BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar ke-4 di dunia,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan ini sebelumnya dilakukan analisis-analisis terhadap aspek-aspek

BAB I PENDAHULUAN. Mulai meningkatnya angka kejahatan di Indonesia semakin marak dan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syofiyatul Lusiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. Pembahasan kriminalitas di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang-

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perubahan sistem pembinaan narapidana menjadi sistem pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Penyesuaian..., Nice Fajriani, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

Kriminalitas Sebagai Masalah Sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daniati, 2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap pola-pola kejahatan di LP Sumedang dan LP Cirebon. Lingkungan yang

BENTUK-BENTUK DISTORSI KOGNITIF NARAPIDANA WANITA YANG MENGALAMI DEPRESI DI LAPAS SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

BAB V KESIMPULAN. dua cara kerja. Pertama dari prosedur tahapan kerja yang dilakukan BAPAS

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN. sebutan penjara kini telah berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya,

PERAN PSIKOLOGI DIBIDANG KRIMINAL

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk yang cukup besar, berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

Hari Raya Natal tahun 2014 bagi narapidana dan anak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

PENGARUH HARAPAN TERHADAP KECENDERUNGAN RESIDIVIS PADA NARAPIDANA DI LAPAS KLAS I MALANG

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan hubungan hidup antara warga binaan dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB i PENDAHULUAN. The degree of civilization in a society can be judged by observing its prisoners Dostoyevsky, 1866

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melanggar peraturan hukum dan perundangan berdasarkan perspektif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bebas terlepas dari paksaan fisik, individu yang tidak diambil hak-haknya,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial. Dalam kenyataannya, kenakalan remaja merusak nilai-nilai

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. atau narapidana agar mereka dapat kembali hidup bermasyarakat dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG MENURUT UU NO. 12 TENTANG PEMASYARAKATAN

DINAMIKA KONSEP DIRI PADA NARAPIDANA MENJELANG BEBAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Faktor penyebab remaja menjadi pelaku begal terbagi dua yaitu dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

Bab I Pendahuluan. Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

Tugas Makalah PENGARUH BIMBINGAN METODE DISKUSI TERHADAP PERUBAHAN HARGA DIRI NARAPIDANA DI LAPAS KELAS II B KOTA MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

Konsep Panopticon dan Persepsi Ruang pada Rumah Bina Nusa Barong

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Bioklimatik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin maju masyarakat,

IV. PETA SOSIAL KELURAHAN SUKAMISKIN DAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN SUKAMISKIN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ribu orang di seluruh Indonesia, hingga Oktober 2015 jumlah narapidana

BAB 1 PENDAHULUAN. tiap tahunnya, hal ini ditandai dengan prestasi anak bangsa yang sudah mampu

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

I. PENDAHULUAN. Wakil Kepala Badan Reserse.Kriminal Polri Jendral Polisi Saud Usman,

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Pemerintah dalam menegakan hukum dan memberantas korupsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil dari pembahasan penelitian lapangan bahwa jika model

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB III HASIL PENELITIAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SUKAMISKIN, KEJAKSAAN TINGGI JAWA BARAT DAN PENGADILAN NEGERI BANDUNG KLAS IA

2016 POLA ADAPTASI MANTAN NARAPIDANA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. satu pun dari semua ini ada karena hak manusia memutuskan untuk. kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-nya.

Sedangkan pengertian Lembaga Pemasyarakatan menurut ensiklopedi sebagai berikut2:

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pada kejahatan dan dibiarkan seperti binatang, ia akan celaka dan binasa.

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan. Ini berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang. diberikan mencakup bidang mental dan keterampilan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Institute for Criminal Justice Reform

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Obyek Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar ke-4 di dunia, memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi pula. Tercatat dalam sebuah harian Pikiran Rakyat (21 Mei 2009), tingkat kejahatan di Indonesia mengalami kenaikan 6% tiap tahunnya. Dapat dilihat bahwa kriminalitas merupakan salah satu persoalan besar yang dihadapi pemerintah dan masyarakat di Indonesia saat ini. Baik itu yang terjadi di kota-kota besar maupun kota keeil. Dari tindakan kriminal berat sampai tindakan kriminal ringan yang meresahkan masyarakat seperti peneurian, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan dan lain sebagainya. Setiap hari masyarakat Indonesia juga selalu menyaksikan berbagai berita tindakan kriminal baik dari media elektronik maupun koran vag terjadi diseluruh wilayah Indonesia. Data di beberapa negara, termasuk di Indonesia menunjukkan bahwa pelaku tindak kriminalitas kebanyakan dilakukan oleh anak-anak muda pada usia 18-24 tahun, khususnya kejahatan yang menggunakan kekerasan. Kaum laki-laki menjadi pihak yang mayoritas pelaku, perbandingan jumlah pelaku lakilaki dan pelaku perempuan ialah 10:1 atau 20: 1 (Kartono,2007:176). Para pelaku kriminal yang tertangkap dan telah mendapat putusan pengadilan akan dimasukkan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang kemudian disebut Narapidana (terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan). (UU No. 12 tahun 1995 tentang 1

Pemasyarakatan). Di Indonesia hukuman penjara saat ini menganut pandangan pembinaan Narapidana yang dikenal dengan nama Pemasyarakatan (bagian dari tata peradilan pidana dari segi pelayanan tahanan, pembinaan narapidana, anak negara dan bimbingan klien pemasyarakatan yang dilaksanakan secara terpadu, dilaksanakan bersama-sama dengan aparat penegak hukum). Istilah penjara telah diubah menjadi Lapas, yang berfungsi sebagai tempat pembinaan untuk menghilangkan sifat-sifat jahat melalui pendidikan pemasyarakatan. Hal ini, berarti tata eara perlakuan terhadap Narapidana yang bersifat menaungi masyarakat dari gangguan kejahatan sekaligus menaungi para narapidana dan memberi bekal hidup narapidana setelah narapidana kembali ke masyarakat (Saheroji dalam Novianto, 2008: 1). Konsep pemasyarakatan di Indonesia saat ini yang memberikan kesempatan bagi Narapidana untuk melakukan perubahan diri dalam jangka waktu masa pemenjaraannya merupakan sebuah keutamaan manusia (kaum) pada zaman seakarang ini. Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi pada zaman kaum Nabi Sholeh yaitu Kaum Shamud yang di azab 4 hari setelah diberi peringatan oleh Allah SWT akan kesalahan yang kaum tersebut lakukan. Hal ini disebutkan dalam surat Al-Hijr 83: Artinya: Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur di waktu pagi (Qs. Al-Hijr 15:83).[813], [813] Peristiwa itu terjadi pada hari yang keempat, sesudah datangnya peringatan kepada mereka. 2

Artinya: Maka mereka ditimpa azab. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti yang nyata. dan adalah kebanyakan mereka tidak beriman (Qs. Asy-Syu'ara 26:158). Ayat ini semakin mempertegas kekuasaan Allah SWT dalam memberi azab dan balasan kepada siapapun hambanya yang melakukan kesalahan. Sebagai masyarakat yang beragama, hendaknya selalu melakukan introspeksi diri terhadap apapun yang telah dilakukan. Allah SWT memberi kesempatan bagi hambanya agar masyarakat sekitar dapat kembali menerima seorang narapidana yang telah keluar dari masa hukuman. Bila tujuan dari pemenjaraan adalah Pemasyarakatan, seharusnya mantan Narapidana (residivis) dapat kembali diterima di masyarakat, hidup sejajar dengan masyarakat dan tidak lagi diperlakukan secara diskriminatif di lingkungannya. Namun, pada kenyataannya seorang residivis yang telah kembali ke masyarakat, sering mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari masyarakat. Residivis banyak mendapat tekanan secara psikologis, diasingkan, dicurigai, digunjingkan hingga akhirnya residivis tidak betah berada di tengah-tengah lingkungannya. Sebagian besar masyarakat masih mempunyai pandangan bahwa seorang residivis adalah seorang yang sudah tidak layak lagi diterima dalam masyarakat tersebut. Seringkali kita mendengar atau bahkan menyaksikan seorang residivis yang diasingkan dari kehidupan sosial. Mereka tidak mudah untuk diterima dalam pergaulan kemasyarakatan karena titel residivis yang disandangnya, bahkan seorang residivis kesulitan untuk mendapatkan kesempatan kerja. Pandangan masyarakat tentang Narapidana terkadang terlalu berlebihan, sehingga dapat mempengaruhi pandangan para Narapidana tentang dirinya 3

sendiri. Masih adanya sebagian pandangan dalam masyarakat yang secara terangterangan menolak kehadiran mereka untuk kembali ke tengah-tengah masyarakat, menyebabkan narapidana menjadi kehilangan kepercayaan dirinya, dan jika dibiarkan berlarut-larut dapat menyebabkan munculnya gangguan-gangguan psikologis. Sebuah Lapas haruslah menjadi sebuah tempat bagi para Narapidana untuk melakukan pembenahan diri, mulai dari sikap sampai perbuatan. Untuk memenuhi target tersebut, maka sebuah Lapas haruslah mampu secara optimal menaungi Narapidana agar program pembinaan dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Jumlah penghuni Lapas haruslah seimbang dengan luas bangunannya., agar sistem yang telah dibentuk dapat berjalan dengan semestinya. Ditengah-tengah Kota Malang terdapat sebuah Lapas yang menjadi tempat untuk melakukan pembinaan, bagi warga Malang Raya yang melakukan tindakan kriminal. Lapas yang memiliki wilayah hukum se-malang Raya ini memiliki luas 50.110 m 2 dengan area terbangun seluas 14.679 m 2 Lapas ini memiliki 22 blok dengan pembagian blok berdasarkan tindak pidana serta masa pidana yang diterima narapidana. Sedangkan kapasitasnya ± 936 jiwa ini, menampung Narapidana dari tindak kriminalitas yang berbeda-beda. Namun, kondisi Lapas kelas I Malang sekarang ini sudah melebihi kapasitas daya tampungnya. Narapidana yang menghuni Lapas tersebut saat ini mencapai 1564 jiwa (http://www.lapasmalang.org). Lapas ini memeiliki over crowding 628 jiwa atau sebesar 90% dari kapasitas normal (Hikmahadi, Djoko. 2011. Sekilas Kondisi 4

Lapas/Rutan di Propinsi Jawa Timur. Makalah disajikan dalam Seminar Lapas Ideal. ITS Surabaya, Surabaya, 17-18 September). Gambar 1.1 Tampak depan lapas (sumber: hasil survey 2011) Hal ini menyebabkan fungsi dari Lapas yang merupakan tempat pemasyarakatan (pembinaan Narapidana) bisa tidak berjalan dengan semestinya. Karena tempat yang seharusnya hanya mampu menampung Narapidana ± 936, saat ini menampung Narapidana hampir 2 kali dari kapasitasnya. Selain daya tampung yang sudah overload, lapas yang sudah berdiri sejak tahun 1918 ini memerlukan peremajaan agar mampu bertahan lebih lama lagi. Meskipun Lapas kelas I Malang berstandar ISO 9001, namun dengan kondisi yang disebutkan diatas makahal-hal tersebut akan secara langsung maupung tidak langsung dapat mempengaruhi psikologis narapidana. Seperti rasa nyaman akan ruang pribadi ketika didalam sel akan terganggu, hal ini karena kapasitas sel yang hanya berukuran 4x10 yang berkapasitas normal ±10 narapidana saat ini harus dihuni oleh ± 20-30 narapidana. 5

Gambar 1.2 sertifikat ISO 900 1 (sumber: lapasmalang.org) Seorang Narapidana membutuhkan ruang pribadi yang cukup untuk melakukan semua aktifitasnya setiap hari. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis narapidana untuk menunjang program pemasyarakatan tersebut. Dengan kondisi Lapas yang sudah melebihi kapasitas serta kondisi bangunan yang kurang layak, maka me-redesain LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS I MALANG menjadi sebuah Lapas yang benarbenar difungsikan sebagai tempat untuk melakukan pembinaan bagi seorang narapidana. Baik pembinaan secara akhlaq, rohani dan keterampilan. Serta menjadi sebuah Lapas yang mampu membentuk dan merubah perilaku narapidana dengan memperhatikan ruang-ruang pribadinya. Meredesain Lapas ini menjadi sebuah pili han yang harus dilakukan agar semua sistem yang telah ditetapkan dapat terlaksana dengan baik dan optimal. Selain itu juga, dengan meredesain akan memberikan efek yang besar bagi kondisi psikologi baik bagi Narapidanan itu sendiri juga bagi aparat yang berada didalam Lapas. 6

1.1.2 Latar Belakang Tema Manusia adalah makhluk yang dapat dididik dan mendidik (belajarmengajar), dapat dipengaruhi dan mempengaruhi. Manusia bukanlah makhluk yang selalu pasif yang hanya dapat menerima. Manusia juga bukan makhluk yang hanya dapat memberikan dan mempengaruhi, tetapi tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan (lingkungan). Secara nyata, manusia memang berhubungan langsung dengan alam, lingkungan dan dapat mengubah atau mempengaruhinya bahkan manusia juga bisa dipengaruhi oleh lingkungannya. Dengan fitrah yang dimiliki manusia, manusia memiliki peluang untuk mengubah alam lingkungan sesuai yang dikehendakinya. Dalam hadits riwaya Bukhori telah dijelaskan bahwa: Artinya: Setiap anak lahir (dalam keadaan) fitrah, Kedua orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama Majusi...(HR. Bukhori). Dari potongan hadits tersebut jelas telah diterangkan dalam Islam bahwa manusia itu berkembang dan mengembangkan dirinya berdasarkan pada yang ada di lingkungannya. Begitupun dengan para narapidana, kepribadian narapidana akan semakin terbentuk dengan lingkungan yang ada disekitarnya. Maka dari itu, lingkungan yang ada dalam lapas harus diarahkan kepada pembentukan kepribadian yang lebih baik. Kehidupan seorang narapidana sebenarnya masih sama dengan aktifitas (kehidupan) orang yang bebas, hak-hak narapidana seperti hak untuk pendidikan masih terpenuhi. Hanya hak untuk bebas, artinya untuk berkumpul dengan masyarakat luas benar-benar terputus. 7

Segala bentuk aktivitas seorang Narapidana harus sesuai dengan hak-hak yang seharusnya didapatkan. Karena bagaimanapun seorang Narapidana adalah seorang manusia biasa, layaknya masyarakat pada umumnya. Meskipun sedang menjalani masa hukuman, tetapi harus tetap terpenuhi hak-haknya untuk hidup sesuai dengan apa yang mereka butuhkan. Gambaran tersebut, maka tema ARSITEKTUR PERILAKU menjadi sebuah pemecah permasalahan yang berkembang baik didalam Lapas maupun dilingkungan masyarakat. Karena dalam arsitektur perilaku, setiap individu diperhatian setiap aspek dalam segala aktifitasnya setiap hari. Dalam perancangan Lapas tentunya memiliki aturan-aturan tersendiri tentang ketentuan jenis dan sistem bangunannya. Seperti ketebalan tembok pagar luar lapas, jenis materialnya serta banyak lagi. Selain itu, penerapan tema arsitektur perilaku sangatlah tepat untuk Lapas, yang penghuninya memiliki perilaku yang sangat kompleks. Ruang lingkup arsitektur perilaku tidak hanya terbatas pada arsitektur atau pada lingkungan binaan (built enviroment), akan tetapi lebih jauh membahas pula raneangan (desain), organisasi dan pemaknaan ataupun hal-hal yang lebih spesifik sperti ruang-ruang, bangunan-bangunan, masyarakat dan perilaku penggunananya itu sendiri. Arsitektur perilaku dengan fokus kepada Determinan Arsitektur (Architecture Determinism), dimana lingkungan akan membentuk perilaku dari penghuni merupakan terapan yang sesuai dengan keadaan dari sebuah Lapas. Seorang narapidana dengan tindak kriminal yang berbeda-beda yang mereka 8

lakukan tentunya memiliki tingkat kebutuhan akan ruang dan tingkat kesesakan (crowding), kepadatan (density) yang berbeda pula. Serta membutuhkan area privasi (personal space) agar keberadaan diri mereka tidak tereampuri dengan narapidana yang lain. Salah satu opini paling menarik yang dihadapi oleh arsitek maupun masyarakat umum adalah bagaimana peraneangan bangunan sekolah, pusat perbelanjaan bahkan Lapas mempengaruhi kehidupan masyarakat. Para arsitek berusaha keras agar raneangannya terwujud dengan baik, tetapi pada umumnya mereka menyandarkan diri pada intuisi dan pengalaman mereka. Sampai saat ini belum ada penelitian maupun raneangan yang benar-benar sesuai dengan perilaku dari penggunanya. Pengaruh desain arsitektur terhadap perilaku seringkali masih dipandang keeil atau sebelah mata. Meskipun direneanakan secara umum, raneangan suatu kota dan bangunan-bangunannya jarang sekali mempertimbangkan bagaimana kota dan bangunan tersebut dapat mempengaruhi perilaku atau kualitas kehidupan manusianya. Sebaliknya, pertimbangan desain mendapatkan tempat utama di mata para perancang. Oleh karena itu, tema Arsitektur Perilaku dapat menjadi sebuah pemeeah masalah yang selama ini tumbuh dan berkembang didalam Lapas. Diman lingkungan Lapas atau sistem Lapas akan membentuk perilaku dari Narapidana, bukan sebaliknya yang selama ini berkembang yaitu Narapidana yang membentuk lingkungan didalam Lapas. 9

1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan yang diuraikan dari permasalahan-permasalahan diantaranya sebagai berikut: 1. Bagaimana merancangan sebuah Lapas yang mampu membentuk serta merubah perilaku narapidana? 2. Bagaimana mengaplikasi tema Arsitektur Perilaku dalam Redesain Lapas 1.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam redesain Lembaga Pemasyarakatan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk merancang Lapas yang mampu membentuk serta mengubah perilaku narapidana. 2. Untuk mengaplikasikan tema Arsitektur Perilaku dalam Redesain Lapas. 1.4 Manfaat Manfaat dari meredesain objek ini adalah: 1. Bagi Akademis - Mengetahui gambaran tentang Lapas yang sesuai dengan perilaku dari narapidana. - Mengetahui lebih jauh tentang pengaplikasian tema arsitektur perilaku pada sebuah Lapas. - Mengetahui dasar-dasar dalam Islam (al-qur'an dan hadits) yang berhubungan dengan tindak kejahatan. Sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan pengetahuan dan ketaqwaan kita. 10

2. Bagi Institusi Pendidikan - Dapat dijadikan sebuah referensi atau literatur dalam perancangan sebuah Lapas selanjutnya. - Menjadi sebuah literatur mengenai pendalaman materi Arsitektur Perilaku dalam perancangan sebuah institusi 3. Bagi Masyarakat - Dapat dijadikan sebuah acuan dalam merancang Lapas yang sesuai dengan kebutuhan perilaku Narapidana.. 4. Bagi Instansi Terkait (Kementrian Hukum dan HAM) - Dapat dijadikan sebuah referensi dalam membangun lembaga pemasyarakatan maupun rumah tahanan yang sesuai dengan nilai kemanusiaan serta agama Islam. 1.5 Batasan Beberapa batasan dalam Redesain Lapas ini diantaranya adalah: 1. Menerapkan tema Arsitektur Perilaku yang difokuskan pada Architecture Determinism sebagai dasar perancangan. 2. Ruang lingkup wilayah hukum Lapas kelas I Malang ini mencangkup seluruh wilayah Malang Raya (kota Malang, kabupaten Malang dan kota Batu). 11