BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban manajemen, terutama kepada pemilik saham. Laporan keuangan juga merupakan alat untuk menyampaikan informasi keuangan perusahaan kepada investor. Perusahaan publik diwajibkan menyusun laporan keuangan maupun laporan tahunan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik. Pada umumnya kinerja sebuah perusahaan diukur dari besarnya tingkat profitabilitas yang dipublikasikan melalui laporan keuangan. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva maupun modal. Profitabilitas digunakan sebagai alat pengendalian bagi manajemen, dan juga dapat dimanfaatkan oleh pihak intern untuk menyusun target, budget, evaluasi hasil pelaksanaan operasi perusahaan dan dasar pengambilan keputusan. Profitabilitas yang diperoleh perusahaan merupakan peningkatan nilai ekonomis yang akan diterima melalui pembagian dividen kepada pemilik perusahaan. Profitabilitas perusahaan juga digunakan sebagai alat ukur kinerja manajemen perusahaan selama periode tertentu yang bisa menjadi perhatian pihak-pihak tertentu dalam menilai pertanggungjawaban manajemen dalam mengelola sumber daya perusahaan. Profitabilitas yang diperoleh perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain terkonsentrasi atau tidak terkonsentrasinya kepemilikan, manipulasi laba, serta pengungkapan laporan keuangan. Kepemilikan yang banyak
terkonsentrasi oleh institusi akan memudahkan pengendalian sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan. Pencapaian hasil-hasil tersebut secara langsung menggambarkan tidak terjadinya pemborosan, penyelewengan, manipulasi pemanfaatan sumber-sumber daya perusahaan, dan lemahnya tata kelola perusahaan. Peningkatan kinerja dicapai melalui pengawasan kinerja manajemen dan jaminan akuntabilitas manajemen kepada stakeholder berdasarkan kerangka aturan tertentu. Harapan Investor dalam menginvestasikan modalnya di sebuah perusahaan adalah memperoleh profitabilitas. Kepentingan para pemilik modal perlu memperoleh kepastian dan terlindungi. Artinya modal yang diserahkan dapat dikelola dengan baik dan menghasilkan hasil imbalan yang memuaskan. Kondisi ini menjadi salah satu alasan, perlunya pengelolaan perusahaan yang baik, yang memungkinkan perusahaan terkelola secara efisien, efektif dan mencapai tujuannya. Tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG) merupakan proses untuk merubah atau melakukan pembaharuan dalam sistem pengelolaan organisasi. Penerapan GCG adalah upaya mengajak dan mendorong suatu organisasi seperti perusahan negara, perusahaan swasta, maupun koperasi melakukan penataan sistem pengelolaan untuk menghasilkan organisasi yang terkelola dengan baik, menghasilkan efisiensi, efektivitas dalam pencapaian tujuan perusahaan. Komponen GCG yang harus dipenuhi perusahaan untuk memaksimalkan profitabilitas perusahaan yaitu pemegang saham, direksi, dewan komisaris, manajer, karyawan/serikat pekerja, sistem renumerasi berdasarkan kinerja, komite audit, sekretaris perusahaan dan lain sebagainya.
Perusahaan yang go publik seperti perusahaan sektor perkebunan merupakan jenis perusahaan yang membutuhkan modal yang sangat besar, dan berjangka panjang sehingga dana pihak ketiga sangat dibutuhkan untuk membantu perusahaan dalam mengembangkan perusahaan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sejumlah emiten perkebunan yang sudah merilis laporan keuangan kuartal ketiga tahun 2013, sekitar enam emiten perkebunan mencatatkan penurunan laba perusahaan dari 45% - 86% untuk periode Januari sampai dengan September 2013. Beberapa perusahaan yang mengalami penurunan profitabilitas selama kuartal ketiga tahun 2013 dijabarkan dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Penurunan Profitabilitas Perusahaan Tahun 2013 No. Nama Perusahaan Persentase Penurunan Profitabilitas 1 PT. BW Plantation, Tbk 51,61 % 2 PT. Gozco Plantation, Tbk 10,00 % 3 PT. Astra Agro lestari 45,50 % 4 PT. Salim Ivomas, Tbk 82,00 % 5 PT. PP London Sumatera, Tbk 53.00 % 6 PT. Sampoerna Agro, Tbk 86,00 % Sumber : http://bisnis.liputan6.com PT. BW Plantation, Tbk mengalami penurunan profitabilitas sebesar 51,61%, PT. Gozco Plantation, Tbk mengalami penurunan sebesar 10%, profitabilitas PT. Astra Agro lestari, Tbk menurun sebesar 45,5%. Selain itu, perusahaan perkebunan group Salim juga mencatatkan penurunan profitabilitas hingga sembilan bulan pertama tahun 2013 yaitu PT. Salim Ivomas, Tbk yaitu 82%. Sementara PT. PP London Sumatera, Tbk membukukan profitabilitas turun sebesar 53%. Sedangkan PT. Sampoerna Agro, Tbk mencatatkan penuruan laba sebesar 86% dari periode yang sama tahun 2012.
Penurunan profitabilitas perusahaan pada sektor perkebunan dapat menurunkan nilai perusahaan di mata investor. Hal ini tentunya akan menyebabkan penurunan minat investor untuk menginvestasikan dananya dalam perusahaan sehingga akan berdampak pada penurunan nilai saham perusahaan. Berdasarkan informasi tersebut, optimalisasi profitabilitas perusahaan merupakan salah satu cara yang digunakan perusahaan untuk menarik dana (modal) pihak ketiga agar mau menginvestasikan modalnya. Fenomena lain yang ada yaitu keberadaan perusahaan yang ada menggambarkan bahwa tidak semua direksi yang terdapat di dalam perusahaan menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak berjalan dan atau tidak beroperasi sebagaimana yang diharapkan. Selain itu kompetensi dan integritas dewan komisaris yang ada di perusahaan yang lemah. Lemahnya posisi dan peranan dewan komisaris ini dikarenakan pengangkatan komisaris diberikan sebagai rasa penghargaan semata maupun berdasarkan hubungan keluarga atau kenalan dekat. Seringkali pula mantan pejabat pemerintah ataupun yang masih aktif, biasanya diangkat sebagai komisaris suatu perusahaan dengan tujuan agar mempunyai akses ke instansi pemerintah yang bersangkutan. Pengangkatan dewan komisaris sama sekali mengabaikan kriteria kompetensi dan integrigas. Hal inilah yang berimbas pada kualitas independensi komisaris. Padahal independensi komisaris merupakan hal yang sangat fundamental dalam melakukan fungsi pengawasan agar tercipta perusahaan yang corporate governance. Masalah tersebut ditekan dengan menggunakan cara atau mekanisme sistem pengawasan internal. Untuk mengawasi jalannya perusahaan yang
dilakukan oleh manajemen, para pemilik modal menugaskan dewan pengawas yang membawahi para pengelola perusahaan. Dewan pengawas dalam hal ini komisaris independen yaitu anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan dengan direksi, dewan komisaris dan pemegang saham, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat memengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Kecenderungan meningkatnya atau meluasnya kewenangan komisaris independen, apalagi dengan membawahi komite audit yang akan membuat tanggung jawab komisaris independen semakin besar dari anggota komisaris lainnya. Hal ini akan memunculkan sikap pesimis terhadap efektivitas dan keberadaan komisaris independen dalam rangka terciptanya penerapan GCG yang lebih baik. Permasalahan lain yang timbul dalam GCG adalah akibat adanya masalah keagenan yaitu ketidakselarasan kepentingan dua kelompok pemilik perusahaan, yaitu antara controlling (pihak manajemen) dan minority shareholders (pemilik saham minoritas). Seringkali controlling mengendalikan keputusan manajemen yang merugikan minority shareholders. Selain itu, struktur kepemilikan yang menyebar (manager-controlled) juga memberikan kontribusi lebih terhadap terjadinya masalah keagenan dari pada struktur kepemilikan yang terkonsentrasi. Penelitian yang dilakukan oleh Husnan (2000), menemukan bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang lebih besar kepada manajemen dibanding dengan perusahaan yang kepemilikannya lebih terkonsentrasi. Xu and Wang (1997) menemukan bahwa kepemilikan saham perusahaan oleh legal person shareholder dapat memonitor manajemen dengan
efektif melalui pengendalian oleh board of directors, pemilihan karyawan perusahaan dan pemberian kompensasi terhadap chief corporate officer. Melihat fenomena ini, maka menjadi suatu kewajiban bagi perusahaan untuk mengaplikasikan GCG agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Untuk itu, perusahaan melaksanakan berbagai aktivitas baik aktivitas operasional, pendanaan dan investasi. Dalam pelaksanaan ketiga aktivitas tersebut, perusahaan akan menggunakan modalnya dengan efektif dan efisien agar mampu menghasilkan profitabilitas yang maksimal. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah dewan direksi, dewan komisaris, kepemilikian institusional, kepemilikan manajerial dan komisaris independen secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan perkebunan yang ada di Indonesia? 2. Apakah komisaris independen dapat memoderasi hubungan dewan direksi, dewan komisaris, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial terhadap profitabilitas perusahaan perkebunan yang ada di Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis pengaruh dewan direksi, dewan komisaris, kepemilikian institusional, kepemilikan manajerial dan komisaris independen secara simultan dan parsial terhadap profitabilitas perusahaan perkebunan yang ada di Indonesia.
2. Untuk menganalisis pengaruh dewan direksi, dewan komisaris, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial terhadap profitabilitas perusahaan perkebunan yang ada di Indonesia dengan komisaris independen sebagai variabel moderating. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut ; 1. Perusahaan perkebunan. Memberikan kontribusi pemikiran kepada manajemen perusahaan perkebunan dan para pemakai laporan keuangan dalam memahami dan menyikapi fenomena yang terkait dengan Good Corporate Governance sehingga dapat memaksimalkan profitabilitas perusahaan. 2. Pengembangan bidang akademik. Sebagai sarana dalam menambah ilmu pengetahuian di bidang akuntansi khususnya tentang Good Corporate Governance dan profitabilitas perusahaan. 3. Peneliti Hasil penelitian ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang dijadikan sebagai bahan masukan dan referensi untuk penelitian lebih lanjut oleh calon peneliti berikutnya. 1.5. Originalitas Penelitian Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Yonnedi & Sari (2009) yang melakukan penelitian dengan judul Impact of Corporate Governance Mechanisms on Firm Performance ; Evidence from Indonesia s State
Owned Enterprises (SOEs). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yonnedi & Sari (2009) adalah: 1. Penambahan variabel independen. Dalam penelitian yang dilakukan Yonnedi & Sari (2009) menggunakan tiga variabel independen yaitu ukuran dewan komisaris, komposisi dewan komisaris dan kepemilikan pemerintah. Sedangkan dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan yaitu dewan direksi, dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan komisaris independen. 2. Pengukuran variabel dependen yang digunakan. Variabel dependen penelitian yang buat Yonnedi & Sari yaitu kinerja perusahaan yang diukur dengan Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE) dan Sales Employe Ratio (SER). Pada penelitian ini variabel dependennya yaitu kinerja perusahaan yang berfokus pada profitabilitas perusahaan yang menggunakan alat ukur Return On Equity (ROE). Penulis memilih pengukuran profitabilitas dengan menggunakan ROE dengan alasan sesuai dengan variabel dalam penelitian ini yaitu struktur kepemilikan yang berhubungan dengan modal yang diinvestasikan oleh investor dalam sebuah perusahaan. 3. Objek yang dijadikan sampel. Perusahaan yang dijadikan sampel pada penelitian Yonnedi & Sari adalah perusahaan BUMN sedangkan dalam penelitian ini adalah berfokus pada perusahaan perkebunan yang ada di Indonesia. 4. Perbedaan lainnya adalah penambahan variabel moderating. Dalam penelitian ini komisaris independen digunakan sebagai variabel moderating yang juga merupakan bagian dari variabel independen lainnya.