TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KAMAR OBAT PUSKESMAS BANYUANYAR KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM AMAL SEHAT SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep pelayanan dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK

ANALISIS KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI INSTALASI FARMASI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA S K R I P S I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hal yang harus mendapat perhatian dari pemerintah sebagai salah satu upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

EVALUASI TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT NIRMALA SURI SUKOHARJO SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini kesehatan merupakan hal yang mutlak diperlukan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujudnya kesehatan yang optimal dan terpelihara. Salah satu upaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan hukum yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

1.4 LANDASAN HUKUM Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya taraf hidup masyarakat, menyebabkan terjadinya peningkatan

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP TERHADAP PELAYANAN APOTEK RUMAH SAKIT UMUM Dr. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE FEBRUARI MARET TAHUN 2010 SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN INFORMASI OBAT APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

HEALTH & BEAUTY. Oleh Aftiyani. Guardian, The One You Trust

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan dan peningkatan jasa pelayanan kesehatan dalam sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pelayanan Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu tempat untuk melakukan upaya peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau perilaku kepada atau untuk individu atau kelompok melalui antisipasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. PERSI 1995 mengutip pendapat Ohmae (1992) menyebutkan bahwa perubahan akan

EVALUASI PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan perpindahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS TERAS BOYOLALI TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG,

BAB I PENDAHULUAN. serta memberikan kepuasan bagi pasien selaku pengguna jasa kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. perbekalan kesehatan adalah pelayanan obat dan perbekalan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kesehatan merupakan hal yang paling berharga dan telah. menjadi kebutuhan pokok. Semakin tinggi tingkat pendidikan, ilmu

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hal ini memerlukan suatu variabel yang dapat digunakan untuk

BAB I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini.

Lampiran 1 Hasil lembar ceklist Puskesmas Helvetia, Medan-Deli dan Belawan Bagian II Nama puskesmas Kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya5.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,

Transkripsi:

TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KAMAR OBAT PUSKESMAS BANYUANYAR KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Oleh: RIVAI ENDRA DWI YULIANTO K100070002 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2010 i

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperlihatkan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih baik. Tersedianya pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi masyarakat menjadi hal yang harus mendapat perhatian dari pemerintah sebagai salah satu upaya dalam pembangunan di bidang kesehatan. Pelayanan kesehatan kepada masyarakat bertujuan membentuk masyarakat yang sehat. Diperlukan upaya-upaya kesehatan yang menyeluruh dan terpadu untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut (Siregar, 2003). Puskesmas merupakan lembaga kesehatan yang pertama berhadapan langsung dengan pasien. Puskesmas memiliki tanggung jawab terhadap wilayah kerja yaitu suatu kecamatan. Puskesmas memiliki visi yaitu tercapainya kecamatan yang sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu hubungan yang sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan derajat kesehatan penduduk. Untuk mencapai visi tersebut puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu. Pelayanan kefarmasian pada saat ini, telah berubah paradigmanya dari orientasi obat kepada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian. Hal-hal yang perlu dimonitor dan dievaluasi dalam pelayanan 1

2 kefarmasian di Puskesmas antara lain sumber daya manusia (SDM), pengelolaan sediaan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan mutu pelayanan/tingkat kepuasan konsumen (Anonim, 2006). Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien membandingkan dengan apa yang dirasakan. Pasien akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperoleh sama atau melebihi harapan (Pohan, 2006). Menurut PP NO 51 Tahun 2009 pasal 1 ayat 4 yang dimaksud pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pada pasal 1 ayat 11 fasilitas pelayanan kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama. Pada PP NO 51 Tahun 2009 bagian ketujuh (pengendalian mutu dan biaya) pasal 31 ayat 1 menyatakan bahwa setiap tenaga kefarmasian dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya (Anonim a, 2009). Pelayanan kesehatan yang berkualitas dan bermutu menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan dan dipihak lain tata cara 2

3 penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1983). Apabila konsep apotek dijalankan sesuai dengan standar pelayanan tersebut, maka kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan di apotek tersebut akan terpenuhi (Hartini dan Sulasmono, 2007). Pengukuran kepuasan pengguna jasa kesehatan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui mutu pelayanan kesehatan. Kepuasan pelanggan atas produk akan mempengaruhi pola perilaku selanjutnya seperti minat beli ulang produk. Beberapa penelitian menemukan bahwa pasien yang merasa puas atas pelayanan kesehatan berminat melakukan kunjungan ulang (Pohan, 2006). Kunjungan di Puskesmas Banyuanyar cukup besar yaitu sekitar 40-60 pasien perhari (Anonim b, 2009). Puskesmas Banyuanyar merupakan salah satu puskesmas di Kota Surakarta yang mendapatkan ISO 9001:2000 selain puskesmas Pajang dan Sibela. Puskesmas Banyuanyar memiliki pelayanan kefarmasian yang disebut kamar obat. Kamar obat puskesmas Banyuanyar dipimpin oleh seorang apoteker (Anonim, 2010). B. PERUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut bagaimanakah tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kamar obat di Puskesmas Banyuanyar Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta? 3

4 C. TUJUAN PENELITIAN Mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kamar obat di Puskesmas Banyuanyar Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. 1. Kepuasan D. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Parasuraman, dkk (1998) ada 5 dimensi yang mewakili persepsi konsumen terhadap suatu kualitas pelayanan jasa, yaitu: a. Keandalan (reliability) adalah dimensi yang mengukur keandalan suatu pelayanan jasa kepada konsumen. Keandalan didefinisikan sebagai kemampuan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. b. Ketanggapan (responsiveness) adalah kemampuan untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan dengan cepat kepada konsumen. Dimensi ketanggapan merupakan dimensi yang bersifat paling dinamis. Hal ini dipengaruhi oleh faktor perkembangan teknologi. Salah satu contoh aspek ketanggapan dalam pelayanan adalah kecepatan. c. Jaminan (assurance) adalah dimensi kualitas pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan dan keyakinan kepada konsumen. Dimensi jaminan meliputi kemampuan tenaga kerja atas pengetahuan terhadap produk meliputi kemampuan karyawan dan kesopanan dalam memberi pelayanan, 4

5 ketrampilan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan dan kemampuan di dalam menanamkan kepercayaan konsumen terhadap jasa yang ditawarkan. d. Empati (emphaty) adalah kesediaan untuk peduli dan memberikan perhatian yang tulus dan bersifat pribadi kepada konsumen (pengguna jasa). Dimensi empati adalah dimensi yang memberikan peluang besar untuk menciptakan pelayanan yang surprise yaitu sesuatu yang tidak diharapkan pengguna jasa tetapi ternyata diberikan oleh penyedia jasa. e. Berwujud (tangible) didefinisikan sebagai penampilan fasilitas peralatan dan petugas yang memberikan pelayanan jasa karena suatu service jasa tidak dapat dilihat, dicium, diraba atau didengar maka aspek berwujud menjadi sangat penting sebagai ukuran terhadap pelayanan jasa. Hal-hal yang harus dilakukan agar pelayanan di apotek berjalan dengan baik, adalah sebagai berikut: a) Mempunyai sistem yang mampu mendukung berjalannya dengan cepat, tepat, dan aman. b) Sebaiknya mendistribusikan pelayanan dibeberapa loket untuk memudahkan pasien. c) Mampu membuat sistem inventory yang dapat menurunkan penggunaan modal kerja. d) Mampu menjalin komunikasi yang baik dengan seluruh unit kerja di apotek. 5

6 e) Memiliki karyawan yang andal dan terlatih (Aditama, 2003). Menurut Muninjaya (2004), kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: a) Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. b) Sikap peduli yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. c) Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral bagi pasien dan keluarganya. d) Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan, dan kenyamanan ruangan. e) Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. f) Keandalan dan ketrampilan petugas kesehatan dalam memberikan perawatan. g) Kecepatan petugas dalam memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien. Metode untuk mengukur kepuasaan konsumen ada 4, yaitu: 1.Sistem keluhan dan saran Setiap organisasi yang berorientasi pada konsumen (customer oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para konsumen untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka terhadap pelayanan yang disediakan (Kotler, 1997). 6

7 2. Ghost Shopping Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan konsumen adalah dengan memperkerjakan beberapa orang (ghost shopping) untuk berperan atau bersikap sebagai konsumen kepada pesaing. Cara ini dapat diketahui kekuatan dan kelemahan dari pesaing (Kotler, 1997). 3. Lost Customer Analysis Penyedia jasa mengevaluasi dan menghubungkan konsumen yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah ke penyedia jasa agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan selanjutnya. Pemantauan terhadap lost customer analysis sangat penting karena peningkatannya menunjukkan kegagalan penyedia jasa dalam memuaskan konsumen (Kotler, 1997). 4. Survei kepuasan konsumen Melalui survei, penyedia jasa akan memperoleh tanggapan dan umpan balik (feedback) secara langsung dari konsumen serta memberikan kredibilitas positif bahwa penyedia jasa menaruh perhatian terhadap para konsumen (Kotler, 1997). Salah satu cara mengukur kepuasan konsumen dengan metode survey kepuasan konsumen dapat menggunakan pengukuran SERVQUAL (service quality) yang dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi konsumen atas layanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan layanan yang diharapkan (expected service). Pengukuran kualitas jasa (service quality) didasarkan 7

8 pada skala multi item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan serta gap diantara keduanya pada 5 dimensi kualitas jasa (keandalan, ketanggapan, jaminan, empati, dan berwujud). Kelima dimensi tersebut dijabarkan secara rinci untuk variabel harapan dan variabel persepsi yang disusun dalam pertanyaan dan berdasarkan bobot dalam skala Likert (Supranto, 1997). Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari pengukuran kepuasan pelanggan menurut Gerson (2001), adalah: 1). Pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang kemudian diterjemahkannya menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan. 2). Pengukuran bisa dijadikan dasar penentuan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan perusahaan menuju keadaan yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat. 3). Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada perusahaan, terutama bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja perusahaan yang memberikan pelayanan. 4). Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat produktivitas yang lebih besar. 2. Puskesmas 8

9 Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab melaksanakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standart wilayah kerja Puskesmas adalah kecamatan. Apabila di suatu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah desa/kelurahan dusun/rukun warga. Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, dan cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu (Anonim, 2006). Salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan perorangan di puskesmas adalah kepuasan pasien. Kepuasan didefinisikan sebagai penilaian pasca konsumsi, bahwa suatu produk yang dipilih dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen, sehingga mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk pembelian ulang produk yang sama. Pengertian produk mencakup barang, jasa, atau campuran antara barang dan jasa. Produk puskesmas adalah jasa pelayanan kesehatan. Menurut PP 51 tahun 2009 Pasal 1 ayat 1, Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. 9

10 PP 51 Tahun 2009 pasal 4 berisi, tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk: a. Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian. b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-undangan. c. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian. PP 51 Tahun 2009 pasal 21 ayat 1 berisi dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian (Anonim, 2009). Pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dan administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu terlaksananya pelayanan kefarmasian yang bermutu dipuskesmas. 1. Pengelolaan Sumber Daya a. Sumber Daya Manusia 10

11 Sumber daya manusia untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas adalah Apoteker (UU RI No23 Th 1992 tentang kesehatan). Kompetensi apoteker di Puskesmas sebagai berikut: 1) Mampu memberikan dan menyediakan pelayanan kefarmasian yang bermutu. 2) Mampu mengambil keputusan secara profesional. 4) Mampu berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya dengan menggunakan bahasa verbal, non verbal maupun bahasa lokal. 5) Selalu belajar sepanjang karier baik pada jalur formal maupun informal, sehingga ilmu dan keterampilan yang dimilki selalu baru (up to date). Sedangkan asisten apoteker hendaknya dapat membantu pekerjaan apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian tersebut (Anonim, 2006). b. Prasarana dan Sarana Prasarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan yang secara tidak langsung mendukung pelayanan kefarmasian, sedangkan sarana adalah suatu tempat, fasilitas dan peralatan yang secara langsung terkait dengan pelayanan kefarmasian. Dalam upaya mendukung pelayanan kefarmasian di puskesmas diperlukan sarana dan prasarana yang memadaidisesuaikan dengan kebutuhan masing-masing puskesmas dengan memperhatikan luas cakupan, ketersediaan ruang rawat inap, jumlah karyawan, angka kunjungan dan kepuasan pasien. 11

12 Prasarana dan sarana yang perlu dimiliki puskesmas untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut: 1) Papan nama apotek atau kamar obat yang dapat terlihat jelas oleh pasien. 2) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. 3) Peralatan penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain timbangan gram dan miligram, mortir-stamper, gelas ukur, corong, rak alat-alat, dan lain-lain. 4) Tersedia tempat dan alat untuk mendisplay informasi obat bebas dalam upaya penyuluhan pasien, misalnya untuk memasang poster, temat brosur, leaflet, booklet dan majalah kesehatan. 5) Tersedia sumber informasi dan literatur obat yang memadai untuk pelayanan informasi obat. Antara lain Farmakope Indonesia edisi terakhir, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO) dan Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI). 6) Tersedia tempat dan alat untuk melakukan peracikan obat yang memadai. 7) Tempat penyimpanan obat khusus seperti lemari es untuk supositoria, serum dan vaksin, dan lemari terkunci untuk penyimpanan narkotika sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 8) Tersedia kartu stok untuk masing-masing jenis obat atau komputer agar pemasukan dan pengeluaran obat, termasuk tanggal kadaluarsa obat, dapat dipantau dengan baik. 9) Tempat penyerahan obat, yang memungkinkan untuk melakukan pelayanan informasi obat (Anonim, 2006). c. Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan 12

13 Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan kesehatan. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan (Anonim, 2006). d. Administrasi Administrasi adalah rangkaian aktivitas pencatatan, pelaporan, pengarsipan dalam rangka penatalaksanaan pelayanan kefarmasian yang tertib baik untuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatanmaupun pengeolaan resep supaya lebih mudah dimonitor dan dievaluasi (Anonim, 2006). Administrasi untuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan meliputi semua tahap pengelolaan dan pelayanan kefarmasian, yaitu: 1) Perencanaan 2) Permintaan obat ke instalasi farmasi kabupaten/kota 3) Penerimaan 4) Penyimpanan menggunakan kartu stok atau komputer 5) Pendistribusian dan pelaporan menggunakan form LP-LPO Administrasi untuk resep meliputi pencatatan jumlah resep berdasarkan pasien (umum, miskin, asuransi), penyimpanan bendel resep harian secara teratur selama 3 tahun dan pemusnahan resep yang dilengkapi dengan berita acara. Pengadministrasian termasuk juga untuk: 13

14 1) Kesalahan pengobatan (medication eror) 2) Monitoring efek samping obat (MESO) 3) Medication record 2. Pelayanan Farmasi Klinik a. Pelayanan Resep Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediaakan dan menyerakan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang harus dikerjakan mulai dari penerimaan resep, peracikan obat sampai dengan penyerahan obat kepada pasien. Pelayanan resep dilakukan sebagai berikut(anonim, 2006): 1) Penerimaan Resep Setelah menerima resep dari pasien, dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Pemeriksaan kelengkapan administratif resep, yaitu: nama dokter, nomor surat izin praktek (SIP), alamat praktek dokter, paraf dokter, tanggal, penulisan resep, nama obat, jumlah obat, cara penggunaan, nama pasien, umur pasien, dan jenis kelamin pasien. b) Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, cara, dan lama penggunaan obat. c) Pertimbangan klinik, seperti alergi, efek samping, interaksi dan kesesuaian dosis. 14

15 d) Konsultasika dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada resep atau obatnya tidak tersedia. 2) Peracikan Obat Setelah memeriksa resep, dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan menggunakan alat, dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat. b) Peracikan obat c) Pemberian etiket warna putih untuk obat dalam/oral dan etiket warna biru untuk obat luar, serta menempelkan label kocok dahulu pada sediaan obat dalam bentuk larutan. d) Memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan penggunaan yang salah. 3) Penyerahan Obat Setalah peracikan obat, dilakukan hal-hal berikut: a) Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat. b) Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik dan sopan, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya kurang stabil. c) Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya. 15

16 d) Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain yang terkait dengan obat tersebut, antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat, dll. 4) Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini sangat diperlukan dalam upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien. Sumber informasi obat adalah buku Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI), Farmakologi dan Terapi, serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat yang berisi (Anonim, 2006): a) Nama dagang obat jadi b) Komposisi c) Bobot, isi atau jumlah tiap wadah d) Dosis pemakaian e) Cara pemakaian f) Khasiat atau kegunaan g) Kontra indikasi (bila ada) h) Tanggal kadaluarsa i) Nomor ijin edar/nomor regristasi j) Nomor kode produksi k) Nama dan alamat industri 16

17 Informasi obat yang diperlukan pasien adalah: a) Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah diwaktu pagi, siang, sore atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan. b) Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan meskipun sudah merasa sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi. c) Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral, obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga, supositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina. Petunjuk pemakaian obat yang benar: a) Petunjuk Pemakaian Obat Oral (pemberian obat melalui mulut) 1) Cara oral merupakan cara yang paling lazim, karena sangat praktis, mudah dan aman. Yang terbaik adalah minum obat dengan segelas air. 2) Ikuti petunjuk dari profesi kesehatan (saat makan atau saat perut kosong) 3) Obat untuk kerja diperlama (long acting) harus ditelan seluruhnya, tidak boleh dikunyah atau dipecah. 17

18 4) Sediaan cair, gunakan sendok obat atau alat lain yang telah diberi ukuran ketepatan dosis. Jangan gunakan sendok rumah tangga. 5) Jika penderita sulit menelan sediaan obat yang dianjurkan oleh dokter minta pilihan bentuk sediaan lain. b) Petunjuk Pemakaian Obat Oral Untuk Bayi/Balita 1) Sediaan cair untuk bayi dan balita harus jelas dosisnya, gunakan sendok takar dalam kemasan obat. 2) Segera berikan minuman yang disukai anak setelah pemberian obat yang terasa enak/pahit. 3. Monitoring dan Evaluasi Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan kefarmasian di puskesmas perlu dilakukan monitoring dan evaluasi kegiatan secara berkala. Monitoring merupakan kegiatan pemantauan terhadap pelayanan kefarmasian dan evaluasi merupakan proses penilaian kinerja pelayanan kefarmasian itu sendiri. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan memantau seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian mulai dari pelayanan resep sampai kepada pelayanan informasi obat kepada pasien sehingga diperoleh gambaran mutu pelayanan kefarmasian sebagai dasar perbaikan pelayanan kefarmasian di puskesamas. Puskesmas Pajang, Sibela dan Banyuanyar milik Pemerintah Kota Surakarta menerima sertifikasi ISO 9001:2000 dari Badan Akreditasi Internasional. 18

19 Sertifikasi itu telah diserahkan kepada pimpinan ketiga Puskesmas tersebut oleh Wakil Wali Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo, mewakili Wali Kota Surakarta, Ir. Joko Widodo di Puskesmas Banyuanyar Solo, Kamis. Kepala Dinas Kesehatan Kota Surakarta S. Wahyuningsih mengatakan, dengan diterima ISO ini, maka Puskesmas di daerah ini harus bisa merubah pandangan masyarakat dari yang kurang baik menjadi baik, termasuk dalam pelayanannya harus lebih bermutu dan lebih baik lagi. "Puskesmas tidak hanya melayani masyarakat kelas bawah, tetapi juga harus bisa melayani semua lapisan masyarakat dalam hal kesehatan, maka dengan adanya ISO ini bisa dibuktikan," katanya. Untuk mendapatkan ISO ini sejumlah dana telah dipersiapkan sejak tahun 2006. Banyaknya mencapai Rp200 juta, tahun 2007 sebesar Rp237 juta dan tahun 2008 sebesar Rp280 juta. Dana tersebut untuk melengkapi sarana dan prasarana serta meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang ada, (Anonim, 2010). Puskesmas banyuanyar memiliki wilayah kerja kelurahan sumber dan banyuanyar. Jumlah penduduk yang di bawahi oleh puskesmas banyuanyar sejumlah 25.013 dengan rincian 9.873 dari kelurahan banyuanyar dan 15.140 dari kelurahan sumber. Puskesmas banyuanyar terletak di jalan Bone Utara No. 38 (Anonim, 2010). 19

20 Visi puskesmas Banyuanyar adalah terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan didukung pelayanan kesehatan yang memadai dalam rangka menghadapi era globalisasi. Misi puskesmas Banyuanyar adalah : 1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 2. Meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana. 3. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di puskesmas. 4. Menuju Puskesmas swadaya. 5. Mewujudkan Puskesmas sayang keluarga. Fungsi puskesmas Banyuanyar adalah : 1. Pusat pembangunan berwawasan kesehatan. 2. Pusat pemberdayaan keluarga oleh masyarakat. 3. Pusat yayasan kesehatan suami istri. Upaya Puskesmas puskesmas Banyuanyar adalah : 1. Upaya kesehatan wajib BASIC SIX 20

21 Upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu, anak dan KB, upaya perbaikan gizi, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan upaya pengobatan dasar. 2. Upaya kesehatan pengembangan Disesuaikan dengan masalah dan kemampuan setempat. Upaya latihan (medis dan kesehatan masyarakat) dan upaya pencatatan pelaporan merupakan kegiatan penunjang setiap upaya wajib atau pengembangan. 3. Azas penyelenggaraan puskesmas Azas pertanggung jawaban wilayah, azas pemberdayaan masyarakat, azas keterpaduan dan asaz rujukan (Anonim b, 2009). 21