KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

dokumen-dokumen yang mirip
Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

KOMPARASI ESTIMASI PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI BALI BERDASARKAN SELEKSI DIMENSI TUBUHNYA WARMADEWI, D.A DAN IGN BIDURA

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

DASAR SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR HASIL PERSILANGAN ANTARA PUYUH ASAL BENGKULU, PADANG DAN YOGYAKARTA

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

Pendugaan Nilai Heritabilitas Bobot Lahir dan Bobot Sapih Domba Garut Tipe Laga

ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN SISTEM PEMELIHARAAN TERHADAP KORELASI GENETIK BOBOT LAHIR DENGAN BOBOT DEWASA SAPI BALI

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

Seleksi Awal Calon Pejantan Sapi Aceh Berdasarkan Berat Badan

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

Ukuran Populasi Efektif, Ukuran Populasi Aktual dan Laju Inbreeding Per Generasi Itik Lokal di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam ABSTRACT

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

PENGARUH STRATIFIKASI FENOTIPE TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SAPI POTONG PADA KONDISI FOUNDATION STOCK

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN PUYUH PEJANTAN BERDASARKAN BOBOT BADAN KETURUNANNYA PADA PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

EFISIENSI RELATIF SELEKSI CATATAN BERULANG TERHADAP CATATAN TUNGGAL BOBOT BADAN PADA DOMBA PRIANGAN (Kasus di SPTD - Trijaya, Kuningan, Jawa Barat)

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

Simulasi Uji Zuriat pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh (Progeny Test Simulation for Growth Traits in Aceh Cattle)

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

Estimasi Parameter Genetik Induk Babi Landrace Berdasarkan Sifat Litter Size dan Bobot Lahir Keturunannya

EFEKTIVITAS SELEKSI DIMENSI TUBUH SAPI BALI INDUK WARMADEWI, D.A, IGL OKA DAN I N. ARDIKA

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

SELEKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWA BERDASARKAN NILAI INDEKS PRODUKTIVITAS INDUK DI KECAMATAN METRO SELATAN KOTA METRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera

PENDAHULUAN PERFORMANS GENETIK + LINGKUNGAN NILAI EKONOMIS KUALITATIF KUANTITATIF PRODUKSI SUSU PRODUKSI DAGING

P = G + E Performans? Keragaman? Dr. Gatot Ciptadi PERFORMANS. Managemen. Breeding/ Repro. Nutrisi

SISTEM PEMULIAAN INTI TERBUKA UPAYA PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI POTONG. Rikhanah

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE. Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

THE EFFECT OF CROSSES HAMSTER CAMPBELL NORMAL WITH HAMSTER CAMPBELL PANDA AND PARENT AGE WHEN MATED TO THE APPEARANCE OF CHILDRENS PRODUCTION

PEMANFAATAN CATATAN TEST DAY (HARI UJI) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI PT. TAURUS DAIRY FARM. Universitas Padjadjaran

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA

PARAMETER GENETIK: Pengantar heritabilitas dan ripitabilitas

SKRIPSI OLEH : RINALDI

Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG)

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI LANDRACE

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KORELASI SIFAT BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH DAN LITTER SIZE PADA KELINCI NEW ZEALAND WHITE, LOKAL DAN PERSILANGAN

Potensi respon seleksi sifat pertumbuhan sapi Brahman Cross di ladang ternak Bila River Ranch, Sulawesi Selatan

PERBEDAAN FENOTIPE PANJANG BADAN DAN LINGKAR DADA SAPI F1 PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN SAPI FI SIMPO DI KECAMATAN SUBAH KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENTINGNYA POPULASI KONTROL INTERNAL DALAM EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM SELEKSI

MAKALAH PRODUKSI TERNAK DAN KAMBING. Seleksi dan Manfaat Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Disusun Oleh : Kelompok 3.

Systems of Animal Breeding (Sistem Perkawinan Inbreeding)

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Karakteristik Telur Tetas Puyuh Petelur Silangan... M Billi Sugiyanto.

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

Peta Potensi Genetik Sapi Madura Murni di Empat Kabupaten di Madura. Nurgiartiningsih, V. M. A Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

TINJAUAN PUSTAKA. Kelas: Mammalia, Order: Artiodactyla, Genus: Sus,Spesies: Sus scrofa, Sus

Korelasi Genetik Pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh di Kecamatan Indrapuri Provinsi Aceh

PENELITIAN MUTU GENETIK SAPI ONGOLE DAN BRAHMAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NUSA TENGGARA TIMUR

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDUGAAN NILAI PEJANTAN SAPI PERAH DI BBTU SAPI PERAH BATURRADEN ( THE PREDICTION OF STUD DIARY CATTLE AT BBTU DAIRY CATTLE BATURRADEN )

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang

PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH

TINJAUAN PUSTAKA. yang cepat, jumlah anak per kelahiran (littersize) yang tinggi dan efisiensi

ESTIMASI NILAI PEMULIAAN DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY SIFAT PRODUKSI SAPI ACEH DI KECAMATAN INDRAPURI PROVINSI ACEH

HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

Prediksi Kemajuan dan Respon Seleksi Bobot Badan dan GenotipGH Induk Sapi PO

Performan Puyuh Local Asal Payakumbuh, Bengkulu dan Hasil Persilangannya

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

Nena Hilmia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom: Animalia, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Ordo:

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG

NILAI PEMULIAAN PEJANTAN SAPI BRAHMAN BERDASARKAN BOBOT BADAN DI BPTU-HPT SEMBAWA

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

ESTIMASI HERITABILITAS SIFAT PERTUMBUHAN DOMBA EKOR GEMUK DI UNIT HERITABILITY ESTIMATION OF GROWTH TRAITS OF FAT TAILED SHEEP AT UNIT

Transkripsi:

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH Lusty Istiqomah Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK)-LIPI Jln. Jogja Wonosari Km. 31, Gading, Playen, Gunungkidul, Yogyakarta, 55861 e-mail: ps_uty@yahoo.com ABSTRACT The objectives of this research were (1) to estimate the breeding value in order to study the genetic progress of local beef cattle, and (2) to study the effectiveness of breeding method through selection program and assortative mating. The research was conducted at Genetic and Animal Breeding Laboratory, Animal Husbandry Faculty of Bogor Agricultural University from January to March 2006. Data of birth weight from assortative mating between 5 sires and 50 dams have been collected during 2000 to 2005. The data were analyzed using B-Gen program. Selection method that was practiced in this population showed in line with selection method using breeding value criteria. An assessment of genetic progress indicated positive both in annual mean direct genetic trends and annual maternal trends for average birth weight. The average of inbreeding value from five generation was low (0.01%). It was concluded that genetic improvement through selection of growth traits and positive assortative mating was possible. Keywords: selection, breeding value, assortative mating, B-Gen, local beef cattle. Pendahuluan Dewasa ini ternak sapi pedaging lokal sedang mengalami erosi genetik, yaitu proses seleksi negatif akibat dari penjualan ternak yang mempunyai performa baik karena harga jualnya tinggi. Oleh karena itu, dalam rangka mempertahankan kemurnian ternak sekaligus meningkatkan performa genetik keturunannya perlu segera dilakukan perbaikan mutu genetik ternak dengan menerapkan metode pemuliaan ternak melalui program seleksi dan perkawinan. Seleksi merupakan proses membiarkan individu-individu yang memiliki gen-gen yang terbaik (breeding value) untuk bereproduksi, sehingga generasi berikutnya mempunyai gen yang lebih diinginkan dibandingkan dengan yang ada pada saat ini. 1 Pelaksanaan program seleksi tersebut akan efektif apabila telah diketahui parameter genetik dan fenotip, seperti nilai pemuliaan atau estimation breeding value (EBV). Parameter ini menunjukkan rataan tingkat performa anak dari suatu kelompok ternak jika dikawinkan dengan ternak yang memiliki kualitas yang relatif sama. Menurut Bourdon, 2 jika nilai pemuliaan masing-masing ternak diketahui dengan pasti, penentuan peringkat ternak menurut nilai pemuliaan sesungguhnya dalam populasi dapat dilaksanakan dengan mudah. Nilai pemuliaan tetua sangat menentukan nilai pemuliaan dan performa anak-anaknya, karena nilai pemuliaan menjadi dasar dalam melakukan seleksi. 2 Seleksi tersebut dapat dilakukan dengan cara memilih ternak yang nilai pemuliaannya paling tinggi untuk dijadikan tetua karena dengan semakin tingginya nilai pemuliaan maka semakin baik pula sifat yang dimiliki hewan tersebut. Perubahan rataan nilai pemuliaan yang terjadi pada suatu populasi dalam satuan waktu tertentu didefinisikan juga sebagai kemajuan genetik. Kemajuan genetik ditentukan berdasarkan analisis semua data ternak yang tersedia dari seluruh generasi sehingga tumpang-tindih generasi tidak dapat dihindarkan, kecuali pejantan hanya digunakan dalam kurun waktu singkat. 3 Kemajuan genetik yang diharapkan dalam suatu 63

populasi ternak adalah bernilai positif yang berarti terjadi peningkatan performa keturunan dari generasi ke generasi. Di samping metode seleksi, perkawinan hewan perlu diperhatikan pula. Perkawinan berdasarkan seleksi seperti perkawinan terpilih (assortative mating) penting dilakukan karena dapat menghasilkan performa genetik keturunan yang lebih baik dibandingkan perkawinan acak (random mating). Sistem perkawinan terpilih tersebut dapat berpengaruh terhadap keturunan yang dihasilkan serta mampu mencegah adanya silang dalam (inbreeding) yang nantinya bisa mengakibatkan induk tidak menghasilkan anak (no calf), distokia maupun kematian (lethal). 2 Penelitian ini bertujuan untuk (1) menduga nilai pemuliaan bobot lahir untuk mempelajari kemajuan genetik pada sapi pedaging (2) mengetahui efektivitas dari metode pemuliaan ternak melalui program seleksi dan perkawinan terpilih. Metodologi Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung selama tiga bulan, yaitu bulan Januari hingga Maret 2006. Materi Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah catatan bobot lahir anak sapi yang merupakan hasil perkawinan 5 ekor pejantan (sires) dan 50 ekor induk (dams) sapi yang dikumpulkan selama tahun 2000 hingga 2005. Prosedur Seleksi Seleksi induk sebagai bibit untuk menghasilkan keturunan berikutnya pada peternakan dilakukan berdasarkan pada estimasi nilai pemuliaan (EBV) bobot lahir. Program seleksi nilai pemuliaan dilakukan dengan cara memberi peringkat, dari nilai pemuliaan terbesar hingga terkecil pada data nilai pemuliaan induk dan pejantan. Seleksi pejantan dilakukan dengan memilih pejantan-pejantan unggul yang sudah teruji mutu genetiknya. Sementara itu, seleksi induk yang dipakai sebagai bibit dilakukan dengan memilih induk yang mempunyai nilai pemuliaan dari urutan yang terbesar. Untuk data nilai pemuliaan yang sama, induk dipilih berdasarkan bobot lahir yang lebih besar. Prosedur Perkawinan Sistem perkawinan yang dilakukan adalah perkawinan terpilih positif, yaitu dengan cara memilih pejantan terbaik dan mengawinkannya dengan induk terbaik. Pejantan dengan nilai pemuliaan terbesar dikawinkan dengan induk yang mempunyai nilai pemuliaan terbesar juga. Pejantan yang memiliki nilai pemuliaan terbesar ketiga, dikawinkan induk yang memiliki nilai pemuliaan lebih kecil dari yang pertama dan seterusnya. Perkawinan tersebut telah memperhatikan silsilah pejantan dan induk yang dikawinkan. Data perkawinan antara pejantan dan indukan yang tidak menghasilkan anak (no calf) atau distokia pada perkawinan berikutnya tidak disilangkan lagi. Silsilah dibatasi sampai dua generasi agar tidak terjadi kakek (grand parent) mengawini cucunya (filial 2) sendiri, atau induk dan pejantan berasal dari pejantan, induk atau moyang yang sama. Berdasarkan kriteria tersebut, maka terpilih 5 ekor pejantan terbaik yang dikawinkan dengan 50 ekor induk terbaik. Analisis Data Pendugaan nilai pemuliaan untuk karakteristik bobot lahir pada induk, keturunan, maupun lingkungan dianalisis menggunakan program B-Gen yang mampu menghasilkan perhitungan akurat dan tinggi. Pencetakan hasil dan pencatatan seleksi pada setiap peternakan dilakukan dalam program ini. Program B-Gen dirancang menjadi sebuah sistem yang didalamnya memanfaatkan program B-Gen running. Peubah yang diamati meliputi kemajuan genetik (faktor genetik), kemajuan lingkungan (faktor lingkungan), silang dalam, dan hasil perkawinan. Model linear yang digunakan untuk menduga nilai pemuliaan atau estimation breeding value (EBV) adalah sebagai berikut: 4 EBV = h² (P P_) + P_ Keterangan: EBV = Estimation Breeding Value 64

h² = Angka pewarisan (heritabilitas) untuk sifat tertentu (bobot lahir) P = Performans Individu P_ = Rata-rata performans populasi dimana individu diukur Untuk menduga besarnya silang dalam, digunakan rumus sebagai berikut 4 : F = 1/(2xNe) Di mana, Ne = 4 x (betinaxjantan)/ (betina+jantan) Keterangan: Ne = Effective Breeding Number Hasil dan Pembahasan Kemajuan Genetik dan Lingkungan Untuk menjamin ketepatan dalam memilih ternak, seleksi sebaiknya dilakukan pada kelompok ternak yang mendapat lingkungan sama termasuk umur, tipe kelahiran, dan faktor lain yang dapat mempengaruhi tampilan fenotipik. Pada kenyataannya sangat sulit mendapatkan ternak yang terbebas dari perbedaan pengaruh lingkungan. Seleksi yang tepat didasarkan atas nilai pemuliaan yang merupakan simpangan individu terhadap rataan populasinya jika individu dalam populasi terjadi kawin acak. 1 Hasil analisis nilai pemuliaan selain digunakan sebagai dasar seleksi juga dapat dipakai untuk mengevaluasi kemajuan genetik yang dicapai pada kurun waktu tertentu. Pendugaan nilai pemuliaan untuk keturunan dan induk dapat dilihat pada Gambar 1. Secara umum, pengaruh genetik keturunan untuk karakteristik bobot lahir menunjukkan kemajuan nilai pemuliaan yang meningkat. Nilai pemuliaan bobot lahir pada generasi kedua (-0,05 kg) meningkat dari generasi pertama (-0,07 kg) dan menurun pada generasi ketiga (-0,29 kg), kemudian meningkat kembali pada generasi keempat, kelima, dan keenam berturut-turut sebesar (0,22 kg), (0,33 kg), dan (0,75 kg). Kemajuan genetik tersebut memiliki pola yang sama dengan hasil penelitian Ebangi et al. 5 yang menyatakan bahwa nilai pemuliaan bobot lahir sapi pedaging Gudali mulanya meningkat (-0,19 kg) menjadi 0,16 kg, lalu menurun (0,13 kg), dan kemudian meningkat lagi pada generasi berikutnya hingga mencapai 0,37 kg. Kemajuan genetik induk untuk karakteristik bobot lahir dari keenam generasi juga memperlihatkan peningkatan dengan pola yang sama seperti terlihat pada Gambar 1. Nilai pemuliaan mulanya meningkat pada generasi kedua (0,08 kg), meningkat dibandingkan generasi pertama (-0,03) kg, kemudian mengalami penurunan pada generasi ketiga (0,01 kg) lalu kembali meningkat pada generasi keempat (0,31 kg), kelima (0,43 kg) dan keenam (0,50 kg). Pola ini berbeda dengan hasil penelitian Ebangi et al. 5 yang melaporkan, bahwa pengaruh genetik induk secara umum memiliki kemajuan yang menurun dari generasi ke generasi. Perbedaan pola pada penelitian terse- Gambar 1. Kemajuan Genetik Keturunan dan Induk untuk Karakteristik Bobot Lahir 65

but kemungkinan dihubungkan dengan adanya keterbatasan jumlah ternak pada populasi selama penelitian berlangsung yang hasilnya terlihat pada penurunan (reduksi) variabilitas genetik dan intensitas seleksi. Pengapkiran (culling) ternak dengan mutu genetik rendah pada tahap ini perlu dilakukan sehingga ternak yang memiliki keunggulan genetik dapat terus bereproduksi untuk meningkatkan jumlah populasi. 5 Kemajuan genetik yang meningkat untuk karakteristik bobot lahir menandakan tren genetik yang positif. Hal ini berarti perbaikan mutu genetik melalui program seleksi yang dilakukan pada penelitian telah efektif di mana respons sifat produksi yang diseleksi menjadi tinggi. Selain itu, hal ini juga didukung adanya peningkatan jumlah populasi sebagai akibat dari variabilitas genetik yang semakin besar. Nilai pemuliaan yang positif dan negatif menandakan fluktuasi pada diferensiasi seleksi yang kemungkinan disebabkan perubahan tujuan seleksi dan kebijakan manajemen ternak. Nilai pemuliaan yang positif terutama pada generasi keempat hingga keenam disebabkan beberapa hal, antara lain peningkatan jumlah populasi dan variabilitas produksi serta adanya penggantian stok pejantan, di mana pejantan dengan nilai pemuliaan (EBV) tinggi dipilih untuk dikawinkan dengan induk terpilih dengan nilai pemuliaan yang tinggi sehingga keturunan yang dihasilkan memiliki nilai pemuliaan yang tinggi pula. Sebaliknya, nilai pemuliaan yang negatif pada keturunan generasi pertama hingga ketiga maupun induk pada generasi pertama menunjukkan, bahwa proses seleksi pada generasi pertama hingga ketiga kurang cermat (perkawinan pejantan dengan induk tidak didasarkan pada besar nilai pemuliaan masing-masing ternak) sehingga produktivitasnya menjadi menurun. Penurunan nilai pemuliaan untuk karakteristik bobot lahir pada generasi ketiga, baik kemajuan genetik keturunan maupun induk dibandingkan generasi sebelumnya kemungkinan disebabkan beberapa hal, seperti pengurangan jumlah populasi ternak karena tingginya penjualan ternak unggulan, tingginya angka kematian, kurang terarahnya kebijakan manajemen terkait program seleksi seperti penggunaan pejantan yang terlalu tua atau induk yang kemampuan reproduksinya rendah. Seleksi berdasarkan bobot lahir selama enam generasi juga memberikan tanggapan berupa kemajuan lingkungan yang positif, seperti terlihat pada Gambar 2. Kemajuan lingkungan generasi pertama hingga generasi keenam mengalami fluktuasi berturut-turut sebesar (30,2); (31,5); (31,0); (32,7); (32,7), dan (31,7) dan nampak penurunan nilai pemuliaan pada generasi ketiga (31,0) dan keenam (31,7). Kemajuan lingkungan yang fluktuatif tersebut menunjukkan adanya pengaruh musim, manajemen, dan teknik pemberian pakan terhadap keturunan dan perubahan genetik ternak pada generasi ketiga dan keenam. Gambar 2. Kemajuan lingkungan untuk karakteristik bobot lahir 66

Silang Dalam (Inbreeding) Berdasarkan perhitungan rumus nilai silang dalam, diperoleh hasil bahwa rataan nilai silang dalam dari keenam generasi adalah sebesar 0,01%. Menurut Noor, 6 nilai ini menandakan terjadinya perkawinan kerabat antar individu (perkawinan antara saudara kandung atau antara tetua dengan anaknya) yang disebabkan ketidakcermatan dalam mengawinkan pejantan dengan induk atau dara. Dampak ternak hasil silang dalam pada umumnya memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang kurang dibandingkan dengan ternak hasil silang luar. Pengaruh buruk tersebut berhubungan dengan penurunan fertilitas, peningkatan mortalitas, penurunan daya tahan terhadap penyakit, penurunan daya hidup dan penurunan laju pertumbuhan. Pengaruh buruk tersebut disebabkan oleh pengaruh gabungan gen-gen resesif yang homozigot. Hasil Perkawinan Jumlah anak yang hidup dari hasil perkawinan secara assortative (tandem) hingga generasi keenam adalah 40 ekor. Hasil perkawinan antara pejantan dengan induk ada yang tidak menghasilkan anak (no calf) sebesar 16%, sedangkan persentase terjadinya kesulitan induk saat melahirkan (distokia) sebesar 2%, dan angka kematian (lethal) anak sapi sebesar 2%. Hal ini kemungkinan disebabkan pengaruh silang dalam yang terjadi pada generasi ketiga dan keenam karena adanya pengaruh genetik, yaitu faktor yang terdapat pada induk yang memiliki kecenderungan mengalami distokia dan adanya gen-gen resesif pada induk dan pejantan yang dapat menghasilkan fetus (janin) yang tidak sempurna pertumbuhannya. Kesimpulan Secara umum sapi pedaging lokal menunjukkan kemajuan genetik untuk karakteristik bobot lahir yang positif. Hal ini mengindikasikan bahwa metode pemuliaan ternak sapi untuk meningkatkan mutu genetik sudah efektif dilakukan melalui program seleksi dan perkawinan terpilih berdasarkan performa genetik (besarnya nilai pemuliaan) dengan persentase keberhasilan sebesar 80%. Daftar Pustaka 1 Warwick, E.J., J.M. Astuti, dan W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2 Bourdon, R. M. 1997. Understanding Animal Breeding. Prentice Hall, Upper Saddle River, N.J.07458. 3 Anang, A. 2001. Pendugaan Nilai Pemuliaan dengan Best Linear Unbiased Prediction (BLUP). Materi Kuliah. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 4 Dirjen Peternakan. 2007. Petunjuk Teknis Uji Performans Sapi Potong Nasional. Peraturan Direktur Jenderal Peternakan No: 73/PD.410/ F/06/2007. 5 Ebangi, A.L., G.J Erasmus, A,L. Tawa and D.A. Mbah. 2002. Genetic Trends for Growth in a Selection Experiment Involving Purebred and Two-Breed Synthetic Beef Breed in a Tropical Environment. Revue Elev. Med. vet. Pays trop 55(4): 305 312. 6 Noor, R.R. 2000. Genetika Ternak. Jakarta: Penebar Swadaya. 67