BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN. maju bahkan telah menggeser paradigma quality kearah paradigma quality

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Tuberculosis menyebabkan 5000 kematian perhari atau hampir 2 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai multi

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN PERILAKU CUCI TANGAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RSU AULIA BLITAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan klien merupakan sasaran dalam program Patient Safety yang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang penting,

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki standar mutu pelayanannya. Dengan adanya peningkatan mutu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5)

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat melakukan hal tersebut banyak hal yang perlu dilakukan, salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

Laporan bulanan PPI Bulan September

PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. (motivasi), karakteristik pekerjaan (beban kerja), kinerja perawat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tenaga kesehatan gigi dalam menjalankan profesinya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN DARI KLIEN HIV/AIDS DI RUANG MELATI 1 RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas semua rahmat dan nikmat-nya

BAB I PENDAHULUAN. kewajibannya dalam mencapai tujuan organisasi. Untuk itu aspek perilaku. manusia dalam penilaian kinerja menjadi dominan.

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

Bagian XIII Infeksi Nosokomial

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Motivasi merupakan masalah yang sangat penting dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN. bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2. berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer.

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi- tingginya,

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan

I. PENDAHULUAN. Manusia yang merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dan

Kata Kunci: Pengetahuan, HIV/AIDS, Pencegahan HIV/AIDS. Kepustakaan: 47 ( )

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

JCI - HEALTHCARE ORGANIZATION MANAGEMENT STANDARDS

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebijakan manajerial, kebijakan teknis serta pengembangan standar dan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan mengupayakan penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif)

PENGENDALIAN INFEKSI DI YANKESGILUT. Harum Sasanti Pelatihan Dokter Gigi Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Banyak persepsi yang menganggap komunikasi itu hal yang mudah, yang menerima pesan dalam berkomunikasi (Suryani, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. tersebut seorang pasien bisa mendapatkan berbagai penyakit lain. infeksi nosokomial (Darmadi, 2008, hlm.2).

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. bahwa dengan berakhirnya kehidupan seseorang, mikro-organisme. tidak diwaspadai dapat ditularkan kepada orang orang yang menangani

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB I PENDAHULUAN. rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat (Permenkes No. 147 tahun 2010).

TENTANG PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI UNIT CSSD DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN BANYUWANGI

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya dunia usaha saat ini membuat pola pikir seorang manajer

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang memiliki kebutuhan dan tuntutan yang mendasar yang

PERSEPSI TERHADAP APD

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN PRAKTIK PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DIRUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL

JADWAL KEGIATAN IPCN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan (Saifuddin, 2006). Menurut WHO (World Health Organization), pada tahun 2013 AKI

BAB V KESIMPULAN. serta pembahasan hasil penelitian dengan judul: Analisis Kepatuhan. Penerapan Kewaspadaan Standar Pelayanan Kedokteran Gigi di RS

HIV/AIDS dan PMTCT, 4 orang mengatakan kadang-kadang memberikan. informasi HIV/AIDS dan PMTCT, dan 1 orang mengatakan tidak pernah

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan rumah sakit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat

Transkripsi:

10 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. menjelaskan fungsi rumah sakit antara lain salah satunya adalah senantiasa berusaha meningkatkan mutu pelayanan,. Salah satu upaya adalah mengurangi angka kejadian Infeksi Nosokomial dan meningkatkan kewaspadaan universal di seluruh Rumah Sakit dan Sarana Pelayanan kesehatan di Indonesia. Kebutuhan untuk pengendalian infeksi nosokomial akan semakin meningkat terlebih lagi dalam keadaan sosial ekonomi yang kurang menguntungkan seperti yang sedang dihadapi Indonesia saat ini. Indikasi rawat pasien akan semakin ketat, pasien akan datang dalam keadaan yang semakin parah, sehingga perlu perawatan yang lebih lama. Secara keseluruhan berarti daya tahan pasien lebih rendah dan pasien cenderung untuk mengalami berbagai tindakan invasif yang akan memudahkan masuknya mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial. Sementara itu jenis infeksi yang dialami dapat berupa berbagai jenis infeksi yang baru diketahui misalnya infeksi HIV /

11 AIDS atau Ebola dan infeksi lama yang semakin virulen, misalnya tuberkulosis yang resisten terhadap pengobatan. Mutu pelayanan di Rumah Sakit dapat berpengaruh karena pasien bertambah sakit akibat infeksi nosokomial. Resiko infeksi nosokomial selain terjadi pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit, dapat juga terjadi pada para petugas Rumah Sakit tersebut. Berbagai prosedur penanganan pasien memungkinkan petugas terpajan dengan kuman yang berasal dari pasien. Infeksi petugas juga berpengaruh pada mutu pelayanan karena petugas menjadi sakit sehingga tidak dapat melayani pasien. Pengetahuan tentang pencegahan ineksi sangat penting untuk petugas Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya merupakan sarana umum yang sangat berbahaya, dalam artian rawan, untuk terjadi infeksi. Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di Rumah Sakit, dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu. Untuk seorang petugas pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu. Untuk seorang petugas kesehatan, kemampuan mencegah infeksi memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan, karena mencakup setiap aspek penanganan pasien. Upaya pencegahan penularan infeksi di Rumah Sakit melibatkan berbagai unsur, mulai dari peran pimpinan sampai petugas kesehatan sendiri. Peran pimpinan adalah penyediaan sistem, sarana, dan pendukung lainnya. Peran petugas adalah sebagai pelaksana langsung dalam upaya pencegahan infeksi. Dengan berpedoman pada perlunya peningkatan mutu pelayanan di Rumah Sakit dan sarana kesehatan

12 lainnya, maka perlu dilakukan pelatihan yang menyeluruh untuk meningkatkan kemampuan petugas dalam pencegahan ineksi di Rumah Sakit. Dan melakukan kewaspadaan universal. Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian infeksi nosokomial adalah peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam metode Universal Precautions atau dalam bahasa Indonesia Kewaspadan Universal ( KU ) yaitu suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan status infeksi. Dasar universal percautions adalah cuci tangan secara benar, penggunaan alat pelindung, desinfeksi dan mencegah tusukan alat tajam, dalam upaya mencegah transmisi mikroorganisme melalui darah dan cairan tubuh. Strategi inti meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam KU adalah dengan pelatihan KU di seluruh Indonesia sehingga merupakan langkah strategis dalam peningkatan kemampuan petugas / SDM. untuk penyebarluasan pengetahuan tentang KU melalui pelatihan diperlukan pengembangan pedoman pelatihan yang dapat digunakan di seluruh Indonesia. Menolong petugas kesehatan mengatasi stres terkait pekerjaan sesungguhnya dapat meningkatkan pemahaman tentang tindakan keamanan di tempat kerja dan pengendalian infeksi TB. Tingkat kejenuhan (burn out) adalah tinggi dan sebagai akibatnya, kami melihat bahwa kemungkinan dilaksanakannya kewaspadaan universal menurun secara

13 bermakna, dikatakan oleh Chisomo Zileni, seorang perawat dari Malawi, yang berbicara dalam Konferensi AIDS Internasional di Mexico. Hal itu membuat perawat muda berisiko tertular HIV dan TB. Sistem layanan kesehatan perlu mempersiapkan petugas kesehatan yang baru untuk memenuhi tuntutan epidemi HIV/AIDS dan TB, dengan menggabungkan unsur penatalaksanaan stres ke dalam pelatihan sebelum mulai bekerja. Perawat harus dilatih tidak hanya tentang bagaimana menangani penyakit HIV, tetapi dilengkapi dengan keterampilan tambahan dan pemahaman yang lebih luas mengenai dampak HIV pada perorangan, komunitas dan masyarakat, Selain itu dia menganjurkan peningkatan pengawasan dan bimbingan profesional serta menyediakan akses pada dukungan emosional dan konseling pengobatan, keterampilan mengurangi dan menangani stres, pelatihan secara terusmenerus dan lingkungan kerja yang mendukung serta pelaksanaan program rotasi yang jelas akan membantu para tenaga kesehatan termasuk perawat. Menurut Tohardi (2002) untuk meningkatkan kinerja tetap tinggi dalam menyelesaikan pekerjaan, maka salah satu cara yang ditempuh adalah dengan melaksanakan rotasi terhadap perawat. Rotasi adalah pemindahan sumber daya manusia dari pekerjaan satu ke pekerjaan lain yang dianggap setingkat atau sejajar ( Nitisemito, 2000 ). Pekerjaan dalam waktu yang lama dapat menimbulkan rutinitas dan kejenuhan. Rotasi dimaksudkan supaya perawat yang sudah jenuh dapat bergairah kerja kembali sehingga memperoleh semangat kerja yang tinggi dan akhirnya

14 menghasilkan produktivitas yang tinggi pula. Selain untuk mengatasi rutinitas pekerjaan, rotasi kerja juga dilakukan untuk menempatkan orang pada tempat yang tepat. Rotasi juga dilakukan untuk menciptakan persaingan yang sehat dan berbuat lebih baik serta berprestasi lebih baik dari sebelumnya. Rotasi harus dilakukan sesuai dengan minat dan kemampuan perawat sehingga dapat memuaskan staff perawat tersebut. Kepuasaan staff perawat dapat timbul dan ditandai dengan kemampuan memenuhi kebutuhan klien, mendapatkan beban kerja sesuai kompetensi yang dimiliki, serta mendapatkan penghargaan dan pengakuan yang memadai. Disamping itu, kepuasan perawat dapat juga timbul karena merasa berada dilingkungan kerja yang kondusif yang mampu memotivasi pengembangan diri, memperoleh dan mempergunakan fasilitas yang memadai dalam melakukan tindakan keperawatan sehingga sesuai dengan standart praktek keperawatan (Nurachmah,2001). Rantfle dalam Timpe (2000) mengemukakan bahwa karyawan cenderung mengalami kejenuhan dalam masa jabatannya 24-36 bulan, dan untuk mengatasi kejenuhan tersebut dilakukan rotasi yang setingkat. Rotasi dapat juga dilakukan sebagai promosi jika para pemimpin yang akan dipromosikan dalam jabatannya memerlukan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang bersifat menyeluruh dan terinci. Sistem rotasi di RS mengikuti pola tempat, waktu, dan ketrampilan yang diatur dan disusun oleh bidang keperawatan yang dibantu oleh Kepala Seksi dan Supervisor keperawatan (Depkes, 1999).

15 Koordinasi waktu, pengalaman, pengetahuan dan tempat merupakan komponen tempat rotasi kerja yang berhubungan dengan kepuasan kerja dan meningkatkan motivasi kerja. Pelaksanaan rotasi perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng belum sepenuhnya dilakukan seperti teori yang ada, dimana perawat yang sudah bekerja 2-3 tahun bahkan lebih di satu ruangan tapi belum pernah dirotasi, sebagian rotasi yang dilakukan belum sesuai dengan keterampilan dan keahlian yang dimilikinya atau yang diminatinya, pelaksanaan rotasi dilakukan tanpa pemberitahuan atau orientasi terlebih dahulu terhadap tempat/ruangan baru kemana mereka akan dirotasi sehingga perawat yang akan dirotasi tidak mempunyai gambaran tentang ruangan baru tempat mereka akan bekerja. Akibatnya setelah dirotasi sebagian perawat merasa tidak puas karena tidak sesuai dengan minat dan keahlian yang dimiliki. Rotasi kerja memang menyebabkan seseorang harus beradaptasi lagi dengan lingkungan baru. Sebagai besar perawat maupun tenaga pendukung seperti asisten perawat yang bekerja di ruangan biasa akan di rotasi ke ruang operasi atau ruangan ICU, perawat yang dirotasi ini tentu harus belajar tentang perawatan pasien di ruang operasi atau ruangan ICU. Perawat yang dirotasi bisa mempunyai persepsi yang baik dan buruk terhadap rotasi ruangan. Jika persepsinya baik tentang rotasi tentu saja akan meningkatkan motivasi kerjanya sebaliknya jika persepsinya buruk terhadap rotasi ruangan bisa menurunkan semangat untuk bekerja. Berdasarkan keterangan diatas maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian tentang Hubungan antara pengetahuan perawat tentang kewaspadaan

16 universal dengan rotasi perawat ke ruangan isolasi RSUD Cengkareng, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan manajemen SDM, khususnya tenaga perawat di RSUD Cengkareng. B. IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan diatas maka hal tersebut mendorong peneliti melakukan penelitian Apakah ada Hubungan antara pegetahuan perawat tentang kewaspadaan universal dengan rotasi perawat ke ruangan isolasi RSUD Cengkareng C. TUJUAN PENELITIAN 1 Tujuan Umum Hubungan antara pengetahuan perawat tentang kewaspadaan universal dengan rotasi perawat ke ruangan isolasi RSUD Cengkareng, 2 Tujuan Khusus a. Mengetahui pengetahuan perawat tentang kewaspadaan universal,yang meliputi pengetahuan mencuci tangan, penggunaan maske, penggunaan APD, sterilisasi dan desinfeksi alat,serta pembuangan limbah di ruangan perawatan. b. Mengetahui pengetahuan perawat tentang rotasi ke ruang isolasi c. Menganalisa hubungan pengetahuan perawat KU dengan rotasi perawat ke ruang isolasi RSUD Cengkaren

17 D. MANFAAT PENELITIAN Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan dalam meningkatkan pelayanan keperawatan, yaitu : 1. Rumah Sakit a. Sebagai bahan masukan untuk menyusun kebijakan dan mengelola sumber daya manusia khususnya perawat b. Dapat melakukan perbaikan sistem rotasi ke ruang isolasi guna meningkatkan motivasi kerja perawat c. Dengan meningkatnya motivasi kerja perawat, diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di ruang isolasi dan secara tidak langsung dapat meningkatkan pelayanan kesehatan pada pasien isolasi. 2. Perawat a. Untuk meningkatkan pengetahuan perawat tentang ruangan isolasi dan kewaspadaan universal sehingga perawat mampu menerima dan melaksanakan sistem rotasi ke ruang isolasi dengan baik. b. Merubah persepsi perawat bahwa pasien ruangan isolasi sama saja dengan ruangan perawatan lainnya.

18 3. Peneliti Sebagai sarana aplikasi dan menambah pengalaman ilmu yang didapat selama kuliah serta menambah wawasan mengenai gambaran ruang isolasi, kewaspadaan uviversal dan rotasi di RSUD Cengkareng.