BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek. kefarmasian oleh apoteker (Pemerintah RI, 2009).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

membunuh menghambat pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangunkusumo Jakarta Sectio caesarea pada tahun 1981 sebesar 15,35%

HEALTH & BEAUTY. Oleh Aftiyani. Guardian, The One You Trust

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRATIF PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

Mengapa disebut sebagai flu babi?

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SOSIALISASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI SARANA KESEHATAN

LARASITA RAKHMI UTARI K

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Obat-obat andalan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato HASIL WAWANCARA

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pernapasan bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit, radang tenggorokan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan bagian dari upaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apotek 2.1.1 Definisi Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (Pemerintah RI, 2009). Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (MENKES RI, 2004). 2.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek 1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan; 2. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat; 3. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata (Syamsuni, 2006). 2.1.3 Pengelolaan Apotek Pengelolaan apotek adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek dalam rangka tugas dan fungsi apotek yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian (Syamsuni, 2006).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, bahwa pengeluaran obat memakai sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out). 1. Pemilihan (DEPKES RI, 2008) Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien dan pola penyakit di rumah sakit. Untuk mendapatkan pengadaan yang baik, sebaiknya diawali dengan dasardasar pemilihan kebutuhan obat yaitu meliputi: a. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari kesamaan jenis. b. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal. c. Apabila jenis obat banyak, maka dipilih berdasarkan obat pilihan dari penyakit yang prevalensinya tinggi. 2. Perencanaan (MENKES RI, 2004) Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan dan anggaran serta menghindari kekosongan obat. Untuk perencanaan diperlukan buku defekta, buku pesanan, kartu stok, kontrol mutu dan jumlah obat secara berkala.

Tujuan perencanaan untuk pengadaan obat adalah: a. Mendapatkan jenis dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang sesuai kebutuhan b. Menghindari terjadinya kekosongan obat/penumpukan obat. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: a) Pola penyakit b) Kemampuan masyarakat c) Kebudayaan masyarakat Kegiatan pokok dalam perencanaan adalah memilih dan menentukan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang akan diadakan. 3. Pengadaan Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi (MENKES RI, 2004). Menurut Anief (2005) pengadaan adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedianya sediaan farmasi dengan jumlah uang yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah: a. Apotek hanya membeli sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang telah memiliki izin edar atau nomor registrasi b. Mutu sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat dipertanggung jawabkan

c. Pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari jalur resmi, yaitu pedagang besar farmasi, industry farmasi dan apotek lain d. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi seperti faktur dan lain-lain. 4. Penyimpanan a. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang-kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa; b. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan (MENKES RI, 2004) Penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan bertujuan antara lain agar aman, tidak mudah rusak dan mudah terawasi. Oleh karena itu gudang harus memenuhi beberapa ketentuan antara lain: 1) Merupakan ruang tersendiri dalam kompleks apotek; 2) Cukup aman, kuat dan dapat dikunci dengan baik; 3) Tidak kena sinar matahari langsung 4) Tersedia rak yang cukup dan baik 5) Dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran, kering dan bersih. Penyimpanan obat digolongkan menurut: a. Bahan baku disusun secara alfabetis dan dipisahkan antara serbuk, cairan, setengah padat seperti vaselin dan lain-lain;

b. Obat jadi disusun menurut abjad atau menurut pabrik atau menurut bentuk sediaan; c. Pembalut disendirikan; d. Barang-barang yang mudah terbakar; e. Vaksin dan obat-obat yang mudah meleleh atau mudah rusak pada suhu kamar disimpan dalam lemari pendingin; f. Penyimpanan obat narkotika dilakukan di dalam almari khusus (Anief, 2005) 5. Pengendalian Persediaan Obat (Anief, 2005) Pengendalian persediaan obat dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: a. Membandingkan jumlah pembelian dengan penjualan tiap bulan. Agar stok obat digudang tetap, maka penentuan pembelian supaya diatur agar stok jangan berkurang atau stok tidak menumpuk. b. Kartu gudang, untuk mencatat mutasi barang per item. Jadi tiap obat/item mempunyai kartu tersendiri. Kartu gudang ini disimpan didalam gudang. Dengan melihat dan mengetahui mutasi obat pada kartu gudang, maka dapat direncanakan pembelian barang selanjutnya. Dengan demikian dapat dilihat jelas hubungan antara pengawasan obat digudang dengan pembelian yang akan dilakukan. 2.1.4 Pelayanan Apotek (Anief, 2005) 1. Apotek wajib dibuka untuk melayani masyarakat dari pukul 08.00-22.00; 2. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan;

3. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat; 4. Apoteker wajib memberikan informasi: i. Yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien ii. Penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat 5. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep ada kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Bila dokter tetap pada pendiriannya, dokter wajib membubuhkan tanda tangan yang lazim diatas resep atau menyatakan secara tertulis; 6. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker; 7. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di Apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. 2.1.5 Sarana dan Prasarana (MENKES RI, 2004) Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan.

Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat dan serangga. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki: 1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien 2. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi 3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien 4. Ruang racikan 5. Tempat pencucian alat Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun rapi, terlindung dari debu, kelembababan dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperature yang telah ditetapkan. 2.2 Resep 2.2.1 Pengertian Resep Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien. Resep asli tidak boleh diberikan

kembali setelah obatnya diambil oleh pasien, hanya dapat diberikan salinan resepnya. Umumnya resep ditulis dalam bahasa latin (Syamsuni, 2006). 2.2.2 Pelayanan Resep (MENKES RI, 2004) 1. Skrining Resep a. Persyaratan administratif a) Nama, SIP dan alamat dokter b) Tanggal penulisan resep c) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien e) Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta f) Cara pemakaian yang jelas g) Informasi lainnya b. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian c. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

2. Penyiapan Obat a) Peracikan Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. b) Etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca. c) Kemasan obat yang diserahkan Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. d) Penyerahan obat Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. e) Informasi obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

f) Konseling Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. g) Monitoring penggunaan obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya. 2.2.3 Resep yang Mengandung Narkotika Pada resep yang mengandung narkotik tidak boleh tercantum tulisan atau tanda iter (iterasi: dapat diulang), m.i (mihi ipsi: untuk dipakai sendiri) atau u.c (usus cognitus: pemakaian diketahui). Resep yang mengandung narkotika tidak boleh diulang tanpa sepengetahuan dokter (Syamsuni, 2005). 2.2.4 Kopi Resep (Apograph, Exemplum atau Afchrift) (Syamsuni, 2005) Kopi resep atau resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwewenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain memuat semua keterangan dalam resep asli, kopi resep harus memuat pula:

a. Nama dan alamat apotek b. Nama dan nomor SIK APA c. Tanda tangan atau paraf APA d. Tanda det. (detur) untuk obat yang sudah diserahkan, atau tanda nedet (ne detur) untuk obat yang belum diserahkan. e. Nomor resep dan tanggal pembuatan. 2.2.5 Bentuk Resep Resep biasanya ditulis pada format yang dicetak, mengandung ruang kosong tempat penulisan informasi yang diperlukan. Format ini disebut blangko resep. Informasi yang dicetak menjelaskan nama dokter penulis, alamat dan nomor teleponnya guna memudahkan komunikasi professional tambahan (Siregar dan Amalia, 2004). 2.2.6 Informasi Penderita Informasi penderita terdiri atas, nama serta alamat lengkap sangatlah penting tertera pada resep untuk dimaksudkan identifikasi. Nama dan alamat yang tidak terbaca, harus dibuat jelas sewaktu penerimaan resep. Pada resep untuk anak-anak, informasi umur dan bobot tubuh diperlukan. Informasi membantu apoteker dalam menginterpretasi resep, dan berguna apabila seorang anak mempunyai nama yang sama dengan orang tuanya. Penulisan nama penderita yang salah pada etiket obatnya dapat menyebabkan penderita ragu terhadap kebenaran obatnya (Siregar dan Amalia, 2004).

2.3 Antibiotik 2.3.1 Pengertian Antibiotik Antibiotik adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh berbagai spesies mikroorganisme dan bersifat toksik terhadap spesies mikroorganisme lain. Sifat toksik senyawa-senyawa yang terbentuk mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan bahkan ada yang langsung membunuh bakteri (bakterisid) yang kontak dengan antibiotik tersebut (Sumardjo, 2008). Antibiotik adalah zat biokimia yang diproduksi oleh mikroorganisme, yang dalam jumlah kecil dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain (Harmita dan Radji, 2008). Penggunaan antibiotik harus dibatasi hanya untuk infeksi bakteri yang peka terhadapnya. Selain toksik, pemakaian yang sembarangan dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan bagi pasien, misalnya berkembangnya resistensi bakteri dan timbulnya superinfeksi (Sumardjo, 2008). 2.3.2 Penggolongan Antibiotik (Tjay dan Rahardja, 2007) 1. Penisilin Bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel kuman. Menurut aktivitas dan resistensinya terhadap laktamase, penisilin dibagi dalam beberapa jenis : a. Zat-zat dengan spektrum sempit: benzilpenisilin, penisilin-v dan fenetisilin. Zat-zat ini terutama aktif terhadap kuman Gram-positif dan diuraikan oleh penisilinase.

b. Zat-zat tahan laktamase: metisilin, kloksasilin dan flukloksasilin. Zat ini hanya aktif terhadap Stafilokok dan Streptokok. Asam klavulanat, sulbaktam dan tazobaktam memblokir laktamase dan dengan demikian mempertahankan aktivitas penisilin yang diberikan bersamaan. c. Zat-zat dengan spektrum luas: ampisilin dan amoksisilin, aktif terhadap kuman-kuman Gram-positif dan sejumlah kuman Gram-negatif, kecuali antara lain Pseudomonas, Klebsiella dan B.fragilis tidak tahan laktamase, maka sering digunakan terkombinasi dengan suatu laktamase-blocker, umumnya klavulanat. d. Zat-zat anti pseudomonas: tikarsilin dan piperasilin. Antibiotik berspektrum luas ini meliputi lebih banyak kuman Gram-negatif, termasuk Pseudomonas, Proteus, Klebsiella dan Bacteroides fragilis. Tidak tahan laktamase, dan umumnya digunakan bersamaan dengan laktamase-blocker. 2. Sefalosporin Termasuk antibiotik betalaktam dengan struktur, khasiat dan sifat yang banyak mirip penisilin. Berdasarkan khasiat antimikroba dan resistensinya terhadap betalaktamase, sefalosporin digolongkan sebagai berikut: a. Generasi pertama: sefalotin dan sefazolin, sefradin, sefaleksin dan sefadroksil. Zat-zat ini terutama aktif terhadap cocci Gram-positif, tidak berdaya terhadap gonococci, H.Influenzae, bacteroides dan pseudomonas. Pada umumnya tidak tahan terhadap laktamase.

b. Generasi ke-2: sefaklor, sefamandol, sefmetazol dan sefuroksim lebih aktif terhadap kuman Gram-negatif, termasuk H.Influenza, proteus, klebsiella, gonococci dan kuman-kuman yang resisten untuk amoksisilin. c. Generasi ke-3: sefoperazon, sefotaksim, seftizoxim, seftriakson, sefiksim dan sefprozil. Lebih kuat dan lebih luas aktivitasnya terhadap kuman gramnegatif, begitu pula dengan resistensi terhadap laktamase. d. Generasi ke-4: sefepim dan sefpirom. Sangat resisten terhadap laktamase. 3. Aminoglikosida Bersifat bakterisid, menghambat sintesis protein. Spektrum kerjanya luas dan meliputi terutama banyak basil gram-negatif, seperti E. coli, H. Influenza. Berdasarkan rumus kimianya terbagi atas: a. Streptomisin yang mengandung satu molekul gula-amino dalam molekulnya b. Kanamisin dengan turunannya amikasin, dibekasin, gentamisin dan turunannya netilmisin dn tobramisin, yang semuanya memiliki dua molekul gula yang dihubungkan oleh sikloheksan c. Neomisin, framisetin dan paromomisin dengan tiga gula-amino. 4. Tetrasiklin Termasuk antibiotik bersifat bakteriostatik, bekerja dengan cara menghambat sintesa protein kuman. Spektrum antibakterinya luas dan meliputi banyak cocci gram-positif dan gram-negatif serta kebanyakan bacilli.

5. Makrolida dan Linkomisin Terdiri dari eritromisin dengan derivatnya klaritomisin, roksitromisin, azitromisin dan diritromisin. Eritromisin bekerja bakteriostatik terhadap terutama bakteri gram-positif dan spektrum kerjanya mirip penisilin-g. mekanisme kerjanya dengan cara menghambat sintesis protein kuman. Sedangkan linkomisin bersifat bakteriostatik dengan spektrum kerja lebih sempit daripada makrolida, terutama terhadap kuman gram-positif dan anaerob. 6. Polipeptida Terdiri atas polimiksin B, kolistin, basitrasin dan gramisidin. Polimiksin hanya aktif terhadap kuman gram-negatif, sedangkan basitrasin dan gramisidin aktif terhadap kuman gram-positif. Bersifat bakterisid, dan bekerja dengan cara menggangu keutuhan membran sel bakteri. 7. Antibiotik Lainnya a. Kloramfenikol: bekerja berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman. Bakterisid terhadap H. Influenzae, dan bakteriostatik terhadap hampir semua kuman gram-positif dan sejumlah kuman gram-negatif. b. Vankomisin: berkhasiat bakterisid terhadap kuman gram positif aerob dan anaerob, termasuk staphilococus yang resisten terhadap metisilin. c. Asam fusidat: spektrum kerjanya sempit dan terbatas pada kuman grampositif, terutama staphilococus. Khasiatnya bakteriostatik berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman.

2.3.3 Penggunaan Antibiotik Rasional Dalam praktik, seringkali dijumpai penggunaan antibiotik tidak pada tempatnya (irrasional), karena kepercayaan/pemikiran yang keliru tentang manfaat antibiotik dan kurangnya informasi mengenai manfaat. Beberapa contoh kebiasaan yang terjadi adalah sebagai berikut : a. Pemakaian antibiotik pada keadaan yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik, misalnya infeksi virus saluran napas atas, diare akut nonspesifik, dan profilaksis pada tindakan bedah b. Pemakaian hanya satu jenis antibiotik tanpa memandang jenis infeksi dan kuman yang menyebabkannya c. Dosis tidak cukup, misalnya pemberian hanya 3 hari, tanpa melihat efek terapi yang terjadi d. Pemberian secara berlebihan pada kasus infeksi nonbacterial ringan dengan alasan untuk mencegah komplikasi e. Pemakaian antibiotik kombinasi tanpa dasar dan tujuan yang jelas (Departemen Farmakologi FK UNSRI, 2009). Menurut WHO (2001) dalam Sulastrianah (2012), penggunaan antibiotik yang tepat adalah penggunaan antibiotik yang efektif dari segi biaya dengan peningkatkan efek terapeutik klinis, meminimalkan toksisitas obat dan meminimalkan terjadinya resistensi.

Kerugian penggunaan antibiotik secara sembarangan : 1. Resistensi kuman 2. Efek samping, toksisitas, dan superinfeksi 3. Pemborosan 4. Tidak dicapai manfaat optimal Penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan menyebabkan resistensi antibiotik dimana antibiotik kehilangan kemampuannya untuk secara efektif mengendalikan atau membasmi pertumbuhan bakteri, dengan kata lain bakteri mengalami resistensi dan terus berkembangbiak meskipun telah diberikan antibiotik dalam jumlah yang cukup untuk pengobatan. Penggunaan antibiotik yang terlalu sering dan tidak sesuai peruntukannya dapat menghasilkan jenis bakteri baru yang dapat bertahan terhadap pengobatan yang diberikan. Jenis bakteri baru ini memerlukan dosis yang lebih tinggi atau antibiotik yang lebih kuat untuk dapat diatasi. Penggunaan antibiotik yang tepat yaitu: 1. Hanya dengan resep dokter, dengan dosis dan jangka waktu sesuai resep 2. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menurunkan efektivitasnya. Salah penggunaan, antibiotik menjadi tidak efektif dalam membunuh kuman. Ini disebut resistensi (kekebalan) antibiotik. Saat ini banyak kuman yang telah menjadi resisten terhadap antibiotik 3. Demam, batuk, pilek dan diare, umumnya tidak memerlukan antibiotik tetapi memerlukan konsumsi makanan bergizi, banyak minum dan istirahat.

4. Antibiotik tidak dapat digunakan untuk pengobatan sendiri karena dapat menyebabkan resistensi atau akibat lain yang tidak diinginkan 5. Penggunaan antibiotik yang sembarangan tanpa konsultasi dokter akan merugikan diri sendiri, karena kuman menjadi resisten (BPOM RI, 2011). Pemakaian antibiotik berlebihan atau irrasional juga membunuh kuman yang baik dan berguna yang ada didalam tubuh. Sehingga tempat yang semula ditempati oleh bakteri baik ini akan di isi oleh bakteri jahat atau disebut "superinfection". Pemberian antibiotik yang berlebihan akan menyebabkan bakteri-bakteri yang tidak terbunuh mengalami mutasi dan menjadi kuman yang resisten atau disebut superbugs. Jenis bakteri yang awalnya dapat diobati dengan mudah dengan antibiotik yang ringan, apabila antibiotiknya digunakan dengan irrasional, maka bakteri tersebut bermutasi dan menjadi kebal, sehingga memerlukan jenis antibiotik yang lebih kuat. Apabila pemakaian antibiotik yang irrasional ini terus berlanjut, maka suatu saat akan tidak ada lagi jenis antibiotik yang dapat membunuh bakteri yang terus menerus bermutasi ini. Hal ini akan membuat kembali ke zaman sebelum antibiotik ditemukan. Pada zaman tersebut infeksi yang diakibatkan oleh bakteri tidak dapat diobati sehingga angka kematian akan melonjak drastis. Hal lain yang mungkin terjadi nantinya yaitu biaya pengobatan semakin meningkat karena antibiotik semakin mahal harganya (Judarwanto, 2006).

2.4 Batuk-Pilek Pilek adalah suatu infeksi ringan dengan gejala awal sakit kepala, bersin, demam, dan sakit tenggorokan, yang kemudian berlanjut menyebabkan hidung tersumbat dan batuk, hal ini disebabkan oleh infeksi virus pada saluran pernapasan atas. Batuk-pilek disebabkan oleh rhinovirus (Curry dkk, 2006). Berdasarkan penelitian tentang pilek yang disebabkan oleh adanya infeksi pada saluran pernapasan, gejala infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dibedakan menjadi dua, yaitu gejala awal dan gejala nanti. Gejala awal ditandai dengan sakit kepala, bersin, kedinginan, dan tidak enak badan. Gejala ini bisa berkembang dengan cepat atau turun drastis setelah 1-2 hari. Sedangkan gejala nanti yaitu perkembangan dari gejala awal, yang ditandai dengan keluarnya cairan dari hidung (hingus), hidung tersumbat dan batuk. Gejala ini berlangsung selama beberapa hari hingga satu minggu kemudian. Pada beberapa orang, pilek akan sembuh dalam 2-3 hari, rata-rata berlangsung selama 7-10 hari, bahkan ada yang sampai lebih dari 3 minggu (Eccles and Weber, 2009). Banyak penyakit anak yang disebabkan oleh virus umum dan akan dihancurkan oleh sistem imunitas tubuh anak dalam beberapa hari. Batuk-pilek adalah penyakit yang sering terjadi dan biasanya merupakan gejala dari suatu infeksi. Batuk-pilek yang sering terjadi pada anak umumnya disebabkan oleh virus, gejalanya termasuk hidung berair atau tersumbat, sakit tenggorokan, dan batuk yang bisa

berlangsung selama 4 hari sampai 2 minggu. Biasanya juga disertai demam (Purwoko, 2007). Menurut Santoso (1998) gejala dasar batuk-pilek ditandai dengan keluarnya lendir dari hidung, badan panas, sakit kepala, hidung tersumbat, dan nyeri otot. Menurut Purwoko (1997), batuk-pilek dapat berlangsung selama tiga sampai sepuluh hari, namun pada anak kecil dapat bertahan lebih lama. Batuk-pilek kadang berlanjut menjadi infeksi telinga atau bronchitis, dan kadang sekali berkembang menjadi pneumonia atau sinusitis. Belum ada pengobatan yang pasti, namun untuk gejalanya dapat dirawat dengan beberapa cara : 1. Menggunakan dekongestan sesuai persetujuan dokter. 2. Memberikan obat batuk, tapi hanya untuk meredakan batuk kering yang mengganggu tidur dan hanya jika di resepkan dokter, biasanya obat penekan batuk tidak diberikan untuk bayi. Antibiotik tidak akan menolong dan tidak boleh digunakan, kecuali terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. 3. Perbanyak asupan cairan untuk mengganti cairan yang keluar. 4. Menghubungi dokter jika batuk-pilek dialami oleh bayi dibawah 4 bulan dengan demam mencapai 38 0 C, jika demam berlangsung selama lebih dari dua hari, jika batuk kering berlangsung selama lebih dari dua minggu yang mengganggu tidur bayi dan menyebabkan muntah, batuk menjadi berdahak kental dan banyak sehingga sering kesulitan bernapas, mulai terjadi pengeluaran cairan hidung yang kental berwarna kuning kehijauan berlangsung lebih dari satu hari atau jika pengeluaran hidung ada noda darahnya, batuk yang berlangsung lebih dari 3

minggu untuk bayi kecil dan lebih dari 6 minggu untuk bayi yang sudah agak besar. Anak dapat menderita batuk-pilek 6-8 kali dalam setahun, kondisi sakit ini dapat dibedakan menjadi batuk-pilek alergi dan batuk-pilek infeksi. 1. Batuk-pilek infeksi Disebabkan oleh kuman, mikroba, atau virus (terbanyak). Ditularkan melalui droplet (percikan air ludah/bersin penderita). Gejalanya adalah demam dan tubuh terasa pegal-pegal. Batuk-pilek yang disebabkan oleh virus biasanya sembuh sendiri. Pengobatan terbaik yaitu dengan banyak istirahat, banyak minum, dan mengkonsumsi makanan bergizi. Rentang waktu sembuh biasanya 2-3 hari, asalkan anak diberi asupan gizi dan istrahat yang cukup. 2. Batuk-pilek Alergi Merupakan batuk-pilek yang disebabkan reaksi berlebihan pada saluran napas terhadap suatu pencetus alergi. Gejala khasnya antara lain batuk membandel atau sulit sembuh, timbul berulang dalam waktu yang pendek. Rentang waktu sembuh lebih dari 2 minggu. Dapat dicegah dengan menjauhkan anak dari pencetusnya selain menjaga daya tahan tubuhnya. Segera bawa ke dokter jika anak mengalami hal-hal dibawah ini : a. Demam berlangsung selama 3 hari, tampak gelisah, pusing, menggigil, sesak napas, bibir membiru, tidak mau minum, dan dahak bercampur darah; b. Batuk lebih dari 14 hari, lalu berulang lebih dari 14 hari, biasanya akan berulang lagi dibulan berikutnya. Ini menandakan anak menderita batuk kronis berulang;

c. Pada bayi <6 bulan, batuk selama 1 jam atau lebih, batuk tak kunjung sembuh lebih dari tiga hari (Febry dan Marendra, 2010). 2.5 Pemberian Antibiotik Untuk Batuk-Pilek Indikasi yang tepat dan benar dalam penggunaan antibiotik pada anak adalah bila penyebab infeksi tersebut adalah bakteri. Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention) indikasi pemberian antibiotik adalah bila batuk dan pilek berkelanjutan selama lebih dari 14 hari, yang terjadi sepanjang hari (bukan hanya pada malam hari dan pagi hari). Batuk malam dan pagi hari biasanya berkaitan dengan alergi atau bukan lagi dalam fase infeksi dan tidak perlu antibiotik. Indikasi lain bila terdapat gejala infeksi sinusitis akut yang berat seperti panas >39 0 C dengan cairan hidung, nyeri, pembengkakan sekitar mata dan wajah. Pilihan pertama pengobatan antibiotik untuk kasus ini cukup dengan pemberian amoxicillin atau amoxicillin clavulanat. Bila dalam 3 hari tidak membaik, pengobatan dapat dilanjutkan selama 7 hari setelah keluhan membaik atau biasanya selama 10-14 hari. Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri biasanya dengan melakukan kultur yang membutuhkan beberapa hari untuk observasi. Apabila dicurigai adanya infeksi saluran kemih, dilakukan pemeriksaan sampel urin dan kemudian di lakukan pemeriksaan kultur di rumah sakit. Setelah beberapa hari akan ketahuan bila ada infeksi bakteri berikut jenisnya dan sensitivitas terhadap jenis obatnya. Sebagian besar kasus penyakit infeksi pada anak penyebabnya adalah virus. Dengan kata lain seharusnya kemungkinan penggunaan antibiotik yang benar tidak besar atau mungkin hanya sekitar 10-15% penderita anak. Penyakit virus adalah

penyakit yang termasuk self limiting disease atau penyakit yang sembuh sendiri dalam waktu 5-7 hari. Sebagian besar penyakit infeksi diare, batuk, pilek dan panas penyebabnya adalah virus. Secara umum setiap anak akan mengalami 8-12 kali penyakit saluran napas karena virus. Bila tidak terdapat komplikasi lainnya secara alamiah pilek, batuk dan pengeluaran cairan hidung akan menetap paling lama sampai 14 hari setelah gejala lainnya membaik. Sebuah penelitian terhadap gejala pada 139 anak penderita pilek (flu) karena virus didapatkan bahwa pemberian antibiotik pada kelompok kontrol tidak memperbaiki cairan mucopurulent dari hidung. Antibiotik tidak efektif mengobati infeksi saluran napas atas dan tidak mencegah infeksi bakteri tumpangan. Sebagian besar infeksi saluran napas atas termasuk sinus paranasalis sangat jarang sekali terjadi komplikasi bakteri (Judarwanto, 2006). Sebuah penelitian tentang kepercayaan orang tua mencatat bahwa beberapa orang tua percaya jika antibiotik digunakan untuk kondisi yang tidak terlalu penting, termasuk bronchitis akut dan infeksi saluran pernapasan atas. Menurut Dr. Sherif Mossad dari klinik Cleveland, antibiotik tidak digunakan untuk mengatasi pilek atau infeksi saluran pernapasan atas ringan (Schmidt, 2009). Peran antibiotik dalam pengobatan batuk-pilek biasa harus jelas, karena penyebabnya adalah infeksi virus, maka tidak perlu di obati dengan antibiotik. Di banyak negara, dokter sering meresepkan antibiotik untuk batuk-pilek biasa untuk mencegah komplikasi dan mereka yakin bahwa antibiotik dapat mencegah infeksi bakteri sekunder, dan dalam beberapa kasus diberikan untuk memenuhi permintaan

pasien. Penelitian analisis telah menunjukkan bahwa pengobatan antibiotik untuk infeksi saluran pernapasan atas tidak ada manfaatnya, baik penggunaan untuk anakanak maupun orang dewasa, bahkan terjadi peningkatan efek samping yang signifikan terhadap penggunaan antibiotik untuk usia dewasa. Data in vitro menunjukkan bahwa, walaupun antibiotik golongan makrolida mungkin memiliki efek antivirus, tapi mekanismenya masih memerlukan investigasi lebih lanjut. Masih harus ditetapkan apakah antibiotik ini akan memiliki manfaat klinis untuk kelompok risiko tertentu, seperti pasien dengan asma (Torres, 2006). Batuk-pilek (common cold) pada anak 95% disebabkan oleh virus, sehingga pemberian antibiotik tak ada gunanya. Antibiotik hanya diperlukan bagi penyakitpenyakit yang disebabkan oleh bakteri. Penyakit ini sangat umum terjadi pada anakanak. Bahkan menurut penelitian, dalam setahun seorang anak bisa menderita batukpilek atau flu atau common colds sebanyak 8 hingga 12 kali. Dan itu merupakan hal yang normal. Penyakit ini biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Gejala yang menyertai flu atau common cold seperti demam, bersin, batuk, pilek yang tak hentihenti memang kadang tampak mengkhawatirkan. Apalagi bila anak mengalami batuk tak henti-hentinya disertai muntah. Tak heran bila akhirnya orang tua membawa anaknya ke dokter karena cemas. Parahnya, kecemasan tersebut kerap mengakibatkan orang tua meminta dokter memberikan antibiotik kepada anak-anaknya (Clarke dkk, 2006).

Flu, pilek atau penyakit lain yang disebabkan oleh virus, tidak memerlukan antibiotik untuk pengobatannya karena dalam hal ini antibiotik tidak bermanfaat dan justru dapat menimbulkan bahaya. Apabila antibiotik terus digunakan secara tidak tepat maka dalam jangka panjang dapat membuat penyakit infeksi baru disebabkan bakteri yang lebih tangguh dan sulit untuk diatasi. Penyebab utama meningkatnya bakteri yang resisten adalah penggunaan antibiotik secara berulang dan tidak sesuai peruntukannya. Hal ini menyebabkan apabila seseorang menggunakan antibiotik, maka bakteri yang sensitif akan terbunuh, di lain pihak bakteri yang resisten akan tetap bertahan, tumbuh dan bereproduksi sehingga jumlah bakteri yang resisten akan meningkat (BPOM RI, 2011).