Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor ISSN Volume 9, No. 1 Juni Uca dussumieri. o o. l o g i I n d o n e s

dokumen-dokumen yang mirip
Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor ISSN Volume 9, No. 1 Juni Uca dussumieri. o o. l o g i I n d o n e s

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor ISSN Volume 9, No. 1 Juni Uca dussumieri. o o. l o g i I n d o n e s

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o.

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor ISSN Volume 9, No. 1 Juni Uca dussumieri. o o. l o g i I n d o n e s

USULAN SANCA BULAN Simalia boeleni (Brongersma, 1953) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

JENIS-JENIS KADAL (LACERTILIA) DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH HERLINA B.P.

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor ISSN Volume 9, No. 1 Juni Uca dussumieri. o o. l o g i I n d o n e s

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o.

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o.

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o.

Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak. SMK Hang Tuah 2

DESCRIPTION OF THE SPECIES OF SNAKES ON A UNIVERSITY CAMPUS FIELD ANDALAS LIMAU MANIH PADANG

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

Jurnal Fauna Tropika

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o.

Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram. Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati

PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: ( Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat

USULAN PERLINDUNGAN KURA BANING HUTAN (Manouria emys emys) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Teknik Identifikas Reptil

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 :

Ular Welang, Bungarus fasciatus (Schneider, 1801), di Lereng Selatan Gunung Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta

Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition

Keanekaragaman dan Ekologi Biawak (Varanus Salvator) di Kawasan Konservasi Pulau Biawak, Idramayu

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

I. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki

STUDI MORFOMETRI IKAN WADER GOA (Puntius microps Gunther, 1868) YANG UNIK DAN DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat

Ikan bawal bintang (Trachinotus blochii, Lacepede) Bagian 1: Induk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis, Valenciences) - Bagian 1: Induk

(Diterima September 2015, Disetujui Desember 2015) ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. polifiletik (Pethiyagoda, Meegaskumbura dan Maduwage, 2012). Spesies Puntius

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

PENDAHULUAN. dengan megabiodiversity terbesar kedua. Tingginya tingkat keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN

SMP NEGERI 3 MENGGALA

PANDUAN SMART WIDYA ARTHA 2013

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Penilaian/Akreditasi Jurnal Ilmiah

ISSN Fauna. donesia. Volume 11, No. 2 Desember Hylarana rufipes MZI

JURNAL ILMIAH BIDANG ILMU EKONOMI DAN BISNIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KEHATI & KLASIFIKASI KELAS LINTAS MINAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi

Training guide for the identification of yellowfin and bigeye tunas to assist Indonesian port sampling and observer programs

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

PEDOMAN AKREDITASI TERBITAN BERKALA ILMIAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

Gambar 29. Cynopterus brachyotis sunda Lineage

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

Pasal 4. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo, 1993: 258). Indonesia

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

Menurut Borroret al (1992) serangga berperan sebagai detrivor ketika serangga memakan bahan organik yang membusuk dan penghancur sisa tumbuhan.

Fakultas Teknik Geologi UNIVERSITAS PADJADJARAN Faculty of Geological Engineering PADJADJARAN UNIVERSITY

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kawista (Limonia acidissima L.) di Indonesia salah satunya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Cover Page. The handle holds various files of this Leiden University dissertation.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Dampak Kegiatan Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

PANDUAN MAKALAH. Judul bahasa Inggris Format penulisan sama dengan judul bahasa Indonesia.

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

Transkripsi:

ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia Volume 9, No. 1 Juni 2010 Uca dussumieri M a s y a r a k a t Z o o l o g M Z I i I n d o n e s i a Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor

Fauna Indonesia Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan ataupun kajian yang berkaitan dengan fauna asli Indonesia, diterbitkan secara berkala dua kali setahun ISSN 0216-9169 Redaksi Haryono Awit Suwito Mohammad Irham Kartika Dewi R. Taufiq Purna Nugraha Tata Letak Kartika Dewi Alamat Redaksi Bidang Zoologi Puslit Biologi - LIPI Gd. Widyasatwaloka, Cibinong Science Center JI. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911 TeIp. (021) 8765056-64 Fax. (021) 8765068 E-mail: fauna_indonesia@yahoo.com Foto sampul depan : Uca dussumieri - Foto : Dewi Citra Murniati

PENGANTAR REDAKSI Tahun 2010 adalah momen yang penting bagi para pemerhati fauna karena PBB menetapkan bahwa 2010 merupakan Tahun Keanekaragaman Hayati. Untuk selanjutnya setiap tanggal 22 Mei diperingati sebagai Hari Keankeragaman Hayati Sedunia. Oleh karena itu, bangsa Indonesia sebagai Negara yang dikaruniai kekayaan hayati yang sangat melimpah sudah saatnya untuk melakukan berbagai kajian yang mengarah pada pemanfaatan dan upaya konservasinya. Sejalan dengan hal tersebut maka majalah Fauna Indonesia sudah semestinya untuk terus dihidupkan dan dikembangkan sehingga dapat memenuhi tuntutan/kebutuhan informasi pada masa kini maupun yang akan datang. Fauna Indonesia merupakan salah satu wadah informasi mengenai keragaman fauna asli Indonesia dengan segala aspeknya. Dalam perjalanannya, tidak dipungkiri Fauna Indonesia sering mengalami keterlambatan penerbitan yang diantaranya disebabkan oleh ketidakcukupan naskah. Untuk itu kami mengharapkan agar organisasi profesi Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI) sebagai payungnya dapat diaktifkan kembali. Selain itu kepada semua pembaca dapat ikut berkontribusi untuk memajukan majalah ini. Kami mohon maaf bila terdapat kekosongan penerbitan pada edisi/tahun tertentu. Pada edisi ini, Fauna Indonesia menyajikan berbagai informasi yang cukup menarik untuk disimak para pembaca, antara lain: Studi ekologi biawak (Varanus salvator ) di Pulau Biawak, Trenggiling (Manis javanica Desmarest, 1822), mamalia bersisik yang semakin terancam, Kura-kura dan Bulus yang diperdagangkan di Propinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta, Mengenal Kerang Kupang Musculista senhousia (Benson in Cantor, 1842), Keanekaragaman Uca spp. dari Segara-Anakan, Cilacap, Jawa Tengah sebagai pemakan deposit, Ular Cabe Calliophis intestinalis (Laurenti, 1768 ) Seperti terbitan nomor sebelumnya, kami dapat hadir di hadapan para pembaca atas bantuan pendanaan dari Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia Tahun 2010. Redaksi Fauna Indonesia mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian Biologi-LIPI dan KSK Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia. Ucapan terima kasih kami sampaikan pula kepada Kepala Bidang Zoologi-Pusat Penelitian Biologi yang telah memfasilitasi, serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penerbitan ini. Akhirnya kami ucapkan selamat membaca. Redaksi i

DAFTAR ISI PENGANTAR REDAKSI... i DAFTAR ISI... ii STUDI EKOLOGI BIAWAK (Varanus salvator ) DI PULAU BIAWAK..... 1 Abdul Wakhid TRENGGILING (Manis Javanica Desmarest, 1822), MAMALIA BERSISIK YANG SEMAKIN TERANCAM... 5 Wartika Rosa Farida KURA-KURA DAN BULUS YANG DIPERDAGANGKAN DI PROPINSI JAWA TENGAH DAN YOGYAKARTA...10 Hellen Kurniati MENGENAL KERANG KUPANG Musculista senhousia (BENSON in CANTOR, 1842)...15 Ristiyanti M. Marwoto KEANEKARAGAMAN Uca spp. DARI SEGARA-ANAKAN, CILACAP, JAWA TENGAH SEBAGAI PEMAKAN DEPOSIT...19 Dewi Citra Murniati ULAR CABE Calliophis intestinalis (Laurenti, 1768 )...24 Irvan Sidik ii

M a s y a r a k a t Z o o l o g MZI i I n d o n e s i a Fauna Indonesia Vol 9(1) Juni 2010 : 24-26 Fauna Indonesia ULAR CABE Calliophis intestinalis (Laurenti, 1768) Irvan Sidik Bidang Zoologi, Puslit Biologi-LIPI Summary Calliophis intestinalis is one of the group Elapids snakes spread in Southeast Asia. In Indonesia, this species has distribution in Sumatra, Java and Kalimantan. Differences of the geographical conditions make the morphological variation for this snake population. On variation of Calliophis intestinalis morphology in Indonesia has determined also that the influence of geographical resulted of different morphology characters. Pendahuluan Calliophis intestinalis atau ular cabe merupakan salah satu kelompok ular dari suku Elapidae yang tersebar di Asia Tenggara. Günther (1864) mengelompokkan ular ini ke dalam marga Callophis. Marga tersebut kemudian dipecah kembali menjadi beberapa marga, kemudian C. intestinalis dimasukkan ke dalam marga Maticora (Smith, 1930). Akan tetapi, Slowinski dkk, (2001) merevisi anggota marga Maticora, termasuk jenis Maticora intestinalis, ke dalam marga Calliophis. Marga Calliophis dipertelakan untuk pertama kali oleh Gray & Hardwicke (1835) dengan tipe jenisnya adalah C. gracilis. Marga ular ini terdiri atas 15 jenis yang tersebar di Asia Tenggara (Slowinski dkk, 2001) dan di Indonesia terdapat tiga jenis anggota, yaitu C. gracilis, C. bivirgata dan C. intestinalis. Di Indonesia, Calliophis intestinalis tersebar di Sumatera, Jawa dan Kalimantan (David & Vogel, 1996; de Lang & Vogel, 2005). Kondisi geografis yang berbeda dari ketiga daerah tersebut dapat mempengaruhi perbedaan karakter morfologi ular ini. Perbedaan tersebut terjadi karena adaptasi terhadap lingkungan dengan adanya tekanan faktor ekologis yang berbeda, sehingga menimbulkan karakter genetis yang diturunkan. Mayr (1953) juga mengatakan bahwa beberapa perbedaan morfologi suatu jenis yang terpisah secara geografis dapat mempengaruhi perubahan kategori taksonomi dari jenis tersebut. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan morfologi terhadap perubahan taksonomi, maka perlu dilakukan pengamatan mengenai variasi morfologi terhadap C. intestinalis yang terpisah secara geografis. Klasifikasi Marga Calliophis termasuk ke dalam suku Elapidae, yang seluruh anggota jenisnya merupakan jenis ular beracun dengan taring permanen pada bagian rahang atas (proteroglyph). Klasifikasi jenis tersebut menurut David & Vogel (1996) dan Slowinsky (2001) adalah sebagai berikut: Phylum :Chordata Subphylum : Vertebrata Superclass : Tetrapoda Class : Reptilia Subclass : Lepidosauria Ordo : Squamata Subordo : Serpentes Family : Elapidae Subfamily : Calliophiinae Genus : Calliophis Species : C. intestinalis (Laurenti, 1768) Nama lokal Nama asing : Ular Cabe : Banded Malaysian Coral Snake Informasi mengenai tipe lokasi dan seluruh sinonim yang telah ada dalam pustaka untuk C. intestinalis seperti terlihat pada tabel 1. 24

SIDIK - ULAR CABE Tabel 1. Tipe lokasi dan sinonim untuk Calliophis intestinalis Jenis Lokasi Tipe Calliophis intestinalis Afrika, kekeliruan (error); ditunjukan seperti Jawa oleh Leviton (1964b). Sinonim Aspis intestinalis Laurenti, 1768 Elaps furcatus Schneider, 1801 Callophis intestinalis var. javanicus Müller, 1890 Doliophis intestinalis var. vertebralis Werner, 1900 Maticora intestinalis Stejneger, 1922 Morfologi Calliophis merupakan salah satu kelompok ular yang tersebar luas pada daerah dataran rendah dan pegunungan hutan hujan tropis mulai dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand sampai Philipina (Günther 1864; De Rooij, 1917; Inger & Voris, 2001). Secara ekologi ular ini sukses beradaptasi sebagai fauna semifossorial dengan tubuh bulat, panjang dan ramping. Kepala berukuran sedang, lonjong dengan moncong yang tumpul. Lubang hidung besar dan terletak pada bagian samping kepala (lateral). Mata besar dengan pupil yang bulat. Sisik halus dan berkilau, tanpa pelebaran sisik vertebral. Ekor bulat, panjang dengan ujung yang meruncing (Gambar 1). Ular dari suku Elapidae ini telah mengalami perkembangan pada mekanisme berburu, yaitu dengan terdapatnya taring pada bagian anterior rahang atas (proteroglyph). Taring tersebut memiliki lubang yang berfungsi sebagai alat untuk mengalirkan kelenjar racun. Calliophis intestinalis dicirikan dengan rostral trapezoidal, prefrontal dua kali lebih besar daripada internasal. Frontal heksagonal, ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebar dan tiga kali lebih besar daripada supraocular. Nasal besar, subtriangular, menyempit pada bagian posterior, tidak berbagi dengan lubang hidung yang besar. Tidak terdapat sisik loreal, preocular 1, postocular 2, anterior temporal 1. Sisik supralabial berjumlah 6 baris, sisik kedua berukuran paling kecil, sisik ketiga dan keempat menyentuh mata. Lima sisik infralabial, sisik pertama, kedua dan ketiga menyentuh chinshield anterior sedangkan sisik keempat menyentuh chinshield posterior. Kedua chinshield memiliki ukuran yang sama. Terdapat garis memanjang berwarna merah muda yang memanjang pada sisik vertebral (vertebral stripe) dari sisik anterior parietal sampai ujung ekor dan di kelilingi dengan garis hitam yang memanjang (pada sisik keenam dan kedelapan). Vertebral stripe ada yang bercabang menjadi dua garis pada tiap sisi kepala dan ada pula yang terhenti hanya sampai anterior parietal. Pada bagian dorsolateral terdapat garis lebar memanjang berwarna kuning atau putih. Terdapat lateral stripe berwarna hitam yang memanjang. Perut dengan corak pita berwarna hitam dan putih yang berselang-seling secara horisontal. Pada bagian bawah ekor terdapat pita berwarna hitam dan merah yang berselang-seling sampai ujung ekor. Ular ini memiliki ventral: 197-279; Subcaudal: 15-27, seluruhnya terbagi (ganda); sisik anal tunggal. Sisik dorsal: 13, memiliki tekstur sisik yang halus, seragam dan tanpa pelebaran sisik vertebral. Habitat Calliophis intestinalis dapat ditemukan hingga ketinggian 1500 m di atas permukaan laut (dpl) dan hidup di dataran rendah hutan hujan tropis, pegunungan hutan hujan tropis dan perkebunan. Ular ini sering ditemukan di sekitar perumahan penduduk. C. intestinalis merupakan satwa nokturnal yang suka bersembunyi (secretive animal), terrestrial dan semifossorial. C. intestinalis hidup di bawah serasah daun-daunan dalam hutan dan di lubang tanah yang gembur (burrowing snake). Jenis ini juga Gambar 1. Ular cabe (Calliophis intestinalis) 25

FAUNA INDONESIA Vol 9(1) Juni 2010 : 24-26 sering ditemukan di bawah batu, potongan kayu lapuk dan di bawah rumput (David & Vogel, 1996). Distribusi Geografis Calliophis intestinalis tersebar luas di kawasan Malesia, mulai dari Malaysia, Singapura, Thailand hingga Philipina (Günther 1864; de Rooij, 1917; Inger & Voris, 2001). Di Indonesia, penyebaran C. intestinalis meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan dan kepulauan di sekitarnya (De Lang & Vogel, 2005; David & Vogel, 1996). Ular ini termasuk ke dalam suku Elapidae dan anak suku Calliophinae. Wilayahwilayah tersebut memiliki kondisi geografis yang berbeda dan telah bertahan cukup lama. Terdapatnya penghalang geografis antara wilayahwilayah tersebut juga semakin mendukung terciptanya variasi morfologi pada jenis ular ini. Kondisi lingkungan akan mendukung suatu individu untuk beradaptasi dan akhirnya mengalami perubahan struktur genetik melalui mutasi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi perubahan struktur morfologi. Oleh karena itu, faktor geografis dan ekologis pada setiap daerah akan sangat mempengaruhi perbedaan morfologi C. intestinalis, baik secara allopatrik maupun simpatrik. Sehingga dapat diasumsikan jika terdapat perbedaan morfologi antara masing-masing populasi C. intestinalis yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Beberapa perbedaan morfologi tersebut selanjutnya dapat mempengaruhi perubahan kategori taksonomi dari jenis tersebut. Daftar Pustaka David, P., Vogel, G. 1996). The Snakes of Sumatra. An annotated checklist and key with natural history notes. 2nd edition, Edition Chimaira, Frankfurt am Main. De Lang, R., Vogel, G. 2005. The Snakes of Sulawesi. A field guide to the land snakes of Sulawesi with identification keys. Edition Chimaira, Frankfurt am Main. De Rooij, N., 1917. The Reptiles of the Indo-Australian Archipelago. II. Ophidia. E. J. Brill, Leiden. Pp. i-xiv, 1-334. Gray, J. E. & Hardwicke, T., 1835. Illustrations of Indian zoology; chiefly selected from the collection of Major-General Hardwicke, E.R.S., LS., M.R.A.S,. M.R.I.A., C. Volume II (part XI-XX). London, Adolphus Ritcher and Co & Parbury, Allen, and Co: (1+2), pl. 1-102. Günther, A. C. L. G., 1864. The reptiles of British India. London. Ray Society: xxvii + 452 pp., 26 pls. Inger, R.F., Voris, H.K. 2001. The biogeographical relations of the frogs and snakes of Sundaland. Journal of Biogeography 28: 863-891. Mayr, E., E. G. Linsley, dan R. L. Usinger. 1953. Methods and Principles of Systematic Zoology. New York, McGraw-Hill. Slowinski, J.B., Boundy, J., & Lawson, R., 2001. The phylogenetic relationships of Asian coral snakes (Elapidae: Calliophis and Maticora) based on morphological and molecular characters. Herpetologica 57 (2), 233 245. Smith, M. A., 1930. The Reptilia and Amphibia of The Malay Peninsula. Bull. Raffles Mus. 3: i-xviii + 1-149. 26

PEDOMAN PENULISAN Redaksi FAUNA INDONESIA menerima sumbangan naskah yang belum pemah diterbitkan, dapat berupa hasil pengamatan di lapangan/laboratorium suatu jenis binatang yang didukung data pustaka, berita tentang catatan baru suatu jenis binatang atau studi pustaka yang terkait dengan fauna asli Indonesia yang bersifat ilmiah populer. Penulis tunggal atau utama yang karangannya dimuat akan mendapatkan 2 eksemplar secara cuma-cuma. Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Makalah disusun dengan urutan: Judul, nama pengarang, ringkasan/summary, pendahuluan, isi (dibagi menjadi beberapa sub judul, misalnya: ciriciri morfologi, habitat, perilaku, distribusi, manfaat dan konservasinya, tergantung topiknya), kesimpulan dan saran (jika ada) dan daftar pustaka. Naskah diketik dengan spasi ganda pada kertas HVS A4 menggunakan program MS Word, maksimal 10 halaman termasuk gambar dan tabel. Selain dalam badan dokumen, gambar juga turut disertakan dalam file terpisah dengan format jpg. Gambar dan tabel disusun dalam bentuk yang mudah dimengerti dibuat pada lembar terpisah dan disertai keterangan secara berurutan. Naskah dikirimkan ke redaksi sebanyak 2 eksemplar beserta disketnya. Acuan dan daftar pustaka, untuk acuan menggunakan sistem nama-tahun, misalnya Kottelat (1995), Weber & Beaufort (1916), Kottelat et al., (1993), (Odum, 1971). Daftar pustaka disusun secara abjad berdasarkan nama penulis pertama. Hanya pustaka yang diacu yang dicantumkan pada daftar tersebut, dengan urutan: nama pengarang, tahun penerbitan, judul makalah/buku, volume dan halaman. Khusus untuk buku harus dicantumkan nama penerbit, kota, negara dan jumlah halaman. Untuk pustaka yang diacu dari internet harus mencantumkan tanggal akses.

Nomor Penerbitan ini dibiayai oleh : Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia Pusat Penelitian Biologi - LIPI 2010