BAB I PENDAHULUAN. sebutan masa kanak-kanak akhir, misalnya orangtua memberi sebutan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengasuhan anak merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Kelekatan Anak-Orang Tua

BAB I PENDAHULUAN. paling menarik dari percepatan perkembangan seorang remaja adalah

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (PLAYGROUP)

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

KELEKATAN PADA ANAK. Oleh : Sri Maslihah

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

PROSES PEMBENTUKAN KELEKATAN PADA BAYI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. lingkungan (Semiun, 2006). Penyesuaian diri diistilahkan sebagai adjustment.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

PELUANG WANITA BERPERAN GANDA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG KEMITRASEJAJARAN PRIA DAN WANITA DI KABUPATEN BANDUNG

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M.

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa bayi adalah periode dalam hidup yang dimulai setelah kelahiran dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik.

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BABI. Kehidupan modem saat ini belum memungkinkan orangtua. sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada anak. Kebutuhan ekonomi

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

menggunakan analisis hubungan (korelasi). Karena digunakan untuk menguji hubungan antara 2 variabel atau lebih, apakah kedua variabel

Seorang wanita yang telah berkeluarga dan memiliki anak, secara otomatis. memegang tanggung j awab membantu anak dalam mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah merupakan bagian dari keluarga yang secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Untuk

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang

TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prasekolah dapat diartikan sebagai pendidikan sebelum sekolah, jadi berarti

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut. Fenomena yang telah dilakukan oleh Triana, 2010, yaitu tentang keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

NILAI ANAK BAGI ORANG TUA DAN DAMPAK TERHADAP PENGASUHAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. sifatnya androgini, yakni baik ayah maupun ibu memiliki peran dengan fungsi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa kanak akhir dimulai pada umur 7-12 tahun. Ada beberapa sebutan masa kanak-kanak akhir, misalnya orangtua memberi sebutan usia tidak rapih, karena anak ceroboh dalam penampilan dan kamar tidur serta kamar belajarnya berantakan, tertutama anak laki-laki. Pada masa ini, anak laki-laki sering bertengkar dengan anak perempuan, mereka saling mencemooh, mengejek, memaki, bahkan sampai serangan fisik. Dengan sifat ini, maka mereka mendapat sebutan usia bertengkar (Rumini & Sundari, 2004). Selain perkembangan fisik dan kognitif, anak juga tentunya mengalami perkembangan dalam aspek emosi dan sosialnya yang kemudian mengacu pada perkembangan konsep diri, kemandirian hidup, serta untuk penyesuaian diri (Depdiknas dalam Wibowo, 2007). Semakain bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki manusia. Seiring proses tumbuh kembangnya, seorang anak akan melalui tahap perkembangan dengan tugas perkembangan yang berbeda-beda, keberhasilan pencapaian suatu tugas perkembangan di suatu tahap akan membantu kelancaran tahap berikutnya. Secara umum, kesesuaian antara 1

2 perkembangan anak dengan apa yang harus dicapainya dapat dilihat dari kematangan sosialnya (Wulandari 2009). Dengan kematangan sosial akan lebih mudah bagi anak untuk berorientasi dan bersosialisasi ada dunia luar yaitu lingkungan masyarakat. Selain itu juga mempermudah dalam melakukan hubungan sosial secara mandiri, maksudnya seseorang tidak akan berkembang menjadi individu yang tergantung pada lingkungan sosialnya. Kematangan sosial seseorang tampak pada perilakunya. Perilaku tersebut menunjukan kemampuan individu dalam mengurus dirinya sendiri dan partisipasinya dalam aktivitas-aktivitas yang mengarah pada kemandirian sebagaimana layaknya orang dewasa. Kematangan sosial adalah hal yang berkaitan dengan kesiapan anak untuk terjun dalam kehidupan sosial dengan orang lain yang bisa diamati dalam bentuk keterampilan yang dikuasai dan dikembangkan sehingga akan membantu kematangan sosial kelak (Doll dalam Habibi, 2003). Hal ini dapat dipupuk sejak dini pada anak, karena saat ini secara relatif anak dituntut untuk memiliki kematangan sosial yang lebih baik demi menghadapi perkembangan jaman yang sarat akan tantangan. Pada perkembangan lebih jauh mengenai kematangan sosial, pendidikan merupakan dimensi yang sangat penting dalam perkembangan anak. Oleh sebab itu layanan pendidikan anak usia dini merupakan dasar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya hingga dewasa (Santrock, 2002). Hal ini diperkuat Hurlock (1991) bahwa tahun-tahun awal kehidupan anak merupakan dasar yang cenderung bertahan

3 mempengaruhi sikap dan perilaku anak sepanjang hidupnya. Pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan hasil interaksi antara faktor genetik, herediter, konstitusi dengan faktor lingkungan baik lingkungan prenatal maupun postnatal. Faktor lingkungan ini akan memberikan segala macam kebutuhan yang merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh anak untuk tumbuh kembang. ( Tanuwidjaya, 2002 ). Kelekatan (attachment) adalah ikatan kasih sayang dari seseorang terhadap pribadi lain yang khusus(allish, 1998). Pada usia yang sangat dini, ikatan ini adalah antara bayi dan orang tuanya, dan sebagian besar adalah antara bayi dengan ibunya. Ikatan antara bayi dan orang tuanya ini merupakan ikatan yang primer, dan ikatan dengan pribadi yang lain adalah bersifat sekunder. Ikatan ini juga merupakan keterikatan yang bersifat emosi,dengan kata lain adalah ikatan kasih. Riset menunjukkan bahwa dari usia yang sangat dini sampai usia dua tahun, perkembangan anak yang normal sangat dipengaruhi oleh faktor kelekatan ini. Ditemukan juga bahwa hubungan kasih dan ketergantungan ini merupakan suatu awal kehidupan yang baik. Hal ini akan sangat mempengaruhi kehidupan seorang anak baik dalam perkembangan kepribadiannya, maupun perkembangan hubungan sosialnya. Hubungan anak dengan orang tua merupakan sumber emosional dan kognitif bagi anak. Hubungan dengan orang tua atau pengasuh utamanya, menurut Bowlby (dalam shaffer, 2005) akan membentuk suatu internal working model yaitu representasi kognitif mengenai diri sendiri (anak), orang lain serta penerimaan lingkungan yang dibangun melalui

4 interaksi anak dengan orang tua atau pengasuhnya. Anak mulai membentuk model tersebut pada akhir tahun pertama, yang selanjutnya akan lebih menetap pada awal usia empat tahun, selanjutnya pada usia lima tahun internal working models tersebut akan lebih terlihat jelas dan menetap. Menurut Bee (1992) dalam lingkungan dan kondisi yang konsisten, kelekatan yang terbentuk cenderung stabil dari waktu ke waktu. Beberapa peneltian cenderung mendukung pendapat tersebut, antara lain dilakukan oleh Main dan koleganya (dalam Bee, 1992) dengan sampel anak-anak yang bersala dari keluarga kelas menengah, menunjukkan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara secure attachment pada usia setengah tahun dan pada usia enam tahun. Hubungan anak pada masamasa awal tersebut dapat menjadi model dalam hubungan-hubungan selanjutnya. Bowlby (dalam Shaffer, 2005) menyebutkan bahwa kelekatan merupakan ikatan emosional yang berlangsung secara timbal balik (reciprocal) antara anak dengan orang tua. Sedangkan Ainsworth (dalam Tomkinson & Keasey, 1985) mengartikan kelekatan sebagai ikatan yang bersifat afeksional yang berkembang antara orang tua dan anak, terutama antara ibu dan anak. Kelekatan anak dapat ditunjukkan pada satu individu atau lebih yang disebut figur lekat atau objek lekat. Anak dengan kelekatan aman (secure attachment) menggunakan orangtua sebagai dasar aman untuk mengeksplorasi dunia dan sebagai tempat aman untuk kembali mendapatkan dukungan emosional.

5 Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas kelekatan anak, menurut Shaffer (2005) adalah kualitas pengasuhan. Orang tua yang mengasuh anak dengan intensistas komunikasi yang tinggi, akan membuat anak merasa diperhatikan dan dihargai. Perhatian dan penghargaan untuk anak dapat berupa pujian, yang akan membuat sang anak merasa senang dan percaya diri. Seperti pada penelitian terdahulu oleh Siti Maimunah (2000) yang menyatakan bahwa perilaku lekat antara anak yang ibunya yang tidak bekerja jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perilaku lekat anak yang ditinggal ibunya bekerja. Hal ini dikarenakan pada ibu yang tidak bekerja memiliki frekuensi pertemuan yang cukup sehingga ibu dapat melihat aktifitas yang dilakukan oleh anaknya yang mengakibatkan ia mengetahui apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan anak pada saat itu sehingga ia mampu merespon tindakan anaknya pada saat itu (Maimunah, 2000). Hubungan awal ini dimulai sejak anak terlahir ke dunia, bahkan sebetulnya sudah dimulai sejak janin berada dalam kandungan (Sutcliffe,2002). Klaus dan Kennel (dalam Bee, 1981) menyatakan bahwa masa kritis seorang bayi adalah 12 jam pertama setelah dilahirkan. Hal senada juga dikemukakan oleh Sosa (dalam Hadiyanti, 1992) bahwa ibu yang segera didekatkan pada bayi seusai melahirkan akan menunjukkan perhatian 50% lebih besar dibandingkan ibu-ibu yang tidak melakukannya. Menurut Ainsworth (dalam Belsky, 1988) hubungan kelekatan berkembang melalui pengalaman bayi dengan pengasuh ditahun-tahun awal kehidupannya. Intinya adalah kepekaan ibu dalam memberikan

6 respon atas sinyal yang diberikan bayi, sesegera mungkin atau menunda, respon yang diberikan tepat atau tidak. Kelekatan adalah suatu hubungan emosional atau hubungan yang bersifat afektif antara satu individu dengan individu lainnya yang mempunyai arti khusus. Hubungan yang dibina akan bertahan cukup lama dan memberikan rasa aman walaupun figur lekat tidak tampak dalam pandangan anak. Sebagian besar anak telah membentuk kelekatan dengan pengasuh utama (primary care giver) pada usia sekitar delapan bulan dengan proporsi 50% pada ibu, 33% pada ayah dan sisanya pada orang lain (Sutcliffe,2002). Kelekatan bukanlah ikatan yang terjadi secara alamiah. Ada serangkaian proses yang harus dilalui untuk membentuk kelekatan tersebut. Anak yang mendapatkan kelekatan (attachment) yang cukup, akan merasa aman (secure) dan lebih positif terhadap kelompoknya, menunjukkan interes yang lebih besar di dalam mengajak bermain. Anakanak ini juga lebih bersifat sosial tidak hanya dengan kelompoknya, tetapi juga dengan kelompok usia lain/ intergenerasi. Studi terhadap anak-anak prasekolah menunjukkan dengan jelas bahwa anak yang mendapatkan "secure attachment" lebih mampu menjalin relasi dengan anak lain daripada yang mengalami "insecure atttachment" (Matas dalam Hetherington & Parke, 1999). Perlu diperhatikan oleh orang tua adalah anak juga membutuhkan keleluasaan untuk bereksplorasi. Padahal kelekatan (attachment) ini menjadikan anak dekat dengan ibunya. Anak juga harus diberikan keseimbangan antara kelekatan (attachment) dengan eksplorasi. Kelekatan

7 berbeda dengan perlindungan yang berlebihan terhadap anak. Anak-anak membutuhkan waktu-waktu dimana anak dapat bermain sendiri. Demikian, jikalau pada masa awalnya anak telah mendapatkan kelekatan yang aman, lebih menunjukkan keseimbangan yang baik antara kelekatan dengan eksplorasi dari pada anak yang tidak mendapatkan atau yang ambivalen (Elsa, 2000 dalam http//www.kompas-online.kedekatananak.com). Kelekatan (attachment) yang awalnya juga mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Hal ini sangat berhubungan dengan kebutuhan anak, bahkan sebelum kebiasaan kelekatan itu dimulai. Walaupun secara sosialisasi kelompok pengaruh kelekatan ini tidak terlalu jelas secara ilmiah, tetapi anak yang mengalami kelekatan yang aman (secure attahment) lebih mampu berinteraksi dengan kelompoknya. Dan secara kepribadian, akan lebih berkembang baik dalam hal-hal yang berpengaruh positif, kemandirian, empati, dan kemampuan-kemampuan dalam situasi sosial. Dengan demikian hubungan kelekatan (attachment) ini merupakan dasar penting bagi tingkah laku selanjutnya (Matas, dalam Hetherington & Parke, 1999). Sebaliknya anak-anak yang kurang terpenuhi kebutuhan kelekatannya, baik yang ambivalen atau yang tidak aman, akan cenderung pasif, membutuhkan waktu yang lebih lama di dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau kelompoknya, dan kurang nyaman di dalam interaksi sosialnya (Matas, dalam Hetherington & Parke, 1999).

8 Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, salah satunya faktor lingkungan ( faktor postnatal ) yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir. Pendidikan orang tua, terutama seorang ibu merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak karena pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, dan pendidikan. Penting agar orangtua bermain dengan anakanak mereka sebagai teman pada tahun-tahun permulaan ini dan setiap saat menggunakan pengaruhnya yang tetap yang lembut dan menuntun. ( Mervyn dan Harold, 2002) Ibu adalah sekolah pertama (tempat mendapatkan pendidikan pertama) bagi anak-anak. Anak pun akan tumbuh kembang dengan baik dan memiliki kepribadian yang matang apabila ia diasuh dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sehat dan bahagia. Dengan demikian, kehadiran orang tua (khususnya ibu) dalam perkembangan jiwa anak. Bila anak kehilangan peran dan fungsi ibunya, maka anak akan kehilangan haknya untuk dibina, dibimbing dan di berikan kasih sayang dan perhatian. Keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan pusat pendidikan, namun keluargalah yang memberikan pengaruh pertama kali. Keluarga merupakan pusat pendidikanyang paling berpengaruh terhadap perkembangan anak, keluarga sebagai awal pendidikan anak dan dalam keluargalah ditanamkan benih-benih pendidikan.pendidikan mengandung unsur untuk dapat melatih sosialisasi anak, artinya dalam proses

9 pendidikan itu didalamnya dikembangkan bagaimana anak berperilaku sesuai dengan peran dan fungsinya di dalam kelompok. Dewasa ini peradaban mulai berkembang dan berubah. Perubahan terjadi di segala lini seperti budaya, ekonomi, politik, serta sosial. Perubahan tersebut diakibatkan karena adanya modernisasi yang berjalan secara terus-menerus dan tidak dapat dihindari. Perubahan jaman membawa perubahan sosial yang berimbas masuk ke dalam gaya hidup. Semua perubahan modernisasi ini menuntut penyesuaian perilaku, salah satunya banyak wanita yang menuntut persamaan hak dan wewenang yang sebanding dengan pria. Wanita mulai memasuki dunia kerja yang semula prioritasnya ada pada pria. Perkembangan ekonomi yang semakin meningkat ditambah kebutuhan yang semakin mahal, sehingga orang dituntut untuk bekerja lebih keras. Dan untuk mencukupi semua kebutuhan hidup, terkadang dalam satu rumah tangga seorang istri juga bekerja demi menambah penghasilan suaminya. Perkembangan jaman saat ini membuat peran serta wanita semakin banyak. Selain telah melewati era emansipasi wanita, juga karena dibutuhkannya wanita selain di bidang kerumah tanggaan. Hal ini menjadikan wanita memiliki peran ganda dalam kehidupannya, umumnya sebagai wanita karier sekaligus ibu rumah tangga. Banyak alasan yang membuat wanita memilih untuk memiliki peran ganda diantaranya alasan mereka membantu mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan anak mereka. Selain itu wanita modern dituntut untuk berpendidikan tinggi, berperan aktif, dan kritis (Health Woman, 2008).

10 Seorang konseling psikologis di Unit Konsultasi Psikologi UGM (Januari, 2003) menyatakan bahwa:...kalau ditanggung sendiri oleh ayah..(beban ekonomi) terasa berat, kalau istri juga bekerja, lumayan meringankan.... kondisi ini kemudian memunculkan fenomena keluarga dengan pekerja ganda atau double-earner family yang telah merebak sejak gerakan perempuan di awal dekade 1970 (Pleck, 1984) yang mulanya menuntut persamaan hak namun akhirnya juga menjadi usaha peningkatan ekonomi keluarga (Andayani & Koentjoro, 2004). Wanita telah mengalami pergeseran dari peran yang seharusnya untuk melahirkan anak dan mengurus rumah tangga, kini wanita memiliki peran sosial dimana dapat berkarir. Hal ini membuat ibu tidak mempunyai waktu untuk mengurus atau mendidik anak mereka. Pilihan untuk menjadi wanita karir seperti buah simalakama, di satu sisi ingin tetap eksis di pekerjaan, mengejar karir dan tingkatannya, tapi di sisi lain sebagai penanggungjawab hitam-putih nya kehidupan anak-anak dan keluarga. Umumnya anak membutuhkan peran seorang ibu yang selalau ada untuk mereka. Kelekatan anatara anak dan ibu sangat penting karena masa anak merupakan masa penting dalam perkembangan hidup manusia. Karena masa anak merupakan masa paling awal dalam rentang kehidupan yang akan menentukan perkembangan pada tahap-tahap selanjutnya. Adanya kerja sama antara orangtua dengan guru dapat mengembangkan pribadi dan potensi anak. Selain itu kelekatan yang aman (secureattachment) antara ibu dan anak juga sangat penting. Dengan orangtua yang berkarir bukan berarti guru mengambil ahli pendidikan

11 dalam keluarga melainkan meneruskan dan membantu orangtua untuk mengembangkan potensi anak. Orangtua tidak mengalihkan tugas pendidikan dan memasrahkan sepenuhnya tugas tersebut kepada guru atau pengasuh, melainkan orangtua mengharapkan bantuan pihak lain karena keterbatasan waktu, tenaga, pikiran aau kemampuan orangtua. Di samping itu juga untuk lebih mengenalkan anak dunia luar. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul perbedaan kematangan sosial anak ditinjau berdasarkan pola kelekatan (attachment) ibu yang bekerja di SDN 02 Tlogomas Malang. Peneliti memilih melakukan penelitian di SDN Tlogomas 02 karena SDN Tlogomas 02 termasuk dalam sekolah favorit, terbukti dari info yang peneliti dapat dari salah satu guru mengatakan bahwa meski kita sudah tutup pendaftaran siswa, tetapi wali murid masih memaksa anaknya harus tetap harus sekolah disini, selain itu hampir sebagian besar ibunya berkarir yang mana sesuai dengan judul peneliti yaitu perbedaan kematangan sosial anak ditinjau berdasarkan pola kelekatan (attachment) ibu yang bekerja di SDN 02 Tlogomas Malang. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pola kelekatan (attachment)anak yang ibunya bekerjadi SDN Tlogomas 02 Malang? 2. Bagaimana tingkat kematangan sosial siswa kelas 3 di SDN Tlogomas 02 Malangyang memiliki ibu bekerja? 3. Adakah hubungan pola kelekatan (attachment) anak yang memiliki ibu bekerja dengankematangan sosial di SDN Tlogomas 02 Malang?

12 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui gambaran pola kelekatan (attachment) anak yang memilikiibu bekerja di SDN Tlogomas 02 Malang. 2. Untuk mengetahui kematangan sosial siswa kelas 3 di SDN Tlogomas 02 Malangyang memiliki ibu bekerja. 3. Untuk mengetahui hubungan pola kelekatan (attachment) anak yang memiliki ibu bekerja dengan kematangan sosial di SDN Tlogomas 02 Malang. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini berguna untuk menambah wawasan pengetahuan psikologi, seperti psikologi perkembangan khususnya perkembangan anak usia sekolah dan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kelekatan (attachment) anak yang memiliki ibu bekerja terhadap kematangan sosial anak usia sekolah. 2. Manfaat Praktis Memberikan gambaran kepada masyarakat tentang keunikan pada masa anak usia sekolah dan manfaat kedekatan orang tua khususnya ibu yang berkarir kepada anak usia sekolah dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan anak dan acuan konseling untuk ibu berkarir dalam menyelesaikan permasalahan anaknya.