BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dari berbagai studi, baik yang berskala internasional maupun nasional

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan cepat dan pesat sering kali terjadi dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bidang studi matematika secara garis besar memiliki dua arah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Autograph Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini pesatnya kemajuan teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika dalam implementasinya tidak hanya berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan hidup dalam dunia yang semakin mengglobal amat berat.

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan memegang peranan penting dalam menunjang. kemajuan bangsa Indonesia di masa depan. Setiap orang berhak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelajaran yang sukar, dan masih banyak siswa yang bertanya tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Fauziah Nurrochman, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang semakin pesat baik

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah. membawa berbagai perubahan hampir di setiap aspek kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penting saat ini pada pendidikan matematika adalah hasil

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Hasil belajar matematika sampai saat ini masih menjadi suatu permasalahan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya peningkatan sumber daya manusia diharapkan bangsa kita mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah peningkatan mutu pendidikan, baik prestasi belajar siswa maupun kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia seutuhnya agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah perbaikan proses pembelajaran. Dalam usaha perbaikan proses pembelajaran diperlukan sistem pendidikan yang berorientasi pada pemecahan masalah, kemampuan berpikir kritis, kreatif, sistematis, dan logis. Hal ini sangat mungkin dimunculkan dalam pembelajaran matematika, karena mengingat semua kemampuan tersebut merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika (Depdiknas, 2003). Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Agama (Depag) telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan mutu dan hasil pendidikan nasional, termasuk pendidikan matematika pada pendidikan dasar sampai pendidikan menengah. Usaha pemerintah dalam

2 meningkatkan mutu dan hasil pendidikan nasional antara lain peningkatan kualitas guru melalui program profesi guru (PPG), merekonstruksi kurikulum sehingga muncul Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) selanjutnya lahirlah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam KTSP dijelaskan bahwa kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dalam pembelajaran matematika mencakup: (a) memahami konsep, (b) memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta mempunyai kemampuan bekerja sama, (c) memiliki kemampuan pemecahan masalah, (d) memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan. Bedasarkan tujuan di atas, keterampilan berpikir kritis dan kreatif merupakan hal yang penting dalam pembelajaran matematika, dan perlu dilatihkan pada siswa. Siswa perlu dibekali keterampilan berpikir kritis dan kreatif tersebut supaya siswa mampu memecahkan permasalahan matematik yang menjadi fokus dalam pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan rekomendasi NCTM (2000) bahwa standar kemampuan yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika adalah penalaran matematis (mathematical reasoning), representasi matematis (mathematical representation), komunikasi matematis (mathematical communication), mengaitkan ide-ide matematis (mathematical connection), dan pemecahan masalah (mathematical problem solving). Di lain pihak, tidak dapat terelakan lagi bahwa akhir-akhir ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat, sehingga memberi kesempatan pada siswa untuk semakin leluasa mengakses informasi yang relevan sesuai kebutuhan dan tuntutan. Penelusuran dan implementasi informasi yang

3 tiada batas ini, memerlukan adanya kemampuan dalam cara mengakses sumber informasi, memilih dan memilah jenis dan tipe informasi, serta menganalisis dan menarik kesimpulan. Kemampuan seperti ini dapat diperoleh melalui pengembangan kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, analitis, kreatif, dan produktif (Kusumah, 2008: 3). Berdasarkan alasan tersebut, kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi (high-order mathematical thinking) khususnya berpikir kritis dan kreatif peserta didik sangat penting untuk dikembangkan dan dilatihkan pada siswa mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai sekolah menengah atas. Kenyataan di lapangan menunjukan bahwa hasil pembelajaran matematika terutama di SD, SMP, dan SMA masih rendah. Kondisi ini ditunjukan oleh International Achievement Education (IEA) yang menyebutkan bahwa siswa SD di Indonesia menempati peringkat ke-38 dari 39 negara peserta. Selain itu, data dari the Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 juga menunjukan bahwa Indonesia berada pada urutan ke 36 dari 48 negara tentang penguasaan matematika untuk siswa sekolah menengah pertama. Hal ini membuktikan bahwa dalam penyelesaian masalah matematika yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi, siswa Indonesia masih lemah bahkan lebih jelek bila dibandingkan dengan Negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Berdasarkan hasil studi TIMSS dan IAE tampak bahwa untuk masalah matematika yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi, siswa Indonesia masih jauh di bawah rata-rata internasional. Kemampuan pemecahan masalah,

4 kemampuan berpikir kritis, dan kreatif siswa di Indonesia masih rendah, sehingga siswa lemah dalam menyelesaikan masalah tidak rutin. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian, O Daffer dan Thoenquist (dalam Suryadi, 2005) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa siswa sekolah menengah kurang menunjukkan hasil yang memuaskan dalam akademik yang menuntut kemampuan berpikir kritis. Hasil penelitian Priatna (2003) menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa SMP di Bandung hanya sekitar 49% dari skor ideal. Bahkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa pun masih kurang, hal ini dilihat dari hasil studi pendahuluan oleh Maulana (2007) yang melaporkan bahwa nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa program D2 PGSD kurang dari 50% dari skor maksimal. Selanjutnya, hasil penelitian Mullis dkk (Suryadi, 2004) memperlihatkan bukti lebih jelas bahwa soal-soal matematika tidak rutin yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada umumnya tidak berhasil dijawab dengan benar oleh sampel siswa Indonesia. Kemampuan tersebut diantaranya adalah kemampuan berpikir kreatif dan kritis. Rendahnya hasil belajar matematika mengindikasikan ada sesuatu yang salah dan belum optimal dalam pembelajaran matematika di sekolah. Menurut Herman (2006: 4) salah satu penyebab rendahnya kualitas pemahaman siswa di SD dan SMP, berdasarkan hasil survey IMSTEP-JICA (1999) di kota bandung, adalah karena dalam proses pembelajaran matematika guru umumnya terlalu berkonsentrasi pada latihan penyelesaian soal yang lebih bersifat prosedural dan mekanistis dari pada berkonsentrasi pada mengembangkan pemahaman matematika siswa.

5 Pembelajaran yang diterapkan adalah pembelajaran konvensional, dimana guru biasanya mengawali pembelajaran dengan menjelaskan konsep secara informatif, memberikan contoh soal, dan diakhiri dengan memberikan soal-soal latihan. Lebih lanjut Ruseffendi (1991) menyatakan bahwa selama ini dalam proses pembelajaran matematika di kelas pada umumnya siswa mempelajari matematika hanya satu arah yaitu diberi tahu oleh gurunya dan bukan melalui kegiatan eksplorasi. Menurut Rifa at (Hendriana, 2009: 4) kegiatan belajar mengajar seperti ini membuat siswa cenderung belajar menghapal dan tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang diajarkan oleh gurunya. Kondisi seperti ini sering tidak disadari oleh guru matematika dalam proses pembelajaran yang lebih dikenal dengan sebutan rote learning. Bahkan Wahyudin (1999:6) menegaskan bahwa guru matematika pada umumnya mengajar dengan metode ceramah dan ekspositori. Sumarmo (1994:67) mengatakan bahwa pola pembelajaran ceramah dan ekspositori ini kurang menanamkan pemahaman konsep, karena siswa kurang aktif. Sehingga, jika siswa diberi soal yang berbeda dengan soal yang telah diselesaikan oleh gurunya maka siswa akan kesulitan untuk menyelesaikan, karena mereka tidak memahami konsep. Pendekatan pembelajaran rutin seperti ini sering dilakukan oleh banyak guru dalam keseharian sehingga dapat membosankan, membahayakan, dan merusak seluruh minat siswa (Sobel dan Maletsky, 2003). Dengan demikian, kemungkinan besar pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa

6 dalam matematika pun akan terhambat. Akibatnya kemampuan siswa dalam berpikir matematis tingkat tinggi sangat lemah, karena siswa terbiasa dengan kegiatan pembelajaran yang hanya pada tataran berpikir tingkat rendah. Setiap siswa memiliki potensi kritis dan kreatif, tetapi masalahnya bagaimana cara mengembangkan potensi tersebut melalui proses pembelajaran di kelas. Kreatifitas siswa akan tumbuh apabila dilatih melakukan eksplorasi, inkuiri, penemuan, dan memecahkan masalah (Ruseffendi, 1991a: 239). Disamping itu, kreatifitas siswa akan muncul apabila ada stimulus (Fisher dalam Ratnaningsih, 2007: 2). Munandar (2002:14) mengemukakan bahwa perkembangan optimal dari kemampuan berpikir kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar guru. Dalam suasana non-otoriter, ketika siswa belajar atas prakarsa sendiri diberikan kepercayaan untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru, maka kemampuan kreatif dapat tumbuh subur. Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kreatifitas siswa akan tumbuh dan berkembang pada pembelajaran yang menyajikan masalah nonrutin sebagai stimulus, bebas berekspresi dalam melakukan eksplorasi, menemukan, belajar dalam kelompok kecil, dan memecahkan masalah. Hal ini sesuai dengan harapan NCTM (2000) bahwa pemecahan masalah adalah keterampilan dasar yang dibutuhkan siswa pada matematika, sehingga harus menjadi fokus di sekolah dari mulai taman kanak-kanak sampai sekolah menengah atas, dan siswa harus mampu membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah.

7 Menyikapi permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pendidikan matematika sekolah, maka hendaknya ada suatu inovasi dalam pembelajaran yang dapat menjawab permasalahan-permasalahan dalam pendidikan matematika. Salah satu solusi yang dipandang dapat mengatasi masalah dalam pembelajaran matematika tersebut adalah dengan meningkatkan kualitas pembelajaran. Pembelajaran yang diperlukan adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Menurut Zohar dkk (1994) Kemampuan berpikir kritis dan kreatif dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang bersifat student-centered. Salah satu model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan berpikir kritis dan kreatif dan memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka adalah pembelajaran berbasis masalah (PBM). PBM merupakan suatu strategi yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada masalah sehari-hari yang nyata atau masalah yang disimulasikan, sehingga siswa dituntut untuk berpikir kritis dan kreatif serta menempatkan siswa sebagai problem solver. Alasan pemilihan model pembelajaran ini adalah berdasarkan kepada beberapa temuan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sofyan (2008) dalam studinya terhadap siswa SMP negeri kategori sekolah tinggi di Kabupaten Garut menemukan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa SMP dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pada menggunakan pembelajaran konvensional. Peringatan Hulu (2009) menemukan bahwa

8 kemampuan penalaran matematika siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pada pembelajaran biasa. Ismaimusa (2010) menemukan bahwa kemampuan berpikir kritis, kreatif siswa SMP di Kota Palu Sulawesi Tengah dan sikap siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif lebih baik dari pada pembelajaran konvensional. Fokus utama dalam pembelajaran melalui PBM adalah dengan memposisikan peran guru sebagai perancang, organisator, dan fasilitator dalam pembelajaran matematika, sehingga siswa mendapat kesempatan dan pengalaman untuk memahami konsep matematika melalui aktifitas belajar. Dalam PBM guru tidak menyajikan konsep matematika dalam bentuk jadi, namun dengan menghadapkan siswa pada suatu masalah yang di dalamnya ada fakta, situasi, dan keadaan. Melalui bantuan teman dan guru, diharapkan siswa dapat menyusun dan menemukan konsep yang benar dari masalah yang diberikan. Bantuan guru bukan berarti harus menjawab pertanyaan siswa secara langsung, tetapi bisa dengan balik bertanya dengan menggunakan teknik bertanya dan mengarahkan siswa untuk menemukan konsep yang benar. Pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan suatu pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal pembelajaran (Ratnaningsih, 2003: 16). Masalah yang digunakan dalam PBM terdiri dari dua tipe masalah, yaitu masalah terbuka (open-ended problem) atau disebut juga masalah tidak lengkap (ill structured problem) dan masalah terstruktur (well structured problem). PBM ini dirancang dengan tujuan untuk membantu siswa

9 mengembangkan kemampuan berpikir dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman-pengalaman nyata (Ratnaningsih, 2003). Dalam PBM siswa dituntut untuk melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan menggali informasi sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari solusi dari permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai satu jawaban yang benar, artinya siswa dituntut pula untuk belajar secara kreatif. Pengajuan pertanyaan di kelas yang dilakukan guru dan siswa adalah kegiatan yang harus sering muncul dalam pembelajaran yang menekankan pada proses dimana siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembentukan pengetahuannya. Pertanyaan yang diajukan tentunya harus menunjang tercapainya tujuan pembelajaran yang diterapkan. Untuk menunjang penerapan PBM ini, perlu diperhatikan beberapa hal yaitu: level sekolah, masalah yang dihadapkan pada siswa, dan sikap siswa. Penerapan PBM pada sekolah dengan kualifikasi yang berbeda, diperkirakan meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis siswa yang berbeda pula. Untuk keperluan penelitian ini, maka penentuan level sekolah didasarkan pada hasil ujian nasional yang diperoleh sekolah. Atas dasar permasalahan dan fakta-fakta yang diungkapkan di atas, penulis memiliki keinginan yang tinggi untuk mengembangkan pembelajaran berbasis masalah secara benar. Harapan dari pengembangan ini adalah bahwa dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dapat mendorong peningkatan

10 kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa SD dalam matematika. Untuk itu penelitian ini dirumuskan dengan judul Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa Sekolah Dasar B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi: 1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional? 2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah? 3. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional? 4. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada kemampuan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah?

11 5. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah? Secara lebih khusus apakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika secara umum dengan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika berbasis masalah berkorelasi dengan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini secara rinci adalah sebagai berikut: 1. Mengkaji dan menganalisis peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional 2. Mengkaji dan menganalisis peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah. 3. Mengkaji dan menganalisis peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional 4. Mengkaji dan menganalisis peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah

12 dibandingkan dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah 5. Mengkaji secara komprehensif sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Secara lebih khusus mengkaji pula korelasi antara kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dengan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika secara umum dan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika berbasis masalah? D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti dalam pemilihan kegiatan pembelajaran matematika di kelas dalam upaya meningkatkan kualitas belajar siswa. Adapun manfaat lain dari penelitian ini yaitu: 1. Bagi kepala sekolah, agar menjadi pertimbangan guna memfasilitasi guru dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan komunikasi matematis siswa. 2. Bagi guru, menjadi acuan tentang penerapan model pembelajaran berbasis masalah sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa. 3. Bagi siswa, melalui penggunaan pembelajaran berbasis masalah ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar, mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan mampu mengomunikasikan gagasannya dengan baik dan lancar. 4. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang penerapan pembelajaran berbasis masalah dalam proses belajar mengajar matematika.

13 E. Definisi Operasional Dalam penelitian ini digunakan beberapa istilah. Agar makna dan interpretasi terhadap istilah tersebut sesuai dengan yang dimaksudkan dalam penelitian ini, maka diperlukan definisi operasional dari istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya sebagai berikut: 1. Pembelajaran berbasis masalah (PBM) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada masalah nyata atau masalah yang disimulasikan, artinya pembelajaran dimulai dengan masalah kontekstual yang harus dipecahkan. Masalah dimunculkan sedemikan rupa sehingga siswa perlu menafsirkan dan menginterpretasikan masalah, mengumpulkan informasi yang diperlukan, mengevaluasi alternatif solusi, dan mempresentasikan solusinya. 2. Kemampuan berpikir kritis dalam matematika adalah kemampuan untuk bereaksi terhadap masalah matematik yang meliputi mengidentifikasi, menggeneralisasi, menganalisis, mengevaluasi, dan pemecahan masalah. 3. Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika meliputi: kepekaan, kelancaran, keluwesan, keaslian, dan elaborasi/keterperincian. a. Kepekaan adalah kemampuan mendeteksi (mengenali dan memahami) serta menanggapi suatu pernyataan, situasi, atau masalah. b. Kelancaran adalah kemampuan membangun berbagai ide yang relevan dalam memecahkan suatu masalah dan lancar mengungkapkannya. c. Keluwesan adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan, metode, atau pertanyaan.

14 d. Keaslian adalah kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan cara sendiri atau tidak baku e. Elaborasi adalah kemampuan menambah suatu situasi atau masalah sehingga menjadi lengkap, dan merincinya secara detil. 4. Pembelajaran konvensional pada penelitian ini adalah model pembelajaran yang digunakan guru yang masih kurang melibatkan peranan siswa. Pembelajaran masih berpusat pada guru, proses pembelajaran sangat mengutamakan pada metode ekspositori. Urutan pembelajaran konvensional adalah: (1) mengajarkan teori, (2) memberikan contoh, (3) latihan soal. F. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, hipotesis penelitian ini adalah: 1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah secara signifikan lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. 2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah secara signifikan lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah. 3. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah secara signifikan lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

15 4. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah secara signifikan lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah.