang dengan masa paling sedikit 3 bulan, untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan senggama yang memuaskan (Process of Care Consensus Guidelines Panel, December 1997). Menurut laporan Masschusets Male Aging Study (MMAS), 52% dari laki-laki yang berusia 40-70 tahun menderita disfungsi ereksi mulai ringan sampai sedang, serta sedikitnya 15 persen dari laki-laki yang telah menikah mengalami disfungsi ereksi ataupun ejakulasi dini (Yohana Arisandi, Yovita Andriani, 2011). Hal ini tentu saja dapat berdampak buruk bagi kehidupan rumah tangga pasangan suami istri. Dari data yang diperoleh pada sebuah penelitian di Inggris dan Amerika, sekitar 25 persen angka perceraian dan perselingkuhan umumnya terjadi karena hubungan seksual tidak berjalan baik dan karena masalah disfungsi ereksi (Vaisman, 2011). Hal ini semakin parah karena kesadaran masyarakat untuk berobat masih sangat rendah. 1

2 Pada dasarnya, gangguan seksual dapat diatasi dengan pengobatan yang tepat, baik untuk faktor psikis maupun faktor fisik. Namun, penggunaan obat-obatan seperti testosteron dalam mengatasi gangguan seksual khususnya penurunan libido memiliki banyak efek samping jika digunakan dalam dosis berlebihan, di antaranya gagal jantung, gangguan ginjal dan hepar, hipertensi, epilepsi, migraine, benign prostatic hypertrophy, dan mammary carcinoma (MIMS, 2009). Berbagai ancaman efek samping inilah yang membuat masyarakat banyak beralih menggunakan pengobatan tradisional seperti tanaman obat untuk mengatasi masalah disfungsi seksual. Sebagai negara yang kaya akan tanaman obat, Indonesia memiliki berbagai macam tanaman obat yang berkhasiat sebagai afrodisiak. Afrodisiak sendiri diartikan sebagai bahan yang dapat berfungsi meningkatkan libido atau gairah bercinta, baik dalam bentuk obat konvensional (sintetik) maupun obat tradisional (Eka Siswanto Syamsul, 2011). Salah satu tanaman yang terkenal memiliki khasiat tersebut adalah purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.). Purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) yang banyak tumbuh di pegunungan Dieng, Jawa Tengah, banyak digunakan oleh masyarakat sebagai tanaman yang dapat mengatasi masalah disfungsi seksual, sehingga oleh masyarakat setempat dijuluki sebagai pembangkit ereksi nomor satu (Yohana Arisandi, Yovita Andriani, 2011). Masyarakat menggunakan air rebusan tanaman purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) untuk mengatasi disfungsi seksual. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti tanaman purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) dalam bentuk infusa. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah adalah apakah infusa herba purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) meningkatkan perilaku seksual mencit Swiss-Webster jantan.

3 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah untuk menjadikan purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) sebagai pengobatan alternatif dalam mengatasi gangguan libido. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh infusa herba purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) terhadap perilaku seksual mencit Swiss Webster jantan. 1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat Akademis Pembuatan karya ilmiah ini, diharapkan dapat menambah wawasan / pengetahuan dalam bidang farmakologi tanaman obat tradisional, khususnya infusa herba purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) terhadap perilaku seksual mencit Swiss Webster jantan. 1.4.2 Manfaat Praktis Purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) dapat digunakan masyarakat sebagai pengobatan alternatif dalam mengatasi gangguan libido. 1.5 Kerangka Pemikiran Mekanisme ereksi terdiri dari mekanisme sentral dan mekanisme perifer. Mekanisme sentral dari fungsi ereksi berada di hipokampus, daerah MPOA (Medial Preoptic Area), dan nukleus paraventricular hipotalamus. Sinyal impuls seksual dimediasi melalui jalur dopaminergik dan ditingkatkan oleh testosteron. Ereksi adalah suatu proses yang terkoordinasi yang melibatkan stimulasi psychoneurogenic, vasodilatasi arteri dan kavernosa, peningkatan aliran darah, dan oklusi vena. Sedangkan mekanisme perifer dari fungsi ereksi terdapat pada interaksi antara relaksasi dan kontraksi otot polos pada dinding arteriola kavernosus dan trabekula dari sinus kavernosus (Watts, 2007). Bagian utama dari pengaturan fungsi seksual baik pada laki-laki maupun perempuan dimulai dengan sekresi gonadotropin-releasing hormone (GnRH) oleh

4 hipotalamus. Hormon ini selanjutnya merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk menyekresikan hormon gonadotropin yaitu luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). Selanjutnya, LH merupakan rangsangan utama untuk sekresi testosteron oleh testis, dan FSH merangsang spermatogenesis. Testosteron yang disekresikan oleh sel-sel interstisial Leydig di testis bertanggung jawab terhadap berbagai sifat maskulinisasi tubuh (Guyton & Hall, 2008). Testosteron dan hormon steroid lain disintesis dari prekursor kolesterol. Sintesis testosteron diawali oleh terjadinya pembentukan pregnenolon dari kolesterol. Konversi kolesterol menjadi pregnenolon merupakan urutan dua kali reaksi hidroksilasi yang diikuti dengan reaksi pemutusan ikatan karbon pada rantai samping (Dwi Winarni, 2007). Purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) memiliki kandungan kimia stigmasterol (Eka Siswanto Syamsul, 2011). Stigmasterol merupakan jenis sterol yang berasal dari membran sel tumbuhan, yang dibedakan dengan kolesterol dalam ikatan ganda diantara karbon 22 dan 23 (Maggy Thenawijaya, 1993). Senyawa sterol (bentuk steroid dalam tumbuhan) yang berstruktur mirip kolesterol dapat diubah menjadi pregnenolon. Kesamaan struktur memungkinkan dikonversinya sterol tertentu menjadi hormon steroid (Dwi Winarni, 2007). Hormon seks steroid, khususnya testosteron, berperan dalam meningkatkan libido (McVary, 2008). Pada keadaan normal, mencit jantan akan membaui mencit betina sebelum berhubungan seksual melalui organ olfaktorius kedua pada rongga hidung binatang yang disebut vomeronasal organ (VNO) (Payne, 2002; Kostov, 2007). VNO yang merupakan struktur sensasi kimia mempunyai reseptor yang akan merespon sekresi feromon mencit betina, yaitu suatu senyawa kimia yang memiliki implikasi kuat dalam mengontrol perilaku seksual mamalia (Dulac, 2002; Golakoff, 2009). Impuls yang diterima VNO kemudian akan disalurkan ke bulbus olfaktorius yang merupakan target utama reseptor olfaktorius. Impuls dari bulbus olfaktorius akan menuju ke amigdala dan sistem limbik. Impuls dari amigdala akan diproyeksikan ke Medial preoptic area (MPOA) yang terletak rostral dari hipotalamus dan berperan penting dalam mengatur perilaku seksual. Informasi olfaktorius yang diproses akan membangkitkan respon neural dari

5 MPOA berupa pelepasan GnRH dari hipotalamus yang akan menyekresi testosteron (Payne, 2002). 1.6 Hipotesis Hipotesis mayor : Infusa herba purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) meningkatkan perilaku seksual mencit Swiss-Webster jantan. Hipotesis minor : 1. Infusa herba purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) meningkatkan introducing mencit Swiss-Webster jantan. 2. Infusa herba purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) meningkatkan mounting mencit Swiss-Webster jantan. 1.7 Metodologi Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium sungguhan. Data yang diukur adalah jumlah introducing dan mounting selama 30 menit pada hari ketiga, kelima, dan ketujuh. Analisis data menggunakan ANAVA satu arah dilanjutkan dengan Uji Tukey HSD dengan α = 0,05, kemaknaan berdasarkan nilai ρ < 0,05.