TIPOLOGI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI WILAYAH JAWA BAGIAN BARAT Oleh: Endang Setiasih 1)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

PANGSA EKONOMI SEKTORAL DAN TIPOLOGI DAERAH DI WILAYAH JAWA BAGIAN TENGAH Oleh: Agus Arifin 1) dan Dijan Rahajuni 2)

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

ANALISIS KONTRIBUSI DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI JAWA BARAT

MODAL DASAR PD.BPR/PD.PK HASIL KONSOLIDISASI ATAU MERGER

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Analisis Tipologi Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Pendapatan Dalam Implementasi Otonomi Derah di Propinsi Jambi. Oleh : Etik Umiyati.SE.

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH VINA TRISEPTINA H

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat merasakan kesejahteraan dengan cara mengelola potensi-potensi ekonomi

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

LAPORAN PENELITIAN LANJUT

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 terjadi perubahan di

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari

BERITA RESMI STATISTIK

Fakultas Ekonomi Universitas Baturaja Sumatera Selatan ABSTRACT

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2)

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013

Diki Saputra Program Studi Pendidikan Ekonomi-Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

STRUKTUR EKONOMI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah)

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BERITA RESMI STATISTIK

PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.

BAB I PENDAHULUAN. Timur dan Tenggara. Negara-negara dengan sebutan Newly Industrializing Countries

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat,

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

PENDAPATAN REGIONAL REGIONAL INCOME BAB IX PENDAPATAN REGIONAL CHAPTER IX REGIONAL INCOME Struktur Ekonomi. 9.1.

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

4 DINAMIKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2013 (dalam rupiah)

CAPAIAN INDIKATOR MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN AREA MANAJEMEN TRIWULAN I TAHUN 2016

VARIASI PERKEMBANGAN EKONOMI WILAYAH DI PERKOTAAN YOGYAKARTA. Arif Karunia Putra Lutfi Muta ali

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012

BAB I PENDAHULUAN. UU RI No.20 pasal 51 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Transkripsi:

EKO-REGIONAL, Vol.3, No.1, Maret 2008 TIPOLOGI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI WILAYAH JAWA BAGIAN BARAT Oleh: Endang Setiasih 1) 1) Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman ABSTRACT Economic potency in regions of west java regions is interesting to analyze. On 2000 to 2004, these regions had referred to structural economic changing which signed by the changing of its some secondary economic sectors share.. Nevertheless, regional typology shows the income disparities among the regency on this regions. Especially, the regions with low per capita income and coincide with low economic growth should need to concern. Without right and wise policy, these regions will always left behind from the other regions if they are compared to the regions that have better typology. Key words: economic potency, regional typology, income disparities PENDAHULUAN Menurut Arsyad (1999) perbedaan kondisi daerah membawa implikasi terhadap corak pembangunan yang diterapkan. Kebijakan pembangunan ekonomi daerah yang ditetapkan di suatu daerah harus disesuaikan dengan kondisi (masalah, kebutuhan dan potensi) daerah yang bersangkutan. Tulisan ini akan melihat upaya penentuan potensi sektoral daerah-daerah kabupaten dan kota yang terletak di wilayah Jawa bagian barat dan permasalahan tipologi yang melekat sebagai basis pengambilan kebijakan ekonomi. Pada tulisan ini, wilayah Jawa bagian barat yang dimaksudkan adalah daerah-daerah yang sebelumnya merupakan wilayah Propinsi Jawa Barat sebelum berlakunya pemekaran propinsi. Dengan demikian, daerah-daerah ini meliputi daerah yang tersebar di dua propinsi: Jawa Barat dan Banten. Sampai dengan tahun 2004, pangsa sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan, restoran dan hotel di kedua Propinsi masih mendominasi. Hal ini terlihat dari Grafik 1. Pada tahun 2004, ke tiga sektor ekonomi tersebut memberikan kontribusi bagi PDRB total kedua Propinsi sekitar Rp209 triliun, atau sebesar 77,81% dari PDRB total Jabar plus Banten. Sisanya, 6 sektor lain kurang dari 1/4 dari total nilai ke tiga sekor tersebut atau menyumbang 22,19% dari PDRB total Jabar + Banten. Ukuran share ini belum termasuk nilai PDRB dari sektor minyak dan gas. Jika migas diikut sertakan dalam komposisi pendukung industri pengolahan, ke tiga sekor ekonomi utama memberikan share terhadap PDRB total kedua daerah lebih dari 80%. Dari grafik 1 terlihat perubahan kontribusi yang jelas antara sektor ekonomi primer (pertanian serta pertambangan dan penggalian) dengan sektor tersier (industri, properti, perdagangan dan jasa lainnya). Bermula dari perubahan kontribusi sektoral wilayah ini, penelitian ini ingin melihat dengan lebih jelas perubahan kontribusi sektorsektor ekonomi tersebut pada sub wilayah yang lebih kecil, yaitu kabupaten/kota. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana perubahan basis ekonomi di kabupaten/kota dalam rentang waktu 2000 2004. Selain itu, tinjauan tipologi daerah akan digunakan sebagai upaya untuk melihat perbedaan karakteristik sektor-sektor ekonomi di kabupaten/kota tersebut. 43

Tipologi Daerah Kabupaten.. (Endang Setiasih) Pertumbuhan Sektor Ekonomi Pangsa Sektor Ekonomi Ekonomi Sektoral Pertambangan dan Penggalian 0,91% 35,17% Listrik, Gas dan Air Bersih Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Bangunan 2,48% 3,01% 3,17% 6,69% 9,39% 5,70% Pengangkutan dan Komunikasi 5,72% 7,15% jasa-jasa 6,30% 4,67% Pertanian 14,31% 3,17% Perdagangan, Hotel dan Restoran 20,09% 5,41% Industri Pengolahan (tanpa migas) 44,01% 4,96% Gambar 5.1. Pangsa Sektor Ekonomi Sektoral dan Pertumbuhannya di Jawa bagian Barat (Rata-rata 2000 2004) METODE ANALISIS 1. Data Seluruh data yang dipergunakan adalah data sekunder berupa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut sektor ekonomi per kabupaten/kota dan data kependudukan yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik pada harga konstan dengan tahun dasar 2000. 2. Pangsa Sektoral Salah satu cara untuk melihat suatu sektor ekonomi dikategorikan sektor pemimpin adalah dengan melihat kontribusi nilai produksi sektoral terhadap Produk Domestik Regional Bruto di suatu daerah. Sektor pemimpin ini dipergunakan untuk melihat seberapa besar bagian ( share) dari nilai produksi setiap sektor ekonomi masing-masing daerah Kabupaten/Kota terhadap PDRB Kabupaten/Kota tersebut. Secara sederhana sektor pemimpin pada tahun i untuk daerah-daerah kabupaten/kota di Jawa bagian barat di dapat dirumuskan sebagai berikut: Leading Sector t Nilai produksi Sektor S PDRB t di Kab / Kota Kabupaten atau Kota 3. Tipologi Daerah Tipologi Daerah menunjukkan gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi di setiap daerah. Tipologi pada tulisan ini membagi daerah berdasarkan dua indikator utama; pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Axis ditentukan sebagai berikut: sumbu vertikal menunjukkan rata-rata pertumbuhan ekonomi, sumbu horizontal menunjukkan pendapatan per kapita daerah. Daerah yang diamati dibagi menjadi empat klasifikasi (tabel 5.1) berikut: daerah cepat maju dan tumbuh (pertumbuhan dan pendapatan tinggi), daerah maju tapi tertekan (pendapatan tinggi tapi pertumbuhan rendah), daerah berkembang cepat (pertumbuhan tinggi tap i pendapatan rendah) dan relatif tertinggal (pertumbuhan dan pendapatan rendah) (Kuncoro, 2004). t i i Tabel 5.1. Tipologi Daerah Berdasarkan Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per Kapita Pertumbuhan Ekonomi (r i > r) Daerah berkembang cepat PDRB per kapita (y i < y) (y i > y) Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (r i < r) Daerah relatif tertinggal Daerah maju tertekan 44

EKO-REGIONAL, Vol.3, No.1, Maret 2008 HASIL ANALISIS Setiap sektor ekonomi menunjukkan share yang berbeda-beda terhadap PDRB di setiap kabupaten/kota di Jawa bagian barat. Diketahui dari Tabel 5.2, rata-rata sepanjang tahun 2000 2004, sektor pertanian dan sektor industri pengolahan pada umumnya menjadi sektor yang paling memberikan kontribusi utama bagi PDRB. Sel berwarna gelap menunjukkan nilai pangsa terbesar dari setiap sektor ekonomi. Tingginya pangsa sektor pertanian terjadi terutama di daerah berbentuk kabupaten. Sementara untuk wilayah kota, sektor pertanian memberikan kontribusi yang relatif kecil. Sektor pertanian memberikan kontribusi rata-rata setiap kota sebesar 4,5%. Daerah kota yang masih mengandalkan sektor pertanian dengan pangsa besar adalah Kota Banjar (23,56%) dan terendah adalah Kota Cimahi (0,19%). Wilayah kota cenderung memperoleh pangsa sektor ekonomi terbesar dari sektor ekonomi modern. Kota Bogor, Kota Cirebon, Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Cimahi, Kota Tangerang dan Kota Cilegon memperoleh pangsa ekonomi terbesar dari sektor industri pengolahan. Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar memperoleh manfaat ekonomi tertinggi dari sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor pertambangan dan penggalian memberikan sumbangan paling kecil di semua kabupaten/kota baik wilayah Jawa bagian Barat. Setiap daerah rata-rata hanya menerima sumbangan dari sektor ini sebesar 0,7% dari PDRBnya. Tabel 5.2 memberikan pula gambaran daerah-daerah berbentuk kabupaten yang memperoleh pangsa ekonomi utama dari sektor industri pengolahan merupakan daerah yang relatif lebih dekat dengan pusat pertumbuhan ekonomi utama. Kabupaten Bogor, Purwakarta, Karawang, Bekasi dan Tangerang berdekatan dengan wilayah Jakarta dan cenderung wilayah tersebut merupakan daerah pinggiran atau penyangga pusat pertumbuhan. Dua kabupaten lainnya (Kabupaten Bandung dan Serang) relatif lebih dekat dengan pusat pertumbuhan sekunder. Untuk melihat perubahan peran atau kontribusi setiap sektor ekonomi selama periode pengamatan, pangsa sektoral tiap daerah perlu dibandingkan antara tahun 2000 dengan tahun 2004. Sel warna gelap pada Tabel 5.3 memperlihatkan perubahan rangking sumbangan setiap sektor ekonomi. Nomor urut 1 menunjukkan pangsa terbesar pada tahun berlaku. Jika dibandingkan antara tahun 2000 dengan 2004, terdapat beberapa Kabupaten/kota yang menunjukkan perubahan peringkat peranan suatu sektor ekonomi. Perubahan peringkat sektor-sektor ekonomi tersebut terutama pada sektor-sektor kurang utama atau berada pada peringkat rendah. Sektor-sektor ekonomi utama cenderung tidak berubah peringkatnya. Di daerah-daerah Jawa bagian barat sebagian besar terjadi pergeseran peran antara sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.. Sektor bangunan yang pada tahun 2000 memberikan pangsa lebih tinggi dari dua sektor ekonomi ini, pada tahun 2004 menunjukkan pangsa ekonomi yang lebih rendah daripada dua sektor ekonomi tersebut. Yang menarik adalah perubahan pangsa ekonomi untuk Kota Sukabumi. Pada tahun 2000, sektor jasa-jasa merupakan sektor ekonomi terbesar kedua setelah sektor perdagangan hotel dan restoran dan tahun 2004 sektor tersebut menjadi sektor dengan pangsa ekonomi terbesar ketiga setelah sektor pengangkutan dan komunikasi menjadi sektor terbesar kedua di Sukabumi. Sebagian daerah lain tidak menunjukkan adanya perubahan komposisi atau peringkat sumbangannya terhadap besaran PDRB. Daerahdaerah ini terdiri dari 11 daerah kabupaten dan 4 daerah kota. Sektor perdagangan hotel dan restoran merupakan satu-satunya sektor ekonomi yang tidak berubah pangsa ekonominya di seluruh daerah. Dari sisi kemakmuran ekonomi rata-rata, terlihat perbedaan antara masyarakat Propinsi Jawa Barat dengan Banten maupun antar daerah-daerah di kedua propinsi tersebut.. Hal ini terlihat dari perbedaan pendapatan per kapita maupun pertumbuhan ekonomi (Tabel 5.4). Dari perbandingan bentuk daerah, kabupaten dengan kota, daerah berbentuk kota lebih tinggi rata-rata pendapatan per kapitanya maupun pertumbuhan ekonominya. Tabel ini menunjukkan pula pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita di masing-masing Kabupaten/Kota. Pada analisis tipologi daerah, basis data utama yang dipergunakan adalah pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi. Pada tipologi ini, daerah-daerah dibagi menjadi empat klasifikasi; Kuadran 1 Kuadran 3 Kuadran 4 Kuadran 5 Daerah dengan pendapatan per kapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi tinggi Daerah dengan pendapatan per kapita rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi Daerah dengan pendapatan per kapita rendah dan pertumbuhan ekonomi rendah Daerah dengan pendapatan per kapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah 45

Tipologi Daerah Kabupaten.. (Endang Setiasih) Tabel 4.2. Sumbangan Sektor-sektor Ekonomi pada PDRB kabupaten/kota, rata-rata 2000-2004 Propinsi Kab/Kota Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jawa Barat Bogor 7,19% 1,59% 60,37% 3,80% 3,27% 15,39% 2,74% 1,78% 3,86% Sukabumi 37,45% 6,65% 17,54% 1,04% 1,85% 16,23% 5,49% 3,54% 10,22% Cianjur 50,37% 0,12% 2,64% 0,75% 3,11% 21,95% 6,70% 4,71% 9,65% Bandung 10,00% 0,29% 53,91% 3,56% 2,07% 17,36% 4,95% 2,53% 5,34% Garut 51,70% 0,13% 6,96% 0,46% 2,70% 24,99% 2,78% 2,52% 7,74% Tasikmalaya 39,22% 0,17% 7,24% 0,95% 4,53% 24,03% 3,71% 3,25% 16,89% Ciamis 36,37% 0,38% 7,06% 0,64% 8,39% 23,89% 7,58% 5,34% 10,34% Kuningan 46,52% 0,89% 1,82% 0,44% 4,95% 19,96% 7,56% 4,34% 13,52% Cirebon 36,56% 0,42% 11,27% 1,93% 6,42% 21,79% 5,82% 4,38% 11,42% Majalengka 32,33% 2,07% 17,41% 0,63% 4,58% 20,18% 6,57% 3,69% 12,54% Sumedang 29,06% 0,10% 25,56% 2,17% 2,23% 26,12% 3,22% 3,72% 7,83% Indramayu 47,22% 0,31% 4,07% 0,79% 2,35% 25,78% 6,67% 2,98% 9,84% Subang 38,65% 0,07% 18,63% 1,10% 2,80% 22,16% 4,78% 3,26% 8,55% Purwakarta 10,88% 0,19% 44,24% 2,96% 3,09% 25,59% 3,50% 4,64% 4,92% Karawang 13,39% 6,55% 44,32% 1,93% 2,37% 21,58% 4,35% 0,98% 4,53% Bekasi 2,26% 1,10% 80,91% 1,35% 1,04% 9,13% 1,30% 0,93% 1,98% Kota Bogor 0,37% 0,00% 27,73% 3,07% 7,86% 31,61% 9,55% 12,03% 7,78% Kota Sukabumi 5,62% 0,01% 4,07% 1,13% 6,23% 43,21% 16,11% 8,49% 15,14% Kota Bandung 0,40% 0,00% 31,23% 2,13% 4,92% 32,92% 10,17% 6,82% 11,42% Kota Cirebon 0,35% 0,00% 41,15% 1,56% 3,55% 27,51% 16,04% 3,77% 6,06% Kota Bekasi 1,15% 0,00% 46,87% 2,08% 3,57% 29,03% 7,46% 3,48% 6,36% Kota Depok 3,79% 0,00% 39,60% 3,37% 6,51% 29,72% 5,25% 3,83% 7,93% Kota Cimahi 0,19% 0,00% 64,08% 3,82% 6,61% 18,46% 1,55% 1,84% 3,45% Kota Tasikmalaya 10,64% 0,01% 16,55% 1,43% 9,45% 30,24% 10,13% 7,39% 14,17% Kota Banjar 23,56% 0,36% 13,35% 1,00% 4,79% 29,77% 7,04% 6,79% 13,34% Banten Pandeglang 38,77% 0,11% 11,88% 0,69% 4,04% 23,38% 5,30% 4,24% 11,60% Lebak 40,20% 1,09% 9,31% 0,32% 3,90% 22,96% 5,26% 4,36% 12,60% Tangerang 9,95% 0,08% 56,47% 6,15% 1,84% 12,22% 6,80% 2,35% 4,13% Serang 15,53% 0,06% 50,36% 4,09% 6,35% 10,50% 3,03% 2,84% 7,24% Kota Tangerang 0,21% 0,00% 56,45% 1,41% 1,85% 25,52% 11,08% 1,41% 2,07% Kota Cilegon 3,22% 0,09% 63,37% 9,96% 0,48% 10,98% 8,71% 1,86% 1,31% Dimana: 1 = pertanian, 2 = pertambangan penggalian, 3 = industri pengolahan, 4 = listrik gas air bersih, 5 = bangunan, 6 = perdagangan hotel restoran, 7 = pengangkutan komunikasi, 8 = keuangan persewaan jasa perusahaan, 9 = jasa-jasa Grafik 2 menunjukkan tipologi daerah tersebut, sementara Tabel 4 memperlihatkan daerah-daerah di kabupaten/kota Jawa bagian barat yang terklasifikasi menurut jenis tipologi ini. Dari Grafik 4, tipologi daerah ini menunjukkan adanya disparitas pendapatan per kapita. Dengan rata-rata pendapatan per kapita daerah sebesar Rp5.977.936,89, hanya terdapat 8 daerah dengan kategori berpendapatan tinggi (lebih dari rata-rata). Sisanya, sebanyak 23 daerah lainnya berpendapatan lebih rendah dari pendapatan rata-rata penduduk Jawa Bagian Barat. Pada sisi pertumbuhan ekonomi, terdapat 14 daerah dengan pertumbuhan ekonom di atas rata-rata dan 17 daerah lainnya berada di bawah nilai rata-rata. Dari keseluruhan daerah, nilai ekstrem ditunjukkan oleh beberapa daerah. Kabupaten Majalengka merupakan daerah yang paling rendah pendapatan per kapitanya sedangkan Kota Cilegon paling tinggi pendapatan per kapitanya. Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi terendah sementara pertumbuhan ekonomi tertinggi di Kabupaten Sukabumi. 46

EKO-REGIONAL, Vol.3, No.1, Maret 2008 Dari hasil tersebut, daerah yang paling tertinggal (relatif terhadap daerah-daerah se Jawa bagian barat lainnya) adalah kabupaten Tasikmalaya. Pendapatan per kapitanya rendah (sedikit lebih tinggi dari kabupaten Majalengka) sementara pertumbuhan ekonominya paling rendah. Daerah yang dapat dikatakan daerah paling maju dan pertumbuhan ekonominya relatif lebih tinggi dari daerah lain adalah Kota Cilegon. Di Kota ini pertumbuhan ekonominya lebih dari 7%. Dengan banyaknya jumlah daerah dengan kategori pendapatan per kapita rendah disertai pertumbuhan ekonomi rendah tersebut, menunjukkan proses pembangunan cenderung tidak merata. Hal terlihat dari tipologi yang terpencar untuk beberapa daerah saja. Dapat dikatakan bahwa terdapat kecenderungan ketimpangan hasil dan proses pembangunan antar daerah di wilayah Jawa bagian barat. Tabel 4.3. Perubahan Rank Sumbangan Sektor Ekonomi pada PDRB, 2000 dan 2004 Propinsi Kab/Kota Sektor dan Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 00 04 00 04 00 04 00 04 00 04 00 04 00 04 00 04 00 04 Jawa Barat Bogor 3 3 9 9 1 1 5 5 6 6 2 2 7 7 8 8 4 4 Sukabumi 1 1 5 5 2 2 9 9 8 8 3 3 6 6 7 7 4 4 Cianjur 1 1 9 9 7 7 8 8 6 6 2 2 4 4 5 5 3 3 Bandung 3 3 9 9 1 1 6 6 8 8 2 2 5 5 7 7 4 4 Garut 1 1 9 9 4 4 8 8 5 6 2 2 6 5 7 7 3 3 Tasikmalaya 1 1 9 9 4 4 8 8 5 5 2 2 6 6 7 7 3 3 Ciamis 1 1 9 9 5 6 8 8 4 4 2 2 6 5 7 7 3 3 Kuningan 1 1 8 8 7 7 9 9 5 5 2 2 4 4 6 6 3 3 Cirebon 1 1 9 9 3 4 8 8 5 5 2 2 6 6 7 7 4 3 Majalengka 1 1 8 8 3 3 9 9 6 6 2 2 5 5 7 7 4 4 Sumedang 1 1 9 9 3 3 8 7 7 8 2 2 6 6 5 5 4 4 Indramayu 1 1 9 9 5 5 8 8 7 7 2 2 4 4 6 6 3 3 Subang 1 1 9 9 3 3 8 8 7 7 2 2 5 5 6 6 4 4 Purwakarta 3 3 9 9 1 1 7 8 8 6 2 2 6 7 5 4 4 5 Karawang 3 3 9 4 1 1 7 8 6 7 2 2 5 6 8 9 4 5 Bekasi 3 3 9 5 1 1 5 6 7 8 2 2 6 7 8 9 4 4 Kota Bogor 8 8 9 9 2 2 7 7 5 6 1 1 4 4 3 3 6 5 Kota Sukabumi 6 6 9 9 7 7 8 8 5 5 1 1 3 2 4 4 2 3 Kota Bandung 8 8 9 9 2 2 7 7 6 6 1 1 4 4 5 5 3 3 Kota Cirebon 8 8 9 9 1 1 7 7 6 6 2 2 3 3 5 5 4 4 Kota Bekasi 8 8 9 9 1 1 7 7 6 5 2 2 3 3 5 6 4 4 Kota Depok 6 7 9 9 1 1 8 8 4 4 2 2 5 5 7 6 3 3 Kota Cimahi 8 8 9 9 1 1 4 4 3 3 2 2 7 7 6 6 5 5 Kota Tasikmalaya 4 4 9 9 2 2 8 8 6 7 1 1 5 6 7 5 3 3 Kota Banjar 2 2 9 9 3 4 8 8 7 7 1 1 6 5 5 6 4 3 Banten Pandeglang 1 1 9 9 3 3 8 8 6 7 2 2 5 5 7 6 4 4 Lebak 1 1 8 8 4 4 9 9 6 7 2 2 5 5 7 6 3 3 Tangerang 3 3 9 9 1 1 5 5 8 8 2 2 4 4 7 7 6 6 Serang 2 2 9 9 1 1 6 6 5 5 3 3 7 8 8 7 4 4 Kota Tangerang 8 8 9 9 1 1 6 7 5 6 2 2 3 3 7 4 4 5 Kota Cilegon 5 5 9 9 1 1 3 3 8 8 2 2 4 4 6 6 7 7 47

Tipologi Daerah Kabupaten.. (Endang Setiasih) Tabel 4.4. Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Pendapatan Per Kapita, 2000-2004 Propinsi Jawa Barat Kabupaten/Kota Singkatan kabupaten Pertumbuhan ekonomi rata-rata tahunan (2000-2004) Pendapatan perkapita rata-rata tahunan (2000-2004) Bogor Bgr 4,69% Rp5.281.101,15 Sukabumi Skb 7,77% Rp3.259.028,03 Cianjur Cnj 3,76% Rp3.039.787,83 Bandung Bnd 5,13% Rp4.545.008,16 Garut Grt 3,57% Rp3.701.704,90 Tasikmalaya Tsm 3,19% Rp2.983.867,71 Ciamis Cms 3,90% Rp3.424.457,79 Kuningan Kng 3,82% Rp2.816.027,03 Cirebon Crb 4,43% Rp2.741.346,15 Majalengka Mjl 3,85% Rp2.620.735,54 Sumedang Smd 3,90% Rp4.005.674,20 Indramayu Inm 4,33% Rp3.164.541,84 Subang Sbn 4,94% Rp3.384.449,06 Purwakarta Pwk 3,56% Rp6.565.426,12 Karawang Krw 6,62% Rp6.277.301,10 Bekasi Bks 5,34% Rp18.626.206,40 Kota Bogor Kbgr 5,91% Rp3.855.403,09 Kota Sukabumi Kskb 5,40% Rp4.635.231,83 Kota Bandung Kbnd 7,37% Rp7.934.238,33 Kota Cirebon Kcrb 4,15% Rp15.258.887,58 Kota Bekasi Kbks 5,84% Rp5.662.397,28 Kota Depok Kdpk 6,17% Rp3.203.578,01 Kota Cimahi Kcmh 4,20% Rp9.492.590,71 Kota Tasikmalaya Ktsm 4,35% Rp3.201.663,35 Kota Banjar Kbnj 3,76% Rp3.261.039,06 Banten Pandeglang Pdg 5,36% Rp2.897.592,29 Lebak Lbk 4,01% Rp2.784.189,11 Tangerang Tnr 5,18% Rp4.576.896,97 Serang Srn 3,81% Rp4.158.544,95 Kota Tangerang Ktnr 5,42% Rp12.957.201,00 Kota Cilegon Kclg 7,52% Rp24.999.926,91 8% Skb Kbnd Kclg 7% Krw Pertumbuhan Ekonomi 6% 5% 4% Kdkp Kbgr Kbks Pdg Kskb Bnd Tnr Sbn Bgr Crb Ktsm Inm Lbk Mjl Cms Kng Smd Cnj Kbnj Snr Grt Pwk Kcmh Ktnr Kcrb Bks Tsm 3% 0 4.000.000 8.000.000 12.000.000 16.000.000 20.000.000 24.000.000 Pendapatan Perkapita (Rp) Gambar 4.2. Tipologi daerah berdasar Pertumbuhan Penduduk dan Pendapatan Per Kapita 48

EKO-REGIONAL, Vol.3, No.1, Maret 2008 Tabel 5. Tipologi Daerah kabupaten/kota di Wilayah Jawa bagian barat Pertumbuhan Ekonomi Tinggi Rendah PDRB per kapita Rendah Kuadran 2 Sukabumi, Bandung, Subang, Pandeglang, Tangerang, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bekasi, Kota Depok Kuadran 3 Bogor, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Lebak, Serang, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar Tinggi Kuadran 1 Karawang, Bekasi, Kota Bandung, Kota Tangerang, Kota Cilegon Kuadran 4 Purwakarta, Kota Cirebon, Kota Cimahi Hasil tipologi daerah ini menunjukkan adanya korelasi yang rendah antara pertumbuhan ekonomi dengan pendapatan per kapita. Korelasi yang dihasilkan adalah positif dengan probabilitas kesalahan 3,6%. Regresi yang dihasilkan dari hubungan dua variabel tersebut cenderung konsisten dengan estimasi kemiringan dan nilai parameter sebesar 0,3778 pada probabilitas kesalahan 2,1974%. Kondisi ini menunjukkan hubungan searah antara pertumbuhan ekonomi dengan pendapatan per kapita, dimana kenaikan pendapatan per kapita akan diikuti dengan pertumbuhan ekonomi, maupun sebaliknya KESIMPULAN Potensi ekonomi daerah-daerah di wilayah Propinsi Jawa barat dan Banten yang terletak di Jawa bagian barat menarik untuk dikaji. Dengan populasi penduduk yang relatif tinggi di banding daerah-daerah lain di Pulau Jawa maupun luar Jawa, di daerah ini telah terjadi perubahan struktur perekonomian yang ditandai dengan perubahan pangsa ekonomi sektoral, meskipun cenderung bukan pada sektor-sektor ekonomi utama. Analisis tipologi daerah menunjukkan terdapat beberapa daerah yang kondisi perekonomiannya perlu diwaspadai, terutama daerah dengan klasifikasi pendapatan per kapita rendah disertai pertumbuhan ekonomi rendah pula. Daerah paling perlu mendapat perhatian adalah Kabupaten Tasikmalaya. Daerah ini memiliki ciri daerah paling tertinggal relatif terhadap daerah se Jawa bagian barat lainnya. Pertumbuhan ekonomi di daerah ini paling rendah dibandingkan daerahdaerah lainnya sementara pendapatan per kapitanya juga tergolong lebih rendah. Tanpa kebijakan yang tepat, daerah-daerah relatif tertinggal di masa nanti cenderung untuk tetap tertinggal tingkat kemajuan perekonomiannya dari daerah lain. Demikian pula pada daerah dengan pendapatan per kapita tinggi tetapi menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih rendah. Kesalahan dalam pengambilan kebijakan akan mendorong daerah-daerah tersebut menjadi daerah yang lambat kemajuan perekonomiannya, dan dampak lanjutannya adalah penurunan aktivitas perekonomian dan diikuti makin rendahnya tingkat kesejahteraan ekonomi.. DAFTAR PUSTAKA Anonim, Propinsi Jawa Barat dalam Angka, Biro pusat Statistik, data digital untuk beberapa tahun, Jakarta, Propinsi Banten dalam Angka, Biro pusat Statistik, data digital untuk beberapa tahun, Jakarta Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.(edisi pertama). BPFE. Yogyakarta. Kuncoro, Mudrajad, 2004, Otonomi & Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, Penerbit Erlangga, Jakarta. Wagner, 2000, Regional Economic Diversity: Action, Concept, or State of Confusion, The Journal of Regional Analysis and Policy (2000)30:2 49

50.