HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

HASIL DAN PEMBAHASAN

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

Respon imun adaptif : Respon humoral

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar: Struktur Antibodi

KONSEP DASAR IMUNOLOGI

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara empiris dapat mengobati berbagai macam penyakit. Tumbuh subur pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

BAB 5 HASIL PENELITIAN

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Sistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Eimeria spp. Klasifikasi dan Etiologi

BAB I PENDAHULUAN. menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Imunisasi: Apa dan Mengapa?

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirih merah merupakan salah satu tanaman yang sudah dikenal luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. Dari hasil uji statistik diperlihatkan bahwa pemaparan asap rokok, tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia,

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diinfeksi Klebsiella pneumoniae, diperoleh hasil sebagai berikut.

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan hari nekropsi tersaji dalam Tabel 1. Tabel 1 Rataan jumlah ookista pada feses berdasarkan hari nekropsi. Hari ke- 0 0.00 ± 0.00 a 360.00 ± 219.09 a 160.00 ± 89.45 a 260.00 ± 23.22 a 200.00 ± 346.41 a 300.00 ± 400.00 a 1 0.00 ± 0.00 a 240.00 ± 328.63 a 110.00 ± 96.18 a 100.00 ± 100.00 a 220.00 ± 286.36 a 0.00 ± 0.00 a 2 0.00 ± 0.00 a 280.00 ± 192.00 b 30.00 ± 27.39 a 80.00 ± 109.54 ab 40.00 ± 89.44 a 60.00 ± 89.44 a 3 0.00 ± 0.00 a 320.00 ± 109.54 b 130.00 ± 27.39 ab 260.00 ± 313.05 ab 260.00 ± 357.77 ab 80.00 ± 83.67 ab 4 0.00 ± 0.00 a 740.00 ± 676.76 b 140.00 ± 108.40 a 40.00 ± 54.77 a 80.00 ± 83.67 a 300.00 ± 400.00 a 5 0.00 ± 0.00 a 160.00 ± 167.33 ab 150.00 ± 183.26 b 60.00 ± 54.77 a 40.00 ± 54.77 a 40.00 ± 54.77 a negatif, KP: kontrol positif, KO: kontrol obat, J1: pemberian johar dosis rendah, J2: pemberian johar dosis sedang, J3: pemberian johar dosis tinggi. Berdasarkan hasil pengolahan secara statistik antar kelompok perlakuan pada setiap hari pengambilan data tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan kecuali pada kelompok perlakuan kontrol positif yang selalu memiliki nilai yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain. Sedangkan kontrol negatif selalu memiliki nilai yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain. Pada kelompok kontrol obat jumlah ookista ditekan pertumbuhannya oleh koksidiostat Colibact yang bekerja mengikat PABA (para amino benzoic acid) dan menghambat metabolisme asam folat Eimeria sehingga sintesa DNA dari ookista terganggu dan menyebabkan kegagalan pembentukan ookista. perlakuan yang diberikan ekstrak daun C. siamea L. tidak menunjukkan respon yang cukup berarti sebagai penghambat pertumbuhan ookista. Pengamatan histopatologi organ sekum ayam pada masing-masing kelompok perlakuan ditemukan adanya sejumlah sel radang. Sel radang yang ditemukan pada organ sekum yaitu makrofag, limfosit, eosinofil, dan sel plasma. Berikut ini adalah gambaran histopatologi organ sekum dengan sejumlah sel radang.

23 Gambar 9 Histopatologi jaringan sekum yang diberi ekstrak etanol daun C. siamea dosis rendah (J1). Sel radang pada sekum terdiri atas makrofag (panah garis), limfosit (kepala garis) dan sel plasma (panah tebal). Pewarnaan HE; obyektif 100. Makrofag merupakan bagian dari sistem fagosit mononuklear yang berasal dari monosit darah dan telah bermigrasi keluar dari pembuluh darah serta mengalami aktivasi di dalam jaringan. Karena itu makrofag merupakan sel radang yang berfungsi memfagositosis mikroorganisme bakteri dan jamur. Makrofag membuat C3 dan C4, dan lisosom yang merupakan komplemen dan zat dalam fagositosis dan opsonisasi (Effendi 2003). Fungsi lain dari makrofag adalah membantu pelepasan IgA intraselular ke jaringan, membentuk sel raksasa, meningkatkan aktivitas limfosit, membantu pengangkutan dan penyimpanan imunoglobulin, serta berpartisipasi dalam pembentukan suatu faktor pertumbuhan sel epitel usus dan maturasi enzim dalam brush border usus (laktoperidase). Berdasarkan fungsinya tersebut maka perlu dilakukan perbandingan rata-rata jumlah makrofag antar kelompok perlakuan. Hasil dari penghitungan dan analisis

24 statistik rata-rata jumlah makrofag pada masing-masing kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Rataan jumlah makrofag pada sekum ayam. Nekropsi 0 2.00 ± 0.00 a 22.00 ± 1.00 ab 32.67 ± 0.57 b 92.00 ± 2.00 d 58.67 ± 27.47 c 93.33 ± 2.89 d 6 2.00 ± 0.00 a 18.00 ± 1.00 ab 31.00 ± 1.00 bc 60.00 ± 17.35 de 47.67 ± 17.67 cd 76.33 ± 19.30 e Berdasarkan analisis statistik di atas rataan jumlah makrofag 0 pada kelompok yang diberikan ekstrak etanol daun C. siamea memiliki nilai yang lebih tinggi dan menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05) jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain, sedangkan antar kelompok KN, KP dan KO tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Jumlah makrofag pada kelompok JI dan J3 lebih tinggi dan berbeda nyata dengan kelompok J2. Menurut analisis statistik di atas rataan jumlah makrofag pada 6 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan. Namun demikian, kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak etanol daun C. siamea memiliki jumlah makrofag yang lebih tinggi dibandingkan kelompok perlakuan lain. Jumlah makrofag tertinggi pada kelompok J3, sedangkan kelompok J1 memiliki jumlah makrofag yang lebih tinggi dibandingkan J2. J3 dan kelompok J1 menunjukkan rata-rata jumlah makrofag yang lebih tinggi baik pada 0 ataupun 6 bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain. Tingginya jumlah makrofag pada kedua kelompok perlakuan ini diduga karena adanya kandungan flavonoid dan karotenoid pada ekstrak daun C. siamea. Menurut Kusmardi et al. (2006) kandungan flavonoid dan karotenoid yang tinggi pada ekstrak daun C. siamea dapat berperan sebagai imunostimulator dengan cara meningkatkan aktivitas dan kapasitas fagositosis sel makrofag. Flavonoid berpotensi bekerja terhadap limfokin yang dihasilkan oleh sel T sehingga akan merangsang sel-sel fagosit untuk melakukan respon fagositosis. Peningkatan dosis ekatrak daun C. siamea juga akan meningkatkan aktivitas dan kapasitas dari makrofag.

25 Menurut Underwood (1999), aktivasi makrofag saat bermigrasi ke daerah yang mengalami peradangan diperlihatkan dalam bentuk dan ukurannya yang bertambah besar, sintesis protein, mobilitas, aktivitas fagositik dan kandungan enzim lisosom yang dimilikinya. Aktivasi ini diinduksi oleh sinyal seperti sitokin yang diproduksi oleh limfosit-t yang tersensitisasi (interferon γ), endotoksin bakteri, berbagai mediator selama radang akut dan protein matriks ekstrasel seperti fibronektin. Makrofag yang sudah teraktivasi siap untuk menjalankan proses fagositosis. Makrofag ini akan menghasilkan protease asam dan protease netral yang merupakan mediator kerusakan jaringan pada peradangan, spesies oksigen reaktif berfungsi dalam proses fagositosis dan degradasi mikroba, metabolit asam arakhidonat seperti prostaglandin dan leukotrien merupakan mediator dalam proses peradangan, sitokin seperti IFN α dan β, IL 1, 6 dan 8, faktor nekrosis tumor (TNF α) komponen-komplemen dan faktor koagulasi, meliputi protein komplemen C1-C5, properdin, faktor koagulasi V, VIII dan faktor jaringan(kumar et al. 2000; Underwood 1999). Peningkatan jumlah makrofag yang diduga karena adanya flavonoid dan karotenoid yang terkandung dalam ekstrak etanol daun C. siamea diharapkan dapat digunakan sebagai imunostimulan pada koksidiosis. Hasil dari penghitungan dan analisis statistik rata-rata jumlah limfosit pada masing-masing kelompok perlakuan tersebut disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Rataan jumlah limfosit pada sekum ayam. Nekropsi 0 47.00 ± 1.00 a 384.00 ± 10.00 b 389.33 ± 169.89 b 615.67 ± 5.03 c 534.33 ± 17.21 c 362.00 ± 21.17 b 6 47.00 ± 1.00 a 126.67 ± 14.64 ab 264.00 ± 10.00 bc 469.67 ± 197.79 d 368.67 ± 61.78 cd 411.67 ± 62.07 cd Menurut perhitungan dan analisis statistik, rataan jumlah limfosit 0 pada kelompok J1 dan J2 lebih tinggi dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain. J3, KP dan KO memiliki rataan jumlah limfosit yang tidak berbeda nyata sedangkan kelompok KN memiliki rataan jumlah limfosit terkecil dan berbeda nyata dengan kelompok perlakuan lain. Hasil analisis statistik rataan jumlah limfosit pada 6 secara umum menunjukkan

26 perbedaan yang tidak nyata kecuali kelompok KN yang memiliki jumlah limfosit terendah dan kelompok J1 yang memiliki jumlah limfosit tertinggi dengan perbedaan yang nyata dengan kelompok perlakuan lain. Adanya flavonoid pada ekstrak etanol daun C. siamea diduga menjadi faktor pemicu tingginya rata-rata jumlah limfosit pada kelompok J1. Menurut Jiao & Wen (2006), senyawa flavonoid meningkatkan aktivitas IL-2 dan meningkatkan proliferasi limfosit. Hal inilah yang mungkin menyebabkan peningkatan jumlah limfosit secara nyata antara kelompok perlakuan yang diberi ekstrak etanol daun C. siamea. Limfosit merupakan salah satu sel radang yang terdiri atas limfosit B yang berperan dalam respon imun humoral dan limfosit T yang berfungsi mengenali dan menghancurkan antigen. Limfosit T terdiri atas sel T-helper yang dengan bantuan major histocompatibility complex II (MHC II ) akan mengenali adanya antigen dan sel T-sitotoksik yang dengan bantuan MHC I akan langsung menghancurkan antigen (Kumar et al. 2000; Underwood 1999). Peningkatan jumlah limfosit pada kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak etanol daun C. siamea diharapkan dapat meningkatkan kemampuan tubuh ayam yang terinfeksi koksidia untuk mengenali dan menghancurkan antigen serta meningkatkan respon imun. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis statistik rata-rata jumlah sel plasma pada setiap kelompok perlakuan tertulis pada Tabel 4. Tabel 4 Rataan jumlah sel plasma pada sekum ayam. Nekropsi 0 1.00 ± 1.00 a 57.00 ± 1.00 b 80.67 ± 2.08 bc 61.00 ± 1.73 b 118.33 ± 16.04 c 79.00 ± 51.21 bc 6 7.00 ± 1.00 a 58.00 ± 1.00 b 113.00 ± 5.00 c 63.33 ± 4.73 b 66.00 ± 26.89 b 58.00 ± 19.92 b Berdasarkan analisis statistik pada Tabel 4, antar kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata namun jumlah sel plasma pada kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak daun C. siamea dan kelompok perlakuan yang diberikan Colibact memiliki jumlah sel plasma yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol positif dan kontrol negatif baik pada 0 ataupun ke-6. perlakuan yang diberikan ekstrak etanol daun C. siamea

27 menunjukkan peningkatan sel plasma disebabkan oleh adanya flavonoid pada ekstrak etanol daun C. siamea tersebut. Sel plasma merupakan sel limfosit B plasma sehingga flavonoid yang meningkatkan rata-rata jumlah limfosit juga akan meningkatkan rata-rata jumlah limfosit B plasma atau sel plasma. Limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma untuk membentuk antibodi (Ig) (Kusmardi 2006; Underwood 1999). Ekstrak etanol daun C. siamea pada analisis statistik ini menunjukkan hasil yang baik karena dapat meningkatkan antibodi dari ayam yang terinfeksi koksidia. heterofil Hasil dari penghitungan dan analisis statistik rata-rata jumlah eosinofil dan Tabel 5 dan Tabel 6. pada masing-masing kelompok perlakuan tersebut disajikan pada Tabel 5 Rataan jumlah eosinofil pada sekum ayam. Nekropsi 0 0.00 ± 0.00 a 11.00 ± 1.00 b 1.00 ± 0.00 a 0.33 ± 0.58 a 2.67 ± 4.61 a 1.67 ± 1.53 a 6 0.00 ± 0.00 a 2.00 ± 1.00 ab 0.00 ± 0.00 a 3.67 ± 4.04 ab 4.00 ± 2.65 b 0.33 ± 0.58 ab Tabel 6 Rataan jumlah heterofil pada sekum ayam. Nekrosi 0 0.00 ± 0.00 a 7.00 ± 1.00 b 2.00 ± 0.00 a 1.33 ± 0.58 a 3.33 ± 4.16 a 3.33 ± 2.08 a 6 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 1.00 a 0.00 ± 0.00 a 28.00 ± 45.90 a 1.00 ± 1.73 a 2.00 ± 1.73 a Menurut analisis data statistik di atas, rata-rata jumlah eosinofil dan heterofil pada semua perlakuan baik pada 0 ataupun 6 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, kecuali nilai eosinofil dan heterofil pada kontrol positif lebih tinggi dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain. Hal ini diduga disebabkan karena koksidiosis telah mengalami self limiting disease sehingga jumlah eosinofil dan heterofil pada jaringan sekum kembali menuju nilai normal. Selain itu koksidiosis diduga telah mengalami self limiting disease juga didukung dengan jumlah ookista yang semakin sedikit, baik pada feses ataupun sekum namun, tetap ditemukan bekas sarang ookista pada

28 jaringan sekum. Sedangkan jumlah limfosit, makrofag, dan sel plasma yang sangat tinggi pada setiap perlakuan mendukung asumsi bahwa koksidiosis ini bersifat kronis. Menurut Underwood (1999) pada radang kronis, makrofag dapat berakumulasi dan berproliferasi di tempat peradangan. Limfosit teraktivasi akan mengeluarkan IFN-γ yang akan mengaktivasi makrofag. Makrofag yang aktif, selain bekerja memfagositosis penyebab radang dan mengeluarkan mediatormediator lain, juga akan mengeluarkan IL-1 dan TNF yang akan mengaktivasi limfosit, sehingga akan membentuk suatu timbal balik antara makrofag dan limfosit, yang menyebabkan makrofag akan bertambah banyak di jaringan dan menyebabkan terbentuknya fokus radang. Limfosit-T dan limfosit-b bermigrasi ke tempat radang dengan menggunakan beberapa pasangan molekul adhesi dan kemokin yang serupa dengan molekul yang menarik monosit. Limfosit yang dimobilisasi merupakan sel yang siap pada saat ada rangsang imun spesifik (infeksi) dan peradangan yang diperantarai non imun (infark atau trauma jaringan). Kerjasama yang terjadi pada radang kronis adalah infiltrat jaringan limfositik meliputi dua jenis utama limfosit, yaitu limfosit-b dan limfosit-t. Saat limfosit-b kontak dengan antigen maka limfosit B akan berubah menjadi sel plasma, yang merupakan sel khusus yang sesuai untuk produksi antibodi. Sedangkan limfosit-t bertanggung jawab pada sel perantara imunitas. Sedang saat kontak dengan antigen, limfosit-t memproduksi berbagai faktor pelarut yang disebut sitokin yang memiliki sejumlah aktivitas yaitu pengumpulan makrofag, produksi mediator bakteri, pengumpulan limfosit lain, destruksi sel target, dan memproduksi interferon. Makrofag dikumpulkan ke daerah lesi terutama dipengaruhi oleh faktor penghambat migrasi atau migration inhibition factors (MIF) yang akan mengikat makrofag dalam jaringan. Faktor pengaktif makrofag akan merangsang makrofag untuk memakan dan membunuh benda asing. Limfosit-T memproduksi sejumlah mediator radang, termasuk sitokin, faktor kemotaksis untuk neutrofil, dan faktor lain yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Interleukin merangsang limfosit lain untuk membelah dan memberikan kemampuan membentuk sel perantara respon imun terhadap berbagai antigen. Limfosit-T juga bekerja sama dengan limfosit-b untuk mengenali antigen. Faktor-

29 faktor seperti perforin diproduksi untuk menghancurkan sel lain melalui perusakan membran selnya. IFN-γ diproduksi oleh sel-t teraktivasi, mempunyai sifat antivirus dan pada saat tertentu mengaktifkan makrofag. IFN-α dan IFN-β diproduksi oleh makrofag dan fibroblas, yang mempunyai sifat antivirus dan sel pembunuh alami yang aktif (Kumar et al. 2000; Underwood 1999).