BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi

BAB I PENDAHULUAN. maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai.

OPTIMASI POLA OPERASI PERJALANAN KERETA API ANGKUTAN BATUBARA DI SUMATRA SELATAN HALAMAN COVER DEPAN SKRIPSI. Oleh : ASTRI JUWITA PERDANI

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan

BAB III LANDASAN TEORI

KA Nomor Urut Kecelakaan:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API

Analisis Pola Operasi Mempawah-Sanggau Kalimantan Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

KINERJA OPERASI KERETA BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sejalan dengan perkembangan teknologi automotif, metal, elektronik dan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI POLA OPERASI JALUR KERETA API GANDA SEMBAWA-BETUNG 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB III LANDASAN TEORI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bukit Asam Tbk, PT. Sumatera Bahtera Raya dan PT Putera Lampung. Ada beberapa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

DESAIN JALAN REL UNTUK TRANSPORTASI BATU BARA RANGKAIAN PANJANG (STUDI KASUS: SUMATERA SELATAN)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

Kajian Pola Operasi Jalur Ganda Kereta Api Muara Enim-Lahat

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Lintas Cirebon Kroya Koridor Prupuk Purwokerto BAB I PENDAHULUAN

EVALUASI KINERJA INFRASTRUKTUR COAL TERMINAL PELABUHAN TARAHAN MILIK PT. X. Aditya Setyawan Moekti Presentasi Sidang Tugas Akhir 27 Juni

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim

III. METODE PENELITIAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL JALUR GANDA KERETA API ANTARA BOJONEGORO SURABAYA PASARTURI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB III LANDASAN TEORI

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tabel Jumlah Penduduk di Indonesia. Tahun Jumlah Penduduk ,5 179,4 205,1 237,6

PENGANTAR TRANSPORTASI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III LANDASAN TEORI

KAJIAN TARIF KERETA API KALIGUNG JURUSAN TEGAL SEMARANG BERDASARKAN BOK DAN BIAYA KETERLAMBATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

PENGUJIAN BANTALAN BETON UNTUK TRACK JALAN KERETA API SEPUR 1435 MM MENGGUNAKAN STANDAR UJI AREMA

REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber cadangan batubara yang cukup besar, akan tetapi

maupun jauh adalah kualitas jasa pelayanannya. Menurut ( Schumer,1974 ),

b. angkutan untuk orang dan barang diberi pelayanan yang

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. P.T. Bukit Asam (Persero) Tbk. adalah badan usaha milik Negara (BUMN)

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTRAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

JUMLAH PERJALANAN JABODETABEK MENCAPAI 25,7 JUTA PERJALANAN/HARI. 18,7 JUTA (72,95 %) MERUPAKAN PERJALANAN INTERNAL DKI JAKARTA, 6,9 JUTA (27,05 %) ME

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG

Naskah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami

ANALISIS KINERJA OPERASIONAL KERETA API SRIWEDARI EKSPRESS JURUSAN SOLO - YOGYA

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain.

KULIAH PRASARANA TRANSPORTASI PERTEMUAN KE-8 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL

BAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

BAB III METODE PENELITIAN. melalui tahapan tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan berikut :

PENINJAUAN TINGKAT KEHANDALAN LINTAS KERETA API MEDAN - RANTAU PARAPAT

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B A B 1 P E N D A H U L U A N. bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengumpulan Data Dari berbagai data yang tersedia, maka untuk keperluan penelitian ini dikumpulkan data yang terkait dengan topik penelitian dan telah diuraikan kegunaannya pada bab sebelumnya. Pada garis besarnya data tersebut meliputi data rencana produksi, yang merupakan kebutuhan (demand) angkutan dan data prasarana jalan rel yang merupakan supply dalam suatu sistem transportasi serta dibedakan atas data utama dan data tambahan. Data utama adalah data yang akan digunakan untuk analisis, sedangkan data tambahan adalah informasi lain yang digunakan untuk membantu proses analisis. Data tambahan berupa deskripsi atau informasi besaran-besaran teknis yang sebelumnya telah ditentukan. 4.1.1. Data Rencana Produksi PT. Bukit Asam merencanakan untuk melakukan produksi batubara pada salah satu wilayah tambangnya di Banko Tengah Sumatera Selatan, secara bertahap selama masa konsesi penambangan 20 tahun. Besarnya rencana produksi dari tahun ketahun hingga akhir masa konsesi disampaikan dalam tabel dibawah ini. 35

36 Tabel 4. 1 Rencana Produksi Batubara No. Tahun ke Juta Ton /Tahun (MTA) 1 1 5 2 2 8 3 3 10 4 4 sampai dengan 20 20 ( Sumber: Railway Feasibilty Study, PT Dardela & Ing Rail BV ) 4.1.2. Data Prasarana Jalan Rel Data geometri jalan rel berupa gambar alignment horisontal (plan) maupun alignment vertikal (profile) dari rencana trace track. Alignment dihitung dari lokasi titik masuk Train Port Terminal (TPT) di Srengsem sebagai KM 0 + 000 dan lokasi titik masuk Train Loading System (TLS) di Banko Tengah sebagai akhir jalan rel dengan notasi KM 307 + 476. Pada trace geometri juga terletak stasiun antara TLS dan TPT. Alignment horisontal (plan) dan alignment memanjang (profile) keseluruhan panjang jalan rel secara umum disampaikan dalam gambar berikut. Untuk alignment horisontal per bagian atau ruas disampaikan dalam Lampiran.

37 Profile Elevation (m) 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0 30000 60000 90000 120000 150000 180000 210000 240000 270000 300000 330000 Location (m) Gambar 4.1 Alignment Horisontal dan Potongan Memanjang Jalan Rel

38 Diantara data prasarana jalan rel, yang penting dan akan digunakan dalam analisis adalah nama stasiun, nomer dan jarak antar stasiun seperti dalam tabel 4.2. berikut. Tabel 4. 2 Data Stasiun No Stasion Km Jarak ke stasion Fungsi berikutnya 1 SRENGSEM 0+800 14200 - Train Unloading - Train Depart - Train Sub Depot 2 SUKABUMI 15+000 16000 - Crossing 3 PEMANGGILAN 31+000 14000 - Crossing 4 SUKARAME 45+000 16000 - Crossing - MOW Equipment Stabling - Ballast Depot 5 SUMBEREJO 61+000 16000 - Crossing 6 KALIRANDU 77+000 14000 - Crossing 7 TANJUNG IMAN 91+000 15236 - Crossing 8 KOTABUMI BARU 106+236 12764 - Crossing 9 KENDALISODO 119+000 15500 - Crossing 10 NEGARARATU BARU 134+500 12500 - Crossing - Train Crew Mess 11 TULUNGBUYUT BARU 147+000 13500 - Crossing - MOW Equipment Stabling - Ballast Depot 12 NEGERIAGUNG BARU 160+500 14675 - Crossing 13 PAHUNG 175+175 15672 - Crossing 14 WAYTUBA BARU 190+747 15753 - Crossing 15 MARTAPURA BARU 206+500 14000 - Crossing - MOW Equipment Depot - Ballast Depot - Track Warehouse 16 GILAS BARU 220+500 16060 - Crossing 17 TALANG PUSAR 236+560 9940 - Crossing - MOW Equipment Stabling - Ballast Depot 18 PELAWAN 246+500 15500 - Crossing 19 GUNUNGMERAKSA 262+000 14000 - Crossing 20 PRABUMENANG 276+000 14500 - Crossing 21 SINARLUBAI 290+500 14676 - Crossing 22 SUBANJERO 305+176 2300 - Crossing 23 BANKO TENGAH 307+476 - Train Loading - Train Depart - Train Depot

39 4.1.3. Data Sarana Dalam kegiatan perkeretaapian, yang termasuk sarana adalah lokomotif, kereta penumpang (coach), gerbong barang (wagon), KRL dan KRD. Dalam lingkup obyek pembahasan, sarana adalah lokomotif dan wagon saja, karena kereta ini direncanakan khusus untuk mengangkut batubara, bukan untuk mengangkut penumpang. Hasil kajian khusus oleh PT. Bukit Asam maka telah menentukan rangkaian kereta yang akan digunakan seperti dalam Tabel 4.3.berikut. Tabel 4. 3 Spesifikasi Rangkaian Kereta No. Jenis Satuan Besaran 1. Lokomotif Unit 1 Type DF8 2. Gerbong Unit 55 Type K18N Hopper Car 3. Kapasitas gerbong Ton/gerbong 60 4. Kapasitas Angkut Rangkaian Ton/kereta 3.300 ( Sumber: Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing Rail BV ) berikut. Lokomotif type DF8 yang akan digunakan disampaikan dalam gambar Gambar 4.2. Lokomotif Type DF 8 ( Sumber: Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing RailBV )

40 Adapun jenis gerbong type K18N Hopper Car adalah seperti tampak dalam gambar berikut. Gambar 4.3. Gerbong Type K18N Hopper Car ( Sumber: Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing Rail BV ) 4.1.4. Kecepatan Rata-rata Kecepatan rata-rata operasi kereta diperoleh dari total jarak dibagi waktu tempuh rata-rata sepanjang jalur rel yang ditinjau. Waktu tempuh yang dimaksud merupakan fungsi ruling gradient. Besarnya kecepatan rata-rata merupakan hasil studi yang dilakukan khusus oleh PT. Bukit Asam saat melakukan pemilihan rangkian kereta yang melibatkan berbagai jenis lokomotif dan gerbong pengangkut batubara yang tersedia di pasaran dunia. Dalam penelitian ini digunakan nilai kecepatan rata-rata dari hasil studi tersebut yaitu sebesar 46 km/jam. 4.1.5. Waktu Muat dan Waktu Bongkar Waktu muat adalah waktu yang diperlukan oleh rangkaian kereta api sejak datang di TLS hingga siap berangkat kembali setelah dimuati batubara. Waktu muat terdiri dari waktu langsir untuk pemuatan dan waktu inspeksi.

41 Waktu bongkar adalah waktu yang diperlukan oleh rangkaian kereta api sejak kedatangan di TPT untuk membongkar muatan dan memutar kembali siap melanjutkan perjalanan. Waktu bongkar terdiri atas waktu langsiran penurunan muatan dan waktu inspeksi. Baik waktu muat maupun waktu bongkar merupakan topik atau obyek kajian lain terkait dengan pemilihan kapasitas peralatan muat bongkar. Dalam kajian ini waktu muat dan waktu bongkar digunakan data dari PT. Bukit Asam yang telah memilih sistem bongkar muat tertentu yang hasilnya sebagai berikut: Waktu muat: Waktu langsir untuk pemuatan Waktu inspeksi Waktu muat keseluruhan = 20 menit = 25 menit = 45 menit Waktu bongkar: Waktu langsir penurunan muat Waktu inspeksi Waktu bongkar keseluruhan = 118,8 menit = 25 menit = 143,8 menit 4.1.6. Konfigurasi Minimum Jalur Rel di Stasiun Jalur rel untuk kereta api batubara antara Banko Tengah dan Srengsem merupakan jalur tunggal yang tidak memungkinkan terjadinya persilangan antara kereta berlawanan arah ataupun penyusulan kereta searah. Persilangan maupun penyusulan hanya mungkin dilakukan pada sepur simpang di stasiun. Oleh karena itu perlu ditetapkan konfigurasi minimum tata letak jalur rel di stasiun yang menunjukkan adanya sepur simpang yang berguna tidak hanya untuk

42 persilangan dan penyusulan saja, tetapi juga sebagai jalur cadangan apabila terjadi gangguan pada suatu kereta yang dapat dimasukkan ke dalam sepur simpang tersebut agar tidak mengganggu jalur utama. Studi tata letak jalur rel yang telah dilakukan memberikan informasi tentang hal tersebut seperti disampaikan dalam gambar 4.8. Gambar 4.4. Konfigurasi Minimum Tata Letak Jalur Rel di Stasiun ( Sumber:Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing Rail BV ) 4.2 Pengolahan Data Sesuai dengan tujuan optimasi yaitu untuk mengetahui alternatif keputusan terbaik antara pembangunan langsung dengan kapasitas penuh dan membangun bertahap, maka pengelolaan data dilakukan berdasarkan target produksi tahun pertama dan tahun ke 4-20 saja. Pembangunan bertahap per tahun sesuai rencana produksi dianggap tidak realistis dari segi kepraktisan pelaksanaan konstruksi. 4.2.1 Perhitungan Target Jumlah Angkutan Target jumlah angkutan adalah sasaran jumlah produksi yang harus terangkut sesuai dengan tahun produksi yang ditinjau, yaitu tahun pertama dan tahun keempat hingga keduapuluh. Besarnya target jumlah angkutan dihitung dengan menggunakan faktor keamanan berupa tambahan 20% dari rencana

43 produksi, sehingga target jumlah angkutan adalah 1,2 kali rencana produksi, perhitungan dan hasilnya disampaikan dalam tabel 4.3. berikut : Tabel 4. 4 Target Jumlah Angkutan Tahun Produksi Produksi (MTA) Tambahan 20% (MTA) Jumlah Angkutan (MTA) Tahun 1 5 1 6 Tahun 4-20 20 4 24 4.2.2. Perhitungan Hari Kerja Efektif hari kerja efektif digunakan untuk mengetahui jumlah hari setahun dimana kereta pasti dapat beroperasi. Perhitungan dilakukan untuk tiap tahun produksi yang ditinjau : Untuk tahun produksi ke 4 20 1. Jumlah hari kalender : 365 hari 2. Jumlah hari libur : 7 hari 3. Hari kerja per tahun : 358 hari 4. Jam kerja per hari : 8 jam 5. Jam kerja per tahun : 8.592 jam 6. Pengurangan jam kerja : a. Akibat Pemeliharaan = Lx 1000 12 F x / KapasitasMTT JumlahMTT L = panjang keseluruhan jalan rel = 320 Km F = frekuensi pemeliharaan per tahun = 6 bulan Kapasitas MTT = 400 meter/jam Jumlah MTT = 3 buah Maka pengurangan akibat pemeliharaan = 533,33 jam/tahun

44 b. Akibat Hari Jelek Untuk Operasi Hari jelek untuk operasi didefinisikan sebagai hari dengan cuaca ekstrem yang menyebabkan operasi perjalanan kereta api tidak dapat dijalankan dengan aman sesuai dengan standard keselamatan yang berlaku. Menurut praktek umum dalam bidang perkeretaapian, diambil keadaan dengan cuaca jelek tersebut selama 4 hari atau sama dengan 96 jam/tahun. c. Akibat Keterlambatan yang Tidak Diharapkan Operasi kereta api umumnya sudah dilengkapi dengan berbagai peraturan operasi untuk mengantisipasi berbagai keterlambatan perjalanan. Namun begitu masih terdapat berbagai hal diluar jangkuan manusia yang tidak dapat tercakup dalam peraturan tersebut dan biasanya keterlambatan tersebut dialokasikan sebagai cadangan dengan besaran umumnya 5% dari jam kerja per tahun, yaitu = 5 % x 8.592 = 429,60 jam/tahun d. Akibat kecelakaan yang tidak diharapkan Besarnya pengurangan jam kerja per tahun akibat kecelakaan yang tidak diharapkan biasanya diambil 5% dari jumlah jam kerja per tahun yaitu 429,60 jam. Dengan demikian jumlah pengurangan jam kerja adalah : 533,33 + 96 + 429,60 + 429,60 = 1.488,53 jam kerja per tahun Maka jam kerja efektif = 8.592 1.488,53 = 7.103,47 jam kerja/tahun atau sama dengan 295 hari.

45 Untuk tahun produksi pertama, perbedaan perhitungan hanya terletak pada pengurangan jam kerja akibat pemeliharaan dimana cukup digunakan peralatan MTT 1 unit dengan perioda pemeliharaan 3 bulan. Sehingga jam kerja per tahun akibat pemeliharaan adalah : 320 x 1000 x 12/3 = 3.200 jam 400 1 Maka jam kerja efektif = 8.592 4.155,20 = 4.436,8 jam/tahun atau 184 hari. Dengan cara perhitungan seperti diuraikan diatas, maka proses selanjutnya dapat dilakukan sacara tabelaris yang disampaikan dalam tabel 4.5. Tabel 4. 5 Perhitungan Hari Kerja Efektif No. Hari Kerja Satuan Tahun 1 Tahun 4-20 1 Hari Kalender Hari 365 365 2 Hari libur setahun Hari 7 7 3 Hari keja per tahun Hari 358 358 3 Jam kerja per hari Jam 24 24 4 Jam kerja per tahun Jam 8.592 8.592 5 Pengurangan jam kerja a. Pemeliharaan jalan rel Jumlah keperluan MTT Unit 1 3 Kapasitas MTT per jam m/jam 400 400 Frekwensi pemeliharaan Bulan 3 6 Pengurangan jam kerja Jam/th 3.200 533.33 b. Hari dengan cuaca jelek Estimasi jumlah hari Hari 4 4 Ekivalensi jumlah jam Jam/tahun 96 96 c.akibat keterlambatan diluar perhitungan Estimasi prosentase thd total % 5 5 Ekivalensi jumlah jam per tahun Jam/th 429,60 429,60 d. Akibat kecelakaan Estimasi prosentase % 5 5 Ekivalensi jumlah jam per tahun Jam/th 429,60 429,60 6 Hari Kerja Efektif a. Jumlah pengurangan jam kerja Jam/th 4.155,20 1.488,53 b. Jam kerja efektif per tahun Jam/th 4.436,80 7.103,47 c. Hari kerja efektif per tahun Hari/th 184 295

46 4.3. Analisis Operasi Perjalanan Kereta Api 4.3.1. Frekuensi Perjalanan Kereta Dari hasil perhitungan target jumlah angkutan pada subbab 4.2.1 dan hari kerja efektif pada sub bab 4.2.2 dapat dihitung kebutuhan kapasitas angkut per tahun yang besarnya = target jumlah angkutan / hari kerja efektif Perhitungan dan hasil untuk tiap target tahun produksi adalah seperti tabel berikut : Tabel 4. 6 Perhitungan Kebutuhan Kapasitas Angkut Tahun Produksi Target Jml. Angkutan (MTA) Hari Kerja Efektif Kebutuhan Kapasitas Angkut (ton/hari) Tahun 1 6 184 32.608,70 Tahun 4-20 24 295 81.355,93 Dengan kebutuhan kapasitas angkut yang diperoleh diatas, maka dapat dihitung frekuensi kereta bermuatan (loaded) yang diperlukan dengan menggunakan kapasitas rangkaian satu kereta api sebesar 3.300 ton seperti diuraikan pada bab 4.1.3, sehingga: Frekuensi = kebutuhan kapasitas angkut / kapasitas angkut rangkaian Hasil perhitungan tiap tahun yang ditinjau disampaikan dalam tabel berikut : Tabel 4. 7 Kebutuhan Frekuensi Kereta Tahun Produksi Kebutuhan Kapasitas Angkut (ton/hari) Kapasitas Angkut Rangkaian (ton) Kebutuhan Frekuensi Kereta (KA/hari) Tahun 1 32.608,70 3.300 9,88 Tahun 4-20 81.355,93 3.300 24,65

47 Hasil perhitungan menunjukkan bahwa frekwensi kereta bukan merupakan bilangan bulat. Hal ini pasti tidak bisa diterapkan dalam praktek operasi perjalanan. Oleh karena itu dilakukan pembulatan kebawah untuk mendapatkan frekuensi perjalanan kereta, sehingga untuk masing-masing tahun produksi diperoleh hasil sebagai berikut. Frekuensi perjalanan kereta Tahun produksi 1 = 9 kereta/hari Tahun produksi 4-20 = 24 kereta/hari. 4.3.2 Penentuan Headway Headway adalah selang waktu antara keberangkatan satu kereta dengan kereta berikutnya. Operasi pengangkutan batubara direncanakan berlangsung menerus 24 jam, sehingga nilai headway dapat diperoleh dari pembagian waktu operasi dengan jumlah kereta rencana. Nilai headway tersebut merupakan harga maksimum yang tidak boleh terlampaui agar derajat pelayanan angkutan yang diinginkan masih dapat dipertahankan. Hasil penentuan nilai headway maksimun dengan anggapan distribusi headway adalah seragam selama 24 jam sehari disampaikan dalam tabel berikut : Tabel 4. 8 Besaran Headway Maksimum Tahun Produksi Frekuensi Perjalanan Headway Maksimum Tahun pertama 9 24*60 = 160 menit 9 Tahun keempat dst. 24 24*60 = 60 menit 24

48 4.3.3 Penelusuran Perjalanan Kereta Penelusuran perjalanan kereta adalah analisis mengikuti jejak perjalanan kereta api baik untuk yang berangkat dari Tanjung Enim, yaitu lokasi TLS (Train Loading System) menuju ke Srengsem tempat beradanya TPT (Train Port System) ataupun sebaliknya dari TPT menuju TLS. Perhitungan dilakukan dari titik masuk TLS hingga titik masuk TPT dengan panjang jalan rel 307.476 m atau 307,476 Km. Proses setelah titik masuk kedua tempat tersebut dinyatakan sebagai waktu muat di TLS dan waktu bongkar di TPT. Panjang keseluruhan jalan rel termasuk dalam sistem TLS dan TPT adalah 320 Km. Faktor-faktor yang di perhitungkan dalam proses penelusuran meliputi : Kecepatan operasi V = 46 Km/jam Waktu bongkar di TLS = 45 menit (termasuk inspeksi) Waktu bongkar di TPT = 143,8 menit (termasuk waktu inspeksi) Waktu pergantian awak kereta = 15 menit (untuk kereta bermuatan) = 2 menit (untukkereta kosong) Waktu crossing (waktu tunggu bersilang) = 15 menit (untuk kereta kosong) Proses Perhitungan a. Kereta bermuatan dari TLS menuju TPT Bila posisi stasiun A = X 1 (dalam meter) Bila posisi stasiun B = X 2 (dalam meter) Maka jarak antara stasiun A ke stasiun B = X AB = X 1 X 2 Waktu perjalanan antara A ke B = TAB = X AB V

49 Waktu kumulatif antara TLS ke TPT = = i= b. Kereta kosong dari TPT menuju TLS Stasiun A = X 1 (dalam meter) Stasiun B = X 2 (dalam meter) j TPT TLS Tij + 15 ' + TL Jarak antara stasiun A ke stasiun B = X AB = X 1 X 2 Waktu perjalanan antara A ke B = TAB = X AB + 15 V Waktu kumulatif dari TPT sampai TLS = = = j TLS i TPT Tij + 2 ' + TUL Perhitungan selanjutnya untuk produksi tahun ke 4 sampai ke 20 dilakukan secara tabelaris yang disampaikan dalam tabel berikut :

50 Tabel 4. 9 Perhitungan Waktu Perjalanan Kereta Api PERHITUNGAN WAKTU PERJALANAN KERETA API ITEM OPERASI KA SATUAN STASIUN TPT 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 TLS Waktu Perjalanan Chainage, patok km KM+000 800 15000 31000 45000 61000 77000 91000 106236 119000 134500 147000 160500 175175 190747 206500 220500 236560 246500 262000 276000 290500 305176 307476 Jarak antar stasion (jarak sebenarnya) Meter 14200 16000 14000 16000 16000 14000 15236 12764 15500 12500 13500 14675 15572 15753 14000 16060 9940 15500 14000 14500 14676 2300 Gradien hela %o KA BERMUATAN (Dari TLS) Kecepatan rata2 Km/jam 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 Langsiran untuk muat menit 20 Inspeksi (pemeriksaan) menit 25 Waktu berjalan menit 18.5217 20.8696 18.2609 20.8696 20.8696 18.2609 19.873 16.6487 20.2174 16.3043 17.6087 19.1413 20.3113 20.5474 18.2609 20.9478 12.9652 20.2174 18.2609 18.913 19.1426 3 Pergantian awak KA menit 15 Kumulatif waktu perjalanan menit 460.012 441.49 420.621 402.36 381.49 360.621 342.36 322.487 305.838 285.621 254.317 236.708 217.567 197.255 176.708 158.447 137.499 124.534 104.317 86.0557 67.1426 48 45 jam 7.66687 425.012 KA KOSONG (Dari TPT) Kecepatan rata2 Km/jam 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 Waktu bongkar muatan menit 118.8 Inspeksi (pemeriksaan) menit 25 Waktu berjalan menit 18.5217 20.8696 18.2609 20.8696 20.8696 18.2609 19.873 16.6487 20.2174 16.3043 17.6087 19.1413 20.3113 20.5474 18.2609 20.9478 12.9652 20.2174 18.2609 18.913 19.1426 3 Waktu berpapasan (waktu tunggu di sta) menit 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 Pergantian awak KA menit 2 Kumulatif waktu perjalanan menit 143.8 177.322 213.191 246.452 282.322 318.191 351.452 386.325 417.974 455.191 486.496 519.104 553.246 588.557 624.104 657.365 693.313 721.278 756.496 789.757 823.67 857.812 860.8122 jam 14.34687 RINGKASAN Loko KA bermuatan 18.5217 20.8696 18.2609 20.8696 20.8696 18.2609 19.873 16.6487 20.2174 31.3043 17.6087 19.1413 20.3113 20.5474 18.2609 20.9478 12.9652 20.2174 18.2609 18.913 19.1426 3 45 Loko KA kosong 143.8 33.5217 35.8696 33.2609 35.8696 35.8696 33.2609 34.873 31.6487 37.2174 31.3043 32.6087 34.1413 35.3113 35.5474 33.2609 35.9478 27.9652 35.2174 33.2609 33.913 34.1426 3 Kumulatif menit 162.322 216.713 270.843 324.974 381.713 435.843 488.977 540.499 592.365 660.887 709.8 761.55 816.003 871.861 925.67 979.878 1028.79 1076.97 1130.45 1182.63 1235.68 1272.82 1320.824 Waktu siklus lokomotif jam 22.01374 Gerbong bermuatan 18.5217 20.8696 18.2609 20.8696 20.8696 18.2609 19.873 16.6487 20.2174 31.3043 17.6087 19.1413 20.3113 20.5474 18.2609 20.9478 12.9652 20.2174 18.2609 18.913 19.1426 3 45 Gerbong kosong 143.8 33.5217 35.8696 33.2609 35.8696 35.8696 33.2609 34.873 31.6487 37.2174 31.3043 32.6087 34.1413 35.3113 35.5474 33.2609 35.9478 27.9652 35.2174 33.2609 33.913 34.1426 3 Kumulatif menit 162.322 216.713 270.843 324.974 381.713 435.843 488.977 540.499 592.365 660.887 709.8 761.55 816.003 871.861 925.67 979.878 1028.79 1076.97 1130.45 1182.63 1235.68 1272.82 1320.824 jam 118.8 menit 1,439.6 Waktu putar gerbong (WPG) jam 24.0 Dari tabel diatas diperoleh waktu peredaran kereta (WPK) = 1.320,82 menit

51 c. Penelusuran Perjalanan Kereta Tujuan penelurusan perjalanan kereta api untuk mengetahui kemungkinan penerapan operasi pelaksanaannya pada jaringan jalan rel yang direncanakan. Proses penelusuran dimulai dengan mengikuti keberangkatan kereta pertama dari TLS pada pukul 00. 00 disusul oleh kereta-kereta berikutnya dengan selang waktu setiap 1 jam. Setiap perjalanan kereta di plot waktu kedatangan maupun keberangkatannya pada stasiun yang dilewati. Hasil ploting semua perjalan kereta api dalam waktu sehari semalam (24 jam) digambarkan dalam diagram waktu ruang. Diagram ini biasanya juga disebut sebagai Gapeka (grafik perjalanan kereta). Untuk tahun produksi ke 4-20 diagram waktu ruang seluruh perjalanan kereta api dapat dilihat pada gambar berikut :

52 Tabel 4. 10 Penelusuran Perjalanan Kereta Api DIAGRAM WAKTU RUANG Time (hour) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 SRENGSEM SUKABUMI PEMANGGILAN SUKARAME SUMBEREJO KALIRANDU TANJUNGIMAN KOTABUMI BR KENDALISODO NEGERIRATU BR TULUNGBUYUT BR NEGERIAGUNG BR PAHUNG WAYTUBA BR MARTAPURA BR GILAS BR TALANGPUSAR PELAWAN GUNUNGMERAKSA PRABUMENANG SINARLUBAI SUBANJERO BANK0TENGAH 0 15 29 44 58 73 87 102 116 131 145 160 174 189 203 218 232 247 261 276 290 305 319 TRANS01 TRANS03 TRANS05 TRANS07 TRANS09 TRANS11 TRANS13 TRANS15 TRANS17 TRANS19 TRANS21 TRANS23 TRANS25 TRANS27 TRANS29 TRANS31 TRANS33 TRANS35 TRANS37 TRANS39 TRANS41 TRANS43 TRANS45 TRANS47

53 Dari hasil penelusuran maupun Gapeka diatas, dapat disimpulkan bahwa pola operasi perjalanan kereta api dengan frekuensi 24 keberangkatan kereta bermuatan pulang pergi selama masa operasi 24 jam sekali dapat dijalankan dengan aman. 4.4 Produksi Angkutan Setelah mengetahui dari hasil penelusuran dan Gapeka bahwa semua pola operasi perjalanan yang direncanakan, baik untuk tahun produksi pertama maupun produksi tahun ke 4 20 dapat dilakukan dengan aman, maka dari pola operasi tersebut dapat dihitung hasil produksi angkutan. Perhitungan hasil produksi angkutan dimaksudkan untuk mengetahui apakah target setiap tahun produksi yang direncanakan dapat semuanya terangkut. Hasil produksi angkutan hanya dihitung untuk hari efektif dengan rumus : Produksi angkutan = jumlah hari efektif x kapasitas angkut rangkaian x frekuensi perjalanan. Untuk setiap tahun produksi yang ditinjau, perhitungan dan hasil produksi angkutan dilakukan dalam tabel berikut : Tabel 4. 11 Produksi Angkutan Tahunan Th. Produksi Hari Efektif Kap.Rangkaian Frekuensi Prod. Tahunan (MTA) Target Produksi (MTA) Th.1 184 3300 ton 9 5,4648 5 Th 4-20 295 3300 ton 24 23,364 20

54 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola operasi pertama dengan frekuensi 9 kereta per hari serta pola operasi kedua dengan 24 frekuensi kereta api per hari dapat memenuhi target produksi. 4.5 Analisis Optimasi Sasaran utama tujuan penelitian adalah untuk melakukan optimasi pola perjalanan kereta api. Optimasi dilakukan dengan menetapkan hasil akhir produksi angkutan sebagai fungsi dari pola operasi, atau : Produksi angkutan = f (pola operasi) Hasil akhir adalah produk angkutan sejak tahun pertama hingga tahun ke 20, yaitu akhir masa konsesi penambangan. Setiap pola operasi yang dihitung berdasarkan tahun target produksi tertentu mempunyai hasil akhir yang berbeda. Disamping itu setiap pola operasi yang dibebani dengan jumlah angkutan tertentu akan menghasilkan produksi angkutan yang berbeda. Untuk pola operasi pertama, dengan dasar perhitungan tahun target operasi keempat, hasil produksi angkutan tahun pertama hingga tahun ketiga terbatas sebesar target produksi, sedangkan tahun ke 4 20 maka kapasitas yang tersedia baru dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Untuk pola operasi kedua, dihitung berdasar tahun target operasi pertama, hasil produksi angkutan baru bisa ditingkatkan mulai tahun keempat karena pelaksanaan konstruksi dan penyesuaian operasi yang diperkirakan perlu waktu setidaknya 2 tahun, kecuali pola operasi tersebut tidak dirubah seterusnya.

55 Apabila S menyatakan strategi tiap pola operasi, maka : Strategi 1 = S1 Produksi angkutan Headway Pelaksanaan = 23,4 MTA = 60 menit = mulai tahun 1 dan seterusnya, Strategi 2 = S2 Produksi angkutan Headway Pelaksanaan = 5,5 MTA = 160 menit = mulai tahun 1dan seterusnya, Strategi 3 Produksi angkutan Headway Pelaksanaan = 23,4 MTA = 60 menit = mulai tahun 4 setelah S2 Pernyataan alternatif strategi pola operasi dalam data optimasi dan hasil akhir pada tahun ke 20 adalah : Tabel 4. 12 Alternatif Strategi Kapasitas Angkut Strategi Pola Operasi S1 : Kapasitas 23.4 MTA, H = 60, mulai th. 1 S2 : Kapasitas 5.5 MTA, H = 160, th. 1 s/d 3, Kapasitas 23.4 MTA, H = 60, mulai th. 4 dst. S3 : Kapasitas 5.5 MTA, H = 160, th.1 dst. Hasil Produksi Angkutan MTA Th.1 Th. 2 Th.3 Th.4-20 Total MTA 5,5 11,5 20,0 23,4 434,8 5,5 5,5 5,5 5,5 110,0 5,5 5,5 5,5 23,4 414,3

56 Untuk menentukan strategi optimum, digunakan metoda pohon keputusan deterministik tahap ganda yang menggunakan maksimasi hasil akhir sebagai kriteria strategi optimum. Analisis optimasi dalam pohon keputusan untuk alternatif strategi diatas adalah sebagai berikut : Kapasitas Angkut 23.4 MTA, H=60' Produksi 5.5 MTA Kap Ang 5.5 MTA,H=160' Produksi 5.5 Gambar 4.5 Pohon Keputusan Deterministik Tahap Ganda Dari analisis dalam gambar diatas dapat disimpulkan bahwa alternatif strategi pertama (S1) merupakan strategi optimum. Hal ini berarti bahwa bila PT. Bukit Asam membangun fasilitas prasarana, sarana maupun operasi berdasarkan kapasitas angkutan kereta api yang dapat menampung target

57 produksi terbesar, yaitu 20 MTA. Maka strategi tersebut merupakan pilihan terbaik yang akan memberikan keuntungan terbesar. 4.6 Pemeriksaan Kapasitas Lintas Pada umumnya, analisis penelusuran perjalanan sudah memberikan informasi yang cukup akurat mengenai kemungkinan teknis pelaksanaan operasi perjalanan kereta api. Namun begitu untuk mendapatkan kepastian tentang kelancaran pelaksanaan operasi maka perlu dilakukan pengecekan terhadap kapasitas lintas. Pemeriksaan kapasitas ini membandingkan antara jumlah frekuensi perjalanan yang direncanakan dengan batas kemampuan frekuensi perjalanan yang dapat ditampung dalam satu ruas jalan rel. Frekuensi perjalanan yang dimaksudkan adalah dalam dua arah pulang pergi. Analisis sebelumnya menunjukan bahwa strategi pertama merupakan pola operasi optimum dengan frekuensi 24 perjalanan kereta bermuatan tiap 24 jam berarti akan terdapat 48 perjalanan pulang pergi. Bila hasil pemeriksaan ternyata frekuensi kereta pulang pergi masih dibawah kapasitas lintas, maka pola tersebut bisa dijalankan dengan aman, sebaliknya bila nilainya diatas kapasitas lintas, maka pola operasi harus dirubah. Jalur rel pada obyek penulisan skripsi ini merupakan jalur tunggal dan panjang rangkian kereta lebih dari 500 m. Rumus kapasitas yang sesuai dengan keadaan jalur rel dan rangkaian adalah : 1440 N = Lx60 + 7,5 V

58 Dimana : N = kapasitas Lintas (kereta/hari) L = jarak terpanjang antara dua stasiun yang berurutan = 15 km V = Kecepatan operasi kereta = 46 Km/jam Sehingga : N 1440 = = 53 kereta / hari 15x60 + 7,5 46 Ternyata jumlah perjalanan pulang pergi (frekuensi) sebesar 48 kereta/hari masih dibawah kapasitas lintas 53 kereta/hari. Berarti pola operasi sesuai strategi 1 bisa diterapkan dengan aman. 4.7 Penetapan Pola Operasi Terpilih dan Gapeka Pola operasi yang terpilih adalah pola perjalanan kereta api dalam waktu 24 jam yang telah diuji melalui analisis optimasi dan telah diperiksa kemungkinan pelaksanaannya secara teknis melalui pemeriksaan kapasitas lintas. Gapeka yang sesuai dengan pola operasi yang terpilih adalah diagram waktu ruang seluruh perjalanan kereta api selama 24 jam yang memenuhi pola operasi terpilih tersebut. Dari hasil optimasi serta pemeriksaan kapasitas pada uraian sebelumnya maka pola operasi pada strategi 1 yang disusun berdasarkan skenario tahun produksi 4 hingga 20 merupakan alternatif optimum rencana pembangunan sistem angkutan kereta khusus batubara dan dapat ditetapkan sebagai pola operasi terpilih.

59 Diagram waktu ruang yang telah diperoleh dari analisis penelusuran perjalanan kereta pada bab sebelumnya adalah gapeka yang sesuai dengan pola operasi terpilih. 4.8 Pembahasan Hasil Hasil analisis yang telah dilakukan memberikan gambaran beberapa hal, yaitu : a. Pola operasi optimum yang layak untuk diterapkan sebagai strategi pembangunan sistem angkutan khusus batubara di Sumatra Selatan adalah pola operasi dengan frekuensi perjalanan 24 kereta/hari, headway 60 menit. Pola operasi tersebut akan memberikan hasil produksi angkutan terbesar yang memenuhi kriteria target produksi PT. Bukit Asam. b. Dengan diperolehnya pola operasi optimum yang memberikan hasil produksi angkutan maksimum dapat dianggap akan memberikan hasil komersial terbesar bagi PT. Bukit Asam, karena permasalahan produksi yang ada merupakan fungsi transportasi atau angkutan hasil tambang bukan pada jumlah deposit batubara maupun teknologi penambangannya. c. Dalam menjalankan pola operasi tersebut sebaiknya dibarengi dengan beberapa usaha untuk memperbesar ataupun memberikan kelonggaran nilai keuntungan yaitu : Penyediaan sarana berupa lokomotif dan gerbong, bisa dilakukan bertahap sesuai target produksi tahunan. Penyelenggaraan operasi bisa disesuaikan dengan frekuensi kereta terutama pada tahap awal tahun produksi

60 d. Diagram waktu ruang yang diperoleh merupakan hasil analisis dengan mengambil nilai headway maksimum. Pada operasi perjalanan yang sebenarnya nilai headway ini masih bisa diatur, misalnya dengan membagi menjadi jam sibuk dan bukan, tetapi frekuensi perjalanan dan kapasitas lintas tidak boleh di lampaui. e. Pentahapan target produksi dengan selang waktu yang pendek akan menyulitkan pelaksana konstruksi, karena perlu memperhatikan faktor kelangsungan produksi selama masa konstruksi. Apabila faktor pelaksanaan konstruksi menjadi bahan pertimbangan, maka pentahapan target produksi harus mampu menampung keperluan waktu konstruksi.