BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. fungsinya sebagai lembaga intermediasi, penyelenggara transaksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur an

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha usaha berkategori terlarang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga perantara keuangan ( financial. intermediaries) yang menyalurkan dana dari pihak kelebihan dana ( surplus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, perbankan menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008). Ditinjau dari segi imbalan atau

BAB I PENDAHULUAN. kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis moneter pada tahun 1998 yang terjadi di indonesia memberikan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. pihak lain untuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Bank Syariah membutuhkan kajian teori sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. meminimalkan risiko dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat di negara maju dan berkembang sangat membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN BANK SYARIAH. Oleh : Junaedi,SE,M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah atau Bank Islam yang secara umum pengertian Bank Islam

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan jumlah uang beredar dengan kenaikan harga-harga umum.

PENGARUH NON PERFORMING FINANCE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perbankan secara umum menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. intermediary) antara pihak yang mempunyai dana (surplus unit) dengan pihak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode pendekatan syariah Islam yang dapat menjadi alternatif bagi masyarakat,

BAB II TUJUAN PUSTAKA. dikembangkan berlandaskan pada Al Qur an dan Al-Hadist Nabi SAW. Dengan kata lain, bank

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. keuangan menerapkan prinsip-prinsip syariah diantaranya adalah:

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pertama kali yang berdiri di Indonesia yaitu Bank Muamalat dapat membuktikan

BAB I PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bisnis modern di dunia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai tugas untuk menghimpun dana dari masyarakat yang selanjutnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Productive Theory of Credit (Commercial Loan Theory)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Berkembanya perbankan Indonesia dapat dilihat dari jumlah bank yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini merupakan hasil pengembangan dari peneliti-peneliti terdahulu

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi dapat bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi, perlu disalurkan. kegiatan yang produktif. (AnggrainiPutri,2011)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

hidup rakyat (Anshori:2009:226). Mengingat semakin berkembangnya zaman

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami. perkembangan yang signifikan terutama di bidang perbankan.

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi (Antonio, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi (financial intermediary) yaitu lembaga keuangan yang berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

BAB II. Tentang Perbankan Syariah, bank syariah didefinisikan sebagai : Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah.

BAB I PENDAHULUAN. pada kegiatan ekonomi baik di negara maju maupun negara berkembang. Negara

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN BANK MUAMALAT INDONESIA DENGAN BANK SYARIAH MANDIRI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami

melakukan penelitian yang berkaitan dengan rasio keuangan khususnya pada perusahaan perbankan syariah di Indonesia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan dampak yang luas terhadap sendi- sendi perekonomin dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) Aktiva bank terdiri dari aktiva produktif (earning assets) dan aktiva

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank syariah sesuai dengan prinsip syariah mengedepankan

BAB I PENDAHULUAN. kepada pihak yang kekurangan dana pada waktu yang ditentukan (Dendawijaya,

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bunga baik tabungan, deposito, pinjaman, dll.

BAB I PENDAHULUAN. dasarkan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa Sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah adalah Bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang analisis pengaruh Dana Pihak Ketiga, CAR, ROA, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banking atau disebut juga Interest Free Banking. Menurut Muhammad. produknya dikembangkan berdasarkan Al-Qur an dan Hadist.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum dalam teori stakeholders menyatakan bahwa perusahaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. (surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana (deficit unit) pada

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bank syariah di dunia, baru dimulai di Mesir pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perbankan syariah merupakan institusi yang memberikan pelayanan jasa

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir,

BAB 1 PENDAHULUAN. proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. prinsip bagi hasil dan risiko (profit and loss sharing). Sebagai bagian dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

BAB IV PEMBAHASAN. Pengaruh Simpanan dan Pembiayaan Mudharabah Terhadap Kinerja. Muamalat dalam menerapkan sistem bagi hasil Mudharabah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang dan meminjamkan uang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rakyat (BPR) Jawa Timur (Periode ). Penelitian tersebut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. utamanya menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan giro, tabungan

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan jasa. Sedangkan sektor moneter ditumpukan pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan funding (Kasmir, 2008:

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia perbankan. Jika dihubungkan dengan pendanaan, hampir semua

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Profitabilitas merupakan kemampuan bank untuk mendapatkan revenue atau

I. PENDAHULUAN. penunjang pembangunan ekonomi. Pengelolaan bank dituntut untuk senantiasa

BAB III PEMBAHASAN. Menurut Veithzal et al (2012:616), laporan keuangan adalah laporan periodik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan atau financial

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bank PSAK Nomor 31 mengenai Akuntansi Perbankan mendefenisikan Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi dalam lalu lintas pembayaran. Jenis bank menurut Siamat (2005:47), bank yang beroperasi di Indonesia dapat dibedakan berdasarkan: fungsi yang terdiri dari bank sentral, bank umum, dan bank perkreditan rakyat; kepemilikan yang terdiri dari bank persero (bank pemerintah), bank umum swasta nasional, bank asing, bank pemerintah daerah, dan bank campuran; sistem pengenaan bunga yang terdiri dari bank konvensional dan bank syariah; kegiatannya di bidang devisa yang terdiri dari bank devisa dan bank non devisa; jenis kantor yang terdiri dari kantor pusat (head office), kantor cabang (branch office), kantor cabang pembantu (sub branch office), kantor kas (cash services office), kantor perwakilan (representative office), dan kantor wilayah (regional office).

2.2. Perbankan Syariah Definisi Perbankan Syariah dapat diartikan sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional. Perbankan syariah menjalankan fungsi yang sama dengan perbankan konvensional, yaitu sebagai lembaga intermediasi (penyaluran), dari nasabah pemilik dana (shahibul mal) dengan nasabah yang membutuhkan dana. Namun, nasabah dana dalam bank syariah diperlakukan sebagai investor dan/atau penitip dana. Dana tersebut disalurkan perbankan syariah kepada nasabah pembiayaan untuk beragam keperluan, baik produktif (investasi dan modal kerja) maupun konsumtif. Dari pembiayaan tersebut, bank syariah akan memperoleh bagi hasil/marjin yang merupakan pendapatan bagi bank syariah. Jadi, nasabah pembiayaan akan membayar pokok + bagi hasil/marjin kepada bank syariah. Pokok akan dikembalikan sepenuhnya kepada nasabah dana sedangkan bagi hasil/marjin akan dibagi hasilkan antara bank syariah dan nasabah dana, sesuai dengan nisbah yang telah disepakati. Artinya dalam bank syariah, dana dari nasabah pendanaan harus di usahakan terlebih dahulu untuk menghasilkan

pendapatan. Pendapatan itulah yang akan dibagi hasilkan untuk keuntungan bank syariah dan nasabah dana. Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan mendefinisikan bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank dalam menjalankan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam berbagai alternatif investasi. Sehubungan dengan fungsi penghimpunan dana ini, bank sering pula disebut lembaga kepercayaan. Adapun fungsi utama bank dalam embangunan ekonomi antara lain: 1. Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan. 2. Bank sebagai lembaga yang menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit. 3. Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan peredaran uang. Setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan Pasal 6 huruf m) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang RI No. 10 Tahun 1998, praktek perbankan berdasarkan prinsip bagi hasil dimungkinkan untuk dilakukan di Indonesia. Kegiatan bank berdasarkan prinsip bagi hasil pada asarnya merupakan perluasan jasa

perbankan bagi masyarakat yang membutuhkan dan menghendaki pembayaran imbalan yang tidak didasarkan pada sistem bunga melainkan atas dasar prinsip bagi hasil jual beli sebagaimana digariskan syariat Islam (Siamat, 2005). Sedangkan menurut Dahlan Siamat (2005), Bank Syariah atau Bank Islam adalah bank yang dalam menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum atau syariat Islam yaitu dengan mengacu kepada Al Qur an dan Al Hadits. Secara khusus peranan bank syariah secara nyata dapat terwujud dalam aspek-aspek berikut: 1. Menjadi perekat nasionalisme baru. 2. Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan. 3. Memberikan return yang lebih baik, artinya investasi di bank syariah tidak memberikan janji yang pasti mengenai keuntungan yang diberikan. 4. Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan. 5. Mendorong pemerataan pendapatan. 6. Peningkatan efisiensi mobilisasi dana. 7. Uswah hasanah implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha bank. 8. Salah satu sebab terjadinya krisis adalah adanya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah untuk memperoleh kebajikan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan syariah harus menghindari: 1. Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya:

a. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka secara pasti keberhasilan suatu usaha (QS. Luqman: 34). b. Menghindari penggunaan sistem prosentase untuk pembebanan biaya terhadap utang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipat gandakan secara otomatis hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (QS, Ali Imron: 130). c. Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas (HR. Muslim, Bab Riba No. 1551 s/d 1567). d. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela (HR. Muslim, Bab Riba No. 1569 s/d 1572). 2. Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan. Dengan mengacu pada Al-Quran Surat Al Baqarah ayat 275 dan An Nisa ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip ada barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong produk/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi.

Prinsip bagi hasil adalah prinsip yang berdasarkan syariah yang digunakan oleh bank berdasarkan prinsip bagi hasil dalam (Siamat, 2005): 1. Menetapkan imbalan yang akan diberikan kepada masyarakat sehubungan dengan penggunaan dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. 2. Menetapkan imbalan yang akan diterima sehubungan dengan penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja. 3. Menetapkan imbalan sehubungan dengan kegiatan usaha lainnya yang lazim dilakukan oleh bank dengan prinsip bagi hasil. Sistem perbankan dalam ekonomi Islam didasarkan pada konsep pembagian baik keuntungan maupun kerugian. Disini artinya siapa yang ingin mendapatkan hasil dari tabungannya, juga harus berani mengambil resiko. Bank-bank syariah dikembangkan prinsip yang tidak membolehkan pemisahan antara hal yang temporal (keduniaan) dan keagamaan. Prinsip ini mengharuskan kepatuhan kepada syariah sebagai dasar dari semua aspek kehidupan. Kepatuhan ini tidak hanya dalam hal ibadah ritual tetapi transaksi bisnis pun harus sesuai dengan ajaran syariah Perbankan syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat krisis moneter yang

terjadi pada akhir tahun 1990,bank ini mengalami kesulitan sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). 2.3. Prinsip-prinsip Dasar Perbankan Syariah Dalam melaksanakan investasinya, bank syariah memberi keyakinan bahwa dana mereka sendiri (equity), serta dana lain yang tersedia untuk investasi, mendatangkan pendapatan yang sesuai dengan syariah dan bermanfaat bagi masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 pasal 1 (13) tentang Perbankan disebutkan bahwa: Prinsip syariah adalah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum syariah antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain: pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (Musyarakah), pembiayaan berdasarkan prinsip jual-beli barang dengan

memperoleh keuntungan (Murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (Ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa Istiqna). Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan secara ringkas prinsip-prinsip dasar perbankan syariah (M. Syafi i Antonio, 2001) adalah: 1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Depository atau Al Wadiah) Al wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. 2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing) Prinsip bagi hasil yang sudah dikenal adalah: a. Al Musyarakah adalah prinsip dimana bank menyediakan sebagian dari pembiayaan bagi usaha atau kegiatan tertentu, sebagian lain disediakan oleh mitra usaha. Dalam hal ini, bank dapat ikut serta mengelola usaha tersebut. Bank bersama mitra usaha mengadakan kesepakatan tentang pembagian keuntungan dari usaha yang dibiayai. b. Al Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, yaitu pihak yang satu (Shahibul Maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (Mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang tertuang dalam kontrak.

3. Prinsip Jual Beli (Sale and Purchase) Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang. Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang. Ada tiga jenis jual beli sebagai dasar dalam pembiayaan modal kerja dan investasi, yaitu: Al Murabahah, Salam dan Isthisna. 4. Prinsip Sewa (Operational Lease and Financial Lease) Prinsip ini biasa disebut dengan Al Ijarah yang mempunyai maksud akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa. Dalam konteks perbankan syariah, Ijarah adalah lease contract yaitu suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan kepada salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti sebelumnya. Prinsip ini dibedakan menjadi dua, yaitu: Ijarah/sewa (Operational Lease) dan Ijarah Al- Muntahia Bit-tamlik (Financial Lease With Purchase Option) atau sewa beli. 2.4. Non Performing Fianancing (NPF) Pengertian Kredit menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pada dasarnya suatu bisnis tidak dapat terlepas dari resiko, seperti halnya bank yang tidak dapat terlepas dari resiko kredit berupa tidak lancarnya pembayaran kembali atau dengan kata lain kredit bermasalah atau Non Performing Financing. Peningkatan NPF mengakibatkan bank harus menyediakan cadangan penghapusan piutang yang cukup besar sehingga kemampuan memberikan kredit menjadi sangat terbatas. Kredit yang termasuk dalam kategori NPF adalah kredit kurang lancar (sub standard), kredit diragukan (doubtfull), dan kredit macet (loss). Non Performing Financing (NPF) yang analog dengan Non Performing Loan (NPL) pada bank konvensional merupakan rasio keuangan yang bekaitan dengan risiko kredit. Non Performing Financing menunjukan kemampuan manajemen bank dalam mengelola pembiayaan bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet (Almilia dalam Pratiwi, 2012).

2.5. Kecukupan Modal Modal bank secara umum adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik bank dalam pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank di samping memenuhi peraturan yang ditetapkan. Ada tiga alasan bank dalam menentukan jumlah modal yaitu modal bank membantu mencegah kegagalan usaha bank, sejumlah modal bank mempengaruhi keuntungan pemegang saham, dan untuk memenuhi ketentuan modal minimum bank. Kecukupan modal merupakan faktor yang penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung kerugian. Bank Indonesia menetapkan kewajiban penyediaan modal minimum yang harus dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu properti tertentu dari Total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) sebesar 8%. CAR adalah rasio untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya kredit yang diberikan (Dendawijaya, 2004). Rasio permodalan menurut ketentuan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004: Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1) Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku. 2) Komposisi permodalan. 3) Trend ke depan/proyeksi KPMM.

4) Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank. 5) Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan). 6) Rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha. 7) Akses kepada sumber permodalan. 8) Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank. 2.6. Likuiditas Likuiditas merupakan kemampuan bank untuk dapat memenuhi kemungkinan ditariknya deposito atau simpanan oleh deposan. Menurut Oliver G Wood, Jr dalam Siamat (2005:336), Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo, dan memenuhi permintaan kredit tanpa ada penundaan. Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi diukur dengan besaran Loan to Deposit Ratio (LDR). Riyadi (2004:146) menyatakan LDR adalah perbandingan antara total kredit yang diberikan dengan total dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank. LDR akan menunjukkan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank yang bersangkutan. Bank yang sehat memiliki LDR 85% sampai 110%, jika LDR di atas 110% maka bank akan mengalami kesulitan

likuiditas dan berdampak pada penurunan Profitabilitas. Quick ratio merupakan salah satu rasio keuangan yang dapat mengukur kemampuan bank untuk membayar kembali kewajiban kepada para deposannya dengan cash assets yang dipunyainya. Semakin tinggi ratio ini maka tingkat likuiditas juga semakin tinggi. Loan or Financing to deposit ratio (LDR atau FDR) merupakan perbandingan antara jumlah kredit atau pembiayaan yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. LDR atau FDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit atau pembiayaan yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya (Dendawijaya, 2004). Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR atau FDR suatu bank adalah sekitar 80 %. Namun batas toleransi berkisar antara 85-100%. 2.7. Kualitas Aktiva Produktif Kualitas Aktiva Produktif menunjukkan kualitas aset sehubungan dengan resiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank pada portfolio yang berbeda. Bank diwajibkan memiliki cadangan minimum penghapusan aktiva produktif yang harus disediakan oleh bank untuk menutup resiko kemungkinan kerugian yang terjadi yang perhitungannya didasarkan pada kolektibilitasnya. Kesehatan Kualitas Aktiva Produktif dinilai dengan menggunakan rasio perbandingan antara

jumlah aktiva yang diklasifikasikan dengan total aktiva produktif yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Kualitas Aktiva Produktif adalah penanaman dana bank baik dalam Rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan pada bank lain dan penyertaan. Penilaian tersebut dilakukan untuk menilai apakah aktiva produktif digunakan untuk menghasilkan laba secara maksimal. Selain itu untuk menilai kondisi aset bank, termasuk antisipasi atau risiko gagal bayar dari pembiyaan (credit risk) yang akan muncul (Peraturan Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007). Kualitas Aset menurut ketentuan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004: Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1) Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif. 2) Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit. 3) Perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif. 4) Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP). 5) Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif. 6) Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif. 7) Dokumentasi aktiva produktif.

8) Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. 2.8. Profitabilitas Profitabilitas bank adalah kemampuan suatu bank untuk memperoleh laba yang dinyatakan dalam persentase, profitabilitas pada dasarnya adalah laba yang dinyatakan dalam persentase profit. Pada penelitian ini dalam pengukuran profitabilitas peneliti memilih pendekatan Return on Assets (ROA), karena dengan menggunakan ROA memperhitungkan kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan. Return On Assets (ROA) adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba (sebelum pajak) dengan Total Assets bank. Semakin tinggi keuntungan yang diharapkan maka semakin tinggi pula resiko yang dihadapi. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen (Sartono, 2010). 2.9. Kerangka Konseptual Bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit.

Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan utama dari usaha perbankan. Perkembangan pemberian kredit yang paling tidak menguntungkan adalah apabila kredit yang diberikan menjadi kredit bermasalah atau Non Performing Financing. Non Performing Financing (NPF) menunjukkan tingkat kredit bermasalah yang dimiliki oleh bank, semakin tinggi tingkat NPF maka rasio Profitabilitas bank tersebut menjadi kecil. Tingkat kecukupan modal menunjukkan besarnya modal yang dimiliki bank untuk menjalankan kegiatan operasionalnya. Jika kegiatan operasional dapat berjalan dengan baik maka akan berdampak positif terhadap pendapatan bank tersebut atau dengan istilah lain tingkat kecukupan modal yang diukur dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) ini diduga mempengaruhi Return On Assets Ratio (ROA). Likuiditas bank menunjukkan kemampuan bank menyediakan dana dalam jumlah yang cukup, tepat pada waktunya untuk memenuhi kewajibannya. Bank yang terlalu mengejar profitabilitas yang tinggi dengan pemberian kredit yang berlebihan dapat mengalami kesulitan likuiditas. Non Performing Financing adalah kredit yang tidak menepati jadwal angsuran sehingga terjadi tunggakan. Menurut Dendawijaya (2003), Rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) merupakan kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Likuiditas dapat diartikan sebagai kemampuan perusahaan dalam

menyediakan alat likuid untuk memenuhi dana yang ditarik oleh masyarakat. Semakin tinggi presentasenya, semakin likuid bank tersebut (Hassan dan Bashir, 2003). Penilaian kualitas aktiva dimaksudkan untuk menilai kondisi aset suatu bank, termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan yang akan muncul. Return On Assets (ROA) digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan-perusahaan multinasional khususnya dari sudut pandang profitabilitas dan kesempatan berinvestasi. Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan (Riahi-Belkaoui dalam Mawardi, 2005). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hamonangan dan Siregar (2009) yang menemukan bukti bahwa secara parsial NPL, CAR dan QR berpengaruh secara signifikan terhadap ROA. Sedangkan LDR dan KAP secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ROA. Dan secara simultan NPL, CAR, LDR dan KAP mempengaruhi ROA. Berdasarkan uraian sebelumnya maka dibuat kerangka konseptual sebagai berikut:

NPF H 2 CAR FDR KAP H 3 H 4 H 5 H 1 Profitabilitas (ROA) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 2.10. Hipotesis H 1 : Non performing financing (NPF), capital adequacy ratio (CAR), loan to deposit ratio (LDR) dan kualitas aktiva produktif (KAP) secara simultan berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perbankan syariah. H 2 : Non performing financing (NPF) secara parsial berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perbankan syariah. H 3 : Capital adequacy ratio (CAR) secara parsial berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perbankan syariah. H 4 : Loan to deposit ratio (LDR) secara parsial berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perbankan syariah. H 5 : kualitas aktiva produktif (KAP) secara parsial berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perbankan syariah.