BAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia sepuluh tahun terakhir

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Ikatan Akuntan

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pengawasan atas penyelenggaran pemerintah daerah di era

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman pemeriksa serta kualitas hasil penelitian. pendidikan dan jenjang pendidikan. Sumber daya manusia merupakan pilar

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2011:9) adalah suatu proses sistematik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan go public harus memberikan informasi berupa laporan keuangan yang sudah diaudit oleh jasa

BAB I PENDAHULUAN. besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk. penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan dana yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam system akuntansi

BAB 1 PENDAHULUAN. publik sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan dana bisa

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk. penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan. Auditor pemerintah terdiri

BAB I PENDAHULUAN. bersertifikat atau kantor akuntan publik yang melakukan audit atas entitas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang semakin

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. manajemen selaku agen dengan pemilik selaku principal. Jensen dan Meckling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi auditor internal sangat dibutuhkan oleh suatu organisasi apapun, baik

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Melalui

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat

BAB I PENDAHULUAN. Jenderal Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Auditor independen ialah merupakan suatau akuntan publik yang

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah di era

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses. sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien (Deangelo, 1981).

PIAGAM AUDIT INTERNAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

BAB I PENDAHULUAN. meyakini kualitas pekerjaannya. Dalam penyelenggaraanya good governance

BABl PENDAHULUAN. Auditing internal adalah sebuah fungsi penilaian independen yang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk auditor, kualitas kerja dilihat dari kualitas yang dihasilkan yang dinilai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah k ti e g n e m r a d e k es na k u b M, O ZC LI

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merupakan suatu gangguan terhadap pemeriksa, bila sikap kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN. tidaknya pengaruh dari lingkungan etika, pengalaman auditor dan kompleksitas

BAB I PENDAHULUAN. melakukan audit terhadap pemerintah. Sedangkan undang-undang No 15 tahun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan

PIAGAM AUDIT INTERNAL

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. ekonomi yang dilakukan seseorang atau kelompok yang independen dan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara mengelola dana yang sangat besar dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

BAB I PENDAHULUAN. mencari keterangan tentang apa yang dilaksanakan dalam suatu entitas yang

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam perkembangan dunia bisnis yang semakin meningkat dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan ke depan (Yustrianthe, 2012). Berdasarkan Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, dua

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PIAGAM INTERNAL AUDIT

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan suatu pengawas intern untuk meminimalisir penyimpangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui

OLEH ANNISA AYU FITRI TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan

BAB1 PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien sesuai

INTERNAL AUDIT CHARTER

BAB I PENDAHULUAN. governance dan penyelenggaraan organisasi sektor publik yang efektif, efisien,

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah bergeser

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa demokrasi saat ini, pemerintah dituntut untuk semakin

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL TBK ( Perseroan )

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Nepotisme). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini menjadikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. berdasarkan standar auditing yang berlaku umum. Berdasarkan definisi

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah. untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan. Selain digunakan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan (Mulyadi dan Puradiredja, 1998:3). Akuntan publik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kecil hingga yang besar. Koperasi yang memiliki lingkup usaha yang luas akan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akuntan yang sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam Standar

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan perbaikan

Pedoman Kerja Unit Internal Audit (Internal Audit Charter)

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengunaan dana sehingga efektivitas dan efisien penggunaan dana

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan sejalan dengan berkembangnya berbagai badan usaha atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Otonomi Daerah Reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia sepuluh tahun terakhir telah membawa banyak perubahan besar, baik di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun penyelenggaraan pemerintahan. Perubahan-perubahan tidak hanya terjadi pada sistem pemeritahan pusat, melainkan juga pada sistem pemerintahan daerah di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu perubahan yang mendasar dan cukup signifikan adalah berlakunya otonomi daerah. Dengan berlakunya otonomi daerah maka setiap daerah dapat mengatur sendiri daerahnya dan tidak bergantung lagi kepada pusat. Perubahan ini tentu membawa suatu konsekuensi yang berat bagi setiap kepala daerah, yaitu berupa semakin besarnya tanggung jawab untuk mengelola daerah sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan daerah. Kondisi saat ini, masih ada daerah dalam penyelenggaraan pemerintahannya yang belum siap dengan sistem pemerintahan yang baru untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Banyak terjadi kasus di sejumlah daerah yang berkaitan dengan masalah korupsi, ketidakberesan, penyalahgunaan wewenang dan jabatan, pelanggaran, dan masih banyak lagi kasus pidana lainnya. Lemahnya pengendalian internal dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan salah satu penyebab terjadinya ketidakefisienan dan ketidaefektifan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan tentunya berdampak pada pemborosan anggaran dan keuangan daerah. 8

9 Maka dari itu perlu adanya suatu pengawasan atas penyelenggaran pemerintah daerah di era otonomi. Pemahaman otonomi daerah di bidang pengawasan berdampak pula pada tidak seimbangnya kapasitas yang dimiliki Bawasda Kabupaten/Kota dalam melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Hal ini dikarenakan perubahan yang drastis terjadi tidak segera atau tidak dipersiapkan suatu strategi penguatan dan pemberdayaan Bawasda Kabupaten/Kota baik dari aspek kelembagaan dan manajerial, maupun dari aspek standar, pedoman dan sumber daya. Bawasda/Bawasko adalah lembaga pengontrol/pengawas terhadap lembaga teknis, pelaksanaan, dan perencanaan. Tugas, pokok, dan fungsi bawasda/bawasko adalah melakukan pemeriksaan rutin keseluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada pada setiap Propinsi, Kabupaten dan Kota. Hasil dari pemeriksaan menghasilkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (Pasal 1) definisi pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan professional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terdiri dari audit, review, evaluasi, pemantauan dan kegiatan lainnya. Sedangkan pengawasan pada tingkat daerah dilakukan oleh aparat Pengawas Intern Pemerintah Daerah (APIPDA) yang berada di bawah

10 langsung kepala daerah dan diharapkan independen dari pengaruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan secara berjenjang mulai tingkat kabupaten/kota, tingkat propinsi, dan tingkat departemen. Pengawasan bersifat membantu agar sasaran yang ditetapkan organisasi dapat tercapai, dan secara dini menghindari terjadinya penyimpangan pelaksanaan, penyalahgunaan wewenang, pemborosan dan kebocoran. 2.2 Pengalaman Kerja Pengalaman adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan (Manulang dalam Ismanto, 2005). Tingkat pendidikan formal saja tidak cukup untuk menghasilkan tenaga yang profesional dan berkualitas tinggi. Tetapi pengalaman di lapangan juga memiliki peran penting dalam menentukan kualitas seorang auditor. Jika auditor tersebut memiliki pengalaman kerja sebelumnya, maka akan memberikan nilai tambah terhadap dirinya. Indikator yang diukur dalam variabel pengalaman adalah dari lama auditor bekerja pada bidang audit. Pengalaman diukur dari tahun sejak auditor bekerja dibidang audit menjadi auditor. Marinus dkk. (1997) dalam Herliansyah dkk. (2006) menyatakan bahwa secara spesifik pengalaman dapat diukur dengan rentang waktu yang telah digunakan terhadap suatu pekerjaan atau tugas (job). Purnamasari (2005) dalam Asih (2006) memberikan kesimpulan bahwa seorang karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam

11 beberapa hal diantaranya: 1) mendeteksi kesalahan, 2) memahami kesalahan dan 3) mencari penyebab munculnya kesalahan. 2.3 Independensi Auditor yang independen adalah auditor yang tidak memihak atau tidak dapat diduga memihak, sehingga tidak merugikan pihak manapun (Pusdiklatwas 6BPKP, 2005). Dalam Arens dkk. (2004) menyatakan nilai auditing sangat bergantung pada persepsi publik akan independensi yang dimiliki auditor. Sikap independen meliputi independen dalam fakta (in fact) dan independen dalam penampilan (in appearance). Dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dinyatakan dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya. Penelitian yang dilakukan Aldhizer dan Lampe (1997) menunjukkan bahwa lama penugasan auditor yang optimal adalah antara 2 sampai 10 tahun. Sedangkan Supriyono (1988) menunjukkan 34% responden penelitiannya menyatakan bahwa lama penugasan audit mempengaruhi rusaknya independensi auditor. Sedangkan Shockley (1981) menunjukkan bahwa lama penugasan audit tidak berpengaruh terhadap rusaknya independensi auditor. Supriyono (1988) telah melakukan penelitian mengenai independesi auditor di Indonesia. Penelitian ini mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi independensi auditor, yaitu (1) ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien; (2) persaingan antar kantor akuntan publik; (3) pemberian jasa lain

12 selain jasa audit; (4) lama penugasan audit; (5) besar kantor akuntan; (6) besarnya fee audit. Responden yang dipilih meliputi direktur keuangan perusahaan yang telah go publik, pejabat kredit bank dan lembaga keuangan nonbank, dan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal). Hasil penelitiannya menunjukkan 78% responden menyatakan bahwa ikatan keuangan dengan perusahaan klien dan hubungan bisnis dengan klien mempengaruhi rusaknya independensi. Pemeriksa perlu mempertimbangkan tiga macam gangguan terhadap indepedensi, yaitu gangguan pribadi, ekstern, dan atau gangguan organisasi. Apabila satu atau lebih gangguan indepedensi tersebut mempengaruhi kemampuan pemeriksa secara individu dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, maka pemeriksa tersebut harus menolak penugasan pemeriksaan. Dalam keadaan pemeriksa yang karena suatu hal tidak dapat menolak penugasan pemeriksaan, gangguan dimaksud harus dimuat dalam bagian lingkup pada laporan hasil pemeriksaan. Menurut Harahap (1991), auditor harus bebas dari segala kepentingan terhadap perusahaan dan laporan yang dibuatnya. Auditor independen tidak hanya memberikan jasa untuk menguji laporan keuangan (audit), tetapi juga melakukan jasa lain selain audit. Pemberian jasa selain audit ini merupakan ancaman potensial bagi independensi auditor, karena manajemen dapat meningkatkan tekanan agar auditor bersedia untuk mengeluarkan laporan yang dikehendaki oleh manajemen, yaitu wajar tanpa syarat (Barkess dan Simnett, 1994; Knapp, 1985). Pemberian jasa selain audit berarti auditor telah terlibat dalam aktivitas manajemen klien. Jika pada saat

13 dilakukan pengujian pelaporan keuangan klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan auditor tersebut, maka auditor enggan untuk melaporkan kesalahan tersebut. Auditor tidak mau reputasinya buruk karena dianggap memberikan alternatif yang tidak baik bagi kliennya. Hal itu dinyatakan dalam SAP (4:11) : Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan organisasi/lembaga audit dan auditor baik pemerintah maupun akuntan publik harus independen (secara organisasi maupun secara pribadi), bebas dari gangguan independensi yang bersifat pribadi dan yang diluar pribadinya (ekstern), yang dapat mempengaruhi independensinya serta harus dapat mempertahankan sikap dan penampilan yang independen. 2.4 Obyektifitas Pusdiklatwas BPKP (2005), menyatakan obyektifitas sebagai bebasnya seseorang dari pengaruh pandangan subyektif pihak-pihak lain yang berkepentingan, sehingga dapat mengemukaan pendapat menurut apa adanya. Unsur perilaku yang dapat menunjang obyektifitas antara lain (1) dapat diandalkan dan dipercaya, (2) tidak merangkap sebagai panitia tender, kepanitiaan lain dan atau pekerjaan-pekerjaan lain yang merupakan tugas operasional obyek yang diperiksa, (3) Tidak berangkat tugas dengan niat untuk mencari-cari kesalahan orang lain, (4) dapat mempertahankan kriteria dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang resmi, serta (5) dalam bertindak maupun mengambil keputusan didasarkan atas pemikiran yang logis.

14 2.5 Integritas Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya. Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan transparan, berani, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan audit. Keempat unsur itu diperlukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal (Pusdiklatwas BPKP, 2005). Dalam pengertian lain integritas (Integrity) adalah bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukan ini. Dengan kata lain, satunya kata dengan perbuatan. Mengkomunikasikan maksud, ide dan perasaan secara terbuka, jujur dan langsung sekalipun dalam negosiasi yang sulit dengan pihak lain. Indikator Perilaku: 1. Memahami dan mengenali perilaku sesuai kode etik Mengikuti kode etik profesi dan perusahaan. Jujur dalam menggunakan dan mengelola sumber daya di dalam lingkup atau otoritasnya. Meluangkan waktu untuk memastikan bahwa apa yang dilakukan itu tidak melanggar kode etik. 2. Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai (values) dan keyakinannya Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai dan keyakinan.

15 Berbicara tentang ketidaketisan meskipun hal itu akan menyakiti kolega atau teman dekat. Jujur dalam berhubungan dengan pelanggan. 3. Bertindak berdasarkan nilai (values) meskipun sulit untuk melakukan itu Secara terbuka mengakui telah melakukan kesalahan. Berterus terang walaupun dapat merusak hubungan baik. 4. Bertindak berdasarkan nilai (values) walaupun ada resiko atau biaya yang cukup besar Mengambil tindakan atas perilaku orang lain yang tidak etis, meskipun ada resiko yang signifikan untuk diri sendiri dan pekerjaan. Bersedia untuk mundur atau menarik produk/jasa karena praktek bisnis yang tidak etis. Menentang orang-orang yang mempunyai kekuasaan demi menegakkan nilai (values). 2.6. Kompetensi Pemeriksaan adalah merupakan teknik pengawasan yaitu kegiatan untuk menilai apakah hasil pelaksanaan yang sebenarnya telah sesuai dengan yang seharusnya dan untuk mengidentifikasi penyimpangan atau hambatan yang ditemukan. Auditor mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. (Mulyadi, 2002). Kehati-hatian profesional adalah auditor diharuskan untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama. Penggunaan kemahiran

16 profesional dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional. Yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit. Dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan dinyatakan dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Hayes-Roth (1975), Hutchinso (1983), Murphy dan Wright (1984) memberikan bukti empiris bahwa seseorang yang lebih berpengalaman pada bidang subtantif, maka orang tersebut mempunyai lebih item yang disimpan dalam memorinya. Sehingga akan lebih mudah baginya untuk membedakan item-item menjadi beberapa kategori. Weber dan Crocker (1983) dalam Tubbs (1992) menunjukkan semakin banyak pengalaman seseorang, maka hasil pekerjaan semakin akurat dan lebih banyak mempunyai memori tentang struktur kategori yang rumit. Penelitian lain memberikan bukti bahwa pengalaman auditor mempunyai dampak yang signifikan terhadap kinerja, walaupun hubungannya tidak langsung. Hubungan antara pengalaman auditordengan kinerja melalui variabel intervening efek pengetahuan mengenai pekerjaan (Job Knowledge) (Bonner dan Lewis, 1990 dan Schmidt et al., 1986), terutama pengetahuan tentang tugas secara spesifik (Bonner, 1990). Penelitian yang dilakukan Choo dan Trotman (1991) menunjukkan bahwa auditor yang berpengalaman lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum (atypical) dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman,

17 tetapi tidak menemukan item-item yang umum, tidak ada bedanya antara auditor berpengalaman dengan yang kurang pengalaman. Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Tubbs (1992) yang melakukan pengujian mengenai efek pengalaman terhadap kesuksesan pelaksanaan audit. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin banyak pengalaman yang dimiliki, semakin banyak kesalahan yang dapat ditemukan oleh auditor. Abdolmohammadi dan Wright (1987) yang menyatakan bahwa pengalaman mungkin penting bagi keputusan yang kompleks, tetapi tidak untuk keputusanyang sifatnya rutin dan terstruktur. Pengaruh pengalaman akan signifikan ketika tugas yang dilakukan semakin kompleks. The Contemporary Dictionary (1989) mendefinisikan keahlian (expertise) sebagai keahlian khusus yang dimiliki seorang ahli. Auditor memberikan pendapatnya berdasarkan investigasi yang dilakukan dalam memberikan opininya tersebut auditor tidak terhindarkan untuk membuat pendapat yang subyektif. Agar pendapat auditorbenar, maka proses investigasi yang dilakukan harus sesuai prosedur, dan inputnya (berupa data dan pengetahuan) juga harus memadai (Hogart, 1991). Hal ini menunjukkan bahwa pendapat auditor yang baik akan bergantung pada prosedur audit yang dilaksanakan dan keahlian auditor. Dalam Standar Profesi Audit Internal (1200;9) menyatakan auditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi audit internal secara kolektif harus memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.

18 Kompetensi auditor adalah kualifikasi yang dibutuhkan oleh auditor untuk melaksanakan audit dengan benar (Rai, 2008). Dalam melakukan audit, seorang auditor harus memiliki mutu personal yang baik, pengetahuan yang memadai, serta keahlian khusus di bidangnya. Kompetensi berkaitan dengan keahlian profesional yang dimiliki oleh auditor sebagai hasil dari pendidikan formal, ujian profesional maupun keikutsertaan dalam pelatihan, seminar, simposium (Suraida, 2005). 2.7. Kualitas Hasil Pemeriksaan Kualitas hasil pemeriksaan adalah pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, merahasiakan pengungkapan informasi yang dilarang pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Yang menjadi indikator dalam kualitas pemeriksaan yaitu kelemahan pengendalian intern, penyimpangan dari peraturan perundang-undangan, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan, kerahasiaan informasi, dan tindak lanjut dari rekomendasi. Kualitas hasil pemeriksaan dipengaruhi oleh pengalaman kerja, independensi, obyektivitas, integritas dan kompetensi. Variabel-variabel ini merupakan bagian dari kualitas hasil pemeriksaan. Laporan hasil pemeriksaan yang telah disusun merupakan hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Latar belakang pendidikan yang sesuai akan laporan pemeriksaan yang sesuai dengan standar pemeriksaan. Kecakapan profesional dalam melakukan pemeriksaan mutlak dilakukan, kualitas laporan pemeriksaan akan sangat baik

19 karena pada saat pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai dengan standar yang berlaku. Pendidikan berkelanjutan yang telah diikuti oleh auditor akan menghasilkan peraturan-peraturan, metode-metode yang baru dalam melakukan pemeriksaan. Independensi dalam pemeriksaaan yaitu tidak adanya gangguan dari auditee pada dan setelah pemeriksaan akan membuat pemeriksa melakukan pekerjaanya secara profesional. Austin dan Langston (1981) ingin menggali dampak telaah dari rekan auditor terhadap pengendalian kualitas dan kinerja yang dilakukan oleh akuntan. Faktor pengendalian kualitas dan kinerja yang dipelajari adalah pengendalian kualitas, self- regualtion, dan efektitivitas kos. Menurut Elim (2006), menyatakan prinsip penyusunan rencana audit adalah : 1. Memahami dan memaksimalkan peran dantanggung jawab unit pengawasan internal. 2. Penaksiran risiko dan menggunakan skala prioritas. 3. Kriteria penaksiran risiko atas audit universe. 4. Adanya risiko melekat dan keterbatasan sistem dan metode penetapan prioritas audit sehingga mengharuskan unit pengawasan secara berkala mengkaji semua faktor risiko dan penilaiannya. Dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara menyatakan definisi kualitas hasil pemeriksaan yaitu : Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangandari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatuhan, harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan.

20 Cara yang paling efektif untuk manjamin bahwa suatu laporan hasil pemeriksaaan telah dibuat secara wajar, lengkap, dan obyektif adalah dengan mendapatkan review dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa. Tanggapan atau pendapat dari pejabat dari pejabat yang bertanggung jawab tidak hanya mencakup kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, atau tidak ketidakpatutan yang dilaporkan oleh pemeriksa, tetapi juga tindakan perbaikan yang direncanakan. Pemeriksaan harus memuat komentar pejabat dalam laporan hasil pemeriksaannya.pemeriksaan harus meminta pejabat yang bertanggung jawab untuk memberikan tanggapan tertulis terhadap temuan, simpulan, dan rekomendasi, termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh manajemen entitas yang diperiksa. Apabila tanggapan dari entitas yang diperiksa bertentangan dengn temuan, simpulan, atau rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan dan menurut pemeriksa, tanggapan tersebut tidak benar atau apabila rencana tindakan perbaikannya tidak sesuai dengan rekomendasi, maka pemeriksa harus menyampaikan ketidaksetujuannya atas tanggapan dan rencana tindakan perbaikan tersebut beserta alasannya. Ketidaksetujuan tersebut harus disampaikan secara seimbang dan objektif. Sebaliknya, pemeriksa harus memperbaiki laporannya apabila pemeriksa berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar. 2.8. Pengaruh Pengalaman Kerja Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Sesuai dengan standar umum dalam Standar Profesional Akuntan Publik bahwa auditor disyaratkan memiliki pengalaman kerja yang cukup dalam profesi

21 yang ditekuninya, serta dituntut untuk memenuhi kualifikasi teknis dan berpengalaman dalam bidang industri yang digeluti kliennya (Arens dkk., 2004). Pengalaman akuntan publik akan terus meningkat seiring dengan makin banyaknya audit yang dilakukan serta kompleksitas transaksi keuangan perusahaan yang diaudit sehingga akan menambah dan memperluas pengetahuannya di bidang akuntansi dan auditing (Christiawan, 2002).Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin lama masa kerja dan pengalaman yang dimiliki auditor maka akan semakin baik dan meningkat pula kualitas audit yang dihasilkan (Alim dkk., 2007). Hasil penelitian Herliansyah dkk. (2006) menunjukkan bahwa pengalaman mengurangi dampak informasi tidak relevan terhadap judgment auditor. Kidwell dkk. (1987) dalam Budi dkk. (2004) menemukan bahwa manajer dengan pengalaman kerja yang lebih lama mempunyai hubungan yang positif dengan pengambilan keputusan etis. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Budi dkk. (2004) bahwa pengalaman kerja tidak mempunyai pengaruh terhadap komitmen profesional maupun pengambilan keputusan etis. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah: H A 1 : Pengalaman kerja berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. 2.9. Pengaruh Independensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Hasil penelitian Trisnaningsih (2007) mengindikasikan bahwa auditor hanya memahami good governance tetapi dalam pelaksanaan pemeriksaan tidak menegakkan independensinya maka tidak akan

22 berpengaruh terhadap kinerjanya. Alim dkk (2007) dan Cristiawan (2002) menemukan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Auditor harus dapat mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan audit dimana hal tersebut harus didukung dengan sikap independen. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesa yang dibangun adalah: H A 2 : Independensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. 2.10. Pengaruh Obyektifitas Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Hubungan keuangan dengan klien dapat mempengaruhi obyektifitas dan dapat mengakibatkan pihak ketiga berkesimpulan bahwa obyektifitas auditor tidak dapat dipertahankan. Dengan adanya kepentingan keuangan, seorang auditor jelas berkepentingan dengan laporan hasil pemeriksaan yang diterbitkan. Standar umum dalam Standar Audit APIP menyatakan bahwa dengan prinsip obyektifitas mensyaratkan agar auditor melaksanakan audit dengan jujur dan tidak mengkompromikan kualitas. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat obyektifitas auditor maka semakin baik kualitas hasil pemeriksaannya. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah: H A 3 : Obyektifitas berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. 2.11. Pengaruh Integritas Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Alim dkk (2007) menyatakan bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki kompetensi yang baik dan hasil penelitiannya menemukan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit. Auditor

23 sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas audit harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki agar penerapan pengetahuan dapat maksimal dalam praktiknya. Sunarto (2003) menyatakan bahwa integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan prinsip. Dengan integritas yang tinggi, maka auditor dapat meningkatkan kualitas hasil pemeriksaannya (Pusdiklatwas BPKP, 2005). Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang dibangun adalah: H A 4 : Integritas auditor berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. 2.12. Pengaruh Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan audit yaitu pengetahuan dan kemampuan. Auditor harus memiliki pengetahuan untuk memahami entitas yang diaudit, kemudian auditor harus memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam tim serta kemampuan dalam menganalisa permasalahan. Christiawan (2002) dan Alim dkk. (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi kompetensi auditor akan semakin baik kualitas hasil pemeriksaannya. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang dibangun adalah: H A 5 : Kompetensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan.