BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS XI PADA MATERI HIDROLISIS GARAM DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 5E DAN METODE PRAKTIKUM

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. dan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan

1. PENDAHULUAN. Fungsi pendidikan sesungguhnya membentuk karakter yang baik, berpikiran cerdas,

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buldan Abdul Rohman, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan

LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN SAINS YANG BERMAKNA

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA PEMBELAJARAN HIDROLISIS GARAM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang memacu pada kemandirian siswa dalam menyelesaikan masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kepada siswa agar mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan. proses dan produk. Salah satu bidang sains yaitu ilmu kimia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ahmad Mulkani, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niki Dian Permana P, 2015

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peny Husna Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS X DAN XI PADA PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODA PRAKTIKUM ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk. SMA (Sekolah Menengah Atas) dan MA (Madrasah Aliyah) diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang, rumusan masalah,

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran sains merupakan bagian dari pendidikan yang pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang merupakan pengetahuan yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai pengalaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN. memahami apa yang terjadi di lingkungan sekitar (Sirhan, 2007:1). Ilmu kimia

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi pada Sekolah Menengah Atas (SMA) diajarkan untuk

I. PENDAHULUAN. gejala-gejala alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditunjukkan oleh kumpulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

BAB I. Pendahuluan. Perkembangan arus globalisasi yang semakin cepat menuntut bangsa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran merupakan bagian terpenting dalam pendidikan di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Firmansyah, Srini M. Iskandar, Darsono Sigit Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dominan dalam berbagai bidang kehidupan.. Salah satu bidang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endro Widodo, 2014 Efektivitas pembelajaran berbasis praktikum pada uji zat makanan di kelas XI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nike Yuliana Anggraini, 2014

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

II. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekolah menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang pada awalnya

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses menyiapkan siswa agar mampu beradaptasi dan berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran kimia SMA Al-Kautsar

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

I. PENDAHULUAN. pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari mengenai susunan, struktur, sifat, perubahan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu pada Standar Isi dan tujuan mata pelajaran kimia SMA, pembelajaran kimia dilaksanakan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta kemampuan berkomunikasi sebagai aspek penting kecakapan hidup. Dengan demikian, pembelajaran Kimia harus dirancang untuk dapat mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan proses sains dan kecakapan hidup siswa. Selain itu, pelajaran kimia di SMA memiliki tujuan dan fungsi tertentu, diantaranya adalah untuk memupuk sikap ilmiah yang mencakup sikap kritis terhadap pernyataan ilmiah yaitu tidak mudah percaya tanpa adanya dukungan hasil observasi, memahami konsep-konsep kimia dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2008). Untuk mencapai tujuan dan fungsi tersebut maka pola pikir dengan berpikir kritis perlu untuk dikembangkan, karena sumber daya yang profesional dan berkualitas akan tercipta jika ilmu yang diperoleh digali lebih dalam dengan mengembangkan budaya berpikir kritis. Menuru Costa dalam Liliasari (2001) Keterampilan berpikir kritis (KBK) merupakan salah satu keterampilan yang perlu dimiliki oleh siswa disamping keterampilan yang lainnya. KBK merupakan dasar dari beberapa keterampilan lainnya sebelum dapat mencapai keterampilan seperti keterampilan proses, 1

2 keterampilan berkomunikasi dan keterampilan memecahkan masalah. Oleh sebab itu, KBK dianggap sebagai keterampilan yang penting untuk dilatih dan dikembangkan dalam pembelajaran kimia. Ennis (2002) menyatakan berpikir kritis merupakan berpikir secara beralasan dan reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau diyakini untuk menentukan apa yang akan dikerjakan. Ennis mengklasifikasikan keterampilan berpikir kritis menjadi 5 kelompok, yaitu: (1) Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification); (2) Membangun keterampilan dasar (basic support); (3) Menyimpulkan (inferring),; (4) Memberikan penjelasan lanjut (advance clarification); (5) Mengatur strategi dan taktik (strategy and tactics). Suprapto (2008) menyatakan bahwa agar siswa memiliki keterampilan berpikir kritis, seharusnya diadakan upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah. Misalnya dengan mengubah paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran yakni orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada siswa (student centered). Perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan. Upaya yang dilakukan misalnya dengan melaksanankan suatu metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Salah satu cara pengembangan keterampilan berpikir siswa dapat dilakukan melalui pembelajaran menggunakan metode praktikum. Melalui metode praktikum, siswa mempunyai kesempatan untuk mengalami/melakukan kegiatan

3 praktikum sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan. Metode praktikum tidak hanya mempersoalkan hasil akhir tetapi bagaimana proses berpikir dapat berkembang (Arifin, 2003). Woolnough & Allsop dalam Rustaman (2002) mengemukakan empat alasan mengenai pentingnya kegiatan praktikum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pertama, praktikum membangkitkan motivasi belajar IPA. Kedua, praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen. Ketiga, praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Keempat, praktikum menunjang pemahaman materi pelajaran. Kegiatan praktikum berperan untuk membantu siswa menghubungkan antara dua ranah pengetahuan yaitu objek atau fenomena yang teramati dan ranah gagasan atau ide. Sehingga kegiatan praktikum dapat menunjang materi pelajaran jika dalam kegiatan praktikum tersebut memfasilitasi siswa dalam mengonstruksi pengetahuannya. Menurut Jean Piaget dalam Dahar (1996), terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri seseorang dalam hal ini siswa yang melakukan kegiatan praktikum, yaitu melalui adanya proses adaptasi, asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Siswa yang belajar akan membuat konstruksi pengetahuannya sendiri ketika mendapatkan stimulus berupa fakta, peristiwa dan atau informasi dari guru yang tertuang pada desain praktikum. Dengan terlibatnya siswa secara langsung dalam kegiatan praktikum dan ditunjang dengan keterampilan berpikir kritis pada kegiatan praktikum, maka diharapkan dapat mendukung terjadinya proses

4 konstruksi pengetahuan siswa dan menjadikan kegiatan praktikum yang dilakukan bermakna. Sejalan dengan metode praktikum, proses berpikir siswa dan proses pembelajaran akan menjadi lebih bermakna dengan menggunakan model Learning Cycle (LC). Menurut Trowbridge & Bybee dalam Wena (2009) Learning Cycle merupakan model pembelajaran yang mengacu pada pandangan konstruktivisme, sehingga proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer ilmu dari guru ke siswa, melainkan proses yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Siswa dapat mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berfikir, pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa melalui penyelidikan dan penemuan untuk memecahkan masalah. Marek dan Methven dalam Iskandar (2005) menyatakan bahwa siswa yang gurunya mengimplementasikan LC mempunyai keterampilan menjelaskan yang lebih baik dari pada siswa yang gurunya menerapkan metode ekspositori. Cohen dan Clough dalam Soebagio (2000) menyatakan bahwa LC merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Dilihat dari dimensi guru penerapan model ini memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran salah satunya melalui kegiatan praktikum yang sama-sama mengacu pada pandangan konstruktivisme. Sedangkan ditinjau dari dimensi siswa, penerapan model ini memberi keuntungan sebagai berikut: (1) meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara

5 aktif dalam proses pembelajaran; (2) membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa; dan (3) pembelajaran menjadi lebih bermakna (Fajaroh, 2008). Materi hidrolisis garam merupakan materi yang sesuai untuk disajikan dengan metode praktikum dan model Learning Cycle 5E, karena materi hidrolisis garam merupakan materi yang tidak sekedar perhitungan tetapi berisi konsepkonsep yang dapat melatih keterampilan berpikir kritis siswa. Selain itu, dengan praktikum siswa mampu mengolah dan mengembangkan keterampilan yang dimilikinya termasuk keterampilan berpikir kritis berdasarkan pengalaman yang diperolehnya. Oleh sebab itu, siswa dituntut untuk banyak terlibat didalamnya, sehingga pengetahuan dapat dikonstruksikan dengan baik dan pembelajaran mejadi lebih bermakna. Dalam penelitian sebelumnya, pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa SMA pada materi redoks dan koloid berada pada kategori cukup (Dwiyanti, 2007). Hal ini dapat dilihat dari persentase pencapaian keterampilan yang masih rendah, khususnya pada keterampilan menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki dan keterampilan memberikan penjelasan dari hasil pertimbangan. Dalam penelitian dengan materi lainnya, keterampilan yang persentase pencapaiannya masih rendah adalah keterampilan memberikan penjelasan sederhana dan memberikan alasan (Umroh, 2010), keterampilan merancang eksperimen, keterampilan menyatakan tafsiran dan keterampilan menarik kesimpulan sesuai fakta (Rezeki, 2010). Oleh sebab itu, beberapa keterampilan berpikir kritis yang persentase pencapaiannya masih rendah tersebut akan dikembangkan pada peneilitian ini dengan menggunakan metode dan model pembelajaran lain.

6 Berdasarkan latar belakang permasalahan seperti yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti mencoba untuk menganalisis bagaimana pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa SMA kelas XI pada pembelajaran materi hidrolisis garam melalui model Learning Cycle 5E dan metode praktikum. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah umum pada penelitian ini adalah: Bagaimana keterampilan berpikir kritis (KBK) siswa SMA pada pembelajaran materi hidrolisis garam dengan model Learning Cycle 5E dan metode praktikum?. Adapun rumusan masalah secara rinci pada penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana pencapaian keterampilan berpikir kritis setiap kelompok tinggi, sedang dan rendah pada masing-masing sub indikator KBK dalam pembelajaran hidrolisis garam melalui model Learning Cycle 5E dan metode praktikum? 2. Bagaimanakah pencapaian keterampilan berpikir kritis seluruh siswa pada masing-masing sub indikator KBK dalam pembelajaran hidrolisis garam dengan menggunakan model Learning Cycle 5E dan metode praktikum? 3. Sub indikator keterampilan berpikir kritis manakah yang paling berhasil dicapai dalam pembelajaran hidrolisis garam dengan model Learning Cycle 5E dan metode praktikum?

7 4. Sub indikator keterampilan berpikir kritis manakah yang kurang berhasil dicapai dalam pembelajaran hidrolisis garam dengan model Learning Cycle 5E dan metode praktikum? C. Batasan Masalah Untuk memfokuskan permasalahan, maka ruang lingkup masalah yang diteliti dibatasi sebagai berikut: 1. Keterampilan berpikir kritis yang akan diteliti meliputi sub indikator keterampilan: (1) memberikan penjelasan sederhana, (2) menyebutkan contoh-contoh, (3) memberikan alasan, (4) melaporkan hasil observasi, (5) membuat bentuk definisi, (6) menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki dan (7) merumuskan solusi alternatif (Ennis, 2002). 2. Materi pembelajaran yang dilaksanakan pada penelitian dibatasi pada materi jenis garam dan sifat garam yang dapat terhidrolisis. D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pencapaiaan keterampilan berpikir kritis siswa SMA kelas XI dengan model Learning Cycle 5E dan metode praktikum pada pembelajaran materi hidrolisis garam.

8 E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi dunia pendidikan dan hasil penelitian ini juga diharapkan memberi manfaat untuk beberapa pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya, yaitu: 1. Bagi Siswa Penelitian ini berguna untuk membantu meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa sekaligus prestasi siswa. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi solusi yang nyata sebagai upaya mengatasi lemahnya keterampilan berpikir kritis siswa melalui pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa dengan model Learning Cycle 5E dan metode praktikum. 2. Bagi Guru Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan pada tingkatan teoritis terhadap guru dalam upaya meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa melalui model Learning Cycle 5E dan metode praktikum. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan dorongan bagi guru dan sekolah untuk senantiasa memperluas pengetahuan dan wawasannya mengenai model dan metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif serta terus menggali keterampilan-keterampilan siswa pada aspek kecakapan hidup lainnya. 3. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada peneliti tentang keterampilan berpikir kritis siswa pada pembelajaran

9 materi hidrolisis garam dengan model Learning Cycle 5E dan metode praktikum. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain untuk mengetahui pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa melalui model Learning Cycle 5E dan metode praktikum pada pembelajaran materi hidrolisis garam, sehingga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut. F. Penjelasan Istilah Agar penelitian ini sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan untuk menghindari penafsiran yang berbeda, maka istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut: 1. Analisis merupakan suatu proses pemecahan masalah dengan menggunakan cara berpikir (logika) tertentu untuk memperoleh suatu hasil atau kesimpulan tentang faktor penyebab munculnya masalah itu (Mulyono, 2009). 2. Berpikir kritis merupakan berpikir secara beralasan dan reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau diyakini untuk menentukan apa yang akan dikerjakan (Ennis, 2002). 3. Model Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis yang telah dikembangkan menjadi lima tahap, yaitu pembangkitan minat/mengajak (engage), eksplorasi/menyelidiki (explore), menjelaskan (explain), memperluas (elaborate/extend), dan

10 evaluasi (evaluate) sehingga dikenal dengan Learning cycle 5E (Lorscbach dalam Wena, 2009). 4. Metode praktikum adalah metode yang menunjang kegiatan pembelajaran untuk menemukan prinsip-prinsip tertentu atau menjelaskan tentang prinsip-prinsip yang dikembangkan (Arifin, 2003). 5. Hidrolisis garam adalah reaksi ion-ion (komponen garam) dengan air membentuk asam konjugat dan ion hidroksida atau basa konjugat dan ion hidronium (Sunarya, 2003).