SIMPULAN DAN SARAN Simpulan LAKI-LAKI PEREMPUAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB III METODE PENELITIAN

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa remaja puncak pertumbuhan masa tulang (Peak Bone Massa/PBM)

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ABSTRACT ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK

RISET KELANJUTUSIAAN DI FKM UI TAHUN OLEH: FATMAH

BAB I PENDAHULUAN. menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT kemudian dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

BAB I PENDAHULUAN. angka kematian penyakit tidak menular (PTM). Hal ini sesuai dengan data World

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

MODEL PREDIKSI TINGGI BADAN LANSIA ETNIS JAWA BERDASARKAN TINGGI LUTUT, PANJANG DEPA, DAN TINGGI DUDUK FATMAH

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lemak. Massa bebas lemak biasa disebut Fat Free Mass (FFM), terdiri dari massa

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa anak dan remaja adalah masa dimana manusia. mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik secara

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

BAB I PENDAHULUAN. diriwayatkan Nabi R. Al-Hakim,At-Turmuzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban: minum, dan sepertiga lagi untuk bernafas.

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam pencegahannya. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan menuju Indonesia sehat. fisik, mental dan social, semua aspek tersebut akan mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan gaya hidup. Sebagian besar dari aktivitas telah digantikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

BAB 1 PENDAHULUAN. selama metabolisme berkepanjangan saat latihan yang intens. 1,2 Berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Prestasi olahraga yang menurun bahkan di tingkat ASEAN menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Kalsium adalah mineral yang paling banyak kadarnya dalam tubuh manusia


LEMBARAN KUESIONER. Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit osteoporosis

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

METODE Desain, Tempat dan Waktu Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

KOMPOSISI TUBUH LANSIA I. PENDAHULUAN II.

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan.

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

PERBEDAAN PADA PROPORSI TUBUH ETNIS BALI DENGAN ETNIS MADURA DI SURABAYA Rini Linasari

UNIVERSITAS ESA UNGGUL KUESIONER PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

BAB V PEMBAHASAN. Sehingga jenis kelamin, merokok dan trauma tidak memiliki kontribusi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

LAMPIRAN. Universitas Indonesia

Anak yang berorangtua obesitas, berpeluang menjadi obesitas 60 90%.

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN PEKERJA PADA AKTIVITAS PEMOTONGAN BAHAN BAKU PEMBUATAN KERIPIK

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

SERIBU HARI UNTUK NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan degenerasi organ tubuh yang dipengaruhi gaya hidup. Gaya

MODUL 9 KEBUTUHAN ZAT GIZI DAN JUMLAH KALORI YANG DIPERLUKAN OLEH ATLET

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

Transkripsi:

135 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tinggi badan lansia dapat diprediksi dari tinggi lutut, panjang depa, dan tinggi duduk. Panjang depa memberikan nilai korelasi tertinggi pada lansia lakilaki dan perempuan dibandingkan tinggi lutut dan tinggi duduk karena memiliki korelasi paling kuat dengan tinggi badan sebenarnya, rata-rata selisih tinggi badan prediksi dari panjang depa dengan tinggi badan aktual adalah paling rendah baik dalam satuan cm dan persen. Panjang depa direkomendasikan sebagai prediktor paling akurat dalam mengembangkan model tinggi badan prediksi lansia. Bagi lansia yang tidak dapat diukur panjang depanya karena alasan tertentu, maka dapat digunakan prediktor tinggi lutut (alternatif pertama), dan tinggi duduk (alternatif terakhir). Lansia yang tidak dapat diukur tinggi lututnya, dapat dilakukan pengukuran tinggi duduk untuk menghitung tinggi badan prediksi. Enam model tinggi badan prediksi berdasarkan jenis kelamin yang dihasilkan dalam studi ini adalah: LAKI-LAKI Prediksi tinggi badan = 56,343 + 2,102 tinggi lutut Prediksi tinggi badan = 23,247 + 0,826 panjang depa Prediksi tinggi badan = 58,047 + 1,210 tinggi duduk PEREMPUAN Prediksi tinggi badan = 62,682 + 1,889 tinggi lutut Prediksi tinggi badan = 28,312 + 0,784 panjang depa Prediksi tinggi badan = 46,551 + 1,309 tinggi duduk Tinggi badan memiliki perbedaan bermakna dengan tingkat pendidikan akhir yang dilalui dan beban pekerjaan fisik harian lansia. Pendidikan akhir yang tinggi terkait dengan status sosio-ekonomi orang tuanya yang mampu memberikan asupan makanan bergizi sehingga anak memiliki pertumbuhan fisik termasuk tinggi badan dan IQ lebih baik dibandingkan dengan anak dari keluarga

136 kurang mampu. Beban pekerjaan fisik harian yang berat ketika lansia berusia muda dapat meningkatkan massa tulang dan otot sehingga pertumbuhan tinggi badan semasa kanak-kanak lebih baik dibandingkan lansia yang memiliki beban kerja fisik ringan. Tinggi badan aktual dan tinggi badan prediksi berhubungan dengan densitas mineral tulang (skor-t), dan lemak viseral. Makin besar tinggi badan semakin tinggi nilai densitas mineralnya karena lebih kecil risikonya terhadap osteoporosis. Tinggi badan merupakan salah satu indikator obesitas abdominal (lemak viseral) sehingga ada hubungan antara tinggi badan dan lemak viseral. Hampir setengah dari seluruh responden mengalami osteopenia (48,8%), selebihnya adalah osteoporosis (32,9%), dan normal (18,3%). Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan osteoporosis adalah wilayah kota-desa, jenis kelamin perempuan, kelompok umur tua, tingkat pendidikan akhir, beban kerja fisik, tingkat aktivitas fisik usia muda dan tua. Faktor risiko paling dominan terhadap osteoporosis adalah jenis kelamin perempuan dengan OR = 2,85. Setengah dari total responden memiliki persen lemak tubuh tingkat tinggi (52,3%), dan selebihnya mendekati tingkat tinggi (28,3%), dan normal (19,3%). Wilayah kota-desa, beban kerja fisik harian usia 25 dan 35 tahun merupakan faktor-faktor risiko peningkatan persen lemak tubuh. Lansia dengan beban kerja ringan ketika berusia 25 tahun paling berpengaruh terhadap peningkatan persen lemak tubuh karena memiliki peluang sebesar 4,32 kali lebih besar daripada lansia dengan beban kerja fisik berat pada usia yang sama. Mayoritas responden mempunyai lemak viseral normal (60,5%), dan sebagian kecil mendekati tingkat tinggi (26,7%), dan tinggi (12,8%). Lemak viseral tingkat tinggi dalam penelitian ini berhubungan dengan faktor-faktor risikonya yaitu: wilayah kota, jenis kelamin, tingkat pendidikan akhir, dan beban kerja fisik harian yang ringan ketika berusia 55 tahun. Beban kerja fisik harian memiliki faktor risiko terbesar dalam peningkatan status lemak viseral lansia karena berpeluang 2,29 kali lebih besar dibandingkan dengan lansia yang memiliki beban kerja fisik berat.

137 Saran Nomogram dan Tabel IMT dari tinggi badan prediksi panjang depa, tinggi lutut, dan tinggi duduk berdasarkan jenis kelamin yang dihasilkan dalam studi ini dapat disosialisasikan ke pihak pemerintah dan swasta yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan lansia seperti posbindu, puskesmas santun lansia, dan RS. Sebaiknya seluruh dokumen itu dimasukkan dalam buku Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut untuk Tenaga Kesehatan oleh Departemen Kesehatan RI sebagai pedoman atau acuan dasar penilaian status gizi agar mudah dipraktekkan di lapangan. Sebelum Tabel IMT di atas diterapkan di lapangan dalam menilai status gizi lansia, perlu dilakukan tahapan uji validasi enam model yang dihasilkan dalam studi ini pada lansia lain di luar wilayah penelitian, contohnya pada Etnis Madura, Melayu, Batak, dan Minang yang terletak di bagian Indonesia Barat. Tujuan validasi adalah untuk mengetahui seberapa besar rata-rata perbedaan antara tinggi badan aktual dengan tinggi badan prediksi dari ketiga prediktor ini pada lansia etnis lain selain Jawa berdasarkan jenis kelamin. Bila rata-rata selisih hasil validasi hampir sama dengan rata-rata selisih hasil penelitian ini, maka Tabel IMT bisa direkomendasikan sebagai acuan penilaian status gizi lansia di lapangan. Namun sebaliknya jika hasil validasi melebihi hasil penelitian, sebaiknya perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengembangkan model tinggi badan prediksi lansia menggunakan anggota-anggota tubuh lain. Contohnya adalah studi tentang pengukuran bagian/anggota tubuh sebelah kiri dan kanan sebagai alternatif tinggi badan lansia. Pelatihan pengukuran panjang depa, tinggi duduk, dan tinggi duduk perlu diberikan bagi staf di puskesmas, RS, klinik; kader posbindu; serta staf organisasi pemerhati lansia antara lain PERGERI (Persatuan Geriatri Indonesia), PERGEMI (Persatuan Geriatri Medik Indonesia), PEROSI (Persatuan Osteoporosis Indonesia) agar mereka dapat menilai status gizi lansia dengan baik dan hasilnya cukup akurat. Pemilihan salah satu parameter disesuaikan dengan kondisi tubuh dan fisik lansia di lapangan yang mengacu pada alasan ketepatan hasil prediksi yang mendekati tinggi badan sebenarnya bila menggunakan parameter panjang depa, tinggi lutut, dan tinggi duduk.

138 Alat-alat ukur panjang depa, tinggi lutut, dan tinggi duduk sebaiknya didisain dengan mengikuti kaidah ergonomi agar tercipta kenyamanan dan kepraktisan dalam mengukur antropometri lansia, namun tetap memberikan hasil akurat. Salah satu contoh adalah alat ukur panjang depa yang dapat digunakan dengan mudah, tanpa harus diangkat-angkat atau berpindah tempat karena mistar pengukuran dapat dinaikturunkan sesuai tinggi badan lansia. Mistar pengukuran menempel dengan mikrotoa yang dipasang permanen di dinding untuk membaca hasil pengukuran panjang depa. Pengukuran tinggi duduk dan tinggi lutut dapat dilakukan sekaligus saat lansia duduk di bangku yang didisain menempel dengan mikrotoa untuk membaca hasil pengukuran tinggi duduk. Sementara tinggi lutut tetap diukur dengan alat terpisah dari tinggi duduk, tetapi pengukuran keduanya dapat dilakukan serentak. Seluruh alat-alat itu harus didistribusikan secara merata oleh pemerintah ke seluruh sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan kesehatan lansia. Data besaran prevalensi osteoporosis, persen lemak tubuh tingkat tinggi, dan lemak viseral tingkat tinggi dapat digunakan oleh pihak pemerintah, organisasi profesi pemerhati lansia, dan swasta dalam merancang strategi dan intervensi penanggulangan penyakit-penyakit degeneratif lansia di masa yang akan datang. Perlu dilakukan penelitian sejenis pada lansia etnis lain di Indonesia seperti Etnis Minang, Papua, dan Maluku yang memiliki perbedaan kebiasaan makan dengan lansia Etnis Jawa. Beban pekerjaan fisik harian yang berat berhubungan dengan status densitas massa tulang, dan lemak tubuh. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) berupa penyuluhan dan konseling gizi di puskesmas, posbindu, kegiatan lapangan organisasi lansia di masyarakat. Topik yang diberikan tentang peningkatan aktivitas fisik melalui olahraga ringan dan teratur, mengisi waktu luang dengan kegiatan fisik ringan, dan banyak melakukan gerak tubuh. Jenis olahraga buat lansia yang paling tepat adalah jalan kaki cepat, senam, berenang, bersepeda, latihan dengan beban ringan untuk menguatkan tulang dan otot-otot tubuh, serta lari-lari santai. Berikut tips untuk menjadikan latihan olahraga bagi lansia lebih efektif:

139 Frekuensi latihan tiap hari atau 3 kali seminggu. Memilih latihan fisik (olahraga) sesuai kemampuan tubuh/fisik. Segera minum air dingin untuk menggantikan keringat dan membuat tubuh lebih segar setelah melakukan olahraga, terutama olahraga berat. Bagi penderita osteoporosis disarankan untuk melakukan beberapa tips olahraga berikut ini: Lakukan jalan kaki secara teratur minimal 4,5 km per jam selama 50 menit sebanyak 5 kali seminggu. Lakukan latihan-latihan untuk kekuatan otot di pinggul, paha, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan bahu, contohnya mengangkat beban dengan aman. Lakukan latihan-latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kelincahan. Lakukan latihan-latihan untuk melengkungkan punggung dengan aman atau ekstensi punggung. Diet gizi yang perlu diinformasikan bagi lansia dalam mencegah osteoporosis adalah: tingkatkan konsumsi makanan mengandung kalsium tinggi seperti teri, udang rebon, kacang-kacangan, tempe atau minum susu. Untuk mencegah peningkatan kadar lemak tubuh melalui konsumsi aneka ragam makanan dengan kandungan zat gizi seimbang (karbohidrat, protein nabati, protein hewani, vitamin, mineral, makanan berserat, dan air putih minimal 8-12 gelas per hari). KIE gizi dilakukan secara serentak di kota dan desa terutama di kota yang berpeluang lebih besar terpapar peningkatan kadar lemak tubuh yang mengarah pada obesitas. Penyuluhan dapat diberikan kepada kelompok usia remaja, dan dewasa muda agar mereka dapat mempersiapkan diri memasuki masa usia tua yang sehat (healthy aging). Perlu penelitian lebih lanjut tentang komposisi tubuh antara lain: 1. Pengembangan model prediksi tinggi badan lansia dari etnis lain khususnya dari wilayah Indonesia Timur (Papua dan Maluku) yang memiliki perbedaan postur dengan lansia dari wilayah Indonesia Barat

140 dan Tengah. Studi dapat menggunakan disain kohort longitudinal untuk menilai rata-rata penurunan tinggi badan lansia dalam cm selama 1 atau 2 tahun dengan prediktor lain seperti length trunk, demi span, dan half span. Panjang depa tetap dapat digunakan untuk menilai tinggi badan prediksi lansia dari berbagai etnis di Indonesia seperti Papua dan Maluku karena diduga hubungan panjang depa dengan tinggi badan bervariasi antar etnis. 2. Studi tentang hubungan antara tinggi badan dengan kecepatan penurunan tinggi badan artinya orang yang lebih tinggi diduga akan kehilangan tinggi badan lebih cepat daripada orang yang pendek.