JURNAL PSIKIATRI INDONESIA Vol. No.1 Tahun 016 Hubung Komunikasi Terapeutik Deng Kecemas Keluarga Pasien Di Rug Flamboy RSUD Jombg M.Mahmudi 1, Monika Sawitri Prihatini, Rifa i 3 1,,3 STIKes Pemkab Jombg ABSTRAK Pendahulu :Pasien d keluargya yg menjalirawatinap di rumahsakit ak mengalami perasa cemas atau yg sering disebut sietas.hal ini disebabk keluarga tidak mampumemberik dukung bagi pasien d keluargapasien kesulit bekerjasama deng perawat.peneliti ini bertuju untuk mengetahui hubung komunikasi terapeutik deng kecemas keluarga pasien di Rug Flamboy RSUD JOMBANG. Metode :Desain peneliti ini adalah alitik korelasional. Variabel independen peneliti ini adalah komunikasi terapeutik d variabel dependenpeneliti ini adalah kecemas keluarga pasien di Rug Flamboy deng sampel sebyak 3 org yg di ambil menggunak Consecutive Sampling. Data yg terkumpul dari tggal 30 mei 13 juni 016 di alisis deng uji statistik spearm rk corelation. Hasil :Dari hasil peneliti menunjukk bahwa separuh (56,3) tenaga kesehat menerapk komunikasi terapeutik tidak baikd hampir setengah (43,8)responden tidak mengalami kecemas. Analisa data deng menggunak spearm rk corelationdeng taraf signifik α = 0,05 diperoleh hasil penghitung deng nilai corelation coefficient 0,905 bahwa H1 di tolak yg artinya tidak ada hubung komunikasi terapeutik deng kecemas keluarga pasien di Rug Flamboy RSUD JOMBANG.Pembahas :Kesimpul dari peneliti initidak ada hubung tara komunikasi terapeutik deng kecemas keluarga pasien di Rug Flamboy RSUD Jombg. Peneliti ini dapat digunak sebagai acu oleh peneliti seljutnya untuk mencari faktor penyebab kecemas yg lain selain darifaktorkomunikasi terapeutik Kata Kunci :komunikasi terapeutik, kecemas,keluarga PENDAHULUAN Komunikasi terapeutik tara perawat d pasien merupak hal yg pokok dalam asuh keperawat. Pengguna komunikasi terapeutik harus memperhatik pengetahu, sikap d cara yg digunak oleh perawat sgat besar pengaruhnya terhadap usaha mengatasi berbagai masalah psikologis pasien maupun keluargya (Roatib, Suhartini & Supriadi, 007). Komunikasimerupak penghubungdalam bersosial. Ilmu komunikasi sekarg berkembg pesat. Salah satu kaji ilmu komunikasi ialah komunikasi kesehat atau komunikasi terapeutik yg selalu dilakuk saat berhubung deng pasien ataupun keluarga d tenaga kesehat lainnya (Setiti 007). Pasien bersama keluargya yg Masuk Rumah Sakit (MRS) ak mengalami perasa cemas atau yg sering disebut sietas. Hal ini disebabk mereka tidak mampu untuk membgun dukung bagi pasien d mereka sering terlihat kesulit bekerjasama deng perawat. Hal ini menimbulk kebingung d meningkatk stress d kemarah dalam diri keluarga terhadap staf perawat. Sebenarnya hal demiki tidak ak terjadi apabila sejak dari pertama kali pasien MRS, perawat mampu memberik pengertin d pendekat yg terapeutik kepada pasien d keluargya yg diwujudk deng pelaksa komunikasi yg efektif tara perawat deng pasien d keluargya berupa komunikasi terapeutik baik komunikasi verbal maupun non verbal (Rahmat, 006). Komunikasi yg kurg baik berdampak Evidence Based Practice Indonesia Web: http://ebpi.asia Email: admin@ebpi.asia
buruk bagi pasien maupun keluarga, ditarya kesalahpaham d kebingung pada keluarga, perawat harus bisa menggunak bahasa yg mudah dimengerti oleh keluarga dalam menergk tindak komunikasi deng menjawab pertya, siapa yg menyampaik, apa yg di sampaik, melalui salur apa d apa pengaruhnya (Cggara,006). Peneliti yg di lakuk oleh Rusmini tahun 006 tentg hubung komunikasi terapeutik deng kecemas keluarga di RSU Doris Sylvus Palgkaraya didapatk bahwa perilaku perawat khususnya dalam berkomunikasi kurg baik (35,5). Peneliti yg dilakuk Prihatiningsih (01) menunjukk komunikasi terapeutik yg dilakuk di Rug Melati RSUD Kebumen sudah cukup baik (53,3 ). Tingkat kecemas keluarga pasien di Rug Melati RSUD Kebumen mayoritas berkategori sedg (6,7). Terdapat hubung komunikasi terapeutik deng tingkat kecemas pasien di Rug Melati RSUD kebumen deng p=0.003 (<0.05) Dari hasil wawcara deng lima keluarga pasien di rug Paviliun Flamboy RSUD Jombg mengenai komunikasi tara perawat deng ggota keluarga, tiga ggota keluarga menyatak bahwaperawatkurg memberik informasi mengenai kondisi pasien. Kondisi tersebut menjadik ggota keluarga menjadi lebih khawatir. Sedgk dua keluarga menyatak bahwa justru ggota keluarga yg lebih aktif mencari informasi mengenai kondisi pasien, namun tidak mendapat informasi yg baik dari perawat. Menurut ggota keluarga apabila perawat memberik informasi kondisi pasien kurg bisa dipahami oleh ggota keluarga, dima perawat masih byak menggunak istilah bahasa medis sehingga mempersulit pemaham ggota keluarga. Bagi keluarga pasien yg berada dalam keada kritis (critical care patients) memiliki stress emosional yg tinggi. Mendapatk informasi tentg kondisi medis pasien d hubung deng petugas pemberi pelay merupak prioritas utama yg diharapk d diperluk oleh keluarga pasien. Para penelitisebelumnyamendapatk data adyapeningkat kejadi stress yg dialami oleh keluarga Hal.0 pasien segera setelah pasien berada di rumahsakit, perawat pasien dirumahsakitd lingkung rumah sakit yg asingdapatmenimbulk stress bagi keluarga pasien. Hal lain yg menyebabk stress adalahdokter d perawat merupak org yg asing, bahasa medis yg sulit dipahami d terpisahnya ggota keluarga deng pasien. Untuk itu pelay keperawat perlu memberik perhati untuk memenuhi kebutuh keluarga dalam frekuensi, jenis, d dukung komunikasi. Sejal deng itu, pelay keperawatperlu memahami kepercaya, nilai-nilai keluarga, menghormati struktur, fungsi, d dukung keluarga (Potter & Perry, 009). Menurut Potter d Perry (006) deng komunikasi d hubung terpeutik diharapk dapat menurunk kecemas keluarga pasien karena keluarga merasa bahwa interaksinya deng perawat merupak kesempat untuk berbagi pengetahu, perasa d informasi dalammencapai tuju perawat yg optimal sertadiiharapk dapat menghilgk kecemas. Selain itu sikap yg penuh perhati, empati, d ramah saat menyampaik informasi tersebut sgat diharapk oleh keluarga (Neves, 009). Dari pemikir d fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti hubung komunikasi yg dilakuk perawat deng tingkat kecemas keluarga pasien yg menjali di Rug Flamboy RSUD Jombg. METODE PENELITIAN Jenis peneliti yg digunak adalah peneliti korelasional deng pendekat Cross Sectional deng teknik consecutive sampling.desain peneliti iniadalah peneliti alitik korelasi dengmenggunak kuesioner untuk mengetahui hubung komunikasi terapeutik dengkecemas keluarga pasien di Rug Flamboy RSUD Jombg.Populasi dalam peneliti ini adalah semua keluarga pasien yg di rawatsebyak 43 responden. Peneliti ini ak dilakuk dalam kurun waktu dua minggu. Sampel peneliti ini sebyak 3 responden. 1. Kriteria Inklusi a. Keluarga pasien yg di rawat di RugFlamboy
b. Keluargaberusia5-50 tahun c. Keluarga tinggal satu rumah. Kriteria Eksklusi: 1) Keluarga pasien yg tidak koopratif Dari hasil pengisi kuesioner, ditabulasik d dialisa disajik dalam bentuk tabel berdasark variabel kemudi diuraik sesuai hasil yg dicapai guna mengetahui hubung hubung komunikasi yg dilakuk perawat deng tingkat kecemas keluarga pasien di Rug Flamboy RSUD Jombg. Untuk mengetahui hubung tara dua variabel yaitu deeng menggunak uji alisa data Spearm Rk. HASIL PENELITIAN Hasil peneliti disajik dalam dua bagi yaitu data umum d data khusus. Data umum menyajik karakteristik responden berdasark umur, jenis kelamin, pendidik, pekerja. Sedgk data khusus komunikasi terapeutik d kecemas d hubung hubung komunikasi yg dilakuk perawat deng tingkat kecemas keluarga pasien di Rug Flamboy RSUD Jombg Karakteristik data umum responden peneliti di Rug Flamboy RSUD Jombg pada tggal 31mei sampai13juni 016 Tabel 1.Distribusi karakteristik data umumresponden di Rug Flamboy RSUD Jombg pada tggal 31mei - 13Juni 016. No Usia f ( ) 1 5 35 13 40,6 36 45 17 53,1 46 55 6,3 Pendidk Pendidik Dasar(SD/SMP/MTS) Pendidik Menengah(SMU/SMK) Pendidik Tinggi(D3/S1/S/S3) 3 4. Jenis kelamin Laki-laki Perempu Pekerja Bekerja Tidak bekerja Sumber data primer 016. 13 17 17 15 14 18 40,6 53,1 6,3 53,1 46,9 43,8 56,3 Tabel.Distribusi karakteristik data khusus responden di Rug Flamboy RSUD Jombg pada tggal 31mei - 13Juni 016 Hal.1 No Data Khusus f Komunikasi 1. terapeutik Baik 3 71,9 Tidak baik 9 8,1. Kecemas Normal 14 43,8 Ring 10 31,3 Sedg 8 5,0 Sumber data primer 016. Tabel 3.Tabulasi silg tara umur deng komunkasi terapeutik di di Rug Flamboy RSUD Jombg pada tggal 31mei 13Juni 016 Komuni kasi terapeut ik f Nor mal Kecemas F Ring f Seda ng Baik 6 18,8 5 15,6 3 9,4 1 4 Tidak 8 5,0 5 15,6 5 15,6 1 baik 8 Total 1 43,8 1 31, 8 5,0 3 4 0 Sumber data primer 016. Analisa Uji Statistik f Tot al 43, 8 56, 100,0 Tabel 4. Hasil uji spearment rk tara komunikasi terapeutik deng kecemas keluarga di Rug Flamboy RSUD jombg tahun 016. Spearma n's rho Terapeut ik Kecemas Terapeu tik Kecemas Correlati on Coefficie 1,000,0 nt Sig. (- tailed).,905 N 3 3 Correlati on Coefficie,0 1,000 nt Sig. (- tailed),905. N 3 3
Berdasark tabel 4.8 hasil uji Spearm's rho gka korelasi 0,905 deng gka signifik atau nilai Correlation Coefficient (1,000) jauh lebih tinggi stdart signifik 0,05 atau ( α ), yg berarti tidak ada hubung kedua variabel yg signifik yaitu tidak ada hubung tara komunikasi terapeutik deng kecemas keluarga pasien di Rug Flamboy RSUD Jombg tahun 016. PEMBAHASAN Berdasark tabel dapat di ketahui bahwa separuh (56,3) tenaga kesehat menerapk komunikasi terapeutik kurg baik. Musliha & Fatmawati, (010) menjelask komunikasi terapeutik buk pekerja yg bisa dikesampingk, namun harus direncak, disengaja d merupak tindak profesional, komunikasi terapeutik sebagai kegiat bertukar informasi tara perawat d pasien yg dilakuk secara sadar dalam rgka proses penyembuh. Kegiat yg dilakuk oleh perawat adalah mencari informasi mengenai keluh yg dirasak oleh pasien d mengevaluasi. Kegiat pasien adalah memberik informasi yg sejelasjelasnya mengenai keluh yg dirasak agar dapat dijadik pegg perawat dalam bertindak (melakuk tindak keperawat). Kenyata di lapg perawat melakuk komunikasi yg kurg baik karena faktor komunikasi interpersonal d pengalam dalam berkomunikasi dari perawat d kesibuk perawat dalam merawat pasien yg lain juga kurgnya hubung saling percaya tara perawat d klien. Berdasark tabel. dapat di ketahui bahwa hampir setengah (43,8) tidak mengalami kecemas. Kecemas merupak keada perasayg tidak menyengk yg disertai deng sensasi fisik yg memperingatk org terhadap bahaya ygak datg. Keada yg tidak menyengk itu sering kabur d sulit menunjuk deng tepat, tetapi kecemas itu sendiri selalu dirasak (Lestari, 015) Kenyata di lapg responden atau keluarga tidak mengalami kecemas karena pasien yg di rawat sudah beberapa kali kambuh d sembuh d mgatak ikhlas deng penyakit yg di derita ggota keluargya. Merekamampumengendalik keada yg ada, sehingga sietas yg Hal. disebabk oleh persepsi mereka sendiri tentg ketidakmampu yg direfleksik ke dalam konsep diri itu dapat di atasi. Berdasark tabel 3 menunjukk sebagi kecil (5,0 ) responden yg mendapatk komunikasi terapeutik tidak baik mengalami kecemas normal. Menurut Suryi (005) ada beberapa prinsip dasar yg harus dipahami dalam membgun d mempertahk hubung yg terapeutik. Pertama, hubung perawat deng klien adalah hubung terapeutik yg saling menguntungk.kualitas hubung perawatklien ditentuk oleh bagaima perawatmendefenisik dirinya sebagai musia. Hubung perawat deng klien tidak hya sekedar hubung seorg penolong deng kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubung tar musia yg bermartabat. Kedua perawat harus menghargai keunik klien. Tiap individu mempunyai karakter yg berbeda-beda. Karena itu perawat perlu memahami perasa d perilaku klien deng melihat perbeda latar belakg keluarga, budaya, d keunik setiap individu.ketiga, semua komunikasi yg dilakuk harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pes, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya d harga diri klien.keempat, komunikasi yg menciptak tumbuhnya hubung saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalah d memberik alternatif pemecah masalah. Hubung saling percaya tara perawat d klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik. Kecemas merupak keada perasa efektif yg tidak menyengk yg disertai deng sensasi fisik yg memperingatk org terhadap bahaya ygak datg. Keada yg tidak menyengk itu sering kabur d sulit menunjuk deng tepat, tetapi kecemas itu sendiri selalu dirasak (Lestari, 015). Kenyata di lapg menunjukk bahwa hampir semua responden mgatak ikhlas deng penyakit yg di derita ggota keluargya, tetapi mereka tidak kehilg kemampu mengendalik keada yg ada, sehingga sietas yg di sebabk oleh persepsi mereka sendiri tentg ketidakmampu yg direfleksik ke dalam konsep diri itu dapat di atasi.
KESIMPULAN Berdasark data yg telah di sajik dalam bab sebelum nya maka dapat diambil kesimpul sebagai berikut : 1. Berdasark tabel 4.5 dapat di ketahui bahwa separuh (56,3) tenaga kesehat menerapk komunikasi terapeutik tidak baik.. Berdasark tabel 4.6 dapat di ketahui bahwa hampir setengah (43,8) tidak amengalami kecemas. 3. Tidak ada hubungtara komunikasi terapeutik deng kecemas keluarga pasien di Rug Flamboy RSUD Jombg deng koefisien korelsi 0,905 yg berarti H1 di tolak. SARAN Beberapa sar yg dapat peneliti sampaik terhadap pihak yg terkait dalam hal ini adalah : 1. Bagi peneliti seljutnya Diharapk melakuk peneliti tentg efektifitas komunikasi terapeutik deng komunikasi interpersonal terhadap kecemas sehingga hasilnya ak di ketahui bahwa lebih efektif komunikasi terapeutik atau komunikasi interpersonal yg di terapk dalam rumah sakit atau puskesmas d juga lebih membatasi kerakteristik responden.. Bagi responden Di harapk responden tidak takut bertya kepada tenaga kesehat dirugdeng bertya ak memberik responden suatu jawab yg dapat mempengaruhi penurun kecemas yg di alami misalnya deng sering bertya kepada tenaga kesehat tentg prosedur tindak. 3. Bagi perawat Diharapk para petugas kesehat benarbenar menerapk prinsip d tahap komunikasi terapeutik yg benar deng cara meningkatk pengetahu skill bekomunikasi yg terapeutik melalui pelatih-pelatih yg ada, atau mengadak workshop rug untuk meningkatk kualitas SDM yg ada dirug demi klien d rumah sakit. 4. Bagi Institusi Pendidik Hal.3 Diharapk institusi pendidik dapat memberik arah atau pembelajar pada peserta didik tentg pentingnya komunikasi terapeutik dalam lingkung kerja selama dalam perkuliah yg berguna untuk meningkatk kualitas pendidik perawat dalam menjalk pernya sebagai perawat yg profesional. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (006). Prosedur Peneliti Suatu PendekataPraktik.Jakarta: Rineka Cipta. Lestari Titik. (015). Kumpul Teori Untuk Kaji Pustaka Peneliti Kesehat. Yogyakarta : Nuha Medika. Musliha & Fatmawati Siti. (010). Komunikasi Keperawat Plus Materi Komunikasi Terapeutik. Jogjakarta : Nuha Medika Potter & Perry (009). Fundamental of Nursing: Fundamental Keperawat, Edisi 7. Jakarta, Salemba Medika Sigalingging, Gda (01) Hubung Komunikasi Terapeutik Perawat Deng Tingkat Kecemas Keluarga Pasien Di Rug Intensif Rumah Sakit Columbia Asia Med. http.//uda.ac.id/jurnal/files/ Gda FIKpdf.JURNAL. Dakses tgga10 desember 015). Sudarm (015) Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat Kecemas Pasien Yg Dirawat Di Unit Perawat Kritis Rsu Pku Muhammad'ryah Gombong. http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/70_/. SRIPSI (Di akses tgga10 desember 015). Suryi. (006). Komunikasi terapeutik teori & prakte. Jakarta : EGC Ulil Firdaus Zaqqi, (014). Hubung Komunikasi Terapeutik Deng Kecemas Pasien Pre Opratif Seksio Sesaria.SKRIPSI