Nura Ma shumah 1, Sufiati Bintanah 2, Erma Handarsari 3. Universitas Muhammadiyah Semarang ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

Hubungan Asupan Lemak dan Asupan Kolesterol dengan Kadar Kolesterol Total pada Penderita Jantung Koroner Rawat Jalan di RSUD Tugurejo Semarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB III METODE PENELITIAN

Perbedaan Kadar Hb Pra dan Post Hemodialisa pada Penderita Gagal Ginjal Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia dan tidak

Program Studi D3 Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang 2

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS)

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana S-1. Disusun oleh : ELYOS MEGA PUTRA J FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD KABUPATEN KOTABARU ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DAN ASUPAN KALIUM TERHADAP KADAR KREATININ PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DAN KUALITAS HIDUP PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUMAHSAKIT Dr.

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

GAMBARAN KEPATUHAN DIET PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA RAWAT JALAN DI RSUD KAYEN KABUPATEN PATI TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

GAMBARAN KEPATUHAN DIET PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RSUD KABUPATEN PEKALONGAN. Manuscript

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang

Journal of Nutrition College, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI. Disusun oleh : AZIZAH NUGRAHANI NIM: 05/190419/EKU/0172

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hubungan Pengetahuan Makanan Sumber Fe Dan Vitamin C Dengan Kadar Hb Pada Ibu Hamil Post Hiperemesis Gravidarum di Rumah Bersalin Budi Rahayu Semarang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

HUBUNGAN ASUPAN MAGNESIUM DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI PENDERITA ANEMIA DI SUKOHARJO SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tata Bumi No. 3, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta (

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi

BAB III METODE PENELITIAN. Cross Sectional dimana pengukuran variabel bebas dan variabel terikat

PERBEDAAN ASUPAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANTARA PASIEN HEMODIALISIS ADEKUAT DAN INADEKUAT PENYAKIT GINJAL KRONIK

IKA PURNAMA FITRIA HASANAH J

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN DENGAN KREATININ SERUM PADA PASIEN THALASSEMIA DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

ABSTRAK. Gea Nathali Halim, 2017, Pembimbing 1: Penny Setyawati M, Dr, SpPK, MKes Pembimbing 2: Yenni Limyati, Dr, SSn,SpKFR,MKes

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk

ABSTRAK INSIDEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HIPERTENSI YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2005

THE RELATION OF OBESITY WITH LDL AND HDL LEVEL AT PRECLINIC STUDENT OF MEDICAL FACULTY LAMPUNG UNIVERSITY 2013

Nunung Sri Mulyani Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

THE RELATIONSHIP OF FOOD CONSUMPTION TOWARDS STAY LENGTH AND PATIENT NUTRITIONAL STATUS BY RICE DIET IN PKU MIHAMMADIYAH HOSPITAL OF YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

EKA FAUZIAH ANWAR (P )

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BEBERAPA FAKTOR RISIKO PENYAKIT GINJAL KRONIK DI RSUD W.Z. YOHANNES KUPANG PERIODE LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh: : Septia Ningsih. No. Mahasiswa : FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

Korelasi Kadar Albumin dengan Indeks Massa Tubuh pada Penderita Gagal Ginjal Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

BAB 4 HASIL. 24 Universitas Indonesia. Hubungan kadar..., Krishna Pandu W., FK UI., 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat

PENGARUH STATUS GIZI DAN FREKUENSI SENAM DIABETES TERHADAP PROFIL LIPID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 TESIS

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

22 Hubungan Asupan Protein Dengan Kadar Ureum, Kreatinin, dan Kadar Hemoglobin Darah pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Hemodialisa Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang ABSTRACT Nura Ma shumah 1, Sufiati Bintanah 2, Erma Handarsari 3 1, 2, 3 Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang Sofi_unimus@yahoo.com Chronic renal failure or end-stage renal disease is a progressive destruction of kidney structure and continuously. Renal function that can not be recovered where the body's ability to maintain metabolic balance, and fluid electrolyte failure, which led to uremia (Elizabeth, 2009). The purpose of this study was to determine the "Relationship with Protein Intake Levels of urea, creatinine and Hb Levels in Patients with Chronic Renal Failure in the Outpatient Hemodialysis Tugurejo Hospital Semarang" This type of research is Clinical Nutrition descriptive analytic with cross sectional approach. Population in this study were all out patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis at Tugurejo Hospital, Semarang. The research was done at June-July 2013. the criteria of patient are had urea levels> 40 g / dl and creatinine levels > 1.3 g /dl, able to communicate, aged 17 years old and above, we gained the sample as many as 35 pasient. To collecting the data, we used interview with food frequency tools. To test the correlation between protein intake and levels of urea, creatinin, blood hemoglobin level, we used the Rank Spearman test and to tested the normality of data we used the kolmogorov-smirnov test The results showed that there are 21 (60,0%) patients with kidney failure are male more than female. The aged of 41-60 years old are 17 pasient (48.6%), pasient with normal nutritional status are 17 people (48.6%). The average of protein intake is 80,02 gram per day. All of patient (100%) have blood urea levels over than the normal level. and the blood creatinine levels likewise all of patient, men (20 patient) and women (14 patient) have blood Hb level in the category entirely lacking. Statistical test result showed that there are a corelation between protein intake with the levels of urea (p value 0,019 <0,05), protein intake with the level of kreatinin (p value 0,044<0,05), and protein intake with the Hb levels (p value 0,024< 0,05) Keywords: Protein intake, levels of urea, creatinine levels and Hb levels PENDAHULUAN Prevalensi gagal ginjal kronik menurut United State Renal Data System (USRDDS) pada tahun 2009 adalah sekitar 10-13 % didunia. Menurut Kartika (2013), menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan prevalensi penyakit gagal ginjal kronik yang cukup tinggi,

23 yaitu sekitar 30,7 juta penduduk. Menurut data PT Askes, ada sekitar 14,3 juta orang penderita gagal ginjal tahap akhir yang saat ini menjalani pengobatan. Data yang didapatkan di RSUD Tugurejo Semarang, pada arsip Rekam Medik bulan Januari 2012 sampai Februari 2013 sebanyak 100.368 pasien yang menjalani rawat jalan, 4901 pasien diataranya adalah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani haemodialisa. Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal ( Yusuf Fikri, 2012 ). Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus- menerus. Fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolic, dan cairan elektrolit mengalami kegagalan, yang menyebabkan uremia (Elizabeth, 2009 ). Menurut kresnawan (2005), Terapi pengganti yang paling banyak dilakukan di Indonesia adalah haemodialisa. Prosedur haemodialisa dapat menyebabkan kehilangan zat gizi, seperti protein, sehingga asupan harian protein seharusnya juga ditingkatkan sebagai kompensasi kehilangan protein, yaitu 1,2 g/kg BB ideal/ hari. Lima puluh persen protein hendaknya bernilai biologi tinggi. Protein seringkali dibatasi sampai 0,6/ kg/ hari bila GFR turun sampai dibawah 50 ml/ menit untuk memperlambat progresi menuju gagal ginjal Rubenstein, (2005). Pembatasan protein dilakukan karena terjadinya disfungsi ginjal dengan salah satu cirinya adalah terjadinya uremia. Pada keadaan normal ginjal akan mengeluarkan produk sisa metabolisme protein (ureum) yang berlebihan didalam tubuh dalam bentuk urin namun sebaliknya apabila terjadi kerusakan pada ginjal maka akan terjadi penumpukan ureum didalam darah sehingga ginjal tidak mampu mengeluarkannya dan menjadikannya semakin tinggi (Bastiansyah,2008). Penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi haemodialisa juga dapat mengalami anemia. Anemia muncul ketika kreatinin turun kira- kira 40 ml/ mnt. Anemia akan menjadi lebih berat lagi apabila fungsi ginjal memburuk. Pada umumnya anemia pada penderita gagal ginjal kronik disebabkan oleh berkurangnya hemoglobin dalam darah akibat pengambilan darah untuk

24 pemeriksaan laboratorium atau darah yang terperangkap atau tertinggal di alat hemodialisa sehingga produksi eritroprotein juga berkurang. Selain itu, asupan pasien makan yang kurang juga dapat menyebabkan anemia menjadi lebih buruk ( Lewis, 2005 ). Diet tinggi protein dapat menimbulkan keseimbangan nitrogen positif atau netral, namun kadang-kadang diet tinggi protein dengan nilai biologi rendah menimbulkan keseimbangan nitrogen negatif. Berdasarkan hasil penelitian William, et al., (2004), terdapat hubungan antara asupan energi dan protein yang rendah dengan menurunnya serum kreatinin, albumin, dan berat badan pada sekelompok pasien HD. Menurut Sumiasih (2012), menunjukkan adanya hubungan asupan protein hewani dengan kadar ureum dan kreatinin pada penderita gagal ginjal kronik, Kadar kreatinin darah yang tinggi dipengaruhi oleh diet tinggi kreatinin yang bersumber dari daging dan makanan yang bernilai biologis rendah seperti kacang- kacangan, biji- bijian, umbi, tempe, tahu, dan jagung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan asupan protein dengan kadar ureum, kreatinin dan kadar Hb pada penderita gagal ginjal kronik (GGK) dengan haemodialisa (HD) rawat jalan di Rumah Sakit Tugurejo Semarang. METODE PENELITIAN Jenis penelitian diskriptif analitik di bidang gizi klinik, menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Tugurejo Semarang pada bulan Juni sampai Juli 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita penyakit gagal ginjal kronik dengan hemodialisa yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Tugurejo Semarang. Kriteria i sampel adalah seluruh pasien hemodialisa rawat jalan dengan diagnose Gagal Ginjal Kronik dengan nilai kadar ureum lebih dari 40 g/dl dan kadar kretainin lebih dari 1,3 g/dl, mampu diajak berkomunikasi, jenis kelamin pria dan wanita, berumur 17 keatas, menjalani hemodialisa rawat jalan selama bulan Juni- Juli 2013. Dengan kriteria ini diperoleh sampel sejumlah 35 pasien. Data yang diambil terdiri dari data primer dan sekunder, data primer diambil dengan cara wawancara langsung dengan responden, data sekunder dikutip dari catatan medik responden. Data primer yang diambil meliputi Identitas ( samp el ) yang terdiri dari nama ( responden ), tanggal lahir, usia dan data konsumsi makanan ( khususnya protein ), TB dan BB,

25 IMT untuk menentukan status gizi. Sedangkan data sekunder meliputi kadar ureum kreatinin dan Kadar Hb. Analisis data dilakukan secara univariat yaitu menggambarkan sebaran nilai rata- rata dan nilai median. Analisis Bivariat menggunakan uji kolmogorov-smirnov dilanjutkan Rank spearman. HASIL DAN PEMBAHASAN Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tugurejo -Semarang merupakan salah satu rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, sebelumnya merupakan salah satu rumah sakit khusus pusat rujukan kusta di Provinsi Jawa Tengah KARAKTERISTIK RESPONDEN Umur Gambaran Umur responden r termuda adalah 31 tahun dan umur tertua 82 tahun, dengan rata- rata umur 48 tahun, dan standar deviasi 12,21. pada tabel 1. Tabel 1. Distribusi Umur Responden Distribusi umur responden dapat dilihat Umur Frekuensi Persentase 31 40 tahun 41 60 tahun >60 tahun 10 17 8 28,6% 48,6% 22,8% Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan di RS Tugurejo Semarang berumur 41 60 tahun, sebanyak 17 orang (48,6%). Jenis Kelamin Gagal ginjal kronik dapat menyerang siapa saja, baik golongan muda dan tua dengan jenis kelamin laki- laki maupun perempuan. Distribusi jenis kelamin penderita gagal ginjal kronik pada responden dapat dilihat pada tabel 2.

26 Tabel 2. Distribusi Jenis kelamin Responden Jenis kelamin Frekuensi Persentase Laki-laki Perempuan 21 14 60,0% 40,0% Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan di RS Tugurejo Semarang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 21 orang 60%. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sumiasih (2012), yang menyatakan bahwa sebagian besar pasien gagal ginjal kronik di RSUD Tugurejo Semarang berjenis kelamin laki- laki dengan prosentase 63,6%. Status Gizi Berdasarkan IMT Distribusi status gizi responden berdasarkan IMT dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi Status Gizi Responden Status Gizi Frekuensi Persentase Underweight(<18,50) 10 28,6% Normal (18,50-22,9) 17 48,6% Overweight (23,0-24,9) 4 11,4% Obesitas I (25,0-29,9) 4 11,4% Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 35 penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan di RS Tugurejo Semarang sebagian besar mempunyai status gizi normal, yaitu sebanyak 17 responden (48,6%). Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumiasih (2012), pada penderita gagal ginjal kronik hemodialisa di RSUD Tugurejo Semarang, yang menunjukkan sebagian besar pasien mempunyai gizi normal yaitu sebanyak 17 responden (51,5%). Asupan Protein perhari, Kisaran asupan protein penderita minimum 35 gram per hari dan maksimum 120 gram dengan asupan rata- rata 80,02 gr/hari dan standar deviasi 19,53. Distribusi asupan pprotein responden dapat dilihat pada tabel 4.

27 Tabel 4. Distribusi Asupan Protein Responden Asupan Protein (gr) Frekuensi Persentase 35-60 61-80 81-100 >100 6 11 14 4 17,2 % 31,4 % 40,0 % 11,4 % Berdasarkan tabel 4 sebagian besar penderita (40,0%) asupan protein dalam kisaran 81-100 gr. Terapi konservatif dapat diterapkan kepada penderita gagal ginjal kronik dengan tujuan untuk menghilangkan gejala yang mengganggu penderita. Komponen utama terapi konservatif adalah diet, yaitu dengan mengatur asupan protein. Selain itu juga harus mengatur air dan garam, vitamin, elektrolit, dan asam amino essensial. Kadar Ureum Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kadar ureum penderita minimum 48mg/dl, maksimum 241 mg/dl dan rata-rata 119,59 mg/dl dan standar deviasi 40,90. Distribusi kadar Ureum responden dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Distribusi Kadar Ureum Responden Kadar Ureum Frekuensi Persentase 40,1-100 mg/dl 100,1-200 mg/dl >200 mg/dl 8 26 1 22,9% 74,3% 2,8 % Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan sebanyak 26 (74,3%) penderita mempunyai kadar ureum antara 100,1-200 mg/dl. Kadar Kreatinin Hasil penelitian menunjukkan kadar kreatinin darah penderita minimum 3,76 mg/dl, maksimum 39,0 mg/dl dengan kadar kreatinin rata- rata 10,40 mg/dl dan standar deviasi 5,93 mg/dl. Distribusi kadar Kreatinin responden dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Distribusi Kadar Kreatinin Responden Kadar Kreatinin Frekuensi Persentase 1,3 5,1 mg/dl 5,1 10,0 mg/dl 10,1 20,0 mg/dl >20,1 mg/dl 5 14 15 1 14,3% 40,0% 42,9% 2,9%

28 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa. Sebagian besar Kadar Kreatinin penderita berada dalam kisaran 10,1-20,0 mg/dl sebanyak 15 orang (42,9%). Kadar Hb Distribusi Kadar Hb penderita minimum 6,40 gr %, maksimum 13,70 gr% dengan rata- rata 8,6 gr% dan standar deviasi 1,43. Distribusi kadar Hb responden dapat dilihat dari tabel 7. Kadar Hb Kurang Normal Jumlah Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Ureum Hasil uji kenormalan Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Urium menggunakan kolmogorov-smirnov, menunjukkan data berdistribusi tidak normal (p value sehingga untuk mengetahui keeratan hubungan dilanjutkan dengan menggunakan Rank Spearman. Hubungan Asupan Protein dengan kadar ureum pada responden dapat dilihat pada gambar 1. Tabel 7. Distribusi Kadar Hb Responden Kadar Hb Total Pria Wanita f % F % f % 21 60,0 14 40,0 35 100,0 0 0,0 0 0,0 0,0 0,0 21 60,0 14 40,0 35 100,0 = 0,005< 0,05) uji korelasi Gambar 1. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Ureum Hasil Analisis data diperoleh p value 0,019 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan positif antara asupan protein dengan kadar ureum pada penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan di RS Tugurejo Semarang. Penelitian ini sama dengan penelitian

29 sumiasih (2013) tentang hubungan asupan protein hewani dan nabati dengan kadar ureum dan kreatinin pada penderita gagal ginjal kronik juga menyatakan ada hubungan antara protein dengan kadar Ureum. Kadar Ureum dalam serum mencerminkan keseimbangan antara produksi dan eksresi. Metode penetapannya adalah dengan mengukur nitrogen atau sering disebut Blood Urea Nitrogen ( BUN ). Nilai BUN akan meningkat apabila seseorang mengkonsumsi protein dalam jumlah banyak, namun pangan yang baru disantap tidak akan berpengaruh terhadap nilai ureum pada saat manapun. Hal ini lah yang menyebabkan adanya hubungan asupan protein dengan kadar ureum ( Benez, 2008). Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Kreatinin Hasil uji kenormalan Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Kreatinin menggunakan kolmogorov-smirnov menunjukkan bahwa data berdistribusi tidak normal (p value = 0,000 < 0,05) sehingga untuk mengetahui keeratan hubungan dilanjutkan dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hubungan asupan protein dengan kadar kreatinin responden dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Hubungan asupan protein dengan kadar kreatinin Hasil Analisis data menunjukkan p value 0,044 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan positif antara asupan protein dengan kadar kreatinin pada penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan di RS Tugurejo.

30 Penelitian Noer (2006), juga menyatakan bahwa kenaikan kadar Kreatinin ser um menunjukkan menurunnya klirens kreatinin dan penurunan LFG. Asupan daging matang dalam jumlah banyak akan meningkatkan kadar kreatinin serum, karena terjadi penambahan kreatinin eksogen. Setiap 1 gram daging yang dimakan akan menghasilkan 3,5 sampai 5,0 mg kreatinin. Salah satu penyusun tubuh manusia adalah protein, didalam tubuh protein disimpan didalam otot. Metabolisme sel otot ini akan dirubah menjadi Kreatinin didalam darah.ginjal akan membuang kreatinin dari darah ke urin. Bila fungsi ginjal menurun, kadar kreatinin didalam darah akan meningkat. Hal inilah yang menyebabkan adanya hubungan asupan protein dengan kadar kreatinin ( IKAPI, 2007 ). Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada masa otot dari pada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein hal ini menyebabkan nilai kreatinin pada pria lebih tinggi karena jumlah massa otot pria lebih besar dibandingkan jumlah massa otot wanita. Massa otot dan Metabolisme protein pada umumnya sama- sama menimbulkan efek pembentukan kreatinin yang tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan pada otot. ( Mark, 2005 ). Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Hb Hasil uji kenormalan Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Hb menggunakan kolmogorov-smirnov, menunjukkan bahwa data berdistribusi tidak normal (p value = 0,001 < 0,05) sehingga untuk mengetahui keeratan hubungan dilanjutkan dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hubungan asupan Protein responden dapat dilihat padaa gambar 3. Gambar 3. Hubungan asupan protein dengan kadar Hb

31 Hasil Analisis data menunjukkan p value 0,024 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan positif antara asupan protein dengan kadar Hb pada Penderita Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa Rawat Jalan di RS Tugurejo Semarang. Pembentukan Hemoglobin dalam darah dapat dipengaruhi oleh zat besi. Dalam bahan makanan zat besi berbentuk besi heme dan non heme yaitu senyawa besi yang berikatan dengan protein. Besi heme dapat diperoleh dari bahan makanan protein hewani dan besi non heme dari bahan makanan nabati. Seseorang dengan kondisi yang sehat dan bergizi baik pada umumnya mempunyai persediaan atau simpanan zat gizi yang cukup didalam tubuh namun, jika persediaan besi terus menerus menurun dan keseimbangan zat besi terganggu, hal tersebut dapat menyebabkan persediaan zat besi tubuh berkurang. Berkurangnya persediaan zat besi ini juga menyebabkan terganggunya pembentukan hemoglobin dan pembentukan hemoglobin yang terus menerus terjadi juga akan menyebabkan terjadinya anemia. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik, bisa terjadi karena produksi hormon eritroprotein berkurang seiring dengan penurunan fungsi ginjal yang berfungsi menghasilkan hormon tersebut sebagai produksi sel- sel darah merah dan menjaga keseimbangan kadar oksigen dalam darah. Selain itu, terapi hemodialisa dan asupan penderita yang buruk juga dapat memperburuk status anemia. Makanan bersumber protein dengan nilai biologis tinggi dapat membantu meringankan fungsi ginjal serta membantu mempertahankan ataupun menaikkan kadar Hb, sehingga apabila asupan protein pada penderita gagal ginjal rendah, maka kadar Hb juga ikut turun. KESIMPULAN 1. Karakteristik penderita : 60,0% berjenis kelamin laki-laki, 48,6% berumur 41-60 tahun, 48,6% gizi normal, asupan protein rata-rata 80,02 gr, 100% kadar kreatinin lebih dari normal, 1000% kadar Hb kurang. 2. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan asupan Protein dengan kadar Ureum p value 0,019 < 0,05, ada hubungan asupan Protein dengan kadar Kreatini p value 0,044 < 0,05 ada hubungan asupan Protein dengan kadar Hb p value 0,024 < 0,05.

32 SARAN 1. Perlu adanya program edukasi bagi pasien tentang pendidikan gizi yang terstruktur oleh ahli gizi RS Tugurejo Semarang tentang pola makan terutamai makanan sumber protein. 2. Penderita gagal ginjal kronik agar lebih memperhatikan pola makan yang dikonsumsi terutama makanan sumber protein. 3. Perlu adanya program edukasi bagi pasien tentang pendidikan gizi yang terstruktur oleh ahli gizi RS Tugurejo Semarang tentang pola makan terutamai makanan sumber protein. DAFTAR PUSTAKA Bastiansyah, Eko. 2008. Panduan lengkap : Membaca Hasil Tes Kesehatan. Jakarta : Penebar Plus. Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : buku saku. Jakarta : EGC. Febrian. 2009. Anemia Penyakit Kronik. http://kedokteranfebrian.blogspot.com/2009/02/anemia-penyakit-kronik.html. diakses 24 februari 2009. Fikri,Yusuf. 2012. Gagal Ginjal. http://www.yusufikri.web.id/berita/gagal-ginjal. diakses pada tanggal 25 Mei 2012. Graber, Mark A. 2002. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolit. Farmedia. Jakarta : EKG. IKAPI. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta. kartika,uvoniana. 2013. Rajin Pantau Tensi Turut Sehatkan Ginjal. Kompas. http://health.kompas.com/read/2013/03/06 diakses pada 6 Maret 2013. Lewis SM, Heitkemper MM and Dirknes SR. 2000. Medical Surgical Nursing. USA : Mosbi inc. Noer Ms,2002. Gagal Ginjal Kronik.In : Putra ST, Suharto, Soewandojo E, editors. Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : Gramik FK Universitas Airlangga. 137-146. Sumiasih. 2012. Hubungan Asupan Protein Hewani dan Nabati dengan Kadar Ureum dan Kreatinin Pasien Penyakit Gagal ginjal Kronik Hemodialisa di RSUD Tugurejo Semarang. Umami. Citra Riza. 2012. Diet Penyakit Gagal Ginjal Kronik. http://blog.ub.ac.id/citrariza19/2012/06/04/diet-penyakit-gagal-ginjal-akut. diakses pada tanggal 4 Juni 2012. Williams, et al. 2004. Early Clinical, Quality of Life, and Biochemical Changes of Daily Hemodialysis. American Journal of Kidneys.