BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3 METODE Jalur Interpretasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB III METODE PENELITIAN

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten

PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

19 Oktober Ema Umilia

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

SMP NEGERI 3 MENGGALA

PERENCANAAN INTEPRETASI DI KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS (KHDTK) CIKAMPEK, KECAMATAN CIKAMPEK, KABUPATEN KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

I. PENDAHULUAN. perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan yang lestari.

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. multi dimensional baik fisik, sosial, ekonomi, politik, maupun budaya.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB III METODE PENELITIAN

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1. PENDAHULUAN. Suprihan (Supriharyono, 2002:1). Setiap kepulauan di Indonesia memiliki

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

Lampiran 1. Peraturan Pendakian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1518 K/20/MPE/1999 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KARS MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,

BAB I PENDAHULUAN. Kebun binatang (sering disingkat bonbin, dari kebon binatang) atau

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interpretasi 2.1.1 Definisi dan Tujuan Interpretasi Tilden (1957) menyatakan bahwa interpretasi merupakan kegiatan edukatif yang sasarannya mengungkapkan pertalian makna, dengan menggunakan objek aslinya baik oleh pengalaman langsung maupun dengan menggunakan media ilustrasi dan bukan keterangan-keterangan yang hanya berdasarkan fakta saja. JK Munro et al (2008) menyatakan bahwa interpretasi lingkungan secara luas diasumsikan mempengaruhi perilaku pengunjung dan mengurangi dampak terhadap lingkungan alami yang telah ada.interpretasi lingkungan merupakan bagian strategi pengelolaan kawasan alam ditujukan pada manajemen pengunjung dan mengurangi dampak negatif di lokasi wisata (Hughes dan Morrison-Saunders 2005). Interpretasi lingkungan adalah suatu seni dalam menjelaskan keadaan lingkungan (flora, fauna, proses geologis, proses biotik dan abiotik yang terjadi) oleh pengelola kawasan kepada pengunjung yang datang ke lingkungan tersebut sehingga dapat memberikan inovasi dan menggugah pemikiran untuk mengetahui, menyadari, mendidik dan bila memungkinkan menarik minat pengunjung untuk ikut menjaga lingkungan tersebut ataupun mempelajarinya lebih lanjut (Muntasib 2003). Tujuan interpretasi secara umum menurut Direktorat Jendral perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (Ditjen PHPA) (1988) adalah sebagai berikut: a. Membantu pengunjung agar kunjungannya lebih menyenangkan dengan cara meningkatkan kesadaran, penghargaan dan pengertian akan kawasan konservasi yang dikunjunginya dengan cara pemanfaatan waktu secara efisien selama kunjungan dan penambahan pengetahuan atau pengertian semaksimal mungkin tentang hubungan timbal balik dari sekian banyak aspek yang diamati. b. Untuk mencapai tujuan pengelolaan kawasan konservasi yang bersangkutan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan penggunaan sumber daya rekreasi bagi pengunjung secara bijaksana dan menanamkan pengertian bahwa kawasan

4 konservasi yang dikunjungi tersebut adalah tempat yang istimewa sehingga memerlukan perlakuan yang khusus, dan sekaligus menekan serendahrendahnya pengaruh yang kuat dari manusia terhadap sumber daya alam yang ada. 2.1.2 Unsur-unsur Interpretasi Ditjen PHPA (1988) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan interpretasi terdapat tiga unsur pokok yang menjadi satu kesatuan hingga interpretasi dapat berlangsung sebagaimana mestinya. Ketiga unsur tersebut adalah pengunjung, pemandu wisata alam dan obyek interpretasi. 1. Pengunjung Pengunjung yang berkunjung ke suatu lokasi mempunyai tujuan mencari kegembiraan dan memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Pada umumnya pengunjung ingin melihat keseluruhan potensi dan keistimewaan yang terdapat dalam suatu kawasan, padahal waktu yang dimiliki sangat terbatas. Sehingga dapat dipastikan bahwa keinginan pengunjung selama kunjungan yang singkat tersebut adalah dapat memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melihat, merasakan dan mempelajari keistimewaan-keistimewaan suatu kawasan tersebut. 2. Pemandu wisata alam Interpretasi merupakan sebuah program yang menggambarkan keseluruhan program secara utuh, biasanya terbagi menjadi bagian-bagian yang diarahkan untuk menjangkau seluruh pengunjung yang bervariasi. Pemandu wisata alam harus dapat menyampaikan sebuah cerita tertentu secara proposional artinya tidak berlebihan tetapi juga bukan asal saja, tentang ekosistem atau peninggalanpeninggalan sejarah/budaya (Muntasib dan Rachmawati 2009). 3. Obyek Interpretasi Obyek interpretasi adalah segala sesuatu yang ada di dalam kawasan yang dipergunakan sebagai obyek dalam penyelenggaraan interpretasi (Muntasib dan Rachmawati 2003). Obyek interpretasi pada dasarnya sudah tersedia dalam kawasan konservasi alam, hanya saja obyek tersebut seringkali tidak dapat langsung disuguhkan kepada pengunjung, lebih-lebih apabila interpretasi dilaksanakan di dalam suatu ruangan. Ditjen PHPA(1988) menyatakan bahwa obyek interpretasi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu obyek

5 interpretasi berupa potensi sumberdaya alam dan potensi sejarah ataupun budaya. Obyek interpretasi sumberdaya alam suatu kawasan dapat berupa: a. Flora b. Fauna c. Tipe-tipe ekosistem yang khas d. Tanah dan geologi e. Kawah gunung f. Goa g. Air terjun h. Danau i. Sungai j. Perairan pantai, laut, termasuk bawah laut (underwater) k. Pemandangan alam Obyek interpretasi budaya atau sejarah dapat berupa: a. Batu-batu megalitik b. Situs-situs dan benda purbakala c. Situs sejarah d. Bekas pemukiman yang sudah lama ditinggalkan e. Pemukiman dan perikehidupan penduduk asli, baik yang ada di dalam maupun di sekitar kawasan f. Sejarah kawasan g. Legenda yang hidup dikalangan masyarakat setempat. Veverka (1998) menyatakan bahwa obyek interpretasi terbagi dalam 3 kelompok yaitu: 1. Area biologis yang terdiri dari danau, sungai, tipe habitat, spesies langka, peristiwa-peristiwa musiman (mekarnya bunga liar, migrasi burung, dan lainnya), area demonstrasi potensi/eksisting, area pengelolaan kayu (tipe manajemen). 2. Sumberdaya budaya terdiri dari kabin tua, reruntuhan batuan tua, arena peperangan, tapak peristiwa sejarah dan tapak arkeologi yang sudah tua. 3. Sumberdaya geologis yang terdiri dari batuan yang muncul di permukaan taman fosil dan bentukan geologis.

6 2.1.3 Tipe Interpretasi Tipe-tipe interpretasi berdasarkan obyek yang diinterpretasikan adalah interpretasi alamiah, historis/budaya, lingkungan hidup dan pendidikan kelestarian.interpretasi alamiah merupakan interpretasi yang memiliki obyek berupa bentang alam sedangkan interpretasi historis/budaya lebih mengedepankan aspek sejarah dalam kegiatan pariwisata yang akan dihasilkan (Hueneke dan Baker 2009). 2.1.4 JalurInterpretasi Jalur interpretasi adalah jalur khusus yang terdapat obyek-obyek menarik, yaitu jalur transportasi seperti jalur mobil, sepeda, pejalan kaki dan lain sebagainya. Jalur interpretasi harus memperhatikan urutan rangkaian obyek sehingga memberikan pengertian terhadap obyek tersebut (Muntasib dan Rachmawati 2003). Kriteria jalur interpretasi yang baik menurut Domroese dan Sterling (1999) adalah: 1. Jalur tidak terlalu panjang dan memakan waktu 20 menit sampai dengan 1 jam dengan berjalan kaki termasuk dengan waktu istirahat. 2. Berbentuk lingkaran untuk menghindari pengulangan pemandangan. 3. Memiliki tanda-tanda yang jelas sehingga pengunjung dapat mengikutinya dengan mudah. 4. Bersih dan tidak terdapat peninggalan sampah atau jejak dari pengunjung sebelumnya. 5. Dibangun dengan meminimalisasi dampak erosi dan mempunyai drainase yang baik. 6. Terpelihara dengan baik, tidak ada pohon tumbang, vandalisme dan kerusakan karena pengaruh iklim. 7. Dirancang dan dikelola untuk meminimalkan dampak ekologi yaitu dengan membiarkan serasah menjadi humus. Karakteristik jalur yang baik menurut Berkmuller (1981) adalah sebagai berikut: 1. Jalur yang baik diarahkan pada pemandangan yang menakjubkan, dapat melihat beberapa daya tarik seperti, air terjun, habitat hewan, gua, sungai, pemukiman tua, pohon dan lain sebagainya.

7 2. Jalur yang baik apabila nyaman dipergunakan,tidak licin, tidak curam, tidak berlumpur dan tidak tergenang air. 3. Jalur yang baik adalah melindungi pengunjung dari ketegangan. Memberikan perhatian secara khusus di beberapa tempat pada jalur dan jangan pernah membuat jalur yang lurus dan jauh. 4. Jalur yang baik juga mampu membuat pengunjung merasa senang, dilengkapi dengan tempat sampah, tanda yang jelas dan petunjuk arah. 5. Jalur yang baik adalah menghindari lokasi yang membahayakan dan rawan kecelakaan seperti komunitas pohon yang mudah tumbang dan tempat yang dapat mengganggu satwa liar. 2.1.5 Pusat Interpretasi Pengunjung Gunn (1994) menyatakan bahwa pusat interpretasi pengunjung adalah sebuah fasilitas dan program yang didesain untuk melengkapi pengetahuan dan wawasan pengunjung terhadap sumber-sumber alami maupun budaya sehingga membuat pengalaman wisatawan lebih mengenang dan tidak terlupakan. Pusat interpretasi pengunjung adalah suatu tempat dimana warga dan pengunjung dapat mempelajari tentang sekeliling lingkungan secara spesifik dan mengenali isu keanekaragaman hayati. Pusat interpretasi biasanya berupa bangunan kosong, ruang pameran, dan bentuk lainnya (Domroese dan Sterling 1999). Domroese dan Sterling (1999) menyatakan bahwa fasilitas pendidikan pusat interpretasi sangat unik karena hal sebagai berikut: 1. Pengunjung termotivasi untuk bekerja secara sukarela. Pusat interpretasi diarahkan melalui kegiatan yang memungkinkan pengunjung untuk mendekati pameran tersebut. 2. Mendapatkan pengalaman belajar yang tidak didapatkan ditempat lain dan pengunjung yang datang di pusat interpretasi pengunjung mendapatkan kepuasan akan mengajak orang lain untuk mengunjungi pusat interpretasi tersebut. 3. Pameran dan program di pusat interpretasi didesain untuk semua kalangan umur. Pengunjung dapat mempelajari dan berinteraksi dalam acara tersebut.

8 2.1.6 Perencanaan Interpretasi Nurbaeti (2006) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses yang dan memiliki tahapan-tahapan logis serta berkelanjutan. Perencanaan juga merupakan alat yang dinamis dan harus fleksible pada perubahan-perubahan yang terjadi sehingga terbuka kemungkinan untuk selalu direvisi. Perencanaan interpretasi merupakan suatu proses, karena memerlukan pertahapan dan selalu berkembang sehingga dapat dikatakan merupakan proses yang dinamis (Muntasib 2003). Ditjen PHPA (1988) menyatakan bahwa perencanaan interpretasi memiliki pokok-pokok perencanaan. Pokok perencanaan tersebut dimaksudkan dapat memberikan arah dan tujuan bagi suatu kegiatan yang akan dilaksanakan. Perencanaan tersebut bertujuan untuk: 1. Membantu terjaminnya kelestarian alam dengan cara meningkatkan pengertian masyarakat akan konservasi alam. 2. Memberikan alasan yang mendasar bagi alokasi dana yang dibutuhkan untuk interpretasi. 3. Membuat penggunaan sumber daya manusia dan dapat terlaksana secara efisien. 4. Menghindari pembangunan fasilitas yang tidak menentu arah dan pengaturannya sehingga dapat bertentangan dengan kebijaksanaan perlindungan dan pelestarian alam. Muntasib (2003) menyatakan bahwa agar sebuah perencanaan interpretasi dapat mencapai tujuan dengan baik maka perencanaan tersebut haruslah: 1. Mampu dipergunakan oleh semua orang dalam merencanakan fasilitas interpretasi yang disediakan dengan mengutamakan keselamatan pengunjung. 2. Memiliki fasilitas yang efisien dari segi pelayanan, penggunaan, pembiayaan dan dapat membantu perencanaan interpretasi. 3. Dapat mengungkapkan keindahan dan mampu menyediakan suatu paket yang bervariasi tetapi kompak pada sebuah karakteristik yang ada, indah, peka dan menimbulkan bayangan atau gambaran dari subyek interpretasinya.

9 4. Perencanaan interpretasi merupakan suatu proses yang fleksibel, efektif dan dinamis. 5. Mampu mengatasi dampak kerusakan dan kerugian sumberdaya alam budaya dan mempergunakan sumberdaya secara optimal. 6. Mempergunakan partisipasi publik dalam hal pendapat umum yang berhubungan dengan perencanaan interpretasi secara keseluruhan, karena berfungsi sebagai kritik dan saran dalam penyusunan perencanaan interpretasi. Perencanaan interpretasi merupakan strategi dalam implementasi, menyukseskan tujuan pengelolaan interpretasi dan memudahkan pemahaman antara pengunjung dengan sumberdaya alam. Selain itu perencanaan interpretasi memberikan peluang kepada pengunjung baik didalam maupun diluar kawasan wisata (Heriyaningtyas 2009). Perencanaan interpretasi merupakan salah satu bagian dari sebuah studi besar yang meliputi rencana konservasi, penilaian akses, penilaian peninggalan purbakala dan rencana pengembangan pengunjung (Jura Consultans 2006). Isi pokok perencanaan interpretasi adalah teknik menyampaikan pesan dalam menerangkankebudayaan khusus disuatu tempat (McArthur (2005) diacu dalam Heriyaningtyas 2009). Kandungan isi perencanaan interpretasitersebut adalah: 1. Indikator keberhasilan. 2. Menjelaskan tentang tujuan interpretasi yang mencakup tema dan pesan interpretasi. 3. Mengidentifikasi masyarakat yang berkeinginan menggunakan pelayanan teknik interpretasi. 4. Mendeskripsikan usulan teknik interpretasi secara langsung dan teknik interpretasi secara tidak langsung. 5. Bertindak strategi dalam menjalankan arah perencanaan (mengatur dan menyelesaikan). 2.1.7 Prospektus Perencanaan Interpretasi Grater (1976) diacu dalam Muntasib (2003) menyatakan bahwa sebelum menyusun perencanaan program interpretasi disusun dulu suatu prokpektus yang

10 merupakan suatu ringkasan atau suatu studi dasar yang bukan merupakan suatu perencanaan akhir tentang apa yang dipikirkan dan direncanakan oleh interpreter. Prospektus sebagai dasar untuk perkembangan interpretasi. Garis besar prokpektus itu adalah sebagai berikut : 1. Tinjauan umum tentang lokasi yang akan diinterpretasikan, untuk dapat membuat ruang lingkup perencanaannya. 2. Pernyataan tentang ringkasan tujuan dari program interpretasi. 3. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi: a. Lingkungan 1) Cuaca dan iklim 2) Lokasi 3) Letak geografis 4) Sejarah alam (geologi, biologi dan ekologi) 5) Nilai sejarah 6) Nilai arkeologi 7) Nilai-nilai tertentu b. Pengunjung 1) Asal 2) Tingkat ekonomi 3) Latar belakang 4) Pola kunjungan 5) Aktifitas interpretasi, melalui biro perjalanan atau suatu organisasi. 4. Program interpretasi a. Sekarang (memilih aktifitas dan fasilitas yang teliti) 1) Pusat pengunjung 2) Tempat pemberhentian 3) Tanda-tanda interpretasi 4) Peralatan pelayanan sendiri (self guiding devices) 5) Pelayanan personal 6) Fasilitas audio visual 7) Publikasi untuk pengunjung 8) Perpustakaan

11 9) Taman koleksi b. Perencanaan fasilitas dan aktifitas dengan pengembangan terinci. 5. Isi dan Program Perencanaan a. Pusat pengunjung 1) Catatan tentang apa isinya dan bagaimana membangun sesuai dengan fungsinya 2) Fungsi dari pusat pengunjung tersebut dan berbagai ruangan 3) Tempat pemberhentian 4) Tanda-tanda interpretasi 5) Pelayanan personal 6) Fasilitas audio visual 7) Publikasi untuk publik 8) Perpustakaan 9) Koleksi buku 10) Studi yang mendukung program interpretasi 11) Peningkatan keahlian staf 12) Perkiraan harga untuk rencana program sebagai suatu tindak lanjut dari fasilitas dan aktifitas yang diberikan 13) Peta lokasi secara keseluruhan dengan garis besar fasilitas dan aktifitas yang jelas Prospektus kawasan akan memberikan gambaran mengenai perkembangan semua program interpretasi untuk seluruh wilayah dan merupakan suatu garis besar. Suatu lokasi yangakan dibuat perencanaan interpretasinya akan memiliki beberapa tujuan, antara lain sebagai tempat rekreasi alam terbuka, sumberdaya hutan, sumberdaya satwa liar dan sebagainya. Ditjen PHPA (1988) menyatakan bahwa proses perencanaan interpretasiakan selalu didekati dengan empat langkah perencanaan yaitu penentuan arah, perencanaannya sendiri, implementasi dan evaluasi. Proses perencanaan menyangkut rencana kegiatan, rencana satuan interpretasi dan rencana penugasan.

12 2.1.8 Program Interpretasi Ditjen PHPA (1988) menyebutkan bahwa program interpretasi merupakan suatu pola pelaksanaan interpretasi yang disusun menurut waktu dan skenario cerita tertentu yang bertujuan menjelaskan mengenai apresiasi terhadap lingkungan dengan nilai-nilai historis dan alam yang penting. Program interpretasi menghubungkan fenomena alam atau budaya suatu taman atau areal sejenis kepada pengunjung dengan menggunakan variasi metode yang luas dalam menerangkan masalah yang utama. Sedangkan menurut Sharpe (1982), program interpretasi adalah segala hal yang berkaitan dengan usaha interpretasi, termasuk personil, fasilitas, dan semua kegiatan interpretasi di suatu areal kelompok, perorangan atau individu. 2.1.9 Metode Wawancara Gulo (2007) menyatakan bahwa wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab dalam hubungan tatap muka sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal. Karena itu wawancara tidak hanya menangkap perasaan, pengalaman, emosi, motif, yang dimiliki oleh responden yang bersangkutan. Metode wawancara purposive sampling digunakan oleh peneliti, apabila peneliti memiliki alasan-alasan khusus tertentu berkenaan dengan sampel yang akan diambil. Sampel yang digunakan dalam penelitian cukup dari satu unit saja karena sifat-sifat yang ada pada unit tersebut sama dengan sifat keseluruhan sampel dalam populasi yang tersebar. Syarat-syarat pengambilan sampel ini bahwa sampel yang diambil memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat yang merupakan sifat pokok populasi (Setyosari 2010).