BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG RI NO. 11 PASAL 28 DAN PASAL 32 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB IV ANALISIS MENURUT EMPAT MAZHAB TERHADAP JUAL BELI CABE DENGAN SISTEM UANG MUKA DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN BANYUPUTIH KABUPATEN SITUBONDO

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI SUKU CADANG MOTOR HONDA DI DEALER HONDA CV. SINARJAYA KECAMATAN BUDURAN KABUPATEN SIDOARJO

BAB II JUAL BELI, KREDIT DAN RIBA. dahulu perlu diperjelas pengertian jual beli. Secara etimologi berarti menjual

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rachmad Syafei, Ilmu Usul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung, 1999, hlm. 283.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG JUAL BELI

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,Jakarta :

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERUBAHAN HARGA SECARA SEPIHAK DALAM JUAL BELI DAGING SAPI DI PASAR PLOSO JOMBANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI SISTEM NOTA KURANG LEBIH (NKL) DI INDOMARET SUKODONO KARANGPOH CABANG GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PUPUK DALAM KELOMPOK TANI DI DESA KALIGAMBIR KECAMATAN PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN

BAB IV. dunia. Jaringan komunikasi global dengan fasilitas teknologi komputer

A. Analisis Praktik Sistem Kwintalan dalam Akad Utang Piutang di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

BAB I PENDAHULUAN. saling mengisi dalam rangka mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Semakin

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG AKAD DAN JUAL BELI. akad adalah pertalian antara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh syara

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

18.05 Wib. 5 Wawancara dengan Penanggung Jawab Pertambangan, Bpk. Syamsul Hidayat, tanggal 24 september 2014, pukul.

BAB IV ANALISIS TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI HASIL BUMI DENGAN SISTEM PANJAR DI DESA JENARSARI GEMUH KENDAL

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

HUKUM JUAL BELI DENGAN BARANG-BARANG TERLARANG. Djamila Usup ABSTRAK

BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN PASAL 106 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI TANAH MILIK ANAK YANG DILAKUKAN OLEH WALINYA

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB IV. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM dan UU NO.7 TAHUN 2011 TERHADAP PENUKARAN MATA UANG RUSAK

BAB I PENDAHULUAN. sedang menjamur di kalangan masyarakat desa Sidomulyo kecamatan. Silo kabupaten Jember, di mana kasab (penghasilannya) mereka

BAB II TEORI JUAL BELI DALAM ISLAM DAN FATWA DSN MUI TENTANG PRAKTIK JUAL BELI SAHAM SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis terhadap Akad bisnis Advertising dengan pendapatan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISA DATA. jual beli lada melalui perantara Tengkulak, diperkenankan oleh syara ; apabila

BAB II JUAL BELI DALAM ISLAM

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Akad Kerjasama antara Pemilik Modal. dengan Pemilik Perahu di Desa Pengambengan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD JUAL BELI IKAN NELAYAN (STUDI KASUS DI DESA PANGKALAN KECAMATAN SLUKE KABUPATEN REMBANG)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

FIQIH MUAMALAH RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI DALAM ISLAM. Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas. Mata Kuliah Fiqih Mu amalah

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1320 TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE BLACK MARKET DI MAJID CELL

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang baru, salah satunya adalah jual beli sistem online atau elektronik

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI POWER BANK DI COUNTER VANDHIKA CELL KECAMATAN KAUMAN KABUPATEN PONOROGO

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. A. Analisis Praktik Jual Beli Produk atau Barang Replika di Darmo Trade

BAB II HUKUM JUAL BELI

BAB I PENDAHULUAN. baik secara individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan seharihari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang beraneka ragam kebutuhannya. misalnya: makan, minum, sandang dan sebagainya.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU NO 7 TAHUN 2004 TERHADAP JUAL BELI AIR IRIGASI DI DESA REJOSARI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELASANAAN AKAD MUDH ARABAH PADA SIMPANAN SERBAGUNA DI BMT BISMILLAH SUKOREJO

JUAL BELI DALAM ISLAM

BAB II JUAL BELI DALAM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI LELANG ONLINE DI BALELANG.COM. menyetujui segala ketentuan-ketentuan yang Balelang.

BAB IV ANALISIS FIKIH MAZHAB SYAFII TERHADAP PRAKTIK JIAL BELI HARGA SEPIHAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KETERLAMBATAN PENYERAHAN BARANG PADA AKAD ISTISHNA DALAM JUAL BELI ANYAMAN KEPANG DI DESA RINGINHARJO KEC.

A. Analisis Terhadap Praktek Perubahan Harga Secara Sepihak dalam Jual Beli Rak Antara. Produsen dan Pedagang Pengecer di Jalan Dupak No. 91 Surabaya.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK HUTANG PIUTANG DALAM TRADISI DEKEKAN DI DESA DURUNGBEDUG KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB V PEMBAHASAN. A. Sistem Jual Beli Bunga di Kawasan Wisata Makam Bung Karno

BAB IV REKSADANA EXCHANGE TRADED FUND DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

GAME RISING FORCE ONLINE

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan

BAB III. Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) bersal dari perkataan Co dan Operation yang mengandung arti kerja sama untuk

Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli*

TIME VALUE OF MONEY DALAM ISLAM. By: Elis Mediawati, S.Pd., S.E. M.Si.

BAB IV ANALISIS TERHADAP HUKUM JUAL BELI CABE TANPA KESEPAKATAN HARGA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN MENGENAI PRAKTEK JUAL BELI ES BALOK DI KOTA SEMARANG MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMESANAN PRODUK PAKET AQIQAH DI MITRA AQIQAH MANDIRI KATERING JAMBANGAN SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

BAB IV PRAKTIK TRANSAKSI PENUKARAN MATA UANG ASING DI PT VALASINDO SURABAYA DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB IV DENGAN UANG DI DESA LAJU KIDUL KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN

PENERAPAN WAKALAH DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH. Oleh : Rega Felix, S.H.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK TRANSAKSI BISNIS DI PASAR SYARIAH AZ-ZAITUN 1 KUTISARI SELATAN TENGGILIS MEJOYO SURABAYA

BAB IV UPAH (IJARAH) MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

Mura>bahah adalah istilah dalam fikih Islam yang

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Pembayaran Upah Buruh Tani Oleh Pemberi Kerja

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI GANDA KENDARAAN BERMOTOR DI KELURAHAN PAGESANGAN KECAMATAN JAMBANGAN KOTA SURABAYA

Transkripsi:

BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG RI NO. 11 PASAL 28 DAN PASAL 32 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Pengertian Jual Beli Menurut Hukum Islam 1. Pengertian Jual Beli Perkataan jual-beli terdiri dari dua suku kata yaitu "jual dan beli". Sebenarnya kata "Jual" dan "beli" mempunyai arti yang satu sama lainya bertolak belakang. Kata jual menunjukan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adalah adanya perbuatan membeli. Dengan demikian, perkataan jual beli menunjukan adanya dua perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan pihak lain membeli. Maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli. 1 Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad) 2. Menurut Hanafiyah pengertian jual beli (al-bai ) secara definitif adalah tukar-menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Adapun menurut Malikiyah, Syafi iyah, dan Hanabilah, bahwa jual beli (al-bai ) 1 Suhrawardi K Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet III, 2004). 128 2 Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, Cet 41, 1994), 278. 21

22 tukar-menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan. 3 Berdasarkan definisi di atas, maka pada intinya jual beli itu adalah tukar-menukar barang. Hal ini telah dipraktikkan oleh masyarakat primitif ketika uang belum digunakan sebagai alat tukar-menukar barang, yaitu dengan sistem barter yang dalam tertimologi fiqh disebut dengan ba i al-muqayyadah. Meskipun jual beli dengan sistem barter telah ditinggalkan, diganti dengan sistem mata uang, tetapi terkadang esensi jual beli seperti itu masih berlaku 4. 2. Dasar Hukum Jual Beli Al-bai atau jual beli merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berlandasakan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur an, Al-hadist ataupun Ijma ulama. Diantara dalil (landasan syariah) yang memperbolehkan praktik akad jual beli adalah sebagai berikut: 5 a. An nisaa 29....Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu... b. Al-baqarah 275 Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba 3 Mardani, Fiqh Syariah Ekonomi, (Jakarta: Kencana, 2012), 101 4 Ibid, 101. 5 Dimyauddin Djauwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogjakarta, Pustaka Pelajar, 2008), 70.

23 Ayat-ayat ini jelas mengisyaratkan bolehnya jual beli walaupun di situ dikaitkan dengan tujuan lain yang tidak dibolehkan: ayat pertama dikaitkan dengan larangan saling memakan harta orang lain dengan cara yang bat}il, ayat kedua dikaitkan dengan haramnya riba>, dan ayat ketiga dikaitkan dengan usaha menghilangkan perselisihan dan mencegah terjadinya pertengkaran dengan mendatangkan saksi ketika berlangsung jual beli. 6 Itikad baik adalah akad dilakukan dalam rangka menegakkan kemaslahatan, tidak mengandung unsur jebakan dan perbuatan buruk lainnya. 7 3. Rukun Akad dan Syarat-syaratnya a. Rukun Jual Beli Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara. Dalam menentukan rukun jual beli, terdapat perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan Jumhur ulama. Rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu ija>b (ungkapan membeli dari pembeli) dan qabu>l (ungkapan menjual dari penjual). Menurut mereka yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (rid}a/tara dhin) kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindera sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang 6 Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab 6, (Jakarta: Darul Ulum Press, 2001), 14. 7 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Buku II Pasal 21 huruf j

24 menunjukan kerelaan itu dari kedua belah pihak. Indikasi yang menunjukan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli menurut mereka boleh tergambar dalam ijab dan qabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga barang (ta athi). 8 Dalam kompilasi hukum Ekonimi syariah rukun dan syarat dalam jual beli terdapat pada pasal 56 sebagai berikut: 9 1) Pihak-pihak yang berakad (Aqid}) 2) Obyek (ma qud}) 3) Kesepakatan (Aqad}) Akan tetapi jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu: 1) Ada orang yang berakad atau almuta aqidain (penjual dan pembeli). 2) Ada s}ighat (lafal ija>b dan qabu>l) 3) Ada barang yang dibeli. 4) Ada nilai tukar pengganti barang. 10 8 Nasrun Haroen, Fiqih Mu amalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 115 9 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, buku II pasal 56 10 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2004), 118.

25 b. Syarat Jual Beli Dalam jual beli, harus terpenuhi beberapa syarat agar menjadi sah. Di antara syarat-syarat ini ada yang berkaitan dengan orang yang melakukan akad dan ada yang berkaitan dengan barang yang di akadkan, yaitu harta yang ingin dipindahkan dari salah satu pihak kepada pihak lain, baik penukar maupun barang yang dijual. 11 Menurut jumhur ulama, bahwa syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang disebutkan diatas adalah sebagai berikut: 12 c. Syarat orang yang berakad Ulama fikih sepakat, bahwa orang yang melakukan akad jual beli harus memenuhi syarat: 1) Berakal 2) Orang yang melakukan akad itu, adalah orang yang berbeda d. Syarat yang terkait dengan ijab dan qabul Ulama fikih sepakat menyatakan, bahwa urusan utama dalam jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan ini dapat terlihat pada saat akad berlangsung. Ulama fikih menyatakan bahwa syarat ija>b dan qabu>l itu adalah sebagai berikut: 1) Orang yang mengucapkannya telah akal baligh dan berakal. 2) Qabu>l sesuai dengan ija>b. 3) Ija>b dan qabu>l dilakukan dalam satu majelis. 11 Sayid sabiq, Fiqh Sunnah juz 4, (Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara, 2009), 38. 12 Ibid, 118

26 e. Syarat yang diperjualbelikan Syarat yang diperjualbelikan adalah sebagai berikut: 13 1) Barang itu ada, atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu. 2) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. 3) Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang, tidak boleh diperjual belikan, seperti menjualbelikan ikan dilaut. 4) Dapat diserahkan pada saat akad berlangsung. f. Syarat nilai tukar (harga barang) Nilai tukar barang adalah termasuk unsur terpenting. Zaman sekarang disebut uang. Ulama fikih mengemukakan syarat nilai tukar sebagai berikut: 1) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya. 2) Dapat diserahkan pada saat waktu akad (transaksi). 3) Apabila jual beli itu dilakukan secara barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan Menurut fuqaha Hanafiyah terdapat empat macam syarat khusus yang harus terpenuhi dalam jual beli, yakni: 14 a. Syarat in aqad terdiri dari: 1) Yang berkenaan dengan aqid: harus cakap bertindak hukum. 13 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (semarang: CV. Toha Putra. 1978,) 127 & 132. 14 Gufron A. Mas adi, FiqhMuamalahKontekstual, (Jakarta: PT. RajaGrafindoPersada, 2002),121-122

27 2) Yang berkenan dengan akadnya sendiri: adanya persesuaian antara ija>b dan qabu>l, serta berlangsung dalam majlis akad. 3) Yang berkenaan dengan obyek jual beli: barangnya ada, berupa ma>l mutaqawwim, milik sendiri dan dapat diserah terimakan ketika akad. b. Syarat shih>ah Syarat shih>ah yang bersifat umum adalah: bahwasanya jual beli tersebut tidak mengandung salah satu dari enam unsur yang merusaknya, yakni: jihalah (ketidak jelasan), ikrah (paksaan), tauqit (pembatasan waktu), gha>rar (tipu-daya), d}arar (aniaya), dan persyaratan yang merugikan pihak lain. Adapun syarat shih>ah yang bersifat khusus adalah: penyerahan dalam hal jual beli benda bergerak, kejelasan mengenai harga pokok dalam hal al ba i al mura>bah}ah, terpenuhinya sejumlah kreteria tertentu dalam hal bai ul salam, tidak mengandung unsur riba dalam jual beli harta ribawi. c. Syarat nafadz Syarat Nafadz ada dua yakni adanya unsur milikiyah atau wilayah dan bendanya yang diperjualkan tidak mengandung hak orang lain. d. Syarat luzum Syarat luzum yakni tidak adanya hak khiyar yang memberikan pilihan kepada masing-masing pihak antara membatalkan atau meneruskan jual beli.

28 4. Macam-macam Jual Beli Jual beli yang dilarang dalam Islam sangatlah banyak. Dengan kata lain, menurut jumhur ulama hukum jual beli terbagi menjadi dua, yaitu jual beli shahih dan jual beli fasid, sedangkan menurut ulama Hanafiyah jual beli terbagi menjadi tiga, jual beli shahih, jual beli fasid dan batal. 15 Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi, tinjauan dari hukumnya, jual beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut hukum dari segi obyek jual beli dan segi pelaku jual beli. 16 a. Jual beli berdasarkan pertukarannya secara umum dibagi empat macam: 17 1) Jual beli salam (pesanan) Jual beli salam adalah jual beli melalui pesanan, yakni jual beli dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka kemudian barangnya diantar belakangan. 2) Jual beli muqayad}ah (barter) jual beli muqayad}ah adalah jual beli dengan cara menukar barang dengan barang, seperti menukar baju dengan sepatu. 15 Ibid, 93 16 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Biru Algensindo, 2010), 281-282 17 Rachmat Syafi I, Fiqh Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia), 101-102.

29 3) Jual beli mut}laq Jual beli mut}laq adalah jual beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat pertukaran, seperti uang. 4) Jual beli alat penukar dengan alat penukar\ Jual beli ini adalah jual beli barang yang bisa dipakai sebagai alat penukar dengan alat penukar lainnya, seperti uang perak dengan uang emas. b. Berdasarkan segi harga jual beli dibagi pula menjadi empat bagian: 1) Jual beli yang menguntungkan (al mura>bah}ah) 2) Jual beli yang tidak menguntungkan, yaitu menjual dengan barang aslinya (at tauliyah) 3) Jual beli rugi (al khasarah) 4) Jual beli al musa>wah yaitu penjual menyembunyikan harga aslinya, tetapi kedua orang yang akad saling meridhai, jual beli seperti inilah yang berkembang sekarang. Madzhab Hanafi membagi jual beli dari segi atau tidaknya menjadi tiga bentuk: 18 a. Jual beli yang sahih Apa bila jual beli itu disyari atkan, memenuhi rukun atau syarat yang ditentukan, barang itu bukan milik orang lain, dan tidak terikat dengan khiyar lagi, maka jual beli itu sahih dan mengikat kedua belah pihak. Umpamanya, seseorang membeli sesuatu barang. 18 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002), 128-133

30 Seluruh rukun dan syarat jual beli telah terpenuhi. Barang itu juga telah diperiksa oleh pembeli dan tidak ada cacat, dan tidak ada yang rusak. Uang sudah diserahkan dan barangpun sudah diterima dan tidak ada lagi khiyar. b. Jual beli yang bat}il Apabila pada jual beli itu salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasarnya dan sifatnya tidak disyari atkan, maka jual beli itu batil. Umpamanya, jual beli yang dilakukan oleh anak-anak atau barang yang dijual itu barang-barang yang diharamkan Syara (bangkai, darah, babi dan khamar). Jual beli yang bat}il itu sebagai berikut: 1) Jual beli sesuatu yang tidak ada Ulama fikih telah sepakat menyatakan, bahwa jual beli barang yang tidak ada tidak sah. Umpamanya, menjual buahbuahan yang baru berkembang (mungkin menjadi buah atau tidak), atau menjual anak sapi yang masih dalam perut ibunya. Namun Ibnu Qayyim al Jauziyah (Mazhab Hanbali) menyatakan, jual beli barang yang tidak ada waktu berlangsung akad, dan diyakinkan akan ada pada masa yang akan datang, sesuai kebiasaan, boleh dijualbelikan dan hukumnya sah. Sebagai alasannya, ialah bahwa dalam nashal Quran dan sunnah tidak ditemukannya larangannya. Jual beli dilarang oleh Rasulullah adalah jual beli yang ada unsur penipuan.

31 2) Menjual barang yang tidak dapat diserahkan Menjual barang yang tidak dapat diserahkan kepada pembeli, tidak sah (bat}il). 3) Jual beli mengandung unsur tipuan Menjual barang yang mengandung unsur tipuan tidak sah atau batil. Umpamanya barang itu kelihatanya baik, sedangkan di baliknya terlihat tidak baik. Ghabn adalah membeli sesuatu dengan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah dari harga rata-rata. Sedangkan penipuan tadlis adalah penipuan baik pada penjual maupun pembeli dengan cara menyembunyikan kecacatan ketika terjadi transaksi. 19 Macam-macam ghabn. Ghabn dibagi menjadi dua yakni ada yang ringan dan juga ada yang berat. Ghabn yang ringan adalah yang masih masuk dalam perhitungan penaksir yang berpengalaman. Seandainya seseorang menjual sapi lima puluh dinar, lalu seseorang ahli menaksirnya dengan harga empat puluh dinar, dan seseorang ahli lain menaksirnya dengan harga lima puluh dinar, maka ghabn ini ringan sifatnya. Sedangkan ghabn berat adalah yang tidak masuk dalam dalam perhitungan penaksir ahli. Misalnya seseorang menjual sapi, seperti dalam contoh sebelum ini, dengan harga 70 dinar, maka ghabn disini 19 Muhammad R. Lukman Faurozi, visi al Qur an tentang etika dan bisnis, (Jakarta: Saembadiniyah, 2002), 158.

32 cukup berat, karena harga jual sapi tidak terjangkau oleh taksiran para ahli. 20 Taghrir dari segi bahasa bermakna khida (menipu), dan maghrur adalah orang yang terkena penipuan. Menurut ulama fiqh, maksud dari taghrir adalah penggunaan cara-cara manipulative untuk mendorong seseorang kepada akad karena mengira mendapatkan maslahat, namun kenyataannya berbeda. Taghrir dalam sebagian macamnya, minimal disebut juga tadlis. Macam-macam taghrir: 21 a) Maghrir fi li (manipulasi dalam bentuk perbuatan) terjadi dengan tindakan salah satu pelaku akad dengan tujuan menyesatkan pelaku akad lain dan berusaha meyakinkan kebenaran yang diakadkan untuk mendorong individu melakukan akad. b) Taghrir qauli (manipulasi dalam bentuk ucapan) adalah dengan ucapan dari pelaku akad atau dari orang lain, jika ucapan itu dapat menipu pelaku akad lain dan penarikannya untuk berakad. Jika terjadi taghrir (manipulasi) dan ada tindakan mengelabuhi pelaku akad dengan adanya sifat tertentu yang disukainya dalam akad yang seandaianya tanpa sifat itu ia tidak berminat untuk melakukan akad, maka orang tertipu (maghrur) pada kondisi ini memiliki hak 20 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syri at, (Jakarta: Robbani Press, 2008), 447 21 Ibid, 448

33 faskh (pembataan) akad, dengan syarat tidak ada sifat yang berbeda dengan yang dilihat dan disaksikannya. Karena jika demikian, maka tidak terjadi penipuan pada pelaku akad, sehingga tidak ada faskh (pembatalan) baginya. 22 c. Jual beli benda najis Jual beli benda najis hukumnya tidak sah, seperti menjual babi, bangkai, darah dan khamar. 1) Jual beli al urbun Jual beli al urbun adalah jual beli yang bentuknya dilakukan melalui perjanjian. Apabila barang yang sudah dibeli dikemblikan kepada penjual menjadi milik penjual itu (hibah). 2) Menjualbelikan air sungai, air danau, air laut dan air yang tidak boleh dimilki seseorang. d. Jual beli yang fasid 23 1) Jual beli al majhl yaitu benda atau barangnya secara global tidak diketahui, dengan syarat ketidak jelasannya itu bersifat menyeluruh. Tetapi apabila sifat ketidak jelasannya sedikit, jual belinya sah, karena hal tersebut tidak membawa perselisihan. 2) Jual beli yang dikaitkan dengan suatu syarat, seperti ucapan penjual kepada pembeli: saya jual mobil saya ini kepada anda bulan depan setelah mendapat gaji. Jual beli seperti ini batal menurut jumhur ulama dan fasid menurut Mazhab Imam Hanafi. 22 Ibid, 451 23 Moh Hasan Ali, Op.cit, hlm.134-138

34 Menurut Imam Hanafi jual beli ini dipandang sah, setelah sampai waktunya, yaitu bulan depan sesuai dengan syarat yang ditentukan. 3) Menjual barang yang ghaib yang tidak diketahui pada saat jual beli berlangsung, sehingga tidak dapat dilihat oleh pembeli. 4) Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. 5) Barter barang dengan narang yang diharamkan. 6) Jual beli al ajl, contoh jual beli seperti ini ialah: seseorang menjual barang senilai Rp 100.000 dengan pembayaran ditunda selama satu bulan. Setelah penyerahan barang kepada pembeli, pemilik barang pertama membeli kembali barang tersebut dengan harga yang rendah misalnya Rp 75.000 sehingga pembeli pembeli pertama tetap berhutang Rp 25.000. jual beli seperti ini dikatakan fasid karena menyerupai dan menjurus kepada riba. 7) Jual beli anggur untuk tujuan membuat khamar. 8) Jual beli yang bergantung pada syarat, seperti ungkapan pedagang: jika kontan harganya Rp 1.200.000 dan jika berhutang harganya Rp 1.250.000. 9) Jual beli sebagian barang yang tidak dapat dipisahkan dari satuannya. Umpamanya, menjual daging kambing yang diambil dari daging kambing yang masih hidup. 10) Jual beli buah-buahan atau padi yang belum sempurna matangnya untuk di panen.

35 e. Jual Beli Gharar Semua jual beli yang mengandung Jahalah (ketidak jelasan) atau mengandung unsur mengadu peruntungan atau judi. Seperti menjual iakn di air, anak hewan yang masih di dalam perut induknya atau barang tanpa melihat, membalikkan atau memeriksanya jika barang tersebut ada di tempat jual beli,atau menjual barang tanpa penjelasan dari sifatnya, jenisnya atau beratnya jika barang tersebut tidak ada ditempatnya. 24 B. Salam 1. Pengertian Salam As salam adalah jual beli barang secara tangguh dengan harga yang dibayarkan di muka, atau dengan bahasa lain jual beli di mana harga dibayarkan di muka sedangkan barang dengan kreteria tertentu akan diserahkkan pada waktu tertentu 25 2. Landasan Hukum Salam Landasan syari ah akad salam adalah ketentuan al baqarah: 282, tentang utang piutang: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskanya.. 26 24 Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah (Surabaya, CV. Putra Media Nusantara, 2010) 136. 25 Gufron A. Mas adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), 143 26 Departemen Agama RI. Al Qur an dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur an, (Semarang : PT Karya Toha Putra, 1989), 70

36 a. Rukun dan Syarat Rukun dan syarat salam ada tiga, yaitu: 27 a) Pelaku terdiri atas penjual (muslim illahi) dan pembeli (al muslam). b) Obyek akad berupa barang yang akan diserahkan (muslim fiih) dan modal salam (ra su maalis salam). c) Ijab kabul/serah terima. Para imam dan tokoh Mazhab sepakat terhadap enam persyaratan akad salam berikut ini: 28 a) Barang yang di pesan harus dinyatakan secara jelas jenisnya b) Jelas sifat-sifatnya. c) Jelas ukurannya. d) Jelas batas waktunya. e) Jelas harganya f) Tempat penyerahannya juga harus dinyatakan secara jelas. Beberapa persyaratan akad salam yang diperselisihkan oleh ulama antara lain: 29 a) Harga atau ra sal-mal harus dibayarkan di muka dan diserah terimakan secara langsung dalam majlis akad sebelum kedua pihak berpisah, harga tersebut bisa jadi berupa uang maupun 27 Sri Huryati, wasilah, Akuntansi Syari ah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), 200 28 Gufron A. Mas adi, Op.cit., hlm. 146-147 29 Ibid, hlm. 147-148

37 barang. Jika keduanya berpisah sebelum serah terima harga, maka akad salam batal dengan sendirinya. b) Barang yang di pesan harus bersifat dain (tidak kontan). c) Barang yang dipesan harus selalu tersedia di pasaran sejak akad berlangsung sampai tiba waktu penyerahan. d) Harus ada kejelasan tempat penyerahan barang terutama jika penyerahannya memerlukan ongkos (biaya pengiriman). Barang yang dipesan dalam akad salam harus berupa al misliyat, yakni barang yang banyak padanannya di pasar yang kuantitasnya dapat dinyatakan melalui hitugan, takaran atau timbangan. C. Jual Beli dalam Undang-Undang RI N0. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 1. Pengertian Jual Beli Menurut Undang-Undang Seiring dengan teknologi informasi yang didukung pula dengan teknologi komputer yang semakin canggih, teknologi komunikasi pada saat ini menjadi sarana penunjang bagi penyebaran informasi hampir ke seluruh dunia. Jaringan komunikasi global dengan fasilitas teknologi komputer tersebut dikenal sebagai internet. Aktivitas bisnis dengan teknologi internet disebut electronic commerce dan saat ini dalam pengertian bahasa Indonesia telah dikenal dengan istilah perniagaan elektronik. Aktivitas e-commerce adalah suatu aktivitas perniagaan seperti layaknya perniagaan pada

38 umumnya, hanya saja para pihak yang bertransaksi tidak bertemu secara fisik akan tetapi secara elektronik melalui media internet. 30 Dalam e commerce seorang penjual memberikan penawaran terhadap barang yang dimilikinya untuk dijual melalui media elektronik, yaitu internet dengan memasukkan penawaran tersebut dalam situs baik yang dikelola sendiri untuk melakukan perdagangan atau memasukkan dalam situs lain. Dalam menjelajah situs dalam internet, pembeli layaknya orang yang belanja secara konvensional dengan melihat etalase-etalase yang dipajang oleh setiap toko, kemudian melakukan transaksi jual beli dalam situs tersebut. 31 Dalam transaksi e commerce melalui internet, sebelum proses pembayaran dilakukan masing-masing pihak telah menyepakati mengenai jumlah dan jenis mata uang yang digunakan sebagai pembayaran/harga serta metode pembayaran yang digunakan, seperti dengan kartu kredit. Pada saat kedua belah pihak mencapai kesepaakatan, kemudian diikuti dengan proses pembayaran, yang melibatkan dua perantara/wakil dari masing-masing pihak. Setelah pembayaran diterima kemudian diikuti dengan pengiriman barang yang sesuai dengan kesepakatan. 32 2. Syarat-Syarat Transaksi Elektronik Dalam Undang-Undang RI N0. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini ada ketentuan-ketentuan dalam melakukan transaksi dan yang tidak diperbolehkan dalam bertransaksi. Transaksi yang 30 Gemala Dewi, Hukum perikatan Islam di Indonesia,( Jakarta: Prenada Media, 2005), 200-201 31 Ibid, 202-203 32 Haris Faulidi Asnawi, Transaksi Bisnis E-Commerce Prespektif Islam, (Yogyakarta: Magistra Insania Press cet 1, 2004), 126-127

39 dimaksudkan dalam penelitian ini dan berkaitan dengan penulisan penelitian ini adalah transaksi jual beli. Adapun ketentuan dalam bertransaksi elektrinik di antaranya pada pasal 17 sampai dengan pasal 22, dengan princian sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat. 2. Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung. Mengenai pasal tentang Penyelenggaraan transaksi elektronik akan diperinci sebagai berikut: 1. Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak. 2. Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati. Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima. 3. Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik. 4. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi, jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam

40 pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa, jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik. 5. Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik. 6. Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan 3. Larangan dalam Transaksi Elektronik Perbuatan yang dilarang dalam bertransaksi menurut undang-undang RI> NO. 11 tahun 2008, disebutkan dalam pasal 27 sampai dengan pasal 33, yaitu sebagai berikut: 1. Mendistribusikan, mentransmisikan, menyebarluaskan informasi atau dokumen elektronik yang bersifat melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan, pencemaran nama baik, pemerasan dan pengancaman. 33 2. Membuat berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen dalam bertransaksi elektronik. 34 33 Pasal 27 UU ITE 34 Pasal 28 UU ITE

41 3. Menyebarkan informasi yang bisa menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan baik individu atau kelompok yang bersifat SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan)

42 4. Mengirim informasi dan dokumen yang bersifat elektronik berisikan tentang ancaman atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. 35 5. Mengakses komputer atau sistem elektronik milik orang lain untuk memperoleh dokumen dengan cara melanggar, menerobos melampaui atau menjebol sistem pengamanan dengan cara paksa. 36 6. Dengan sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya. 37 35 Pasal 29 UU ITE 36 Pasal 30 UU ITE 37 Pasal 33 UU ITE